Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

RHEUMATOID ARTHRITIS (RA)


MATRIKULASI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM ALIH JENJANG
PERTEMUAN TANGGAL 13 JULI 2017

I KADE ADI GUNAWAN


175070209111064

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
RHEUMATOID ARTHRITIS (RA)

A. DEFINISI
Rheumatoid artritis adalah gangguan kronik yang menyerang
berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok
penyakit jaringan penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas.
(Ningsih, 2012 ).
Rheumatoid Artritis adalah gangguan kronik yang menyerang
berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok
penyakit jaringan ikat difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak
dan tidak diketahui penyebabnya. (Junaidi, 2010).
Reumatoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik
kronik yang manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif,
akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh.(Hidayat,
2006)

B. ETIOLOGI
Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui,
tetapi beberapa hipotesa menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh
faktor-faktor :
1. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGC
dan faktor Reumatoid
2. Gangguan Metabolisme
3. Genetik
4. Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan
psikososial)
Penyebab penyakit Reumatoid arthritis belum diketahui secara
pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas
(antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati,
Manurung & Raenah, 2008).
Adapun Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena
nya artritis reumatoid adalah;
1. Jenis Kelamin.
Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki.
Perbandingannya adalah 2-3:1.
2. Umur.
Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun.
Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-
anak (artritis reumatoid juvenil)
3. Riwayat Keluarga.
Apabila anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit artritis
Reumatoid maka anda kemungkinan besar akan terkena juga.
4. Merokok.
Merokok dapat meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid.

C. PATOFISIOLOGI

Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan


sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses
fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim
tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi
membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang.
Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan
mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot
akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya
elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti
edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi
selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal,
terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian
ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi
kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi
menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago
artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat
ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka
terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau
tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang
menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan
subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub
chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang
ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan.
Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan
selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil individu
terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang
terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus.
Pathway Artritis Reumatoid
D. KLASIFIKASI

Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menjadi 4 tipe,


yaitu:
1. Reumatoid arthritis klasik
pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
2. Reumatoid arthritis defisit
pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
3. Probable Reumatoid arthritis
pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
4. Possible Reumatoid arthritis
pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3
bulan.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang
ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat
bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
2. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial
terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya
kontraksi tendon.
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang
kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
E. EPIDEMIOLOGI

Penyakit arthritis menjadi masalah kesehatan yang cukup


mengganggu dan terjadi dimana-mana. Rheumatoid arthritis adalah
bentuk paling umum dari arthritis autoimun, yang mempengaruhi lebih
dari 1,3 juta orang Amerika. Dari jumlah tersebut, sekitar 75% adalah
perempuan. Bahkan, 1-3% wanita mungkin mengalami rheumatoid
arthritis dalam hidupnya. Penyakit ini paling sering dimulai antara
dekade keempat dan keenam dari kehidupan. Namun, rheumatoid
arthritis dapat mulai pada usia berapa pun (American College of
Rheumatology, 2012).
Di Indonesia sendiri kejadian penyakit ini lebih rendah
dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika. Prevalensi kasus
rheumatoid arthritis di Indonesia berkisar 0,1% sampai dengan 0,3%
sementara di Amerika mencapai 3% (Nainggolan, 2009). Angka
kejadian rheumatoid arthritis di Indonesia pada penduduk dewasa (di
atas 18 tahun) berkisar 0,1% hingga 0,3%. Pada anak dan remaja
prevalensinya satu per 100.000 orang. Diperkirakan jumlah penderita
rheumatoid arthritis di Indonesia 360.000 orang lebih (Tunggal, 2012).
Gangguan yang terjadi pada pasien rheumatoid arthritis lebih besar
kemungkinannya untuk terjadi pada suatu waktu tertentu dalam
kehidupan pasien. Kebanyakan penyakit rheumatoid arthritis
berlangsung kronis yaitu sembuh dan kambuh kembali secara
berulang-ulang sehingga menyebabkan kerusakan sendi secara
menetap. Rheumatoid arthritis dapat mengancam jiwa pasien atau
hanya menimbulkan gangguan kenyamanan. Masalah yang
disebabkan oleh penyakit rheumatoid arthritis tidak hanya berupa
keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas dan aktivitas hidup
sehari-hari tetapi juga efek sistemik yang tidak jelas yang dapat
menimbulkan kegagalan organ. Rheumatoid arthritis dapat
mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri, keadaan mudah lelah,
perubahan citra diri serta gangguan tidur. Dengan demikian hal yang
paling buruk pada penderita rheumatoid arthritis adalah pengaruh
negatifnya terhadap kualitas hidup. Bahkan kasus rheumatoid arthritis
yang tidak begitu parah pun dapat mengurangi bahkan
menghilangkan kemampuan seseorang untuk produktif dan
melakukan kegiatan fungsional sepenuhnya. Rheumatoid arthritis
dapat mengakibatkan tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari
seutuhnya.

F. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala Rheumtoid Arthritis yaitu seperti , nyeri
persendian, bengkak (Reumatoid nodule), kekakuan pada sendi
terutama setelah bangun tidur pada pagi hari, terbatasnya pergerakan,
sendi-sendi terasa panas, demam (pireksia), anemia, berat badan
menurun, kekuatan berkurang, tampak warna kemerahan di sekitar
sendi, perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal, pasien
tampak anemik, gerakan menjadi terbatas, adanya nyeri tekan,
deformitas bertambah pembengkakan, kelemahan, dan depresi.
Tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius
terjadi pada lanjut usia yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari,
bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku,
pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak
setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi
kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat
menyebabkan demam, dapat terjadi berulang. (Buffer, 2010)

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi
anemia dan leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-90%
penderita
2) Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada
jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang
berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista
tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan
osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
3) Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
4) Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
5) Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih
besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning
(respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif); elevasi
SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen (C3 dan
C4).
6) Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
7) Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle
Aspiration) atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena
mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding cairan
sendi yang normal.

H. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi adalah:
1. Meringankan rasa nyeri dan peradangan
2. memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional
maksimal penderita.
3. mencegah atau memperbaiki deformitas
Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang
merupakan sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut
yaitu:
1. Istirahat
2. Latihan fisik
3. Panas
4. Pengobatan
a. Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar
salisilat serum yang diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml
b. Natrium kolin dan asetamenofen meningkatkan toleransi
saluran cerna terhadap terapi obat
c. Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200
600 mg/hari mengatasi keluhan sendi, memiliki efek steroid
sparing sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang
diperlukan.
d. Garam emas
e. Kortikosteroid
5. Nutrisi : diet untuk penurunan berat badan yang berlebih
Bila Reumatoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi,
pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki
fungsi. Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:
1. Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk
mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya
kembali inflamasi.
2. Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.
3. Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan
pergelangan tangan.
4. Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran
pada persendian.
Penanganan medik pemberian salsilat atau NSAID dalam dosis
terapeutik. Kalau diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-
obat ini akan memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik.
Namun pasien perlu diberitahukan untuk menggunakan obat menurut
resep dokter agar kadar obat yang konsisten dalam darah bisa
dipertahankan sehingga keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat
mencapai tingkat yang optimal (Smeltzer & Bare, 2002).
Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan Reumatoid
arthritis menuju pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada
stadium penyakit yang lebih dini. Kesempatan bagi pengendalian
gejala dan perbaikan penatalaksanaan penyakit terdapat dalam dua
tahun pertama awitan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
I.IREFERENSI
1. Buffer (2010). Tentang Penyakit Rheumatoid Arthritis. Diakses di
http://laporanpendahuluanrheumatoidarthritis.co.id
2. Hidayat, A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika
3. Junaidi, Iskandar. (2010). Penyakit Rheumatoid Arthritis. Jakarta :
PT.BhuanaIlmu Populer
4. Ningsih N, dan Lukman (2012). Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Gangguan Muskuskeletal. Jakarta : Salemba Medika
5. Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai