Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA

KASUS EMERGENCY VULNUS AMPUTATUM DI RSUD KOTA MATARAM

DISUSUN OLEH:

MULISAH
060STYJ20

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM STUDI NERS JENJANG PROFESI NERS
MATARAM
2021
1. DEFINISI

Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan Menurut

InETNA, luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses

selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada

kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan

substansi jaringan.

Amputatum adalah luka dalam bentuk terpotongnya salah satu bagian

tubuh kita sehingga terpisah dari badan atau tubuh seperti Luka potong,

pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar atau berat, gergaji. Luka

membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong.

2. ETIOLOGI
Vulnus amputatum : Luka potong, pancung dengan penyebab benda

tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka membentuk lingkaran sesuai dengan

organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi tinggi, terdapat gejala

pathom limb.

3. KLASIFIKASI

a. Berdasarkan derajat kontaminasi

 Luka bersih

Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi,

yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut

berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring,

traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan demikian

kondisi luka tersebut tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan

terjadinya infeksi luka sekitar 1%-5%.


 Luka bersih terkontaminasi

Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran

pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi

terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka

tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka

sekitar 3% - 11%.

 Luka terkontaminasi

Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage

saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka

menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka

karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun

luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

 Luka kotor

Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung

jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen.

Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi.

Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.


Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :

1. Amputasi selektif/terencana

Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan

mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.

Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir

2. Amputasi akibat trauma

Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak

direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi

lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.

3. Amputasi darurat

Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.

Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat

seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan

kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

Jenis amputasi yang dikenal adalah :

1. Amputasi terbuka

2. Amputasi tertutup.

Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana

pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi tertutup

dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit

untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter

dibawah potongan otot dan tulang.

Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya

meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga

kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan


persiapan untuk penggunaan protese ( mungkin ). Berdasarkan pada gambaran

prosedur tindakan pada klien yang mengalami amputasi maka perawat

memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya.

4. MANIFESTASI KLINIK

Menurut black (1993) manifestasi vulnus adalah sebagai berikut:

 Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang

berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi

seperti: rotasi pemendekan tulang, penekanan tulang.

 Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi

darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur

 Echumosis dari Perdarahan Subculaneous

 Spasme otot spasme involunters dekat fraktur

 Tenderness/keempukan

 Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari

tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.

 Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya

saraf/perdarahan)

 Pergerakan abnormal

 Krepitasi

 Keterbatasan fisik

 Pantom syndrome

 Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman

 Adanya gangguan citra tubuh, mudah marah, cepat tersinggung, pasien

cenderung berdiam diri


5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 ECG : untuk mengetahui adanya aritmia

 Foto Rontgen : Untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang

 CT Scan : Mengidentifikasi lesi neopalstik, osteomfelitis,

pembentukan hematoma

 Angiografi dan pemeriksaan aliran darah : Mengevaluasi perubahan

sirkulasi / perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensial

penyembuhan jaringan setelah amputasi

 Kultur luka : Mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab

 Biopsy : Mengkonfirmasi diagnosa benigna / maligna

 Led : Peninggian mengidentifikasi respon inflamasi

 Hitung darah lengkap / deferensial : Peninggian dan perpindahan ke

kiri di duga proses infeksi

6. PATOFISIOLOGI

Menurut Soejarto Reksoprodjo, dkk (1995) proses yang terjadi secara alamiah

bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase :

1) Fase inflamsi atau “lagphase“ berlangsung sampai 5 hari. Akibat

luka terjadi pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang. Trombosit

mengeluarkan prosig lalim, trombosam, bahan kimia tertentu dan asam

amoini tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus

dinding pembuluh darah dan khemotaksis terhadap leukosit. Terjadi

Vasekontriksi dan proses penghentian pendarahan. Sel radang keluar

dari pembuluh darah secara diapedisis dan menuju dareh luka secara

khemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamine yang

menunggalkan peruseabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema.


Dengan demikian timbul tanda-tanda radang leukosit, limfosit dan

monosit menghancurkan dan menahan kotoran dan kuman.

2) Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3 minggu.

Tersifat oleh proses preforasi dan pembentukan fibrosa yang berasal dari sel-

sel masenkim. Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut yang tidak perlu

dihancurkan dengan demikian luka mengkerut/mengecil. Pada fase ini luka

diisi oleh sel radang, fibrolas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru:

membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut

jaringan granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah

menututpi dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang

rata dan lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan jaringan granulasi berhenti

setelah seluruh permukaan tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan

penyembuhan luka.

3) Fase “remodeling“ fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan. Dikatakan

berakhir bila tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna

pucat, tipis, lemas, tidak ada rasa sakit maupun gatal


7. KOMPLIKASI

 Kerusakan arteri:

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya

nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,

dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan

emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan

reduksi, dan pembedahan.

 Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi

karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam

jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang

menekan otot, saraf, dan pembuluh darah

 Infeksi

 Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi

 Kontraktur

 Hipertropi jaringan parut

 Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit.

Karena ada pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi

perdarahan masif. Infeksi merupakan infeksi pada semua pembedahan;

dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi

traumatika, resiko infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk

dan iritasi akibat prostesis dapat menyebabkan kerusakan kulit.

8. PENYEMBUHAN LUKA
a. Tipe Penyembuhan luka

Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini

dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.

1) Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu

penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi

luka biasanya dengan jahitan.

2) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu

luka yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini

dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan

dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih

lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.

3) Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang

dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement.

Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini

merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir (Mansjoer,2001).

b. Fase Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi, proliferasi

dan maturasi. Antara satu fase dengan fase yang lain merupakan suatu

kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan.

- Fase Inflamasi

Tahap ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 5 hari.

Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah invasi bakteri,

menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan mempersiapkan proses

penyembuhan lanjutan.

- Fase Proliferasi
Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast

(sel jaringan penyambung) memiliki peran yang besar dalam fase

proliferasi.

- Fase Maturasi

Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung

sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang.

Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari

peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan

regresi vaskularitas luka (Mansjoer,2001)


c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan

dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang

terjadi saling berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya

terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun

dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik

- Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh

dalam proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi,

oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit

penyerta (hipertensi, DM, Arthereosclerosis).

- Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang

dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi :

pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma

jaringan

1. Pembersihan Luka

Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan,

memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka;

menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan

debris.

Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka

yaitu:

i. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk

membuang jaringan mati dan benda asing.

ii. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
iii. Berikan antiseptik

iv. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan

pemberian anastesi lokal

v. Bila perlu lakukan penutupan luka

2. Penjahitan luka

Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta

berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang

terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan

sembuh per sekundam atau per tertiam.

3. Penutupan Luka

Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka

sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.

4. Pembalutan

Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat

tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai

pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang

baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek

penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang

menyebabkan hematom.

5. Pemberian Antibiotik

Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan

pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.


9. MASALAH KEPERAWATAN

Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada

upaya untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam

menghadapi kegiatan operasi. Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian

yang erkaitan dengan kondisi fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan

kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.

- Pengkajian Riwayat Kesehatan

Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat

mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus,

penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji

riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.

- Pengkajian Fisik

Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh

klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala

tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk

mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/

tindakan darurat. Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :

SISTEM TUBUH KEGIATAN


Integumen : Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat
Kulit secara umum. hidrasi.
Lokasi amputasi Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut
atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan
progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi
terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus
return.
Sistem Cardiovaskuler : Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan
Cardiac reserve pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator
Pembuluh darah fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian
terhadap elastisitas pembuluh darah.
Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai
adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.
Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.
Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.
Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.
Memonitor intake dan output cairan.
Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik
dan sensorik daerah yang akan diamputasi.
Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.

- Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual

Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada

kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi

kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan

dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap

gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping

itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri

yang mungkin timbul.

Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan

memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran

ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah

dilaksanakan dan di bandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri,

pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran dan

gangguan identitas.

Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan

secara seksama dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan

tujuan tindakan dan pemilihan koping konstruktif.


Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti

terjadinya gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan

dengan klien setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi

amputasi itu sendiri. Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk

berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga

memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi

dalam mengatasi masalah umum pada saat pre operatif. Asuhan

keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak dibahas pada

makalah ini.

- Laboratorik

Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara

laboratorik atau melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin

dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang meliputi penilaian

terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung

DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Nyeri akut berhubungan

b. Kerusakan integritas jaringan

c. Resiko syok

d. Resiko infeksi

TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa 1 nyeri akut

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam nyeri terkontrol

KH: Melaporkan nyeri terkontrol/ berkurang, ekspresi wajah rileks,

mampu menggunakan tehnik relaksasi


Intervensi

Kaji tanda-tanda vital (TD,suhu, Nadi,RR)


Kaji keluhan nyeri termasuk lokasi, karateristik, durasi, frekuensi, dan identifikasi faktor yang
memperberat dan menurunkan nyeri
Berikan tindakan kenyamanan dasar (mis pijatan pada erea yang tidak sakit)
Ajarkan tehnik relaksasi (mis nafas dalam)
Berikan obat analgesik sesuai indikasi. Pantau adanya reaksi yang tidk diinginkan terhadap obat

Diagnos 2 : kerusakan integritas jaringan

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam

kerusakan integritas jaringan pasien teratasi

KH:

 Perfusi jaringan normal

 Tidak ada tanda-tanda infeksi

 Ketebalan dan tekstur jaringan normal

 Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah

terjadinya cidera berulang

 Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka


Intervensi

Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali


Monitor kulit akan adanya kemerahan
Monitor aktivitas dan mobilitas klien
Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan
nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
Periksa luka secara teratur, catat karateristiknya
Berikan penguatan pada balutan awal/ penggantian sesuai indikasi
Pastikan daerah luka kering dan bersih dan berikan rangsangan peningkatan sirkulsi ke daerah
sekitar luka
Tingkatkan hidrasi adekuat
Monitor status nutrisi pasien
kolaborasi : diet TKTP dan pemberian vitamin
Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka

Diagnos 3 : resiko syok

Tujuan: dalam 2x60 menit resiko syok tidak terjadi

KH: suhu normal 36,5-37,5c, tidak terjadi hipotensi akut (TD normal),

perdarahan berhasil di atasi, pasien mulai tenang


Intervensi

Monitor keadaan umum pasien.


Observasi tanda-tanda vital tiap 2-3 jam
Monitor tanda-tanda perdarahan
Jelaskan pada pasien/keluarga tentang tanda-tanda perdarahan yang mungkin dialami pasien
Anjurkan pasien/keluarga untuk se-gera melapor jika ada tanda-tanda perdarahan.
Pasang infus, beri terapi cairan in-travena jika terjadi perdarahan (kolaborasi dengan dokter).
Cek Hb, Ht, trombosit
Perhatikan keluhan pasien seperti mata berkunang-kunang, pusing, lemah, ekstremitas dingin,
sesak nafas.
Berikan tranfusi sesuai dengan program dokter.
Monitor masukan & keluaran, catat & ukur perdarahan yang terjadi, produksi urin.
Berikan obat-obatan untuk me-ngatasi perdarahan sesuai dengan program dokter.
Berikan terapi oksigen sesuai dengan kebutuhan.
Segera lapor dokter jika tam-pak tanda-tanda syok hipovolemik & observasi ketat pasien serta
perce-pat tetesan infus sambil menunggu program dokter selanjutnya

4. resiko infeksi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam, pasien tidak

mengalami infeksi dengan kriteria hasil:

Klien bebas dari tanda dan gejala

infeksi Suhu dalam rentang 36,5-

37,5 °C

Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya

infeksi Jumlah leukosit dalam batas normal

Keadaan luka bersih


Intervensi

1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal


2. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam dan laporkan jika di atas 38,5 0C
3. Pertahankan teknik aseptif
4. Batasi pengunjung bila perlu
5. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan, ajarkan dan anjurkan pasien
untuk melakukan hal yang sama.
6. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
7. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
8. Gunakan kateter intermiten dan teknik steril pemasangannya selama perawatan di RS
9. Kolaborasi terapi antibiotik
10. Pantau dan laporkan tanda dan gejala ISK (Infeksi Saluran Kemih), lakukan tindakan untuk
mencegah ISK.
11. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
12. Monitor adanya luka
13. Dorong istirahat
14. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Daryadi. 2012. Askep Amputasi. http://www.nsyadi.blogspot.com (online), diakses:
21 April 2013.
Doengoes, Marilynn E., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Murr. 2010.
Nursing Diagnosis Manual : Planning, Individualizing, and Documenting
Client Care. Philadelphia : F.A Davis Company
Mansjoer, Arif.,dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Media Aesculapius
NANDA. Nanda International Nursing Diagnosis : Definitions and Classification. West
Ssussex-United Kingdom : Wiley-Blackwell
Suratun, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai