Anda di halaman 1dari 15

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan
garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan (decelerasi) yang
merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan
faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga
oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan. Cidera kepala adalah
suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan
interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2010) adalah suatu trauma yang mengenai daerah
kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala.

B. Etiologi

Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu lintas, perkelahian, terjatuh, dan
cidera olah raga. Cidera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau pisau
a. Cedera Kepala Primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma:
1) Kulit : Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
2) Tulang : Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup &
terbuka).
3) Otak : Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan, sedang,
berat), difusi laserasi.
b. Cedera Kepala Sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi :
1) Oedema otak
2) Hipoksia otak
3) Kelainan metabolic
4) Kelainan saluran nafas
5) Syok

C. Klasifikasi

Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :


1. Berdasarkan Mekanisme

a. Trauma Tumpul

Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat
kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus

Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda tajam/runcing.


2. Berdasarkan Beratnya Cidera

Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian Glasgow Scala
Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Cedera kepala ringan
1. GCS 13 - 15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.

3. Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral dan hematoma

b. Cedera kepala sedang


1. GCS 9 - 12
2. Saturasi oksigen > 90 %

3. Tekanan darah systole > 100 mmHg

4. Lama kejadian < 8 jam

5. Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam

6. Dapat mengalami fraktur tengkorak

c. Cedera kepala berat

1. GCS 3 – 8

2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24 jam

3. Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral

Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii secara anatomis ada perbedaan
struktur didaerah basis cranii dan kalvaria yang meliputi pada basis caranii tulangnya lebih tipis
dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria,
durameter daerah basis lebih melekat erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga
bila terjadi fraktur daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai dengan bloody
otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea, brill hematom, batle’s sign, lesi nervus cranialis yang
paling sering n i, nvii dan nviii.
Sedangkan penanganan dari fraktur basis cranii meliputi :

4. Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah


batuk, mengejan, makanan yang tidak menyebabkan sembelit.
5. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu
dilakukan tampon steril (consul ahli tht) pada bloody otorrhea/otoliquorrhea.
6. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea
penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat
(Kasan : 2000).
d. Cedera Otak

1) Commotio Cerebri (Gegar Otak)

Commotio Cerebri (Gegar Otak) adalah cidera otak ringan karena


terkenanya benda tumpul berat ke kepala dimana terjadi pingsan < 10 menit.
Dapat terjadi gangguan yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit
kepala, mual, muntah, dan pusing. Pada waktu sadar kembali, pada umumnya
kejadian cidera tidak diingat (amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/pasien
tidak diingatnya pula sebelum dan sesudah cidera (amnezia retrograd dan
antegrad).
Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah syaraf,
gegar otak terjadi jika coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Kalau lebih dari
1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi komplikasi kerusakan
jaringan otak yang berkepanjangan.
2) Contusio Cerebri (Memar Otak)

Merupakan perdarahan kecil jaringan akibat pecahnya pembuluh darah


kapiler. Hal ini terjadi bersama-sama dengan rusaknya jaringan saraf/otak di
daerah sekitarnya. Di antara yang paling sering terjadi adalah kelumpuhan N.
Facialis atau N. Hypoglossus, gangguan bicara, yang tergantung pada
lokalisasi kejadian cidera kepala.
3) Perdarahan Intrakranial

a) Epiduralis haematoma

adalah terjadinya perdarahan antara tengkorak dan durameter akibat


robeknya arteri meningen media atau cabang-cabangnya. Epiduralis
haematoma dapat juga terjadi di tempat lain, seperti pada frontal, parietal,
occipital dan fossa posterior.
b) Subduralis haematoma

Subduralis haematoma adalah kejadian haematoma di antara durameter dan


corteks, dimana pembuluh darah kecil vena pecah atau terjadi perdarahan.
Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan jaringan otak ke arteri
meninggia sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga antara
durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda
meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial).
c) Subrachnoidalis Haematoma

Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan


pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada
praktik sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak,
karena bawaan lahir aneurysna (pelebaran pembuluh darah). Ini sering
menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
d) Intracerebralis Haematoma

Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang
mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan otak.
Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah juga
karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah
subduralis haematoma.
3. Berdasarkan Patofisiologi

a. Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi) yang


menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi gegar
kepala ringan, memar otak dan laserasi.
b. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi sistemik,
hipoksia, hiperkapnea, edema otak, komplikasi pernapasan, dan infeksi /
komplikasi pada organ tubuh yang lain.

D. Patofisiologi
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut (yang membuat kita seperti
adanya) akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera memegang
peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi
patofisiologis dari suatu trauma kepala.. Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar
dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi pada kulit kepala dan lesi bagian
dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah tengkorak maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan, yaitu :
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
b. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur
oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala
diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak, pergeseran
otak dan rotasi otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup.
Contre coup dan coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang yang
mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan
hantaman pada otak bagian dalam pada sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi
pada sisi yang berlawanan dengan daerah benturan. Kejadian coup dan contre coup dapat
terjadi pada keadaan.;Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak pada
mobil/motor. Otak pertama kali akan menghantam bagian depan dari tulang kepala
meskipun kepala pada awalnya bergerak ke belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak
bagian depan.Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala, sehingga
pergerakan otak terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang
tengkorak bagian depan. Pada keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak terjadi
penurunan tekanan sehingga membuat ruang antara otak dan tulang tengkorak bagian
belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada saat otak bergerak ke belakang maka
ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi tekanan tinggi dan menekan
gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang mendadak
sangat berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan, sehingga daerah
yang memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi kematian sel-sel
otak. Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.

E. Manifestasi klinis
a. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih

b. Kebingungan

c. Iritabel

d. Pucat

e. Mual dan muntah

f. Pusing

g. Nyeri kepala hebat

h. Terdapat hematoma

i. Kecemasan

j. Sukar untuk dibangunkan

k. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

F. Pemeriksaan penunjang
a. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)

Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan


jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilekukan
pada 24 - 72 jam setelah injuri.

b. MRI

Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

c. Cerebral Angiography

Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder


menjadi edema, perdarahan dan trauma.
d. EEG (Elektroencepalograf)

Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

e. X-Ray

Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur


garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
f. BAER

Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

g. PET

Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

h. CSF, Lumbal Pungsi

Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk


mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.
i. ABGs

Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi


peningkatan tekanan intracranial
j. Kadar Elektrolit

Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan


intrkranial
k. Screen Toxicologi

Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

G. Penatalaksanaan medis

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai
berikut:
1. Observasi 24 jam

2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.

Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya cairan infus
dextrosa 5%, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3
hari kemudian diberikan makanan lunak.
3. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.

4. Terapi obat-obatan.

a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis


sesuai dengan berat ringanya trauma.
b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.
c. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
d. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol.
e. Pada trauma berat cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka
hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama,
ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya
bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000
TKTP).
5. Pembedahan bila ada indikasi.
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan
terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat
b. Identitas Penanggung jawab
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan
terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea/takipnea, sakit
kepala, wajah simetris/tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada
saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan
sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat
penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
d. Pengkajian per sistem
1). Keadaan umum
2). Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma
3). TTV
4). Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas bunyi
ronchi.
5). Sistem Kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi
bradikardi kemudian takikardi.
6). Sistem Perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih
7). Sistem Gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami perubahan
selera
8). SistemMuskuloskeletal
Kelemahan otot, deformasi
9). Sistem Persarafan
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan pengecapan .
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan sensasi
sebagian tubuh.
a. Nervus cranial
N.I : penurunan daya penciuman
N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
N.III, N.IV, N.VI: penurunan lapang pandang, refleks cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mta tidak dapat mengikuti perintah,
anisokor.
N.V : gangguan mengunyah
N.VII, N.XII :lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa
pada 2/3 anterior lidah
N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
N.IX , N.X , N.XI jarang ditemukan

b. Skala Koma glasgow (GCS)

NO KOMPONEN NILAI HASIL


1 Tidak berespon
2 Suara tidak dapat dimengerti, rintihan
3 Bicara kacau/kata-kata tidak tepat/tidak
1 VERBAL
nyambung dengan pertanyaan
4 Bicara membingungkan, jawaban tidak tepat
5 Orientasi baik
1 Tidak berespon
2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
4 Menarik area nyeri
2 MOTORIK 5 Melokalisasi nyeri
6 Dengan perintah
1 Tidak berespon
2 Rangsang nyeri
3 Dengan perintah (rangsang suara/sentuh)
3 Reaksi membuka 4 Spontan
mata (EYE)

c. Fungsi motorik
Setiap ekstremitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut yang digunakan secara
internasional :
RESPON SKALA
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Kelemahan berat (antigravity) 3
Kelemahan berat (not antigravity) 2
Gerakan trace 1
Tak ada gerakan 0

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi,
gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medula
oblongata
3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
5. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
6. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan
intrakranial.
7. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial.
8. Resiko infeksi berhubungan dengan kontinuitas yang rusak akibat trauma kepala.
9. Ansietas berhubungan dengan kesadaran menurun mengenai kondisi penyakit akibat
trauma kepala.
10. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
11. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit neurologis.

3. Intervensi keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi,
gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada
sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas
normal.

Intervensi:
- Kaji Airway, Breathing, Circulasi
- Kaji apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari kepala
ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
- Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret
segera lakukan pengisapan lendir
- Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas
- Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan
tinggikan 15 – 30 derajat.
- oksigen sesuai program.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia.
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing
hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial.
Intervensi :
- Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk
menurunkan tekanan vena jugularis.
- Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya tekanan intrakranial:
- Bila akan memiringkan klien, harus menghindari adanya tekukan pada
anggota badan, fleksi (harus bersamaan)
- Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver
- Ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari
percakapan yang emosional.
- Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial
sesuai program.
- Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena
dapat meningkatkan edema serebral.
- Monitor intake dan out put.
- Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
- Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan
pemenuhan nutrisi.
- Pada pasien , libatkan keluarga dalam perawatan klien dan jelaskan hal-hal
yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
3. deficit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya
kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari klien terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil
atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh klien
bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi :
- Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum,
mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan
perseorangan.
- Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
- Perawatan kateter bila terpasang.
- Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk
memudahkan BAB.
- Libatkan keluarga dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan
demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan klien.
4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang
ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit
dalam batas normal.
Intervensi :
- Kaji intake dan out put.
- Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau
mata cekung dan out put urine.
- Berikan cairan intra vena sesuai program.
5. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial
Tujuan : klien akan merasa nyaman yang ditandai dengan klien tidak mengeluh nyeri,
dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
- Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri,
lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat
dingin.
- Mengatur posisi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri.
- Kurangi rangsangan.
- Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
- Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
- Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.
6. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya
tekanan intrakranial.
Tujuan : klien terbebas dari injuri.
Intervensi :
- Kaji status neurologis klien: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap
nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan
kejang.
- Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
- Monitor tanda-tanda vital klien setiap jam.
- Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
- Berikan analgetik sesuai program.
DAFTAR PUSTAKA

Diagnosa NANDA (NIC & NOC) Disertai Dengan Dischange Planning. 2007-2008. Jakarta:
EGC

Doengoes. E. marlynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan keperawatan, jakarta, EGC.

Suriadi, Yuliani, Rita.2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta : CV. Sagung Seto

Wilkinson, Judith M.2012. Buku saku diagnosis keperawatan,diagnosis NANDA,intervensi NIC,


kriteria hasil: NOC alih bahasa Indonesia Dwi Widiarti. Edisi revisi.Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai