Anda di halaman 1dari 24

Makalah

Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Rematik

Disusun Oleh :
Christiani Vemylia S. ( 2021.03.001)
Nopita Aryanti (2021.03.004)

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan William Booth

SURABAYA
BAB II
TUJUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit Artritis Reumatoid


A. Definisi
Artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun sistemik kronik yang
menyebabkan inflamasi jaringan ikat, terutama di sendi. Rangkaian dan
keparahan beragam, dan rentang manifestasi luas. Manifestasi RA mungkin
minimal, dengan inflamasi ringan hanya beberapa sendi dan sedikit kerusakan
struktural, atau sedikit progresif, dengan sendi multiple yang mengalami
inflamasi dan deformitas nyata. Sebagian besar pasien menunjukkan pola
keterlibatan simetrik sendi perifer multiple dan periode remisi dan eksaserbasi
(Priscilla, 2016).
Artritis reumatoid (AR) adalah penyakit peradangan sistemik kronis yang tidak
diketahui penyebabnya dengan manifestasi pada sendi perifer dengan pola
simetris. Konstitusi gejala, termasuk kelelahan, Malaise, dan kekakuan pada
pagi hari. Pada AR sering melibatkan organ ekstra artikular seperti kulit,
jantung, paru- paru, dan mata. AR menyebabkan kerusakan sendi dan dengan
demikian sering menyebabkan morbiditas dan kematian yang cukup besar
(Zairin, 2012).
B. Klasifikasi Rheumatoid Arthritis
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1) Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu
6 minggu.
2) Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda
dangejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
3) Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu
6 minggu.
4) Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu
3 bulan.
C. Etiologi
Menurut Zairin Nur Helmi (2012), penyebab arthritis reumatoid tidak diketahui.
Faktor genetik, lingkungan, hormon, imunologi, dan faktor-faktor infeksi
mungkin memainkan peran penting. Sementara itu, faktor sosial ekonomi,
psikologis, dan gaya hidup dapat mempengaruhi progresivitas dari penyakit.
Genetik : Sekitar 60% dari pasien dengan RA membawa epitop bersama dari
kluster HLA-DR4 yang merupakan salah satu situs pengikat peptide molekul
HLA-DR tertentu yang berkaitan dengan AR.
Lingkungan : Untuk beberapa dekade, sejumlah agen infeksi seperti organisme
mycoplasma, epstein-Barr dan virus rubella menjadi presdiposisi peningkatan
AR.
Hormonal : Hormon seks mungkin memainkan peran, terbukti dengan jumlah
perempuan yang tidak proporsional dengan AR, ameliorasi selama kehamilan,
kambuh dalam periode postpartum dini, dan insiden berkurang pada wanita
yang menggunakan kontrasepsi oral.
Imunologi : Semua elemen imunologi utama memainkan peran penting dalam
propagasi, inisiasi, dan pemeliharaan dari proses autoimun AR.Peristiwa seluler
dan sitokin yang mengakibatkan konsekuensi patologis kompleks, seperti
proliferasi sinovia dan kerusakan sendi berikutnya. Keterlibatan limfosit T dan
B, antigen presenting sel (misalnya sel B, makrofag, dan sel dendritik), serta
banyak sitokin. Penyimpangan produksi dan regulasi dari kedua sitokin
proinflamasi dan anti inflamasi jalur sitokin ditemukan di AR. Sel T CD4
Diasumsikan memainkan peran penting dalam inisiasi AR. Sel-sel kemudian
dapat mengaktifkan makrofag dan populasi sel lainnya, termasuk fibroblas
sinovia. Makrofag dan sinovia fibroblas menjadi produsen utama dari sitokin
proinflamasi TNF-alfa dan IL-Hiperaktivitas dari membran sinovia membentuk
jaringan pannus dan menyerang tulang sehingga mengalami degradasi oleh
aktivasi osteoklas. Perbedaan utama antara AR dan bentuk lain dari inflamasi
arthritis, seperti radang sendi psoriasis, tidak terletak pada pola sitokin mereka,
tetapi lebih pada potensi merusak yang sangat dari membrane sinovia AR dan
dan autoimun sistem lokal. Hubungan dua peristiwa tersebut tidak jelas, namun
respon autoimun dibayangkan mengarah pada pembentukan imunitas kompleks
yang yang mengaktifkanproses inflamasi ke tingkat yang lebih tinggi yang jauh
dari biasanya.
D. Patofisiologi
Dipercaya bahwa pajanan terhadap antigen yang tidak teridentifikasi (missal
virus) menyebabkan respon imun menyimpang pada pejamu yang rentan secara
genetik. Sebagai akibatnya, antibodi normal (imunoglobulin) menjadi
autoantibodi dan menyerang jaringan pejamu. Antibodi yang berubah ini,
biasanya terdapat pada orang yang mengalami RA, disebut faktor reumatoid
(reumatoid faktor,RF). Antibodi yang dihasilkan sendiri berikatan dengan
antigen target mereka dalam darah dan membran sinovial, membentuk
kompleks imun. Komplemen diaktivasi oleh kompleks imun, memicu respon
inflamasi pada jaringan sinovial.
Leukosit tertarik ke membran sinovial dari sirkulasi, tempat neutrofil dan
makrofag mengingesti kompleks imun dan melepaskan enzim yang
mendegradasi jaringan sinovial dan kartilago artikular. Aktivitas limfosit B dan
T menyebabkanpeningkatan produksi faktor reumatoid dan enzim yang
meningkatkan dan melanjutkan proses inflamasi.
Membran sinovial rusak akibat proses inflamasi dan imun. Membran sinovial
membengkak akibat infiltrasi leukosit dan menebal karena sel berproliferasi dan
membesar secara abnormal. Prostaglandin memicu vasodilatasi, dan sel sinovial
dan jaringan menjadi hiperaktif. Pembuluh darah baru tumbuh untuk
menyokong hiperplasia synovial, membentuk jaringan granulasi vaskuler
disebut pannus.
Kerusakan sendi yang terjadi pada RA merupakan hasil dari minimal 3 proses:
1. Pannus inflamasi menyebar untuk menutupi kartilago sendi dan
menghasilkan
enzim seperti kolagen dan dan protease lain yang memicu kerusakan jaringan.
2. Sitokin, khususnya interleukin 1 (IL-1) dan faktor nekrosis tumor Alfa (TNF-
alpha), mengaktivasi kondrosit untuk menyerang kartilago sendi.
3. Sitokin ini, bersama dengan IL-6, juga mengaktivasi osteoklas, menyebabkan
resorpsi dan demineralisasi tulang yang menyertai.
Kompleks imun yang bersirkulasi dan sitokin IL-1, TNF, dan IL-6
terhitung untuk gambaran sistemik RA, termasuk Malaise, keletihan, dan
vasculitis (Pricilla,2016).

2.1 Pathway

Reaksi factor, factor metabolik,factor Usia, infeksi oleh virus

Reaksi Peradangan Adanya gesekan pada


tulang

Proses menua Nyeri Kekakuan pada


sendi

Perubahan daya ingat Defisit Pengetahuan Gangguan mobilitas


fisik
E. Tanda dan Gejala
Pada setiap orang gejala Rematik yang dirasakan berbeda-beda, berikut
adalah beberapa tanda dan gejala umum yang dirasakan dari penyakit rematik :
1) Kekakuan pada dan seputar sendi yang berlangsung sekitar 30 – 60 menit
dipagi hari.
2) Bengkak pada beberapa sendi pada saat yang bersamaan.
3) Bengkak dari nyeri pada umumnya terjadi pada sendi-sendi tangan.
4) Bengkak dan nyeri umumnya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri pada
sedi yang sama dikedua sisi tubuh) dan umumnya menyerang sendi
pergelangan tangan.
5) Sakit atau radang dan terkadang bengkak dibagian persendian pergelangan
jari tangan, kaki, bahu, lutut, pinggung, punggung dan sekitar leher.
6) Sakit rematik dapat berpindah-pindah tempat dan bergantian bahkan
sekaligus diberbagai persendian.
7) Sakit rematik kambuh biasanya pada saat cuaca mendung saat mau hujan
setelah mengkonsumsi makanan pantangan seperti, sayur bayam,
kangkung, kelapa, santan, dan lain-lain (Haryono & Setianingsih, 2013)

tabel 2. 1 tanda dan gejala rematik menurut ARA


Kriteria Tanda dan gejala
1. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (morning stiffness).
2. Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya
pada satu sendi.
3. Pembengkakan (oleh penebalan jaringan lunak atau oleh evolusi
cairan) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-
kurangnya selama enam minggu.
4. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
5. Pembengkakan sendi yang bersifat simetris
6. Nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang di daerah ekstensor.
7. Gambaran foto rontgen yang khas pada artritis reumatoid.
8. Uji aglutinasi faktor rheumatoid.
9. Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
10. Gambaran histologik yang khas pada nodul.
11. Pengendapan cairan cousin yang jelek.

Hasil penilaian :
Klasik, bila terdapat tujuh kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama
enam minggu.
Definitif, bila terdapat lima kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya
selama
enam minggu.
Kemungkinan rheumatoid, bila terdapat tiga kriteria dan berlangsung sekurang-
kurangnya selama empat Minggu.

F. Pemeriksaan Penunjang
 Studi laboratorium
Tidak ada tes patognomonik tersedia untuk mengonfirmasi diagnosis AR,
melainkan diagnosis dibuat menggunakan klinis, laboratorium dan fitur
imaging.
1) Tanda peradangan, seperti LED dan CRP, berhubungan dengan aktivitas
penyakit. selain itu, nilai CRP dari waktu ke waktu berkorelasi dengan
kemajuan radiografi.
2) Parameter hematologi termasuk jumlah CBC dan analisis cairan sinovia.
(1)Profil sel darah lengkap: anemia, trombositosis, trombositopenia,
leukositosis dan leukopenia.
(2)Analisis cairan sinovia: inflamasi cairan sinovial, dan dominasi neutrofil
(60-80%).
(3)WBC count (>2000/uL) hadir dengan sejumlah WBC umumnya dari
5.000-50.000/uL
(4)Parameter imunologi: faktor rheumatoid hadir pada sekitar 60-80% pasien
dengan AR.
2.1.6.2 Studi imaging
1) Radiografi: perhatikan bahwa erosi mungkin ada pada kaki, bahkan tanpa
adanya rasa sakit dan tidak adanya erosi di tangan.
2) MRI: modalitas ini digunakan terutama pada pasien dengan kelainan tulang
belakang leher; pengenalan awal erosi berdasarkan Citra MRI telah cukup
divalidasi.
3) Ultrasonografi: modalitas ini memungkinkan pengakuan evolusi pada
sendi yang tidak mudah diakses (misalnya sendi pinggul dan sendi bahu
pada pasien obesitas) dan kista (kista baker).
4) Bone scanning: temuan dapat membantu membedakan inflamasi dari
perubahan yang bisa menyebabkan peradangan pada pasien dengan
minimal pembengkakan.
5) Densitometri: temuan yang berguna untuk membantu mendiagnosis
perubahan dalam kepadatan mineral tulang mengindikasikan
osteoporosis.
2.1.6.3 Pengujian lain
HLA-DR4 (shared apitop) dapat merupakan penanda yang dapat
membantu membedakan artritis di awal.
2.1.6.4 Prosedur
Bersama aspirasi, artroskopi diagnostik (histologi) dan biopsi
(misalnya, kulit, saraf, lemak, rektum, ginjal) dapat dipertimbangkan jika
vaskulitis atau amiloidosis ditemukan.
G. Penatalaksanaan
Perawatan yang optimal pasien dengan arthritis rheumatoid membutuhkan
pendekatan yang terpadu dalam terapi farmakologis dan non farmakologis.
2.1.7.1 Non farmakologis
1) Pendidikan kesehatan penting dalam membantu pasien untuk memahami
penyakit mereka dan belajar bagaimana cara mengatasi konsekuensinya.
2) Fisioterapi dan terapi fisik dimulai untuk membantu meningkatkan dan
mempertahankan berbagai gerakan, meningkatkan kekuatan otot, serta
mengurangi rasa sakit.
3) Terapi okupasi dimulai untuk membantu pasien untuk menggunakan
sendi dan tendon efisien tanpa menekankan struktur ini, membantu
mengurangi ketegangan pada sendi dengan splints dirancang khusus,
serta menghadapi kehidupan sehari-hari melalui adaptasi kepada pasien
dengan lingkungan dan penggunaan alat bantu yang berbeda.
4) Tindakan ortopedi meliputi tindakan bedah rekonstruksi.

2.1.7.2 Farmakologis
1) DMARD's merupakan ukuran yang paling penting dalam pengobatan
sukses AR. DMARD's dapat memperlambat atau mencegah
perkembangan kerusakan dan hilangnya fungsi sendi. Terapi DMARD
yang sukses dapat menghilangkan kebutuhan untuk obat antiinflamasi
atau analgesik lainnya. Agen Xenobiotic DMARD's, meliputi: garam
emas (misalnya, aurotiomalat, auranofit, lainnya); D-penisilamin;
klorokuin dan hidroksklorokuin; sulfasalazin (SSZ), metrotreksat
(MTX); azatioprina; dan siklosporin A.
2) Glukokortikoid adalah obat antiinflamasi manjur dan biasanya
digunakan pada pasien dengan AR untuk menjembatani waktu sampai
DMARD's efektif. Dosis prednison 10 mg per hari biasanya digunakan,
namun beberapa pasien mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi.
pengurangan dosis tepat waktu dan penghentian obat merupakan hal
penting terkait dengan efek samping penggunaan steroid jangka Panjang.

3) NSAID mengganggu sintesis prostaglandin melalui penghambatan


enzim siklooksigenase (COX) sehingga mengurangi pembengkakan dan
rasa nyeri namun, mereka tidak menghambat kerusakan sendi dan oleh
karena itu tidak cukup untuk mengobati AR ketika digunakan sendiri.
Serupa dengan glukokortikoid, mereka dapat dikurangi dalam dosis atau
dihentikan dengan terapi DMARD sukses.
4) Analgesik, seperti asetaminofen atau parasetamol, tramadol, kodein,
opiat, dan berbagai obat analgesik lainnya juga dapat digunakan untuk
mengurangi rasa sakit. Agen ini tidak mengobati kerusakan bengkak atau
sendi (Zairin, 2012).

H. Konsep Asuhan Keperawatan Artritis Reumatoid

Pasien yang mengalami gangguan kronik, progresif, sistemik seperti RA


memiliki kebutuhan asuhan keperawatan multiel yang melibatkan banyak pola
kesehatan fungsional. manifestasi fisik penyakit seringkali menyebabkan nyeri
akut dan kronik, keletihan, gangguan mobilitas, dan kesulitan melakukan tugas
rutin. Penyakit juga memiliki banyak efek psikososial. Pasien memiliki penyakit
kronik yang tidak dapat diobati yang dapat menyebabkan kelumpuhan berat.
Nyeri dan keletihan dapat menggangu kemampuan pasien melakukan peran
yang diharapkan, seperti pemeliharaan rumah atau tanggung jawab pekerjaan.
Meskipun tangan pasien dapat tampak bengkak atau deformitas, orang lain
mungkin tidak memahami sifat sistemik penyakit atau menyadari perbedaan
antara RA dan OA.
Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi
atau mengatasi masalah-masalah kesehatan. Proses keperawatan terdiri dari
lima tahapan, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksana
dan evaluasi.

A. Pengkajian
Menurut Pricilla, 2016 Pangkajian keperawatan pada pasien Artritis Reumatoid
sebagai berikut:
1. Identitas Klien
Jenis kelamin: Penelitian dari Mayo Clinic yang dilakukan di
Amerika Serikat menunjukkan antara 1995-2005, wanita penderita Artritis
Reumatoid mencapai 54.000 -100.000 orang, sedangkan pria hanya 29.000
dari 100.000 orang (Situmorang, 2017).
Umur : seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan memiliki resiko tinggi untuk menderita RA (Depkes 2013).

2. Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama : pengkajian kesehatan untuk menentukan masalah
dengan struktur atau fungsi muskuloskeletal dapat dilakukan selama
skrining kesehatan, dapat fokus pada keluhan utama seperti pada nyeri
sendi atau dapat menjadi bagian pengkajian kegiatan total. Jika pasien
memiliki masalah dengan struktur atau fungsi muskuloskeletal analisa
dan tanya,karakteristik, rangkaian, keparahan, faktor yang memprediksi
titrasi dan meredakan, dan semua gejala terkait, catat waktu dan kejadian.
 Riwayat Kesehatan Keluarga : Menurut (Mansjoer, 2011) Genetik
merupakan faktor keturunan yang terdapat (HLA) atau antigen limfosit
manusia yang tinggi. (HLA) terdapat rematik yang menunjukan adanya
hubungan aloagen sel B yang lebih dikenal anti bodi monoklonal dengan
status rematik atau rentan terkena rematik yang dapat dipengaruhi oleh
faktor keturunan atau genetik.

3. Pola Makan dan Minum


Pola makan yang salah menjadi salah satu pencetus terjadinya
kekambuhan. Di mana pola makan yang sehat sebaiknya dimulai dengan
mengadakan perubahan-perubahan kecil pada makanan yang kita pilih,
juga mengurangi makanan dapat mempengaruhi kekambuhan Penyakit
rematik seperti, produk kacang-kacangan seperti susu kacang, kacang
buncis, organ dalam hewan seperti; usus, hati, limpa, paru, otak, dan
jantung, makanan kaleng seperti, sarden, kornet sapi, makanan yang
dimasak menggunakan santan kelapa, beberapa jenis buah-buahan seperti
durian, air kelapa muda, minuman seperti alkohol dan sayur seperti
kangkung dan bayam (Putri,2012).

4. Kebersihan Diri
Penyebab salah satunya yang sering terjadi rematik inilah alasan
mengapa mandi malam dilarang tetapi semata-mata bukan karena mandi
malam. Karena air dan udara yang dingin memicu pengaruh terhadap
kapsul sendi sehingga membuat persendian semakin nyeri. Itulah
alasannya sehingga malam tidak di anjurkan mandi air dingin tetapi yang
dianjurkan adalah air hangat (Syam S, 2012).

5. Pola kegiatan/Aktivitas Sehari-hari


Rematik sering terjadi pada orang mempunyai aktivitas yang
berlebihan dan melakukan pekerjaan yang banyak dalam jangka waktu
yang lama dengan posisi jalan maupun berdiri dengan rentan yang lama
karena terjadi penekanan yang berlebihan pada sendi lutut, semakin berat
aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam kegiatan sehari-hari sering
dapat mengakibatkan kekambuhan rematik pada saat lansia (Andaniar,
2010).

6. Pengkajian Musculoskeletal
Pengkajian keperawatan sistem muskuloskeletal dapat dilakukan
sebagai bagian pengkajian total atau sendiri untuk pasien yang diketahui
atau dicurigai mengalami makalah teknik yang digunakan untuk mengkaji
sistem muskuloskeletal adalah inspeksi palpasi dan pengukuran massa
otot
dan rentang gerak sendi (ROM). Sebelum pengkajian, kumpulkan semua
peralatan dan jelaskan teknik untuk menurunkan ansietas pasien:
Kaji sendi untuk pembengkakan, nyeri, kemerahan, hangat, crepitus, dan
ROM. Hanya kaji ROM pada setiap sendi jika pasien memiliki masalah
muskuloskeletal; akan tetapi, mengkaji satu sendi atau lebih merupakan
bagian umum asuhan keperawatan.
Berikut ini pengkajian pada pasien artritis rheumatoid:
1) Pengkajian gaya berjalan dan postur tubuh
Inspeksi postur tubuh dan gaya berjalan. Postur tubuh harus tegak; gaya
berjalan harus halus dan mantap
2) Pengkajian sendi
Inspeksi sendi mengenai adanya deformitas, pembengkakan, dan
kemerahan.

3) Pengkajian rentang gerak sendi


Kaji ROM sendi dengan meminta pasien untuk melakukan aktivitas
spesifik untuk setiap sendi, seperti berikut ini:
Jari:
Fleksi: "membuat kepalan tangan".
Ekstensi: "membuka tangan anda".
Abduksi: "Buka jari Anda".
Adduksi: "Rapatkan jari Anda".
Siku:
Fleksi 160 derajat: "Sentuh tangan hingga bahu Anda".
Ekstensi 180 derajat: "luruskan siku Anda"
Supinasi 90 derajat: "tekuk siku Anda 90 derajat, dan putar telapak
tangan ke atas".
Pronasi 90 derajat: "tekuk siku Anda 90 derajat dan turunkan kepalan
tangan ke bawah".
Pergelangan kaki:
Dorsi fleksi 20 derajat: "Arahkan kaki anda ke langit-langit".
Plantar fleksi 45 derajat: "arahkan kaki anda ke lantai".
Inversi 30 derajat: "berjalan pada sisi luar kaki anda".
Evensi 20 derajat: "berjalan pada sisi dalam kaki anda".

7. Analisa Data
Analisa data merupakan kemampuan konitif dalam pengembangan gaya
berfikir dan penalaran yang dipergaruhi oleh latar belakang ilmu dan
pengetahuan,pengalaman, dan pengertian keperawatan. Analisa data
adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan berfikir rasional
sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan. Dalam melakukan
Analisa data, diperlukan kemampuan mengaitkan data dan
menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang
relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah
Kesehatan dan keperawatan klien.

8. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


I. Nyeri kronis b.d Kondisi musculoskeletal kronis
Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan intensitas ringan hingga berat dan konsisten, yang
berlangsung
lebih dari 3 bulan.
Gejala dan tanda mayor :
Subjektif
1) Mengeluh nyeri
2) Merasa depresi atau tertekan
Objektif
1) Tampak
2) Meringis
3) Gelisah tidak mampu menuntaskan aktivitas

Gejala dan tanda minor


Subjektif
1) Merasa takut mengalami cedera berulang
Objektif
1) bersikap protektif (misal posisi menghindari nyeri)
2) Waspada
3) pola tidur berubah
4) anoreksia
5) Fokus menyempit
6) berfokus pada diri sendiri

II. Gangguan Mobilitas Fisik b.d gangguan musculoskeletal


Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas
secara mandiri.
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1) Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
Objektif
1) Kekuatan otot menurun
2) Rentang gerak atau ROM menurun
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1) Nyeri saat bergerak
2) Enggan melakukan pergerakan
3) Merasa cemas saat bergerak
Objektif
1) Sendi kaku
2) Gerakan tidak terkoordinasi
3) Gerakan terbatas
4) Fisik lemah

 Defisit Pengetahuan tentang artritis rheumatoid b.d Kurang


terpapar
informasi
Definisi: Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan
dengan topik tertentu.
gejala dan tanda mayor
Subjektif
1) Menanyakan masalah yang dihadapi
objektif
1) menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran
2) Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah
gejala dan tanda minor
Subjektif
(Tidak tersedia)
objektif
1) menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
2) menunjukkan perilaku berlebihan (misal apatis, bermusuhan, agitasi
histeria)

I. Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI

Diagnosa Luaran Intervensi


1. Nyeri kronis 1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
b.d Kondisi Setelah dilakukan
musculoskeletal intervensi selama Observasi
kronis 24jam,maka 1. Identifikasi lokasi,
tingkatnyeri menurun karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan kualitas,
kriteria hasil: intensitas nyeri
a)Kemampuan 2. Identifikasi skala nyeri
menuntaskan 3.Identifikasi respons nyeri non
aktivitasmeningkat verbal
b) keluhan nyeri 4. Identifikasi faktor
menurun yangmemberatkan
c)Meringis menurun danmemperingan nyeri
d) Sikap protektif 5.Identifikasi pengetahuandan
menurun keyakinan tentang nyeri
e)Gelisah menurun 6.Identifikasi pengaruhbudaya
f) Kesulitan tidur terhadaprespon nyeri
menurun 7.Identifikasi pengaruh nyeri
g) Berfokus pada pada kualitas hidup
dirisendiri menurun 8.Monitor keberhasilan terapi
h)Perasaan depresi komplementer yangsudah
(tertekan)menurun diberikan
i) Perasaan takut 9.Monitorefek samping
mengalami cedera penggunaan analgetik
berulang menurun Terapeutik
j)Anoreksia menurun 1. Berikan teknik non
k) Frekuensi nadi farmakologis untuk
membaik mengurangi rasa nyeri
l)Polanafas membaik (mis. TENS, hipnosis,
m)Fokus membaik akupresur, terapi
n)Polatidur membaik musik,biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
2.Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan,pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4.pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3.Anjurkan
memonitornyeri secara
mandiri
4.Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Perawatankenyamanan
Observasi
1. Identifikasi gejala
yangtidak menyenangkan
(mis. Mual,nyeri,gatal,
sesak)
2.Identifikasi
pemahamantentang
kondisi, situasi dan
perasaannya
3. Identifikasi masalah
emosional dan spiritual
Terapeutik
1. Berikan posisi yang
nyaman
2.Berikankompres dingin
atau hangat
3.Ciptakan lingkungan
yang nyaman
4. Berikan pemijatan
5.Berikanterapi akupresur
6.Berikanterapi hypnosis
7. Dukungan keluarga dan
pengasuh terlibat dalam
terapi atau
pengobatan
8.Diskusikan mengenai
situasi dan pilihan terapi
atau
pengobatan yang
diinginkan
Edukasi
1. Jelaskan mengenai
kondisi dan pilihan terapi
atau
pengobatan
2. Ajarkan terapi relaksasi
3. Ajarkan latihan
pernafasan
4. Ajarkan teknik distraksi
dan imajinasi terbimbing
Kolaborasi
1.Kolaborasi pemberian
analgesik,
antipruritus,antihistamin,
jika perlu

Terapi relaksasi

Observasi
1.Identifikasi
penurunantingkat
nyeri,ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau
gejala lain yang
mengganggu
kemampuan kognitif
2. Identifikasi teknik
relaksasi yang pernah
efektif digunakan
3.Identifikasi
kesediaan,kemampuan,
dan penggunaan teknik
sebelumnya
4. Periksa ketegangan
otot, frekuensi nadi,
tekanan darah dan
suhu sebelum dan sesudah
Latihan
5. Monitor respons
terhadapterapirelaksasi
Terapeutik
1.Menciptakan
lingkungan tenang dan
tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan
2. Berikan informasi
tertulistentang persiapan
dan prosedur
teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian
longgar
4. Gunakan nada suara
lembut dengan irama lambat dan
berirama
5.Menggunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai
Edukasi
1. jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan
jenis relaksasi yang
tersedia (,mis. Musik,
meditasi, nafas dalam,
relaksasi otot
progresif)
2. Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
3.Anjurkan mengambil
posisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
5.Anjurkan sering
mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
6. Demonstrasikan dan
latih teknik relaksasi
(mis. Napas dalam,
peregangan,
atauimajinasi
terbimbing).
2. Gangguan Mobilitas fisik
Mobilitas Fisik Dukungan ambulasi
b.d gangguan Setelah dilakukan
musculoskeletal intervensi selama Observasi
48jam,maka tingkat - Identifikasi adanya nyeri atau
mobilitas fisik keluhan fisik lainnya
meningkat dengan - Identifikasi toleransi fisik
kriteria hasil: melakukan ambulasi
1.Pergerakan - monitor frekuensi jantung dan
ekstremitameningkat tekanan darah sebelum
2.Kekuatanotot memulai ambulasi
meningkat - Monitor kondisi umum selama
3.Rentanggerak melakukan ambulasi
(ROM) meningkat Terapeutik
4. nyeri menurun
5.kecemasan - Fasilitasi aktivitas ambulasi
menurun dengan alat bantu (mis.
6.Kakusendi tongkat, kruk)
menurun - Fasilitasi melakukan mobilisasi
7.Gerakantidak fisik, jika perlu
terkoordinasi - Libatkan keluarga untuk
menurun membantu pasien dalam
8. Gerakan terbatas meningkatkan ambulasi
menurun Edukasi
9. kelemahan fisik - Jelaskan tujuan dan prosedur
menurun ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi
dini
- ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)
Dukungan mobilisasi
Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
Terapeutik
- fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (misal
pagar tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi
dini
Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (misal
duduk di tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
3. Defisit Tingkat pengetahuan Edukasi Kesehatan
Pengetahuan Setelah dilakukan Observasi
tentang artritis intervensi selama 12 - identifikasi kesiapan dan
rheumatoid b.d jam, maka tingkat kemampuan menerimainformasi
Kurangterpapar pengetahuanmembai - identifikasi faktor-faktor yang
informasi k dapat meningkatkan dan
dengan kriteria hasil: menurunkan motivasi perilaku
1. Perilaku sesuai hidup bersih dan sehat
anjuran meningkat Terapeutik
2.Pertanyaan tentang - Sediakan materi dan media
masalahyang pendidikan kesehatan
dihadapi menurun - Jadwalkan pendidikan
3. Persepsi yang kesehatan sesuai kesepakatan
keliruterhadap - Berikan kesempatan untuk
masalahmenurun bertanya
4.Menjalani perilaku Edukasi
yang tidak tepat - Jelaskan faktor resiko yang
menurun dapat mempengaruhikesehatan
5. perilaku membaik - Ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat
ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat

5. Implementasi Keperawatan
Menurut Mubarak (2012), tahapan dimana perawat mendapatkan kesempatan
untuk membangkitkan minat keluarga dalam mengadakan perbaikan kearah
perilaku hidup sehat.
Pelaksana adalah inisiatif dari rencana tindakan yang spesifik untuk membantu
klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam,2014).
6. Evaluasi Keperawatan
Sesuai dengan rencana tindakan yang diberikan, tahap penilaian yang
dilakukan untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak belum berhasil maka
perlu disusun rencana baru yang sesuai (Mubarak,2012).
Evaluasi yang diharapkan pada asuhan keperawatan keluarga dengan
Rheumatoid Arthritis adalah :
II.4.6.1 Keluarga dapat menjelaskan secara lisan tentang penyakit
Rematik.
II.4.6.2 Keluarga dapat mengambil keputusan untuk merawat
anggota keluarga dengan penyakit Rematik.
II.4.6.3 Keluarga dapat melakukan perawatan yang tepat terhadap
anggota keluarga yang menderita Rematik.
II.4.6.4 Keluarga dapat memodifikasi lingkungan yang dapat
menunjang penyembuhan dan pencegah

DAFTAR PUSTAKA
Helmi, Zairin Noor, 2014, Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta :
SalembaMedika.
Iqbal Mubarak, Wahit. 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsep dan Aplikasi
dalam Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Junaidi, I, 2013, Rematik Dan Asam Urat. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer.
Lahemma, A. 2019. Pengaruh Terapi Back Massage terhadap Penurunan
Tingkat Nyeri Pada Penderita Rheumatoid Arthritis, 1–7
LeMone, Pricilla DKK, 2016, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah :
gangguan musculoskeletal. Jakarta : EGC.
Lukman dan Nurma.2012. asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Musculoskeletal. Jakarta : Salemba Medika.
PPNI, 2016, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indicator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindikan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI, 2018, Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai