Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KEPERAWATAN KOMPLEMENTER

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


TEORI ATRITIS REUMATOID

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA


BALI

TAHUN AJARAN 2019


LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN ATRITIS REUMATOID

I. KONSEP DASAR TEORI


1. Definisi
Rheumatoid atritis (RA) merupakan penyakit inflamasi non bakteri
yang bersifat sistematik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi
serta jaringan ikat sendi secara simetris (chairuddin,2003). Atritis
rheumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai system organ.
Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat difus
yang diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui penyebabnya. Pada
pasien biasanya terjadi destruksi sendi progressif, walaupun peradangan
sendi dapat mengalami masa remisi.
Reumatoid Atritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik
kronik yang manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan
tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh (Hidayat, 2006).
Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
dari atritis reumatoid adalah penyakit inflamasi bersifat kronik yang
mengenai sendi sehingga terjadi pembengkakan serta nyeri dan akhirnya
menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi.

2. Epidemiologi
Epidemiologi rheumatoid arthritis bervariasi di berbagai negara di
dunia, dengan angka kejadian yang lebih tinggi di Amerika dan Eropa, dan
insiden yang lebih rendah di Asia Tenggara dan Timur Tengah. Prevalensi
rheumatoid arthritis secara global pada tahun 2010 adalah 0,24%,
menunjukkan tidak adanya perubahan bermakna sejak tahun 1990.
Disability-adjusted life year (DALY) meningkat dari 3,3 juta pada tahun
1990 menjadi 4,8 juta pada tahun 2010, baik karena pertumbuhan populasi
maupun meningkatnya usia harapan hidup.[10] Meta-estimasi prevalensi
rheumatoid arthritis pada negara berpenghasilan rendah dan menengah
adalah:
- Asia Tenggara : 0,4%
- Timur Tengah : 0,37%
- Eropa : 0,62%
- America : 1,25%
- Pasifik Barat : 0,42%
Pengukuran kualitas hidup menggunakan penilaian World Health
Organization Quality of Life (WHOQOL-BREF) menunjukkan bahwa skor
WHOQOL secara signifikan lebih rendah pada pasien dengan rheumatoid
arthritis dibandingkan kontrol normal. Disabilitas fungsional merupakan
faktor utama yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dengan rheumatoid
arthritis.
Angka kejadian rheumatoid arthritis di Indonesia pada penduduk
dewasa (di atas 18 tahun) berkisar 0,1% hingga 0,3%, sedangkan prevalensi
pada anak dan remaja ditemukan satu per 100.000 orang. [13] Prevalensi
rheumatoid arthritis lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan
dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok
umur, dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada dekade keempat dan
kelima kehidupan.

3. Etiologi
Hingga kini penyebab Artritis Reumatoid belum diketahui, tetapi beberapa
hipotesa menunjukkan bahwa Artritis Reumatoid dipengaruhi oleh faktor-
faktor seperti:
a) Mekanisme Imun (antigen-antibody) seperti interaksi antara Igc dan
faktor Reumatoid
b) Gangguan metabolisme
c) Genetik
d) Faktor lain seperti nutrisi dan faktor lingkungan
Penyebab reumatoid belum diketahui secara pasti, namun faktor
predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor
metabolik dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008)

Adapun faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena artritis


reumatoid yaitu:

a) Jenis kelamin
Perempuan lebih mudah terkena artritis reumatoid daripada laki-laki.
b) Umur
Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 – 60 tahun. Namun,
penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa dan anak-anak (artritis
reumatoid juvenil).
c) Riwayat keluarga
Jika terdapat anggota keluarga yang terkena artritis reumatoid, maka
risiko terjadi enyakit ini lebih tinggi.
d) Merokok

4. Klasifikasi
Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
a) Reumatoid arthritis klasik, pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
b) Reumatoid arthritis defisit, pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
c) Probable Reumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
d) Possible Reumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 3 bulan.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
a) Stadium sinovitis, pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan
sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat
bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
b) Stadium destruksi, pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada
jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai
adanya kontraksi tendon.
c) Stadium deformitas, pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif
dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

5. Patofisiologi
Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan
sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis
menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan
memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan
akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan
dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan
sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena
serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya
elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema,
kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang
berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular
kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau
penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria.
Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada
nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan
sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara
permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).
Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah
dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari
tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai
dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada
orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang
lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat
ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis
yang difus

6. Tanda dan Gejala


Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti :
a) Nyeri persendian
b) Bengkak (Reumatoid nodule)
c) Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
d) Terbatasnya pergerakan
e) Sendi-sendi terasa panas
f) Demam (pireksia)
g) Anemia
h) Berat badan menurun
i) Kekuatan berkurang
j) Tampak warna kemerahan di sekitar sendi
k) Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal
l) Pasien tampak anemik
Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti :
a) Gerakan menjadi terbatas
b) Adanya nyeri tekan
c) Deformitas bertambah pembengkakan
d) Kelemahan
e) Depresi

Gejala Extraartikular artritis reumatoid yaitu:

a) Pada jantung : Reumatoid heard diseasure, Valvula lesion (gangguan


katub), Pericarditis, Myocarditis
b) Pada mata : Keratokonjungtivitis, Scleritis
c) Pada lympa : Lhymphadenopathy
d) Pada thyroid : Lyphocytic thyroiditis
e) Pada otot : Mycsitis

7. Gambaran Klinis
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis
reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang
bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat
bervariasi.
a) Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya
b) Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di
tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal.
Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang
c) Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata
tatapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan
kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung
selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam
d) Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran
radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi
tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram
e) Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi
metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah
beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada
kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder
dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan
mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam
melakukan gerak ekstensi
f) Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar sepertiga orang dewasa penderita arthritis Reumatoid. Lokasi
yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku)
atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian
nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya
nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit
yang aktif dan lebih berat
g) Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang
organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru
(pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.

Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada


persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai
persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang
serviks, dan temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan
simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari
berlangsung selama lebih dari 30 menit. Deformitas tangan dan kaki adalah
hal yang umum.

Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :

a) Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang
ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak
maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
b) Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi
juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
c) Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

8. Komplikasi
Komplikasi pada artritis reumatoid yaitu:
a) Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya
prosesgranulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule
b) Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot
c) Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli
d) Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang
disebabkan oleh adanya darah yang membeku
e) Terjadi splenomegali
f) Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar
kemampuannya untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah
putih dan trombosit dalam sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel
darah akan meningkat.
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis
dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti
inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (
disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor
penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis.

9. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
a) Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi anemia
dan leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita
b) Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada
jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan
( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang,
memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang
terjadi secara bersamaan.
c) Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
d) Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
e) Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih
besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon
inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan
lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
f) Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
g) Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration)
atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak
leukosit dan kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis
yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki
serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul
subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen
Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada
penegakan diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul Reumatoid, inflamasi
sendi yang ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan peninggian laju
endap darah dan factor Reumatoid yang positif sekitar 70%; pada awal
penyakit faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4
menurun. Pemeriksaan C- reaktifprotein (CRP) dan antibody antinukleus
(ANA) dapat menunjukan hasil yang positif. Artrosentesis akan
memperlihatkan cairan sinovial yang keruh, berwarna mirip susu atau kuning
gelap dan mengandung banyak sel inflamasi, seperti leukosit dan
komplemen (Smeltzer & Bare, 2002). Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk
membantu penegakan diagnosis dan memantau perjalanan penyakitnya. Foto
rongen akan memperlihatkan erosi tulang yang khas dan penyempitan
rongga sendi yang terjadi dalam perjalanan penyakit tersebut (Smeltzer &
Bare, 2002).

10. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan rheumatoid arthritis adalah remisi dengan
menekan aktivitas penyakit sepenuhnya melalui penatalaksanaan sinovitis,
menghilangkan nyeri, menjaga kemampuan fungsional, meningkatkan
kualitas hidup, meminimalisir kejadian tidak diinginkan, serta memberikan
tata laksana yang efektif. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:
a) Edukasi Pasien
Berikan edukasi meliputi etiologi hingga penatalaksanaan rheumatoid
arthritis pada pasien dan keluarga terdekat. Lakukan manajemen berat
badan, terutama ketika terdapat keterlibatan sendi penyangga tubuh.
b) Terapi Okupasional
Penilaian tempat kerja, kemampuan fungsional karyawan, serta teknik
manajemen stress dan nyeri. Penilaian dan modifikasi kebutuhan
lingkungan kerja dan rumah.
c) Fisioterapi
Tujuan dari fisioterapi adalah mengurangi nyeri dan kekakuan,
mencegah deformitas, memaksimalkan fungsi serta meningkatkan
kualitas hidup melalui peningkatan tonus otot. Aktivitas yang dilakukan
dapat berupa aktivitas aktif seperti latihan dan edukasi, maupun secara
pasif melalui latihan rentang gerak dan isometrik, termoterapi,
elektroterapi, serta terapi ultrasonografi.
d) Terapi farmakologi
Terapi farmakologi yang digunakan diantaranya:
1) Analgesik
Analgetik dapat berupa paracetamol dan obat anti inflamasi non
steroid seperti ibuprofen. Dapat juga diberikan agen cyclo-
oxygenase-2 (COX2) inhibitor seperti celecoxib.
Paracetamol dosis : 3 x 500 mg digunakan bila perlu
Celecoxib dosis : 2 x 100 – 200 mg digunakan bila perlu
Ibuprofen dosis : 3- 4 x 400 – 800 mg, maksimal 3.2 gram per hari,
digunakan bila perlu
2) Disease Modifying Anti-rheumatic Drugs (DMARDs)
Disease Modifying Anti-rheumatic Drugs (DMARDs), merupakan
agen yang menghambat umpan balik positif pemberian sinyal
inflamasi pada keadaan rheumatoid arthritis. Preparat yang sering
digunakan adalah:
Azathioprine : 1 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 1-2 dosis selama 6 –
8 minggu, dapat dinaikkan 0.5 mg/kgBB/hari setiap 4 minggu,
maksimal 2.5 mg/kgBB/hari
Siklosporin (cyclosporine A) : 2.5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 2
dosis selama 6-8 minggu, dapat ditingkatkan hingga 4 mg/kgBB/hari
secara bertahap
D-penicillamine : digunakan pada kasus aktif yang berat dengan
dosis 125-250 mg per hari selama 1 bulan. Dapat ditingkatkan
dengan jumlah dosis yang sama setiap 4 – 12 minggu hingga remisi.
Hentikan penggunakan obat ini apabila tidak ada respon dengan
pengobatan adekuat selama 12 bulan.
Hydroxychloroquine : dosis inisial 400 mg per hari dibagi menjadi 1-
2 dosis. Dosis rumatan 200-400 mg per hari sesuai respon terhadap
pengobatan.
Leflunomide : dosis inisial 100 mg satu kali per hari selama 3 hari.
Dilanjutkan dosis rumatan 10 – 20 mg satu kali per hari.
Methotrexate (MTX) : diberikan 7.5 mg per minggu. Dosis dapat
dinaikkan sesuai respon terhadap pengobatan, hingga maksimal 20
mg/ minggu.
Sulfasalazine (SSZ) : dosis awal 500 mg per hari selama 1 minggu
pertama, dilanjutkan sesuai respon pengobatan. Dapat ditingkatkan
500 mg setiap minggu, hingga maksimal 3 gram per hari dibagi
dalam 3-4 dosis.
3) Agen biologik
Agen Biologik, merupakan golongan obat yang menghambat reaksi
inflamasi pada beberapa tahapan imunologi seperti antagonis faktor
nekrosis tumor (TNFAs) dan inhibitor sitokin. Dapat digunakan
sebagai monoterapi atau kombinasi dengan DMARDs, seperti
methotrexate. Preparat yang paling umum digunakan adalah:
- Tumour necrosis factor alpha (TNFα) blockers:
Adalimumab : dosis 40 mg sebagai dosis tunggal setiap minggu
berselang
Etanercept : dosis 25 mg dua kali per minggu dengan jarak antar
dosis 3-4 hari atau 50 mg satu kali per minggu. Pengobatan
dihentikan apabila tidak ada respon terapi dalam 6 bulan
- Monoclonal antibodies against B cells:
Rituximab : diberikan sebagai dua kali dosis 1 gram infus
intravena dengan jarak anatar dosis 2 minggu. Digunakan
sebagai terapi kombinasi dengan MTX.
- Interleukin 1 (IL-1) blockers:
Anakinra : dosis 100 mg per hari, sebaiknya diberikan di waktu
yang sama setiap hari. Dapat digunakan sebagai terapi
kombinasi dengan MTX.
4) Steroid
Karena adanya dugaan keterlibatan sistem imun, steroid juga diduga
bermanfaat dalam penatalaksanaan rheumatoid arthritis. Dapat
diberikan prednisone 5-10 mg per hari sebagai terapi kombinasi
dengan regimen terapi lainnya.
e) Terapi pembedahan
Pertimbangkan terapi pembedahan jika:
- Nyeri menetap akibat kerusakan sendi atau penyakit jaringan lunak
lainnya
- Perburukan fungsi sendi
- Deformitas progresif, terutama jika ditemukan ruptur tendon,
kompresi saraf, dan stress fracture
- Sinovitis lokal yang menetap
f) Terapi non farmakologi
Adapun penatalaksaan untuk artritis reumatoid yaitu terapi non
farmakologis yang dimana ada terapi akupresur dan meditasi.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan
organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan
misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-
bentuk arthritis lainnya.
1) Identitas
2) Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada persendian, bengkak, dan terasa kaku
3) Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan terasa
kaku.
4) Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres
pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan
simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang,
pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise
Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktur/ kelaianan pada
sendi.
5) Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( pucat intermitten,
sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal)
6) Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan)
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya
ketergantungan pada orang lain).
7) Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi
makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia
Kesulitan untuk mengunyah ( keterlibatan TMJ )
Tanda : Penurunan berat badan
Kekeringan pada membran mukosa.

8) Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan
pribadi. Ketergantungan
9) Neurosensori
Tanda: Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris.
10) Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan
jaringan lunak pada sendi )
11) Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus.
Lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah
tangga.
Demam ringan menetap
Kekeringan pada meta dan membran mukosa.
12) Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain;
perubahan peran; isolasi

2. Diagnosa Keperawatan

3. Intervensi

4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
tindakan keperawatan
a) Mandiri
Aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri dan bukan
merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan.
b) Delegatif
Tindakan keperawatan atas intruksi yang diberikan oleh petugas
kesehatan yang berwenang
c) Kolaboratif
Tindakan keperawatan dan petugas kesehatan yang lain dimana
didasarkan atas keputusan bersama.

5. Evaluasi
Evaluasi diterapkan sesuai dengan implementasi diatas dan sesuai dengan
SOAP.
S : (Subjektif) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari
pasien setelah tindakan diberikan.
O : (Objektif) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
A : (Analis) adalah membandingkan antara informasi subjektif dan
objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi.
P : (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analisa.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda dan Kusuma Hardhi . 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : Mediaction
Jogja

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperwatan Indonesia.
Jakarta : Dewan pengurus pusat PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperwatan Indonesia.
Jakarta : Dewan pengurus pusat PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperwatan Indonesia. Jakarta
: Dewan pengurus pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai