Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

LUKA TUSUK PADA REGIO ORAL MAKSILOFASIAL

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

OLEH:
NURUL AINUN SYAMSIAH
NIM: 201810300511061

PROGRAM PENDIDIKAN DILOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LUKA TUSUK PADA REGIO ORAL MAKSILOFASIAL

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KELOMPOK - 13

NAMA: NURUL AINUN SYAMSIAH


NIM: 201810300511014
PERIODE PRAKTEK/MINGGU KE: 8-13 FEBRUARI 2021 / MINGGU 6

Malang, 10 Februari 2021


Mahasiswa, Pembimbing,

Winda Sabrila Indri Wahyuningsih,S.Kep.,Ns.M.Kep

i
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Trauma maksilofasial merupakan trauma fisik yang dapat mengenai jaringan keras

dan lunak wajah. Penyebab trauma maksilofasial bervariasi, mencakup kecelakaan lalu lintas,

kekerasan fisik, terjatuh, olah raga dan trauma akibat senjata api. Trauma pada wajah sering

mengakibatkan terjadinya gangguan saluran pernafasan, perdarahan, luka jaringan lunak,

hilangnya dukungan terhadap fragmen tulang dan rasa sakit. Oleh karena itu, diperlukan

perawatan kegawatdaruratan yang tepat dan secepat mungkin (Iskandar Zulkarnain, 2015).

Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan jaringan

sekitarnya. Trauma pada jaringan maksilofasial dapat mencakup jaringan lunak dan jaringan

keras. Yang dimaksud dengan jaringan lunak wajah adalah jaringan lunak yang menutupi

jaringan keras wajah. Sedangkan yang dimaksud dengan jaringan keras wajah adalah tulang

kepala yang terdiri dari tulang hidung, Tulang arkus zigomatikus , tulang mandibula tulang

maksila, tulang rongga mata, gigi dan tulang alveolus (Rampisela et al., 2017).

1.2 Etiologi Trauma Maksilofasial

Trauma wajah di perkotaan paling sering disebabkan oleh perkelahian, diikuti

oleh kendaraan bermotor dan kecelakaan industri. Para zygoma dan rahang adalah tulang

yang paling umum patah selama serangan. Trauma wajah dalam pengaturan masyarakat

yang paling sering adalah akibat kecelakaan kendaraan bermotor, maka untuk serangan

dan kegiatan rekreasi. Kecelakaan kendaraan bermotor menghasilkan patah tulang yang

sering melibatkan midface, terutama pada pasien yang tidak memakai sabuk pengaman

mereka. Penyebab penting lain dari trauma wajah termasuk trauma penetrasi, kekerasan

dalam rumah tangga, dan pelecehan anak-anak dan orang tua (Iskandar Zulkarnain,

2015).

1
1.3 Klasifikasi

Trauma maksilofasial dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu trauma

jaringan keras wajah dan trauma jaringan lunak wajah. Trauma jaringan lunak

biasanya disebabkan trauma benda tajam, akibat pecahan kaca pada kecelakaan lalu

lintas atau pisau dan golok pada perkelahian.

a. Trauma jaringan lunak wajah

Luka adalah kerusakan anatomi, diskontinuitas suatu jaringan oleh karena trauma

dari luar.

Trauma pada jaringan lunak wajah dapat diklasifikasikan berdasarkan :

 Berdasarkan jenis luka dan penyebab:

- Ekskoriasi

- Luka sayat, luka robek , luka bacok

- Luka bakar

- Luka tembak

 Berdasarkan ada atau tidaknya kehilangan jaringan

- Dikaitkan dengan unit estetik

b. Trauma jaringan keras wajah

Klasifikasi trauma pada jaringan keras wajah di lihat dari fraktur tulang yang

terjadi dan dalam hal ini tidak ada klasifikasi yg definitif. Secara umum dilihat

dari terminologinya, trauma pada jaringan keras wajah dapat diklasifikasikan

berdasarkan:

 Dibedakan berdasarkan lokasi anatomic dan estetika

- Berdiri Sendiri : fraktur frontal, orbita, nasal, zigomatikum, maxilla,

mandibulla, gigi dan alveolus

2
- Bersifat Multiple : Fraktur kompleks zigoma, fronto nasal dan fraktur

kompleks mandibular

 Berdasarkan Tipe fraktur :

- Fraktur simple

Merupakan fraktur sederhana, liniear yang tertutup misalnya pada

kondilus, koronoideus, korpus dan mandibula yang tidak bergigi.

Fraktur tidak mencapai bagian luar tulang atau rongga mulut.

Termasukgreenstik fraktur yaitu keadaan retak tulang, terutama pada

anak dan jarang terjadi.

- Fraktur kompoun

Fraktur lebih luas dan terbuka atau berhubungan dengan jaringan

lunak. Biasanya pada fraktur korpus mandibula yang mendukung gigi,

dan hampir selalu tipe fraktur kompoun meluas dari membran

periodontal ke rongga mulut, bahkan beberapa luka yang parah dapat

meluas dengan sobekan pada kulit.

- Fraktur komunisi

Benturan langsung terhadap mandibula dengan objek yang tajam

seperti peluru yang mengakibatkan tulang menjadi bagian bagian yang

kecil atau remuk. Bisa terbatas atau meluas, jadi sifatnya juga seperti

fraktur kompoun dengan kerusakan tulang dan jaringan lunak.

 Fraktur patologis

keadaan tulang yang lemah oleh karena adanya penyakit penyakit tulang,

seperti Osteomyelitis, tumor ganas, kista yang besar dan penyakit tulang

sistemis sehingga dapat menyebabkan fraktur spontan (Putu et al., 2013).

3
1.4 Patofisiologi Trauma Maksilofasial

Kehadiran energi kinetik dalam benda bergerak adalah fungsi dari massa

dikalikan dengan kuadrat kecepatannya. Penyebaran energi kinetik saat deselerasi

menghasilkan kekuatan yang mengakibatkan cedera. Berdampak tinggi dan rendah-

dampak kekuatan didefinisikan sebagai besar atau lebih kecil dari 50 kali gaya

gravitasi. Ini berdampak parameter pada cedera yang dihasilkan karena jumlah gaya

yang dibutuhkan untuk menyebabkan kerusakan pada tulang wajah berbeda regional.

Tepi supraorbital, mandibula (simfisis dan sudut), dan tulang frontal memerlukan

kekuatan tinggi-dampak yang akan rusak. Sebuah dampak rendah-force adalah semua

yang diperlukan untuk merusak zygoma dan tulang hidung (Adrianti et al., 2015).

1) Patah Tulang Frontal : ini terjadi akibat  dari pukulan

berat pada dahi. Bagiananterior dan / atau posterior sinus frontal mungkin

terlibat. Gangguan lakrimasi mungkin dapat terjadi jika dinding posterior sinus

frontal retak. Duktus nasofrontal sering terganggu.

2) Fraktur Dasar Orbital : Cedera dasar orbital dapat menyebabkan suatu

fraktur yang terisolasi atau dapat disertai dengan fraktur dinding medial.

Ketika kekuatan menyerang pinggiran orbital, tekanan intraorbital meningkat

dengan transmisi ini kekuatan dan merusak bagian-bagian terlemah

dari dasar dan dinding medial orbita. Herniasi dari isi orbit ke dalam sinus

maksilaris adalah mungkin. Insiden cedera okular cukup tinggi, namun jarang

menyebabkan kematian.

3) Patah Tulang Hidung: Ini adalah hasil dari kekuatan diakibatkan oleh trauma

langsung.

4
4) Fraktur Nasoethmoidal (noes): akibat perpanjangan kekuatan trauma dari

hidung ke tulang ethmoid dan dapat mengakibatkan kerusakan pada canthus

medial, aparatus lacrimalis, atau saluran nasofrontal.

5) Patah tulang lengkung zygomatic: Sebuah pukulan langsung ke lengkung

zygomatic dapat mengakibatkan fraktur terisolasi melibatkan jahitan

zygomaticotemporal.

6) Patah Tulang Zygomaticomaxillary kompleks (ZMCs): ini menyebabkan

patah tulang dari trauma langsung. Garis fraktur jahitan memperpanjang

melalui zygomaticotemporal, zygomaticofrontal, dan zygomaticomaxillary

dan artikulasi dengan tulang sphenoid. Garis fraktur biasanya memperpanjang

melalui foramen infraorbital dan lantai orbit. Cedera mata serentak yang

umum.

7) Fraktur mandibula: Ini dapat terjadi di beberapa lokasi sekunder dengan

bentuk U-rahang dan leher condylar lemah. Fraktur sering terjadi bilateral di

lokasi terpisah dari lokasi trauma langsung.

8) Patah tulang alveolar: Ini dapat terjadi dalam isolasi dari kekuatan rendah

energi langsung atau dapat hasil dari perpanjangan garis fraktur melalui bagian

alveolar rahang atas atau rahang bawah

9) Fraktur Panfacial: Ini biasanya sekunder mekanisme kecepatan tinggi

mengakibatkan cedera pada wajah atas, midface, dan wajah yang lebih rendah

1.5 Manifestasi klinis

Gejala klinis gejala dan tanda trauma maksilofasial dapat berupa, (Oktora et al.,

2021):

 Dislokasi, berupa perubahan posisi yg menyebabkan maloklusi terutama pada

fraktur mandibular

5
 Pergerakan yang abnormal pada sisi fraktur

 Rasa nyeri pada sisi fraktur

 Perdarahan pada daerah fraktur yang dapat menyumbat saluran napas

 Pembengkakan dan memar pada sisi fraktur sehingga dapat menentukan lokasi

daerah fraktur

 Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran

 Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur

 Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkakan

 Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi dibawah

nervus alveolaris

 Pada fraktur orbita dapat dijumpai penglihatan kabur atau ganda, penurunan

pergerakan bola mata dan penurunan visus

1.6 Komplikasi

a. Perdarahan ulang

b. Kebocoran cairan otak

c. Infeksi pada luka atau sepsis

d. Timbulnya edema serebri

e. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK

f. Nyeri kepala setelah penderita sadar

g. Konvulsi

1.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Wajah Bagian Atas :

- CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)

- CT-scan aksial koronal

- Imaging Alternatif diantaranya termasuk CT Scan kepala dan X-ray kepala

6
b. Wajah Bagian Tengah :

- CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D)

- CT scan aksial koronal

- Imaging Alternatif diantaranya termasuk radiografi posisi waters dan

posteroanterior (Caldwells), Submentovertek (Jughandles)

c. Wajah Bagian Bawah :

- CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D

- Panoramic X-ray

- Imaging Alternatif diagnostik mencakup posisi:

Posteroanterior (Caldwells)

Posisi lateral (Schedell)

Posisi towne

1.8 Penatalaksanaan kedaruratan

Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala dan wajah selain dari

factor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai

status neurologis (disability, exposure), maka factor yang harus diperhitungkan pula

adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan

pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relative

memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah.

Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intracranial yang

meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan

tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial ini dapat

dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang mengurangi

asidosis intraserebral dan menambah metabolisme intraserebral. Adapun usaha untuk

menurunkan PaCO2 ini yakin dengan intubasi endotrakeal, hiperventilasi. Tin

7
membuat intermittent iatrogenic paralisis. Intubasi dilakukan sedini mungkin kepala

klien-lkien yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO 2 yang meninggi. Prinsip

ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan tekanan intracranial.

Penatalaksanaan konservatif meliputi :

1) Bedrest total

2) Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).

3) Pemberian obat-obatan: Dexmethason / kalmethason sebagai pengobatan anti-

edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.

4) Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.

5) Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau

glukosa 40%, atau gliserol 10%.

6) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (pensilin) atau untuk infeksi

anaerob diberikan metronidasol.

7) Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat

diberikan apa-apa,hanya cairan infuse dextrose 5%, aminofusin, aminofel (18 jam

pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

8) Pada trauma berat. Karena hai-hari pertama didapat klien mengalami penurunan

kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari

pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5% 8 jam pertama, ringer

dextrosa 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam ketiga, pada hari selanjutnya bila

kesadaran rendah maka makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500-300

TKTP). Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya (Oktora et al.,

2021).

1.9 Diagnosis keperawatan prioritas yang mungkin timbul (menurut sdki)

- Nyeri Akut

8
-Risiko Infeksi

-Risiko pendarahan

1.10 SLKI dan SIKI


No Diagnosa SLKI SIKI
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan intervensi Observasi:
- Identifikasi lokasi,
keperawatan maka Tingkat
karakteristik,durasi
nyeri menurun, dengan
frekuansi, kualitas, intensitas
kriteria hasil:
nyeri
1. Keluhan nyeri menurun
- Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun
-Identifikasi nyeri non verbal
3. Sikap protektif
- Identifikasi faktor yang
menurun
memperberat dan
4. Gelisah menurun
memperingan nyeri
5. Kesulitan tidur
menurun
Terapeutik:
6. Tekanan darah - Berikan teknik
membaik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi:
- Jelaskan penyebb, periode,
dan pemicu nyeri
- Jelaskn strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri

2. Resiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi Observasi:


- Monitor tanda dan gejala
keperawatan maka Tingkat
infeksi lokal dan sistemik
infeksi menurun, dengan
kriteria hasil:
Terapeutik:

9
1. Nyeri menurun - Berikan perawatan kulit
2. Bengkak Menurun pada area edema
3. Gangguan kognitif - Pertahankan teknik
menurun aseptik pada pasien
beresiko tinggi

Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi

3. Risiko Setelah dilakukan intervensi


Observasi:
- Memonitor tnda dan
keperawatan maka Tingka
pendarahan gejala pendarahan
pendarahan menurun, dengan Terapeutik:
- Pertahankan bedrest
kriteria hasil:
selama pendarahan
1. Kelembapan membram
- Batasitindakan infatif
mukosa meningkat.
Edukasi:
2. Kelembapan kulit
- Jelaskan tanda dan gejala
meningkat
pendarahan.
- Anjurkan seger melapror
jika terjadi pendarahan

10
BAB 2

CASE REPORT DAN ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Jurnal Case Report

Pasien yaitu seorang atlet anggar laki-laki berusia 16 tahun. Kecelakaan terjadi 2 jam

sebelum masuk rumah sakit pada saat atlet tersebut latihan bersama lawan tandingnya

tanpa pelindung tiba-tiba pedang anggar menusuk dan menancap pada rongga mulut

pasien. Pasien dibawa ke instalasi gawat darurat untuk penanganan lebih lanjut. Pasien

memiliki riwayat perdarahan dari mulut dan tidak terdapat riwayat perdarahan dari

hidung serta telinga. Sebelum dilakukan tindakan, pasien dilakukan skrining covid-19

terlebih dahulu yang meliputi pemeriksaan rapid test dan foto thoraks. Hasil

pemeriksaan rapid test tidak ditemukan reaksi Ig G maupun Ig M pada pasien dan foto

thoraks menunjukkan tidak terdapat bronchopneumonia bilateral. Pada pemeriksaan

ekstra oral secara inspeksi, wajah terlihat simetris dan palpasi ditemukan terdapat benda

asing yang menusuk pada daerah bukal hingga angulus mandibula sinistra, tidak

terdapat krepitasi serta nyeri pada saat ditekan. Pada pemeriksaan intra oral bukaan

mulut pasien terbatas sekitar 1,5 cm dan terlihat benda asing yang menusuk pada

daerah bukal sinistra.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien meliputi dilakukan foto

rontgen kepala dengan proyeksi anterior-posterior dan lateral sinistra untuk melihat

penetrasi luka tusuk yang terjadi. Foto rontgen memperlihatkan terdapat gambaran

radiopak corpus alienum berbentuk linier di daerah bukal sinistra setinggi tulang

cervical 1-2. Pasien di diagnosa vulnus penetratum et causa corpus alienum pada regio

oromaksilofasial dan memiliki prognosis yang baik. Pasien telah dilakukan informed

consent mengenai segala risiko yang terjadi sebelum dilakukan tindakan Penanganan

11
pertama yang harus dilakukan pada kasus ini meliputi penilaian benda asing berupa

ukuran, bentuk serta lokasi yang menusuk baik secara intra oral maupun ekstra oral

sebelum melakukan evakuasi. Memastikan benda asing yang menusuk tidak mengenai

struktur jaringan vital seperti pembuluh darah, kelenjar mayor saliva serta pembuluh

saraf. Penanganan kedua yaitu melakukan evakuasi pedang anggar yang tertancap di

dalam mulut. Evakuasi pada kasus ini dilakukan dengan memberikan anestesi lokal

menggunakan lidocaine di sekitar vulnus penetratum di intra oral bukal sinistra dengan

pertimbangan pedang anggar tidak mengenai struktur jaringan vital baik secara klinis

maupun radiologis. Ditemukan tepi pedang anggar yang menancap di intra oral bukal

sinistra sekitar 5 cm. Setelah evakuasi pedang anggar. Penanganan selanjutnya yaitu

mengevaluasi perdarahan sekitar luka ditemukan tidak terdapat perdarahan aktif baik di

intra oral maupun ekstra oral. Kemudian dilanjutkan dengan pembersihan dan

penutupan luka. Luka yang terbuka dilakukan wound debridement terlebih dahulu

dengan menggunakan povidone iodine dan NaCl 0,9 % dilanjutkan suturing primer

menggunakan benang absorbable untuk jahit otot dan non absorbable untuk jahit

mukosa. Pemberian antibiotik dan anti tetanus dilakukan sebelum pasien dipulangkan.

Luka pasca evakuasi terlihat kering, tidak ada genangan air maupun darah, kemudian

luka langsung dilakukan wound debridement dan penjahitan luka. Pasien datang kontrol

ke Poli Bedah Mulut hari ke-7 pasca evakuasi, tidak terdapat keluhan, kemudian pasien

di evaluasi meliputi ekstra oral, intra oral, kelenjar mayor saliva parotis dan fungsi

nervus fasial. Tidak ditemukan hematoma pada intra oral dan ekstra oral serta tidak

ditemukan gangguan fungsi nervus fasialis.

12
2.2 Pengkajian
FORMAT PENGKAJIAN
(Instalasi Gawat Darurat)

Keterangan:
Beri tanda  pada item yang sesuai
IDENTITAS No. Rekam Medis :
Diagnosa Medis : Vulnus penetratum et causa alienum.

Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 16 Tahun
Pendidikan :
Status perkawinan :-
Pekerjaan :
Alamat :
Sumber informasi : Pasien
TRIAGE  P1  P2  P3  P4

PRIMARY GENERAL IMPRESSION


SURVEY Keluhan utama : Pasien datang dengan luka tusuk pada area rongga
mulutnya.
Mekanisme cidera

Orientasi (tempat, :  baik  tidak baik


waktu dan orang)
AIRWAY
Jalan nafas : paten  tidak paten
Obstruksi :  lidah  cairan/darah  tidak ada
 benda asing  tidak diketahui
Suara nafas :  snoring  gurgling  tidak ada
tambahan  stridor  tidak diketahui
Temuan lain :  tidak ada
BREATHING
Gerakan dada :  simetris  asimetris
Irama nafas : cepat  dangkal  normal
Pola nafas : teratur  tidak teratur
Retraksi dada :  ada tidak ada
RR : 20 x/menit

13
Temuan lain : tidak ada
CIRCULATION
Perdarahan mayor :  ada  tidak ada
Nadi :  teraba tidak teraba
 regular  irregular
 lemah  kuat
Tekanan darah : - mm/Hg
MAP : - mm/Hg
PP : - mm/Hg
Cyanosis :  ya  tidak
CRT :  < 2 detik  > 2 detik
Temuan lain : tidak ada
DISABILITY
Respon pasien :  alert  verbal
 pain  unresponsive
GCS E:4V:5M:6
Kesadaran CM  Apathies delirium  Somnolen
stupor semicoma Coma
Pupil :  isokor unisokor midriasis
 Miosis
Reflex cahaya :  ada  tidak ada
Temuan lain : tidak ada
EXPOSURE
Deformitas : ada  tidak ada
Contusio :  ada  tidak ada
Abrasi :  ada  tidak ada
Penetrasi :  ada,  tidak ada
Luka bakar :  ada  tidak ada
Laserasi :  ada  tidak ada
Edema :  ada  tidak ada
Temuan lain : tidak ada
SECONDAR ANAMNESA
Y SURVEY Tanda dan gejala : keluhan nyeri di area luka tusuk
Alergi :-
Medikasi : Luka yang terbuka dilakukan wound debridement terlebih
dahulu dengan menggunakan povidone iodine dan NaCl
0,9 % dilanjutkan suturing primer menggunakan benang
absorbable untuk jahit otot dan non absorbable untuk jahit
mukosa. Pemberian antibiotik dan anti tetanus dilakukan
sebelum pasien dipulangkan.
Riwayat penyakit : Riwayat pendarahan dari mulut
sebelumnya
Makan dan minum : Tidak terkaji

14
terakhir
Peristiwa : Kecelakaan terjadi 2 jam sebelum masuk rumah sakit
penyebab pada saat pasien latihan bersama lawan tandingnya tanpa
pelindung tiba-tiba pedang anggar menusuk dan menancap
pada rongga mulut pasien.
Tanda-tanda vital Tidak terkaji
PEMERIKSAAN FISIK (tuliskan temuan data abnormal)
Kepala dan Leher
Inspeksi Saat palpasi ditemukan terdapat benda asing yang menusuk
Palpasi pada daerah bukal hingga angulus mandibula sinistra
Dada
Inspeksi
Palpasi Tidak terkaji
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi Tidak terkaji
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pelvis Tidak terkaji
Inspeksi
Palpasi
Ekstremitas Atas
Inspeksi Deformities Contusion AbrasionPenetration
 Burn Laceration  Swelling
Tenderness Instability Crepitating
Palpasi
Ekstremitas
Bawah Deformities Contusion AbrasionPenetration
Inspeksi  Burn Laceration  Swelling
Tenderness Instability Crepitating

Palpasi
Bagian punggung Tidak terkaji
Inspeksi
Deformities Contusion AbrasionPenetration
 Burn Laceration  Swelling
Palpasi Tenderness Instability Crepitating

15
INTEGUMEN

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
X-Ray CT-Scan USG
EKG lain-lain (rontgen)
Hasil Hasil evaluasi menunjukkan tidak terdapat gangguan
fungsi motorik pada nervus fasialis baik pada cabang
nervus temporal, zygoma, maksila, mandibular maupun
servikal.
Terapi : 1. Penanganan pertama yang harus dilakukan pada
kasus ini meliputi penilaian benda asing berupa
ukuran, bentuk serta lokasi yang menusuk baik
secara intra oral maupun ekstra oral sebelum
melakukan evakuasi. Memastikan benda asing
yang menusuk tidak mengenai struktur jaringan
vital seperti pembuluh darah, kelenjar mayor saliva
serta pembuluh saraf.
2. Penanganan kedua yaitu melakukan
evakuasi pedang anggar yang tertancap di dalam
mulut. Evakuasi pada kasus ini dilakukan dengan
memberikan anestesi lokal menggunakan lidocaine
di sekitar vulnus penetratum di intra oral bukal

16
sinistra dengan pertimbangan pedang anggar tidak
mengenai struktur jaringan vital baik secara klinis
maupun radiologis. Ditemukan tepi pedang anggar
yang menancap di intra oral bukal sinistra sekitar 5
cm. Setelah evakuasi pedang anggar.
3. Penanganan selanjutnya yaitu mengevaluasi
perdarahan sekitar luka ditemukan tidak terdapat
perdarahan aktif baik di intra oral maupun ekstra
oral. Kemudian dilanjutkan dengan pembersihan
dan penutupan luka. Luka yang terbuka dilakukan
wound debridement terlebih dahulu dengan
menggunakan povidone iodine dan NaCl 0,9 %
dilanjutkan suturing primer menggunakan benang
absorbable untuk jahit otot dan non absorbable
untuk jahit mukosa. Pemberian antibiotik dan anti
tetanus dilakukan sebelum pasien dipulangkan.

Tanggal pengkajian : 11 Februari 2021


Jam :
Tanda tangan

Nama terang : Nurul Ainun Syamsiah

2.3 Analisis data (Data S-O, etiologi, diagnosis keperawatan)  SDKI

Data fokus Etiologi Masalah


DS: Agen pencedera fisik Nyeri akut
- Paisien mengatakan (olahraga/latihan fisik
nyeri pada area luka berlebih)
tusuk

DO:
- Terlihat benda tajam
menanjap di rongga
mulut pasien, pasien
tampak sakit.

DS: - Ketidakadekuatan Resiko Infeksi


pertahanan tubuh
DO: primer:
-Terdapat luka tusuk pada Kerusakan intergritas
kulit
rongga mulut

17
DS: Trauma Risiko pendarahan
- Pasien
mengatakan
mempunyai
riwayat
pendarahan di
mulut

DO:
- Terlihat ada benda
yang menusuk
pada area rongga
mulut

2.4 Prioritas diagnosis keperawatan

1. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisik (olahraga/latihan fisik berlebih) d.d mengeluh
nyeri.
2. Resiko Infeksi b.d Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer; kerusakan intergritas
kulit d.d terdapat luka tusuk pada rongga mulut.
3. Risiko perdarahan b.d Trauma d.d Pasien mengatakan mempunyai riwayat
pendarahan di mulut

2.5 Rencana keperawatan

No Diagnosa Tujuan/outcome Rencana tindakan

18
SLKI
1. Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Tindakan
Observasi:
keperawatan maka Tingkat
nyeri menurun, dengan kriteria - Identifikasi lokasi,
hasil: karakteristik,durasi frekuansi,
1. Keluhan nyeri menurun kualitas, intensitas nyeri
2. Meringis menurun - Identifikasi skala nyeri
3. Sikap protektif menurun -Identifikasi nyeri non verbal
4. Gelisah menurun - Identifikasi faktor yang
5. Kesulitan tidur menurun memperberat dan memperingan
Tekanan darah membaik nyeri

Terapeutik:

- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri

Edukasi:

- Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri

2. Resiko Infeksi Setelah dilakukan intervensi Tindakan


Observasi:
keperawatan maka Tingkat
- Monitor tanda dan gejala
infeksi menurun, dengan
infeksi lokal dan sistemik
kriteria hasil:
Terapeutik:
1. Nyeri menurun - Berikan perawatan kulit
2. Bengkak Menurun pada area edema

19
3. Gangguan kognitif - Pertahankan teknik aseptik
menurun pada pasien beresiko tinggi
Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
3. Risiko Setelah dilakukan intervensi Observasi:
perdarahan - Memonitor tnda dan gejala
keperawatan maka Tingka
pendarahan
pendarahan menurun, dengan Terapeutik:
- Pertahankan bedrest selama
kriteria hasil:
pendarahan
1. Kelembapan membram
- Batasitindakan infatif
mukosa meningkat.
Edukasi:
2. Kelembapan kulit
- Jelaskan tanda dan gejala
meningkat
pendarahan.
- Anjurkan seger melapror
jika terjadi pendarahan

2.6 Direct Observed Procedural Skills (DOPS)

No. Link Youtube Deskripsi Umum Tindakan


1. https://youtu.be/rXvkLvFMPgw Manajemen Nyeri
Prosedur ini merupakan salah satu tindakan

20
kegawatdaruratan pada kasus Multiple Fraktur dengan
Ruptur Arteri dan Vena Brachialis, manajemen nyeri
disini menggunakan teknik pengkajian nyeri PQRST dan
menggunakan implementasi guided imagery (pengalihan
nyeri) dan massage imagery (pijatan). Manajemen nyeri
dibagi menjadi 2 yaitu, manajemen nyeri menggunakan
farmakologi (pengobatan) dan manajemen nyeri
menggunakan nonfarmakologi (intervensi keperawatan).

2. https://youtu.be/4wedHcfKzao Pencegahan Infeksi


Pencegahan infeksi merupakan bagian esensial dari asuhan
lengkap yang diberikan kepada klien untuk melindungi diri.

21
DAFTAR PUSTAKA

Iskandar Zulkarnain, W. A. K. (2015). PENANGANAN OPERATIF FRAKTUR SEPERTIGA


TENGAH WAJAH (LEFORT I, II DAN II).

Rampisela, R., Lumintang, N., & Ngantung, J. T. (2017). Hubungan Facial Injury Severity
Scale dengan lama rawat inap pasien. Jurnal Biomedik (JBM), 9, 35–39.

Putu, N., Pratiwi, E., Maliawan, S., Kawiyana, S., Kedokteran, F., & Udayana, U. (2013).
Fraktur Pada Tulang Maksila. E-Jurnal Medika Udayana, 2(12), 2076–2095.

Adrianti, N., Pamungkas, K., & Azrin, M. (2015). Angka Kejadian Diplopia Pada Pasien
Fraktur Maksilofasial Di Bangsal Bedah Rsud Arifin Achmad Propinsi Riau Periode
Januari 2011 – Desember 2013. Jom Fk, Vol.1 No.2.

Oktora, S., Marwansyah, E., & Sjamsudin, E. (2021). Laporan kasus Penatalaksanaan
kegawatdaruratan medis trauma maksilofasial pada anak disertai cedera kepala. 42,
173–181. https://doi.org/10.24198/jkg.v32i3.29510

22
LAMPIRAN-LAMPIRAN

23
24
Berikut link Case Report : http://jurnal.unpad.ac.id/jkg/article/download/29819/14326

25

Anda mungkin juga menyukai