Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM


INTEGUMEN PADA An. “I” DENGAN VULNUS
ICTUM DI RUANG BEDAH RSUD KOTA
MAKASSAR

Oleh:
Sri Devi Angriani, S. Kep
NS0622042

CI Lahan CI Institusi

Haslinda, S.Kep.,Ns Syaifuddin Zainal, SKM., S.Kep.,Ns., M.Kes


NIP: NIDN:

PROGRAM STUDI NERS ANGKATAN XXVIII


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
NANI HASANUDDIN
2022
I. KONSEP DASAR MEDIS VULNUS ICTUM
A. Definisi
Vulnus atau luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal
akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan
mengenai organ tertentu (Ganong. 2014).
Vulnus Ictum adalah luka kecil dengan dasar yang sukar dilihat.
Disebabkan oleh tertususuk paku atau benda yang runcing, lukanya kecil,
dasar sukar dilihat, tetapi pada luka ini kuman tetanus gampang masuk.
Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam
kulit, merupakan luka terbuka dari luar tampak kecil tapi di dalam mungkin
rusak berat.
B. Etiologi
Vulnus Ictum atau Luka tusuk sendiri diakibatkan oleh benda runcing yang
biasanya kedalaman luka lebih daripada lebarnya. Misalnya tusukan pisau,
tusukan paku, tusukan busur, dan benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya
menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak
begitu lebar.
Menurut (Sudoyo Aru, dkk 2015) Luka tusuk dapat disebabkan oleh :
1. Benda tajam dengan arah lurus pada kulit.
2. Suatu gerakan aktif maju yang cepat atau dorongan pada tubuh dengan
suatu alat yang ujung nya panjang
Berat ringannya luka tusuk tergantung dari dua faktor yaitu :
1. Lokasi anatomi injury
2. Kekuatan tusukan, perlu dipertimbangkan panjangnya benda yang
digunakan
C. Manifestasi Klinik
Apabila sese orang terkena luka maka dapat terjadi gejala setempat
(lokal) dan gejala umum.
1. Gejala lokal

a. Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf sensoris.


Intensitas atau derajat rasa nyeri berbeda-beda tergantung pada
berat/luas kerusakan ujung-ujung saraf dan lokasi luka
b. Perdarahan, hebatnya perdarahan tergantung pada lokasi luka,
jenis pembuluh darah yang rusak.
c. Ganguan fungsi, fungsi anggota badan akan terganggu oleh karena
rasa nyeri.
2. Gejala umum
Gejala/tanda umu pada perlukaan dapat terjadi akibat komplikasi yang
terjadi seperti syok akibat nyeri atau dan perdarahan yang hebat
(Sudoyo Aru dkk, 2015)
D. Patofisiologi
Vulnus ictum terjadi akibat penusukan benda tajam,sehingga menyebabkan
contuiniutas jaaringan terputus. Pada umumya respon tubuh terhadap
trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi. Dalam hal ini ada
peluang besar terjadinya infeksi hebat. Proses yang terjadi secara alamiah
bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase:
a. Fase inflamsi atau “ lagphase “ berlangsung sampai 5 hari. Akibat
luka terjadi pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang.
Trombosit mengeluarkan prosig lalim, trombosam, bahan kimia
tertentu dan asam amoini tertentu yang mempengaruhi pembekuan
darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan khemotaksis
terhadap leukosit. Terjadi Vasekontriksi dan proses penghentian
pendarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedisis
dan menuju dareh luka secara khemotaksis. Sel mast mengeluarkan
serotonin dan histamine yang menunggalkan peruseabilitas kapiler,
terjadi eksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul tanda-tanda
radang leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan menahan
kotoran dan kuman.
b. Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3
minggu. Tersifat oleh proses preforasi dan pembentukan fibrosa yang
berasal dari sel-sel masenkim. Serat-serat baru dibentuk, diatur,
mengkerut yang tidak perlu dihancurkan dengan demikian luka
mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh sel radang, fibrolas,
serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru yang membentuk jaringan
kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut jaringan granulasi.
Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menututpi
dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang
rata dan lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan jaringan granulasi
berhenti setelah seluruh permukaan tertutup epitel dan mulailah proses
pendewasaan penyembuhan luka.
c. Fase “remodeling“ fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan.
Dikatakan berahir bila tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan
sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tidak ada rasa sakit maupun gatal.
E. Patway
Vulnus Ictum

Mekanik : benda tajam, benda


tumpul, tembakan/ledakan,
gigitan binatang.

Kerusakan
Kerusakan Traumatik jaringan
integritas jaringan
integritas kulit
Kerusakan
Terputusnya pembuluh darah
Rusaknya barrier
kontinuitas jaringan
pertahanan primer

Perdarahan berlebih
Terpapar lingkungan Kerusakan syaraf
perifer
Keluarnya cairan
Resiko Infeksi tubuh
Stimulasi neurotransmitter
(histamine, prostaglandin,
bradikinin) Hipotensi, hipovolemis,
hipoksia, hiposemi

Nyeri Akut
Resiko hipovolemi

Pergerakan terbatas Gangguan pola tidur Cemas

Gangguan Mobilitas Fisik


F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan terutama jenis tes darah lengkap
untuk mengetahui terjadinya infeksi. Pemerksaan X-ray jika terdapat
fraktur atau dicurigai terdapat benda asing (Ganong. 2014)
1. Hitung darah lengkap
Peningkatan Ht awal menunjukan hemokonsentrasi sehubungan dengan
perpindahan/kehilangna cairan. Selanjutnya penurunan Ht dan SDM
dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas tehadap
endothelium pembuluh darah.
2. GDA
Penurunan PaO2/peningkatan PaCo2 mungkin terjadi pada retensi
karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan
penurunan ginjal dan kehilangan mekanisme kompensasi pernapasan.
3. Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera
jaringan/kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal.
4. Urin
Adanya albumin, Hb, dan immunoglobulin menunjukan kerusakan
jaringan dalam dan kehilangan protein. Warna hitam kemerahan pada urin
sehubungan dengan mioglobulin.
5. Bronkoskopi
Berguna dalam diagnose luas cidera inhalasi, hasil dapat meliputi
edema, pendarahan, dan tukak pada saluran pernapasan.
6. EKG
Tanda iskemia miokardial/ disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.
G. Komplikasi
1. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan
tidak adanya nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma
yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
2. Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan
komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf,
dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema
atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
3. Infeksi: Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
4. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. (Ganong. 2014)
H. Pentalaksanaan
1. Penatalaksanaan Pada Luka
a. Hemostasis : Mengontrol pendarahan akibat laserasi dengan cara
menekan luka dengan menggunakan balutan steril. Setelah
pendarahan reda, tempelkan sepotong perban perekat atau kasa
diatas luka laserasi sehingga memungkinkan tepi luka menutup dan
bekuan darah terbebtuk.
b. Pembersihan luka.
c. Faktor pertumbuhan (penggunaan obat).
d. Perlindungan: Memberikan balutan steril atau bersih dan
memobilisasi bagian tubuh.
e. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan, berdasarkan kondisi
luka dan status imunisasi pasien. (Djuanda Adhi, 2016)
2. Pentalaksanaan Pada Pasien

a. Perhatikan kepatenan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.


b. Melengkapi pengkajian survey primer dengan cara mengevaluasi
tingkat kesadaran pasien, ukuran, dan reaksi pupil.
c. Mengidentifikasi adanya luka lain yang mungki memerlukan
perawatan.
d. Mengontrol pendarahan dengan cara penekanan langsung
pada area luka, elevasi.
e. Mengidentifikasi adanya syok hemoragik.
f. Mengkaji status imunisasi tetanus pada pasien.
g. Menilai kondisi hipotermia, terutama pada saat kulit kehilangan
bagian yang luas (Djuanda Adhi, 2016).
I. Pencegahan
1. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk
melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau
larutan antiseptic, misalnya alcohol, halogen, yodium, oksidansia,
logam berat dan asam berat.
2. Pembersihan luka, Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah
meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan
luka, menghindari terjadinya infeksi, membuang jaringan nekrosis.
3. Pembalutan luka, luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta
berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang
terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan
sembuh per sekundam atau per tertiam.
4. Penutupan luka, Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik
pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
5. Pemberian antibiotic, prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan
antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu
diberikan antibiotik. (Djuanda Adhi, 2016).
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh
1. Aktifitas atau istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan
keterbatasaan rentang gerak, perubahan aktifitas.
2. Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi
3. Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
4. Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari
5. Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri
pada daerah cidera , kemerah-merahan.
6. Nyeri / kenyamanan Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau
di tekan. Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri
yang hebat, gelisah, tidak bisa tidur.
7. Kulit
Gejala : nyeri, panas
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen cidera fisik (D.0077).
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan (D.
0129)
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri (D.0055).
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
(D.0054).
5. Risiko infeksi (D.0142)
6. Risiko Hipovolemik (D.0034)
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai
dengan diagnosa keperawatan. (Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015)

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
dengan Agen cidera fisik keperawatan selama 3x24 jam Observasi:
(D.0077). diharapkan tingkat nyeri menurun 1.1 Identifikasi lokasi, karateristik, durasi, frekuensi,
dengan kriteria hasil: kualitas, intensitas nyeri
- Keluhan nyeri menurun (5) 1.2 Identifikasi skala nyeri
- Meringis menurun (5) 1.3 Identifikasi faktor yang memperberat dan
- Gelisah menurun (5) memperingan nyeri
- Sikap protektif menurun (5) Terapeutik:
Keterangan: 1.4 Berikan teknik nonfarmakologi (relaksasi nafas
1: meningkat dalam)
2: cukup meningkat 1.5 Fasilitas istirahat tidur
3: sedang Edukasi:
4: cukup menurun 1.6 Ajarkan teknik nonfarmkologi untuk mengurangi rasa
5: menurun nyeri
Kolaborasi:
1.7 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (L. 14564)
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam Obseravasi:
kerusakan jaringan (D. diharapkan penyembuhan luka 2.1 Monitor karateristik luka (mis. Drainase, wana,
0129) (L.14130) meningkat dengan ukuran, bau)
kriteria hasil: 2.2 Monitor tanda-tanda infeksi
- Penyatuan kulit meningkat (5) Terapeutik:
- Jaringan granulasi meningkat 2.3 Lepaskan balutan dan plaster secara perlahan
(5) 2.4 Cukur rambut halus darah luka, jika perlu
Keterangan: 2.5 Bersihkan dengan cairan NaCl, sesuai kebutuhan
1: menurun 2.6 Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
2: cukup menurun 2.7 Pasang balutan sesuai jenis kulit
3: sedang 2.8 Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan
4: cukup meningkat luka
5: meningkat 2.9 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
- Edema pada sisi luka menurun 2.10 Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau
(5) sesuai kondisi pasien
- Peradangan luka menurun (5) Edukasi:
Keterangan: 2.11 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
1: meningkat 2.12 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori
2: cukup meningkat dan protein
3: sedang Kolaborasi:
4: cukup menurun 2.13 Kolaborasi prosedur debridement, jika perlu
5: menurun 2.14 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan Dukungan Tidur (I.05174)
berhubungan dengan nyeri keperawatan 3x24 jam, maka Observasi:
(D.0055). diharapkan pola tidur membaik 3.1 Identifikasi pola tidur
dengan kriteria hasil : 3.2 Identifikasi faktor pengganggu tidur
- keluhan sulit tidur cukup Terapeutik:
menurun (2) 3.3 Modifikasi lingkungan
- keluhan sering terjaga cukup 3.4 Tetapkan jadwal tidur rutin
menurun (2) Edukasi:
- keluhan tidak puas tidur cukup 3.5 Jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama sakit
menurun (2) 3.6 Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
keterangan:
1: menurun
2: cukup menurun
3: sedang
4: cukup meningkat
5: meningkat
4. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisasi (I.05173)
berhubungan dengan keperawatan dukungan mobilisasi Observasi:
penrunab otot (D.0054). selama 3x24 jam diharapkan mobilitas 6.1 Identifikasi adanya nyeri
fisik pasien (L.05042) meningkat
6.2 Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
dengan kriteria hasil :
Terapeutik:
- Pergerakan ekstremitas cukup
6.3 Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis.
meningkat (4)
Pagar tempat tidur)
- Kekuatsn otot cukup meningkat
6.4 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
(4)
meningkatkan pergerakan
Keterangan:
Edukasi:
1: menurun
6.5 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
2: cukup menurun
(mis. Duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat
3: sedang
tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
4: cukup meningkat
5: meningkat
5. Risiko infeksi (D.0142) Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi (L.14539)
keperawatan selama 3x24 jam Observasi:
diharapkan tingkat infeksi (L.14137) 5.1 Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan iskemik
menurun dengan kriteria hasil : Terapeutik:
- Demam menurun (5)
5.2 Batasi jumlah pengunjung
- Kemerahan menurun (5)
5.3 Berikan perawatan kulit pada area edema
- Nyeri menurun (5)
5.4 Cuci tangan sebelum dan sesedah kontak dengan
- Bengkak menurun (5)
pasien dan lingkungan pasien
- Drainase purulen menurun (5)
5.5 Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
Keterangan:
tinggi
1: meningkat
Edukasi:
2: cukup meningkat
5.6 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
3: sedang
4: cukup menurun 5.7 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
5: menurun 5.8 Ajarkan etika batuk
- Kadar sel darah putih membaik (5) 5.9 Ajarkan meningkatkan asupan nutrisi
Keterangan: 5.10 Ajarkan meningkatkan asupan cairan
1: memburuk Kolaborasi:
2: cukup memburuk 5.11 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
3: sedang
4: cukup membaik
5: membaik
6. Risiko Hipovolemik Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemi (I.03116)
(D.0034) keperawatan selama 3x24jam Observasi:
diharapkan status cairan (L.03028) 6.1 Periksa tanda dan gejala hipovolemi (mis. Frekuensi
membaik dengan kriteria hasil :
nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah
- Frekuensi nadi membaik (5)
menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
- Kadar Ht membaik (5)
menurun, membran mukosa kering, volume urin
- Intake cairan membaik (5)
menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
Keterangan:
6.2 Monitor intake dan output cairan
1: memburuk
Terapeutik
2: cukup memburuk
3: sedang
6.3 Hitung kebutuhan cairan

4: cukup membaik 6.4 Berikan asupan cairan oral


5: membaik Edukasi:
6.5 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
6.6 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi:
6.7 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonik (mis. NaCl,
RL)
D. Implementasi Keperawatan
Dalam melaksanakan rencana keperawatan, perawat menggunakan
berbagai implementasi yang dirancang untuk mencegah masalah kesehatan
mental dan fisik serta mempromosikan, memelihara, dan memulihkan
kesehatan mental dan fisik. Perawat memilih implementasi sesuai dengan
level praktik.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah langkah ke lima dalam proses keperawatan. Dalam langkah
ini perawat menentukan kemajuan seseorang menuju tujuan pertemuan
kesehatan, nilai rencana keperawatan perawatan dalam mencapai tujuan
tersebut, dan kualitas keseluruhan perawatan yang diterima oleh orang
tersebut. Ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dan tindakan yang
mungkin hasil dari langkah evaluasi. Asuhan keperawatan merupakan
proses dinamis yang melibatkan perubahan status kesehatan pasien dari
waktu ke waktu, sehingga menimbulkan kebutuhan akan data baru,
diagnosa yang berbeda, dan modifikasi dalam rencana perawatan. Oleh
karena itu, evaluasi merupakan proses yang berkesinambungan menilai
pengaruh intervensi keperawatan dan rejimen pengobatan pada status
kesehatan konsumen dan hasil kesehatan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda Adhi. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi keenam. FKUI

Ganong. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC

Sudoyo Aru, dkk 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 3 edisi
keempat. Jakarta: Internal Publishing.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai