Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN


MASALAH KEPERAWATAN VULNUS PUNCTUM

Untuk memenuhi tugas


Praktik Klinik Keperawatan Gawat Darurat

Oleh:
NAMA : WANDA ARSA RAHMADANI
NIM : P17230193086

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN BLITAR
LEMBAR PENGESAHAN

Hari :
Tanggal :
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan dengan Masalah
Keperawatan Vulnus Punctum

Pembimbing Institusi Pembimbing Ruangan

Dewi Rachmawati, S.Kep., Ns., M.Kep.


NIP. 919840406201710201
NP.
Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Vulnus Puctum
BAB I
KONSEP DASAR
1.1 Konsep Dasar
A. PENGERTIAN
Vulnus Punctum atau Luka tusuk adalah bentuk khusus dari trauma tembus ke kulit yang
dihasilkan dari pisau atau benda runcing serupa. Luka tusuk dapat juga disebabkan oleh berbagai
benda tajam, termasuk botol pecah dan pemecah es. Sebagian besar penusukan terjadi karena
kekerasan yang tidak disengaja atau melalui self-infliction. Perawatan tergantung pada banyak
variabel yang berbeda seperti lokasi anatomi dan tingkat keparahan cedera. Meskipun insiden
yang ditimbulkan oleh luka tusuk jauh lebih besar daripada luka tembak, namun luka tusuk
menyebabkan kurang dari 10% dari semua kematian akibat trauma tembus (Mansjoer, 2010).
B. ETIOLOGI
Vulnus Punctum atau Luka tusuk diakibatkan oleh benda runcing yang biasanya kedalaman
luka lebih daripada lebarnya. Misalnya tusukan pisau, tusukan paku ,tusukan busur, dan benda-
benda tajam lainnya yang menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak
begitu lebar.
C. TANDA DAN GEJALA
a) Gejala Lokal :
1) Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf sensoris. Intensitas atau derajat rasa nyeri
berbeda-beda tergantung pada berat/luas kerusakan ujung-ujung saraf dan lokasi luka
2) Perdarahan, hebatnya perdarahan tergantung pada lokasi luka, jenis pembuluh darah yang
rusak.
3) Diastase yaitu luka yang menganga atau tepinya saling melebar
4) Ganguan fungsi, fungsi anggota badan akan terganggu baik oleh karena rasa nyeri atau
kerusakan tendon.
b) Gejala umum : Gejala/tanda umum pada perlukaan dapat terjadi akibat penyulit/komplikasi
yang terjadi seperti syok akibat nyeri dan atau perdarahan yang hebat.
D. PATOFISIOLOGI
Vulnus punctum terjadi akibat penusukan benda tajam, sehingga menyebabkan kontuinitas
jaringan terputus. Pada umumya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan
atau inflamasi. Dalam hal ini ada peluang besar terjadinya infeksi hebat. proses yang terjadi
secara alamiah bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase:
a) Fase inflamasi
Berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka terjadi pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit
radang. Trombosit mengeluarkan prosig lalim, trombosam, bahan kimia tertentu dan asam amoni
tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan
khemotaksis terhadap leukosit. Terjadi fase kontriksi dan proses penghentian pendarahan. Sel
radang keluar dari pembuluh darah secara diapedisis dan menuju daerah luka secara khemotaksis.
Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamine yang meninggalkan peruseabilitas kapiler, terjadi
eksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul tanda-tanda radang leukosit, limfosit dan
monosit menghancurkan dan menahan kotoran dan kuman.
b) Fase proliferasi
Berlangsung dari hari ke 6-3 minggu. Tersifat oleh proses proliferasi dan pembentukan
fibrosa yang berasal dari sel-sel masenkim. Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut yang
tidak perlu dihancurkan dengan demikian luka mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka diisi oleh
sel radang, fibrolas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru yang membentuk jaringan
kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut jaringan granulasi. Epitel sel basal ditepi luka
lepas dari dasarnya dan pindah menututpi dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan
kepermukaan yang rata dan lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan jaringan granulasi
berhenti setelah seluruh permukaan tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan
penyembuhan luka.
c) Fase “ remodeling “
Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan. Dikatakan berahir bila tanda-tanda radang sudah
hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tidak ada rasa sakit maupun gatal.
E. PATHWAY

Benda tajam, tumpul

Merusak kulit dan jaringan

Luka tusuk

Terputusnya Luka terbuka Terpapar Trauma


kontinuitas mikroorganism
jaringan e
Pelepasan bradikinin,
histamine, prostaglandin Kerusakan pada
Masuknya jaringan
Perdarahan mikroorganisme ke
dalam luka
Saraf afferent
Pergerakan
Pembekuan terbatas
darah Medulla spinalis Risiko infeksi

Gangguan mobilitas
Fase kontriksi Saraf efferent fisik
dan penghentian
perdarahan
Nyeri akut

Sel mast mengeluarkan


serotonin dan histamine

Eksudasi
cairan edema

Inflamasi/
peradangan

Kerusakan
intregitas kulit

Gangguan
intregitas kulit
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan terutama jenis tes darah lengkap untuk
mengetahui terjadinya infeksi. Pemerksaan X-ray jika terdapat fraktur atau dicurigai terdapat
benda asing (Valentino dkk., 2012).
1. Hitung darah lengkap
Peningkatan Hematokrit awal menunjukan adanya hemokonsentrasi sehubungan dengan
perpindahan/ kehilangan cairan. Selanjutnya penurunan Hematokrit dan Sel Darah Merah dapat
terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas tehadap endothelium pembuluh darah.
2. GDA (Gas Darah Arteri)
Penurunan PaO2/peningkatan PaCo2 mungkin terjadi pada retensi karbon monoksida.
Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan penurunana ginjal dan kehilangan mekanisme
kompensasi pernapasan.
3. Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera jaringan/kerusakan Sel Darah
Merah dan penurunan fungsi ginjal, hipokalemi dapat terjadi bila mulai dieresis, magnesium
mungkin menurun.
4. BUN (Blood Urea Nitrogen)/ keratin
Peninggian menunjukan penurunan perfusi ginjal, namun keratin dapat meningkat karena
cidera jaringan.
5. Urin
Adanya albumin, Hb, dan immunoglobulin menunjukan kerusakan jaringan dalam dan
kehilangan protein. Warna hitam kemerahan pada urin sehubungan dengan mioglobulin.
6. Bronkoskopi
Berguna dalam diagnose luas cidera inhalasi, hasil dapat meliputi edema, pendarahan, dan
tukak pada saluran pernapasan.
7. EKG
Tanda iskemia miokardial/ disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada klien dengan Vulnus Puctum menurut (Potter & Perry, 2005):
a. Penatalaksanaan pada luka
1) Hemostasis : Mengontrol pendarahan akibat laserasi dengan cara menekan luka dengan
menggunakan balutan steril. Setelah pendarahan reda, tempelkan sepotong perban perekat
atau kasa diatas luka laserasi sehingga memungkinkan tepi luka menutup dan bekuan darah
terbentuk. Luka laserasi yang lebih serius harus di jahit oleh dokter.
2) Pembersihan luka.
3) Factor pertumbuhan (penggunaan obat).
4) Perlindungan : Memberikan balutan steril atau bersih dan memobilisasi bagian tubuh.
5) Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan, berdasarkan kondisi luka dan status
imunisasi pasien.
b. Penatalaksanaan pada pasien :
1) Penggunaan universal standar precaution.
2) Perhatikan kepatenan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
3) Melengkapi pengkajian survey primer dengan cara mengevaluasi tingkat kesadaran
pasien, ukuran, dan reaksi pupil.
4) Mengidentifikasi adanya luka lain yang mungki memerlukan perawatan.

BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PAROTITIS
A. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi nama, pekerjaan, tempat tanggal lahir, umur, pekerjaan, pendidikan, agama,
jenis kelamin, alamat.
2. Pengkajian Primer
Data Umum : meliputi keluhan utama, riwayat keluhan utama/mekanisme cedera serta
orientasi (tempat, waktu, dan orang)
Airway : yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak
pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang
pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka.
1. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas?
2. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
1) Adanya snoring atau gurgling
2) Stridor atau suara napas tidak normal
3) Agitasi (hipoksia)
4) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
5) Sianosis
3. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :
1) Muntahan
2) Perdarahan
3) Gigi lepas atau hilang
4) Gigi palsu
5) Trauma wajah
4. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
5. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko
untuk mengalami cedera tulang belakang.
6. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
1) Chin lift/jaw thrust
2) Lakukan suction (jika tersedia)
3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
4) Lakukan intubasi.
Breathing : Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas
dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai,
maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase
tension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan.
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
1. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
1) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai
berikut : sianosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
2) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
3) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
2. Buka baju pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
3. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai
karakter dan kualitas pernafasan pasien.
4. Penilaian kembali status mental pasien.
5. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan.
6. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
1) Pemberian terapi oksigen
2) Bag-Valve Masker
3) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar), jika
diindikasikan
4) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
7. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi
sesuai kebutuhan.
Circulation : Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara
lain:
1. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
3. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan
secara langsung.
4. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
1) Menentukan ada atau tidaknya
2) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
3) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
4) Regularity
5. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill).
6. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
Disability : Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
1. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan;
2. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti;
3. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas awal
yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon);
4. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun
stimulus verbal.
Exposure : Pengkajian ini melihat terdapat deformitas, contusion, abrasi, penetrasi,
laserasi dan edema pada tubuh pasien.
1. Deformitas : terjadi kelainan bentuk atau ukuran pasca trauma pada pasien
2. Contusio : adanya memar pada pasien pasca trauma
3. Abrasi : terdapat bekas luka lecet atau baret yang terjadi ketika kulit
bergesekan dengan benda atau material yang memiliki permukaan yang kasar.
4. Penetrasi : terdapat luka tusuk tetapi lebih dalam dan lebih bergerigi/ tidak
teratur, seperti luka akibat ditikam
5. Laserasi : terdapat luka dalam atau sobekan pada kulit pasien.
6. Edema : terjadi pembengkakan jaringan tubuh akibat penumpukan cairan.
3. Pengkajian Sekunder
Anamnesa Riwayat Penyakit Saat Ini
1. Alergi : mengkaji riwayat alergi terhadap makanan ataupun obat pada pasien
2. Medikasi : mengkaji adanya pengobatan ataupun terapi obat sebelumnya
3. Riwayat penyakit sebelumnya : mengkaji adanya pernah menderita penyakit yang
sama sebelumnya.
4. Makan minum terakhir : mengkaji pola dan porsi makan minum pasien
5. Tanda vital : mengkaji tekanan darah, Nadi, Suhu, frekuensi pernapasan pada pasien.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Cephal hematoma
Kulit kepala : Terdapat lesi, rambut berwarna hitam tampak bersih.
Mata : Bentuk mata simetris, konjungtiva anemis, sclera putih (tidak ikterik)
Telinga : Bentuk telinga simetris, tidak terdapat tanda infeksi, tidak menggunakan alat
bantu dengar, nyeri tekan tidak ada, secret tidak ada dan lesi tidak ada.
Hidung : Tidak tampak adanya lesi, perdarahan, sumbatan maupun tanda gejala
infeksi, tidak ada bengkak dan nyeri tekan.
Mulut dan gigi: Warna mukosa bibir pucat, tampak lembab, tidak ada lesi, jumlah gigi
lengkap, tidak terdapat perdarahan dan radang gusi.
Wajah : Wajah tampak pucat, tidak terdapat edema maupun nyeri tekan
Leher : Tidak tampak adanya pembengkakan,tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid,
tidak terdapat nyeri tekan, nadi karotis teraba.
b. Dada/ thoraks : Bentuk dada normal chest, tidak tampak adanya pembengkakan
c. Paru-paru
Inspeksi : Gerak dada simetris, tampak adanya retraksi otot bantu pernapasan
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+
d. Jantung
Inspeksi : Gerak dada simetris
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada jantung
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara jantung S1 S2 reguler, murmur (-)
e. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada distensi abdomen
Palpasi : Tidak teraba adanya penumpukan cairan, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
f. Pelvis
Inspeksi : Bentuk pelvis simetris
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
g. Ekstremitas Atas/Bawah
Inspeksi : Terdapat perdarahan, lesi pada ektermitas bawah
Palpasi : CRT <2detik
h. Punggung
Inspeksi : bentuk dada normal, simetris kanan kiri
Palpasi : taktil premitus terdapat getaran, tidak ada nyeri tekan
i. Neurologis
Orientasi (tempat, waktu, orang) pasien baik atau tidak.
Pemeriksaan GCS (Glaslow Coma Scale)
Tingkat kesadaran pasien saat ini (Composmentis, apatis, somnolen, delirium, koma).
Adanya masalah pada fungsi syaraf kranial I-XII
Refleks patologis Reflek bainzki normal (mencengkram)
B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik yang ditandai dengan mengeluh
nyeri, tampak meringis, gelisah, nadi meningkat, sulit tidur. (D.0077).
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis yang ditandai dengan
kerusakan jaringan/lapisan kulit, nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma (D.0129).
3. Risiko infeksi yang ditandai dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:
kerusakan integritas kulit (D.0142).
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri yang ditandai dengan klien
mengeluh nyeri saat bergerak, merasa cemas saat bergerak, kekuatan otot menurun,
rentang gerak (ROM) menurun, sendi kaku, gerakan terbatas, fisik lemah (D.0054).
C. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

Nyeri akut berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan Observasi


tindakan keperawatan selama - Identifikasi lokasi,
dengan agen pencedera fisik
1x24 jam maka tingkat nyeri karakteristik, durasi,
yang ditandai dengan menurun dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
mengeluh nyeri, tampak
2. Meringis menurun - Identifikasi skala nyeri
meringis, gelisah, nadi 3. Gelisah menurun - Identifikasi respon nyeri
4. Nadi membaik non verbal
meningkat, sulit tidur.
5. Sulit tidur menurun - Identifikasi faktor yang
(D.0077) memperberat dan
memperingan nyeri
- Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
- Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik
- Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis
relaksasi untuk
mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemulihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode,dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik dengan tepat
- Anjurkan teknik
nonfarmakologis
relaksasi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu

Gangguan integritaskulit Tujuan : Setelah dilakukan Observasi


tindakan keperawatan selama - Monitor karakteristik
berhubungan dengan faktor
1x24 jam maka integritas kulit luka (mis.drainase,
mekanis yang ditandai dan jaringan meningkat warna, ukuran, bau)
dengan kriteria hasil: - Monitor tanda-tanda
dengan kerusakan jaringan
1. Kerusaka jaringan menurun infeksi
kulit, nyeri, perdarahan, 2. Perdarahan menurun Terapeutik
3. Kemerahan menurun - Lepaskan balutan dan
kemerahan, hematoma
4. Nyeri menurun plester secara perlahan
(D.0129). 5. Hematoma menurun - Bersihkan dengan cairan
NaCl atau pembersih
nontoksik,sesuai
kebutuhan
- Bersihkan jaringan
nekrotik
- Berikan salep sesuai
kulit/lesi, jika perlu
- Pasang balutan sesuai
jenis luka
- Pertahankan teknik steril
saat perawatan luka
- Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
- Berikan diet dengan
kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
- Berikan suplemen
vitamin dan mineral (mis.
vitamin A, vitamin C,
Zinc.asam amino), sesuai
indikasi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
- Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi prosedur
debridement
(mis.enzimatik, biologis,
mekanis, autotilik), jika
perlu
- Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu.

Risiko infeksi yang ditandai Tujuan : Setelah dilakukan Observasi


tindakan keperawatan selama - Monitor tanda dan gejala
dengan ketidakadekuatan
1x24 jam maka tingkat infeksi infeksi lokal dan sistemik
pertahanan tubuh primer: menurun dengan kriteria hasil: Terapeutik
1. Nafsu makan meningkat - Berikan perawatan kulit
kerusakan integritas kulit
2. Nyeri menurun pada area edema
(D.0142). 3. Kemerahan menurun - Cuci tangan sebelum dan
4. Bengkak menurun sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
pasien
- Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka

Gangguan mobilitas fisik Tujuan : Setelah dilakukan Observasi


tindakan keperawatan selama - Identifikasi adanya nyeri
berhubungan dengan nyeri
1x24 jam maka mobilitas fisik atau keluhan fisik lainnya
yang ditandai dengan klien meningkat dengan kriteria - Identifikasi toleransi fisik
hasil melakukan pergerakan
mengeluh nyeri saat
1. Pergerakan ekstermitas - Monitor frekuensi
bergerak, sulit menggerakan meningkat jantung dan tekanan
2. Kekuatan otot meningkat darah sebelum memulai
ekstermitas, merasa cemas
3. Nyeri menurun mobilisasi
saat bergerak, kekuatan otot 4. Kaku sendi menurun - Monitor kondisi umum
5. Kelemahan fisik menurun selama melakukan
menurun, sendi kaku, fisik
6. Kecemasan menurun mobilisasi
lemah (D.0054). Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis. pagar tempat
tidur)
- Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk di
tempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

Anda mungkin juga menyukai