Tugas Mandiri
Stase Praktik Keperawatan Medikal Bedah
Disusun Oleh:
Yogi Hasna Meisyarah
19/451327/KU/21844
1
A. Crush Injury
1. Definisi
Crush Injury didefinsikan sebagai luka yang hancur pada extremitas atau
anggota badan lain yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius,
meliputi; kulit dan jaringan lunak dibawa kulit, kerusakan pembuluh
darah, persarafan, tendon, fascia , bone joint (lokasi penghubung anatara
tulang ), kerusakan tulang serta komponen didalam tulang. Crush injury
lebih sering mengenai anggota gerak dibanding anggota tubuh yang lain.
2. Patofisiologi
Pada crush injury kerusakan lapisan kulit dan subkutan dapat
mempermudah masuknya kuman melalui lokasi luka yang terbuka
sehingga sangat penting pada ada anamnesis dapat diketahui mengenai
mekanisme trauma dan lokasi kejadian, agar dapat mengetahui risiko
terjadinya infeksi.
Kerusakan pembuluh darah dapat disebabkan oleh kekuatan crush
injury yang mengakibatkan hilangnya suplai darah ke otot. Biasanya otot
dapat bertahan selama 4 jam tanpa aliran darah ( warm ischemia time)
masuk dalam sel otot, kemudian sel-sel otot akan mati. Selanjutnya terjadi
kebocoran membrane plasma sel otot serta kerusakan pembuluh darah
yang akan mengakibatkan cairan intravaskuler akan terakumulasi ke
jaringan yang cedera. Hal ini dapat dapat menyebabkan hipovelemia yang
signifikan sehingga mengakibatkan terjadi syok hipovolemik, serta
kehilangan ion calcium (Ca+) sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya
hipokalsemia.
Kerusakan saraf tibialis, dapat mengakibatkan hilangnya reflek
neurologis yang signfikan pada sebelah distal regio cruris, sebab cabang
n.Tibialis dapat menginervasi regio pedis.
Jika tulang patah maka periosteum dan pembuluhh darah pada
kortek, sum-sum dan jaringan lunak sekitarnya mengalami gangguan /
kerusakan. Perdarahan terjadi dari ujung tulang yang rusak dan dari
jaringan lunak (otot) yang ada disekitarnya. Hematoma terbentuk pada
2
kannal medullary antara ujung fraktur tulang dan bagian bawah
periosteum. Jaringan nekrotik ini menstimulasi respon inflamasi yang kuat
yang dicirikan oleh vasodilasi, eksudasi plasma dan lekosit , dan infiltrasi
oleh sel darah putih lainnya. Kerusakan pada periosteum dan sum-sum
tulang dapat mengakibatkan keluarnya sumsum tulang terutama pada
tulang panjang, sumsum kuning yang keluar akibat fraktur masuk ke
dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran darah sehingga
mengakibatkan terjadi emboli lemak (Fat emboly ). Apabila emboli lemak
ini sampai pada pembuluh darah kecil, sempit, dimana diameter emboli
lebih besar dari pada diameter pembuluh darah maka akan terjadi
hambatan aliran-aliran darah yang mengakibatkan perubahan perfusi
jaringan. Emboli lemak dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-
organ vital seperti otak, jantung, dan paru-paru.
Kerusakan pada otot dan jaringan lunak juga dapat menimbulkan
nyeri yang hebat karena adanya spasme otot. Sedangkan kerusakan pada
tulang itu sendiri mengakibatkan terjadinya perubahan ketidakseimbangan
dimana tulang dapat menekan persyarafan pada daerah yang terkena
fraktur sehingga dapat menimbulkan penurunan fungsi syaraf, yang
ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan. Selain itu apabila
perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil atau benturan akan lebih
mudah terjadi proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai
dengan anatominya.
Biasanya jika penanganan awal tidak dilakukan dengan baik, akan
berkembang timbul tanda-tanda dari crush syndrome yang mana akibat
kerusakan sel-sel otot sebagai akibat dari crush injury. Crush syndrome
ditandai dengan adanya gangguan sistemik.
3. Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda jelas berbeda tergantung dari keparahan crush
injury. Pada trauma yang ringan dapat ditandai dengan adanya luka robek,
nyeri terlokasir dan ringan. Namun pada trauma crush injury yang berat
dapat terlihat kerusakan hebat dibawa kulit lokasi lesi, dan sering dijumpai
kerusakan hebat terhadap kulit, jaringan lunak , fascia, saraf, pembuluhh
3
darah, tulang serta tendon dan organ lainnya. Beberapa tanda yang
mungkin dan sering timbul yaitu; klinis pada kulit mungkin hampir sama
dengan trauma bukan crush injury, bengkak daerah trauma, paralisis ( jika
mengenai vertebra), parestesi , nyeri, pulsasi ujung distal dari lokasi
trauma mungkin ada atau tidak ada, mioglobinuri yang mana warna urine
menjadi merah gelap atau coklat.
4. Kelainan Metabolik
Hipokalsemia sistemik; akibat kalsium masuk kedalam sel otot
melalui membrane yang bocor,
Hiperkalemia ; kalium dilepaskan oleh sel otot iskemik ke sirkulasi
sistemik
Asidosis metabolic ; akibat pelepasan asam laktat dari sel otot iskemik
ke sirkulasi sistemik
Ketidakseimbangan Kalsium dan kalium menyebabkan aritmia
jantung memperburuk kondisi penderita ( cardiac arrest ) dan
asidosis metabolic memperburuk kondisi pasien.
5. Etiologi
Penyebab utama dari crush injury adalah banyak faktor antara lain ;
tertindih oleh objek berat, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja pada
Industri, kecelakaan kerja lain yang menyebabkan luka hancur yang
serius.
6. Penatalaksanaan.
Pada crush injury , perlu adanya penanganan yang sergera, karena
lebih dari 6-8 jam setelah kejadian, jika tidak dapat ditangani dengan baik
akan menyebabkan kondisi pasien semakin memburuk dan terjadi banyak
komplikasi lain yang dapat memperberat kondisi pasien dan penanganan
selanjutnya menjadi semakain sulit.
Penanganan pada crush injury dapat dimulai dari tempat kejadian
yaitu dengan prinsip primary surface ( ABC) terutama mempertahankan
atau mengurangi perdarahan dengan cara bebat tekan sementara dilarikan
ke rumah sakit.
4
Penanganan di rumah sakit harus di awali dengan prinsip ATLS.
Pemberian oksigen (O2) guna mencegah terjadinya hipoksia jaringan serta
terutama organ-organ vital. Kemudian dilanjutkan dengan terapi cairan,
terapi cairan awal harus diarahkan untuk mengoreksi takikardia atau
hipotension dengan memperluas volume cairan tubuh dengan cepat dengan
menggunakan cairan NaCl ( isotonic) atau ringer laktat diguyur dan
kemudian dilanjutkan perlahan ± 1-1.5 L/jam ( Barbera& Macintyre,
1996; Gonzalez, 2005; Gunal et Al., 2004; Malinoski et Al., 2004;
Stewart, 2005).
Untuk mencegah gagal ginjal dengan hidrasi yang sesuai, anjuran
terapi akhir–akhir ini berupa pemberian cairan Intravena dan manitol
untuk mempertahankan diuresis minimal 300- 400 mL/jam, dalam hal ini
penting dipasang folley cateter guna menghitung balance cairan masuk
dan cairan keluar (Malinoski et Al., 2004). Volume agresif ini dapat
mencegah kematian yang cepat dan dikenal sebagai penolong kematian,
dimana dapat memperbaiki perfusi jaringan yang iskemik sebagai akibat
crush injury.
Natrium bikarbonat berguna pada pasien dengan Crush Syndrome.
Ini akan mengembalikan asidosis yang sudah ada sebelumnya yang sering
timbul dan juga sebagai salah satu langkah pertama dalam mengobati
hiperkalemia. Hal ini juga akan meningkatkan pH urin, sehingga
menurunkan jumlah mioglobin yang mengendap di ginjal. Masukkan
natrium bikarbonat intravena sampai pH urine mencapai 6,5 untuk
mencegah mioglobin dan endapan sama urat di ginjal. Disarankan bahwa
50-100 mEq bikarbonat, tergantung pada tingkat keparahan.
Selain natrium bikarbonat, perawatan lain mungkin diperlukan
untuk memperbaiki hiperkalemia, tergantung pada cedera yang
mengancam , biasanya diberikan ;
Insulin dan glukosa.
Kalsium - intravena untuk disritmia.
Beta-2 agonists - albuterol, metaproterenol sulfat (Alupent), dll
5
Kalium-pengikat resin seperti natrium sulfonat polystyrene
(Kayexalate).
Dialisis, terutama pada pasien gagal ginjal akut
6
kerusakan kulit , soft tissue, otot, vaskularisasi, persarafan, tendon, fascia
serta tulang. Sehingga amputasi pada daerah bawah lutut dapat dilakukan
dengan cara mempertahankan otot dan komponen lainnya serta kondilus
tulang paha, namun pada kasus crush injury ( Regio cruris) yang
kerusakannya mencapai tulang patella, dapat dilakukan tindakan amputasi
daerah diatas lutut (Amputation above the knee).Pastikan tindakan ini
membantu pasien untuk berlatih seketika setelah amputasi, supaya dapat
memperkuat: otot adductor sisa, mencegah prosthesis gerakkan keluar
ketika ia berjalan, dan otot extensors, sebab kedua fungsi otot ini akan
melebarkan pinggul pasien dan prosthesis, yang mana untuk membentuk
lututnya dan juga harus belajar untuk menyeimbangkan pinggulnya
sebagai ganti otot yang diamputasi. Tujuan operasi amputasi bawah lutut
adalah untuk menghasilkan sebuah alat gerak yang padat, berbentuk
silindris, bebas dari jaringan parut yang sensitif dengan tulang yang cukup
baik ditutupi oleh otot dan jaringan subkutan yang sesuai dengan
panjangnya. Ujung puntung sebaiknya dilapisi oleh jaringan kulit,
subkutan, fasia dan otot yang sehat dan tidak melekat.
Dalam hal ini sangat penting pengetahuan yang lebih mengenai
anatomi dan fisiologi pada lokasi amputasi. Oleh karena itu tindakan ini
harus dilakukan oleh ahli orthopedic.
7
Adapun indikasi yang sangat penting diketahui yaitu :
(1) Live saving (menyelamatkan jiwa), contoh trauma disertai keadaan
yang mengancam jiwa (perdarahan dan infeksi). Sangat mengancam
nyawa bila dibiarkan, misalnya pada crush injury, sepsis yang berat,
dan adanya tumor ganas.
(2) Limb saving (memanfaatkan kembali kegagalan fungsi ekstremitas
secara maksimal), seperti pada kelainan kongenital dan keganasan.
Anggota gerak tidak berfungsi sama sekali, sensibilitas anggota gerak
hilang sama sekali, adanya nyeri yang hebat, malformasi hebat atau
ostemielitis yang disertai dengan kerusakan tulang hebat. Serta
kematian jaringan baik akibat diabetes melitus (DM), penyakit
vaskuler, setelah suatu trauma, dapat di indikasikan amputasi.
7. Komplikasi
Hypotensi
Crush Syndrome
Renal failure
Compartmen Syndrome
Cardiac Arres
8
8. Pathways
CRUSH INJURY
Suplai darah
Reflek neurologis Terbentuk hematoma
ke otot
bag bawah periosteum
& sumsum tulang
Distal region cruris
Nekrotik sel otot
Menstimulasi Sumsum kuning
Nervus Tibialis
Kebocoran respon inflamasi masuk ke
membran plasma pembuluh darah
Inversi region pedis sel otot
Inflamasi
Emboli lemak
Hambatan Cairan intravascular
Mobilitas fisik akan terakumulasi ke
Pembuluh
jaringan cedera
darah kecil
Ketidakefektifan
Hipokalsemia Defisit volume perfusi jaringan perifer
cairan
9
perdarahan, sianosis, kaji jumlah perdarahan dan lokasi,
capillary refill >2 detik apabila ada perdarahan.
d. Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil
anisokor apabila adanya diskontinuitas saraf yang berdampak
pada medulla spinalis.
e. Exposure/Environment: crush injury pada ekstremitas, luka
laserasi pada wajah dan tangan, memar pada abdomen, perut
semakin menegang.
- Secondary survey
a. Fokus Asesment
1) Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata,
telinga, dan mulut. Temuan yang dianggap kritis: Pupil
tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya ?
Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi,
terbuka/tertutup)?
Robekan/laserasi pada kulit kepala?
Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut?
Cairan serebro spinal di telinga atau di hidung?
Battle sign dan racoon eyes?
2) Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot
leher bagian belakang. Temuan yang dianggap kritis:
Distensi vena jugularis, deviasi trakea atau tugging,
emfisema kulit
3) Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-
otot asesoris, pergerakan dada, suara paru. Temuan yang
dianggap kritis: Luka terbuka, sucking chest wound, Flail
chest dengan gerakan dada para doksikal, suara paru hilang
atau melemah, gerakan dada sangat lemah dengan pola
napas yang tidak adekuat (disertai dengan penggunaaan
otot-otot asesoris).
4) Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin
10
tegang, lakukan auskultasi dan palpasi dan perkusi pada
abdomen. Temuan yang dianggap kritis ditekuannya
penurunan bising usus, nyeri tekan pada abdomen bunyi
dullness.
5) Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri
tekan. Temuan yang dianggap kritis: Pelvis yang lunak,
nyeri tekan dan tidak stabil serta pembengkakan di daerah
pubik
6) Extremitas: ditemukan crush injury pada ekstremitas.
Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motorik,
fungsi sensorik. Temuan yang dianggap kritis: Nyeri,
melemah atau menghilangnya denyut nadi, menurun atau
menghilangnya fungsi sensorik dan motorik.
7) Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi,
pernafasan dan tekanan darah.
Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS
(Glasgow Coma Scale): terjadi penurunan kesadaran pada
pasien.
11
11. Asuhan Keperawatan
12
an perfusi Tissue Prefusion : cerebral (Manajemen sensasi
jaringan perifer perifer)
b.d penurunan Kriteria Hasil : Monitor adanya
daerah tertentu yang
aliran darah mendemonstrasikan status hanya peka terhadap
vena arteri sirkulasi yang ditandai dengan : panas/dingin/tajam/tu
mpul
Tekanan systole Monitor adanya
dandiastole dalam paretese
rentang yang Instruksikan keluarga
diharapkan untuk mengobservasi
Tidak ada kulit jika ada lsi atau
ortostatikhipertensi laserasi
Tidk ada tanda tanda Gunakan sarun tangan
peningkatan tekanan untuk proteksi
intrakranial (tidak Batasi gerakan pada
lebih dari 15 mmHg) kepala, leher dan
mendemonstrasikan kemampuan punggung
kognitif yang ditandai dengan: Monitor kemampuan
BAB
berkomunikasi Kolaborasi pemberian
dengan jelas dan analgetik
sesuai dengan Monitor adanya
kemampuan tromboplebitis
menunjukkan Diskusikan
perhatian, menganai
konsentrasi dan
penyebab
orientasi
memproses perubahan sensasi
informasi
membuat keputusan
dengan benar
menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan gerakan
involunter
13
1. Pasien menunjukan terapi fisik tentang
peningkatan mobilitas rencana ambulasi
2. Pasien menggunakan alat sesuai dengan
bantu dengan benar kebutuhan
3. Pasien dapat mempertahankan Bantu klien untuk
kekuatan otot menggunakan tongkat
4. Pasien dapat mempertahankan saat berjalan dan
fleksibilitas sendi cegah terhadap cedera
Kekuatan kontraksi otot Ajarkan pasien atau
meningkat tenaga kesehatan lain
tentang teknik
ambulasi
Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
Berikan alat Bantu
jika klien
memerlukan.
Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan
jika diperlukan
14
DAFTAR PUSTAKA
Clifton Rd. (2009). Crush Injury and Crush Syndrome. USA: Centers for Disease
Control and Prevention;
http://www.bt.cdc.gov/masscasualties/blastinjuryfacts.asp
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik,Ed.4. Vol.2. Jakarta : EGC.
15