Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS

MEDIA AKUT

Di Susun Oleh

Kelompok II

1. Dorci Kora ( 122302030 )


2. Welmi Marlin Lamera ( 122362012 )
3. Dian Letfaar ( 122292027 )
4. Defis Ronal Hulkiawar ( 122542011 )

PROGRAM S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK) FAMIKA MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN OTITIS MEDIA AKUT

A. Definisi
Otitis Media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media
berdasarkan gejalanya dibagi menjadi dua antara lain otitis media supuratif
dan non supuratif, dari masing-masing golongan mempunyai bentuk akut
dan kronis. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media
tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis media yang lain ialah otitis
media adhesiva (Soepardi & Iskandar, 2001: 50). Otitis Media Akut
merupakan peradangan tengah yang terjadi secara cepat dan singkat (dalam
waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik
(Munilson dkk). Menurut Muscari (2005: 219) otitis media akut (OMA)
merupakan inflamasi telinga bagian tengah dan salah satu penyakit dengan
prevalensi paling tinggi pada masa anak-anak, dengan puncak insidensi
terjadi pada usia antara 6 bulan sampai 2 tahun. Hampir 70% anak akan
mengalami otitis media akut (OMA) paling sedikit satu periode otitis media.

B. Etiologi

Menurut Adams (1997: 96) penyebab otitis media akut antara lain :
1. Faktor pertahanan tubuh terganggu Telinga tengah biasanya steril,
meskipun terdapat mikroba dinasofaring dan faring. Secara fisiologik
terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga
tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim penghasil mukus
(misalnya muramidase) dan antibodi.
2. Obstruksi tuba eusthachius Merupakan suatu faktor penyebab dasar
pada otitis media akut, karena fungsi tuba eustachius terganggu,
pencegahan invasi kuman ke telinga tengah juga terganggu, sehingga
kuman masuk kedalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Pada bayi
terjadinya otitis media akut dipermudah karena tuba eustachiusnya
pendek, lebar, dan agak horisontal letaknya.

3. Infeksi saluran pernafasan atas Terutama disebabkan oleh virus, pada


anak makin sering terserang infeksi saluran pernafasan atas makin besar
kemungkinan terjadinya otitis media akut.

4. Bakteri piogeik Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisma


penyebab adalah streptococcus pneumoniae, hemophylus influenzae,
streptococcus betahemolitikus dan moraxella catarrhalis.

C. Manifestasi Klinis
Gejala otitis media akut dapat bervariasi antara lain :
a. nyeri telinga (otalgia)
b. keluarnya cairan dari telinga

c. demam
d. kehilangan pendengaran
e. tinitus

f. membran timpani tampak merah dan menggelembung (Smeltzer &


Bare, 2001: 2015).
Menurut Adams (1997: 96) gejala otitis media akut berupa :
a. Nyeri

b. Demam
c. Malaise
d. Nyeri kepala
e. Membran timpa tampak merah dan menonjol
f. Abses telinga tengah
g. Pada bayi sering kali mudah marah, bangun di tengah malam sambil
menangis dan menarik-narik telinganya.

D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Otitis Media Akut menurut
Soepardi&Iskandar(2001:52-53) tergantung pada stadium penyakitnya
yaitu:

a. Stadium Oklusi: bertujuan untuk membuka tuba eustachius sehingga


tekanan negatif ditelinga tengah hilang. Untuk ini diberikan obat tetes
hidung HCL efedrin 0,5% dan pemberian antibiotik apabila penyebab
penyakit adalah kuman, bukan virus atau alergi.
b. Stadium Presupurasi: analgetika, antibiotika yang dianjurkan biasanya
golongan ampicillin atau penicilin.
c. Stadium Supurasi: diberikan antibiotika dan obat-obat simptomatik.
Dapat dilakukan miringotomi bila membran menonjol dan masih utuh
untuk mencegah perforasi.
d. Stadium Perforasi: sering terlihat sekret banyak yang keluar dan
kadang terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi).
Pengobatannya adalah obat pencuci telinga H2O2 3% selama 35 hari
dan diberikan antibiotika yang adekuat.
e. Stadium Resolusi: maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.

E. Patofisiologi
Patofisiologi otitis media terjadi karena adanya disfungsi tuba eustachius (TE).
Fungsi normal TE adalah membersihkan cairan telinga tengah dengan pergerakan
mukosilier menuju nasofaring, ventilasi, dan proteksi dari refluks nasofaring. Otitis
media awalnya terjadi karena kongesti dan edema pada mukosa nasal, nasofaring,
dan tuba eustachius sebagai akibat dari proses inflamasi disebabkan oleh infeksi
saluran pernafasan atas atau reaksi alergi. Obstruksi isthmus tuba eustachius, yang
merupakan bagian tersempit TE, dapat mengganggu pembersihan dan ventilasi
telinga tengah.
Gangguan pembersihan telinga tengah menyebabkan cairan di dalam telinga
tengah statis. Selain itu, gangguan ventilasi juga menyebabkan peningkatan tekanan
negatif pada telinga tengah sehingga sekresi telinga tengah terakumulasi dan
menjadi media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri atau virus dari infeksi
sekunder saluran pernafasan atas. Akumulasi sekresi di telinga tengah
menyebabkan otitis media efusi. Kolonisasi dan pertumbuhan mikroba pada telinga
tengah mengeluarkan cairan supuratif yang disertai tanda inflamasi. Pada
pemeriksaan otoskop dapat terlihat  membran timpani yang menonjol dan merah,
serta adanya cairan pada ruang telinga tengah yang menandakan gejala dari otitis
media akut (OMA). Otitis media efusi dapat muncul secara spontan sebagai respon
dari disfungsi tuba eustachius atau respon inflamasi setelah otitis media akut. Efusi
dapat bertahan beberapa minggu hingga bulan setelah OMA sembuh.
F. Prognosis
Prognosis otitis media secara keseluruhan baik, 80% pasien anak dapat
sembuh dalam waktu 3 hari tanpa antibiotik. otitis media akut (OMA)
meningkat jika durasi otitis media lebih dari 2 minggu, atau gejala kembali
dalam rentang waktu 2‒3 minggu kemudian. Dan meskipun otitis media
telah mendapat terapi yang adekuat, tidak menutup kemungkinan untuk
terjadi komplikasi gangguan neurologis, seperti kejang dan gangguan
perilaku.

G. Komplikasi

Otitis media jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Namun, bila


terjadi secara berulang, otitis media dapat menyebabkan kondisi berikut:

 Gendang telinga robek


 Terbentuknya kolesteatoma
 Penyebaran infeksi ke tulang di belakang telinga (mastoiditis), saluran telinga
bagian dalam (labirinitis), sampai ke selaput otak (meningitis)
 Gangguan pendengaran hingga hilang pendengaran secara permanen
 Perkembangan bicara dan pertumbuhan terhambat
H. Penyimpangan KDM
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN OTITIS MEDIA AKUT

I. Pengkajian

1. Identintas pasien

 Nama

 Usia Lebih sering pada usia bayi dan anak yang masih kecil sebagian
disebabkan oleh tuba eustachius yang pendek dan terletak horizontal,
keterbatasan respons terhadap antigen, dan sebelumnya kurang
terpajan patogen umum

 Jenis kelamin.Jenis kelamin pria dan wanita memiliki resiko yang


sama untuk terjadinya Otitis Media Akut

 Pekerjaan

2. Keluhan Utama

Sesuai tanda dan gejala dan disertai nyeri.

3. Riwayat penyakit saat ini

Adanya rasa nyeri di bagian telinga di sertai kondisi suhu tubuh


meningkat.

4. Riwayat penyakit dahulu

Biasanya penyakit otitis media disebabkan oleh infeksi virus maupun


infeksi bakteri. Infeksi tersebut sering kali dipicu oleh batuk pilek atau flu
sebelumnya.
5. Riwayat penyakit keluarga

Ada tidaknya dari pihak keluarga yang mengalami hal yang sama pada
pasien.

6. Pemeriksaan fisik. Tanda- tanda vital


Tekanan darah, nadi, respirasi pada suhu mengalami peningkatan karna
sebagai tanda infeksi pada saluran telinga.

II. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan aktual atau


fungsional (D.0077).
2. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080).
3. Resiko infeksi berhubungan dengan resiko terserang organisma patogenik
(D.0142)
INTERVENSI KEPERAWATAN
No SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan tindakan keperawatan (I.08238)
diharapkan
dengan adanya Observasi
(L.08066).
kerusakan • Identifikasi skala
jaringan actual Kriteria Hasil : nyeri
atau fungsional
• Kemampuan • Identifikasi respon
(D.0077).
menuntaskan nyeri non verbal

aktivitas (1) • Identifikasi factor

• keluhan nyeri (5) yang memperberat

• meringis (5) dan memperingat

• sikap protektif nyeri

(5) • Identifikasi

• gelisah (5) pengetahuan dan

• kesulitan tidur (5) keyakinan tentang


nyeri
• Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup

Terapeutik
• Berikan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa
nyeri
• Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
• Fasilitasi istirahat dan
tidur
• Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri

Edukasi
• Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
• Jelaskan strategi
meredakan nyeri
• Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
• Anjurkan
menggunakan
analgetic secara tepat
• Ajarkan Teknik non
farmatologis untuk
mengurangi rasa
nyeri

Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. Ansietas Reduksi Ansietas


Setelah dilakukan
berhubungan (1.09314)
tindakan asuhan
dengan kurang Observasi
keperawatan
terpapar • Identifikasi saat
diharapkan (L.09093)
informasi tingkat ansietas
Kriteria Hasil : berubah
(D.0080).
• Keluhan pusing • Identifikasi
(5) kemampuan
• Pucat (5) mengambil keputusan
• Tremor (5) • Monitor tanda-tanda

• Tekanan darah (5) ansietas (verbal dan

• Frekuensi nadi (5) non verbal)

Terapeutik
• Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
• Temani pasien untuk
mengurangi
kecemasaan, jika
memungkinkan
• Pahami situasi yang
membuat ansietas
dengarkan dengan
penuh perhatian
• Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan

Edukasi
• Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami
• Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis, pengobatan
dan prognosis
• Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, jika perlu
• Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
• Anjurkan
mengungkap perasaan
dan persepsi

Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian
obat antlansietas, jika
perlu
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
berhubungan tindakan keperawatan (I.14539)
dengan resiko diharapkan : Observasi
terserang • Monitor tanda dan
organisma Kriteria Hasil : gejala infeksi local
patogenik • Demam (5) dan sistemik
(D.0142) • Kemerahan (5) terapiutik
• Nyeri (5)
• Bengkak (5) Terapeutik
• Cairan berbau • Batasi jumlah
busuk (5) pengunjung
• Berikan perawatan
kulit pada area edema
• Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
• Pertahankan tehnik
aseptic pada pasien
beresiko tinggi

Edukasi
• Jelaskan Tanda dan
gejala infeksi
• Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar
• Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
• Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisis
• Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan

Kolarobarsi
• Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan wujud dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Fokus dari intervensi keperawatan antara
lain adalah
mempertahan daya tahan tubuh, mencegah komplikasi, menentukan
perubahan sistem tubuh, memantapkan hubungan klien dengan lingkungan
dan implementasi pesan dokter.

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi atau tahap penilaian adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil tahap perencanaan.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, ES, & Iskandar,N 2004, Buku Ajar Ilmu Penyait Telinga Hidung

Tenggorokan, Fkui, Jakarta.


Wong, dl ET AL 2008, Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Egc, Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI,2017.Standart Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Jakarta:DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018.Standart Intervensi Keperawatan


Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI .2019.Standart Luaran Keperawatan


Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

Ackley, B. J., Ladwing, G. B., & Makic, M. B. F. (2017). Nursing


Diagnosis Handbook, An Evidence-Based Guide to Planning Care.
11th Ed. St. Louis: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai