Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan
meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga
usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu
tampak pula pada semua sistem tubuh termasuk sistem muskuloskeletal.
Salah satu golongan penyakit yang sering menyertai usia lanjut yang
menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah reumatoid artritis.
Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan
meningkatnya usia manusia.

Biasanya reumatoid artritis timbul secara sistemik. Gejala yang timbul


berupa nodul subkutan yang terlihat pada 30% penderita. Nodul sering
terdapat di ekstremitas atas dan tampak sebagai vaskulitis reumatoid, yang
merupakan manisfestasi ekstraartikuler. Bila penyakit ini terjadi bukan pada
sendi, seperti bursa, sarung tendon, dan lokasi lainnya dinamakan reumatoid
ektraarikuler. Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan
suatu sindrom dan golongan penyakit yang menampilkan perwujudan
sindroma reumatik cukup banyak, namun semuanya menunjukkan adanya
persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi,
reumatik dapat terungkap sebagai keluhan atau tanda.

Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem


muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan dan kelemahan, serta adanya tiga
tanda utama yaitu: pembengkakan sendi, kelemahan otot, dan gangguan
gerak. (Soenarto, 2000). Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari
kanak – kanak sampai usia lanjut, atau sebagai kelanjutan sebelum usia
lanjut. Pucak dari reumatoid artritis terjadi pada umur dekade keempat, dan
penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari pada laki- laki.
Pengetahuan tentang asuhan keperawatan muskuloskeletal mengenai
reumatoid artritis sangat dibutuhkan mahasiswa keperawatan ataupun

1
seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara
kompherensif. Oleh Karena itu kami akan membahas lebih lanjut tentang
asuhan keperawatan reumatoid artritis.

1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dasar reumatoid
artritis dan asuhan keperawatan pada klien dengan reumatoid artritis.
b. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan
reumatoid artritis.
2) Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada
klien dengan reumatoid artritis.
3) Mahasiswa Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada
klien dengan reumatoid artritis.
4) Mahasiawa Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada
klien dengan reumatoid artritis.
5) Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada
klien dengan reumatoid artritis.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Arthritis Rheumatoid

Kata arthritis berasal dari kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi.
Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang
sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun
dimana persendian (sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan
kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002).

Artritis reumatoid (rheumatoid arthritis, RA) adalah gangguan inflamasi


yang tidak diketahui penyebabnya yang biasanya mengenai sendi synovial.
Fagositosis memproduksi enzim di dalam sendi. Enzim memecah kolagen
sehingga menyebabkan edema, dan pada akhirnya pembentukan pannus.
Pannus menghancurkan kartilago dan mengerosi tulang. Dampaknya adalah
hilangnya permukaan artikular dan pergerakan sendi. Serabut otot
mengalami perubahan degenaratif. Kekuatan elastisitas dan kontraktil
tendon dan ligament hilang. Artritis rheumatoid menyerang 1% populasi di
seluruh dunia, terjadi dua sampai empat kali lebih sering pada wanita
dibanding pria.

Penyakit AI dibagi menjadi penyakit AI reumatik yang menyerang otot dan


sendi dan penyakit AI lainnya yang dikelompokkan berdasarkan organ
utama yang terlibat.Sejumlah penyakit AI dengan gejala reumatik AI.
Contohnya adalah AR,LES, polimialgia reumatika,sklerosis
sistemik,sindrom sjogren,polimiositis dan dermatomiositis,arteritis dengan
nekrosis(necrotizing arteritis), miastenia gravis,sarkoidosis dan sejumlah
spektrum dengan sindrom serupa.

Reumatoid Artritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang


menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang
biasanya mengalami kerusakan pertama kali adalah membran sinovial, yang

3
melapisi sendi. Pada RA, inflamasi tidak berkurang dan menyebar ke
struktur sendi disekitarnya, termasuk kartilago artikular dan kapsul sendi
fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon mengalami. Inflamasi ditandai oleh
akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis ekstensif, dan
pembentukan jaringan parut. Pada inflamasi kronis, membran sinovial
mengalami hipertropi dan menebal sehingga menyumbat aliran darah dan
lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel dan respon inflamasi. Sinovium yang
menebal menjadi ditutup oleh jaringan granular inflamasi yang disebut
panus. Panus dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan
inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Sehingga merusak
tulang dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas. (Corwin, 2009).

Gambar 2.1 Reumatoid Artritis

2.2 Klasifikasi Artritis Reumatoid


a. Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menadi 4 tipe :
1). Reumatoid Arthritis Klasik
Pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
2). Reumatoid Arthritis Defisit
Pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
3). Probable Reumatoid Arthritis
Pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.

4
4). Possible Reumatoid arthritis
Pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3
bulan.
b. Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1) Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial
yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat
bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
2) Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial
terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya
kontraksi tendon.
3) Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang
kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

Karakteristik Pola Gangguan Pada Sendi :


a. Dimulai dengan sendi yang kecil di tangan, pergelangan tangan, dan
kaki.
b. Secara progresif mengenai lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki,
tulang servikal, dan sendi temporomandibular.
c. Awitan gejala biasanya akut, terjadi di kedua sisi (bilateral), dan
simetris.
d. Sendi mungkin teraba panas, bengkak, dan nyeri kaku sendi sering kali
terjadi di pagi hari.
e. Deformitas tangan dan kaki dapat terjadi akibat kesalahan kesejajaran
dan imobilisasi.

2.3 Etiologi
Penyebab pasti rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti,
diperkirakan merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan,

5
hormonal dan faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar
adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus. Menurut Smith
dan Haynes (2002), ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan
seseorang menderita rheumatoid arthritis yaitu :
a. Faktor genetik
Beberapa penelitian yang telah dilakukan melaporkan terjadinya
rheumatoid arthritis sangat terkait dengan faktor genetik. Delapan puluh
persen orang kulit putih yang menderita rheumatoid arthritis
mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 pada MHC yang terdapat
di permukaan sel T. Pasien yang mengekspresikan antigen HLA-DR4
3,5 kali lebih rentan terhadap rheumatoid arthritis.
b. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGC
dan faktor Reumatoid
c. Usia dan jenis kelamin
Insidensi rheumatoid arthritis lebih banyak dialami oleh wanita
daripada laki-laki dengan rasio 2:1 hingga 3:1. Perbedaan ini
diasumsikan karena pengaruh dari hormon. Wanita memiliki hormon
estrogen sehingga dapat memicu sistem imun. Onset rheumatoid
arthritis terjadi pada usia sekitar 50 tahun.
d. Infeksi
Infeksi dapat memicu rheumatoid arthritis pada host yang mudah
terinfeksi secara genetik. Virus merupakan agen yang potensial memicu
rheumatoid arthritis seperti parvovirus, rubella, EBV, borellia
burgdorferi.
e. Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial),
mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik (Suratun,
Heryati, Manurung & Raenah, 2008).

2.4 Manifestasi Klinis


a. Pada tahap awal klien dengan rheumatoid arthritis akan menunjukan
tanda dan gejala seperti :
1) Nyeri persendian

6
2) Bengkak (Reumatoid nodule)
3) Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
4) Terbatasnya pergerakan
5) Sendi-sendi terasa panas
6) Demam (pireksia)
7) Anemi
8) Berat badan menurun
9) Kekuatan berkurang
10) Tampak warna kemerahan di sekitar sendi
11) Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal
b. Pada Tahap Yang Lanjut Akan Ditemukan Tanda Dan Gejala Seperti :
1) Gerakan menjadi terbatas
2) Adanya nyeri tekan
3) Deformitas bertambah pembengkakan
4) Kelemahan
5) Depresi
c. Gejala Extraartikular :
1) Pada jantung : Reumatoid heard diseasure,  Valvula lesion
(gangguan katub), Pericarditis, Myocarditis
2) Pada mata : Keratokonjungtivitis, Scleritis
3) Pada lympa : Lhymphadenopathy
4) Pada thyroid : Lyphocytic thyroiditis
5) Pada otot : Mycsitis
Manifestasi klinis ditentukan oleh stadium dan tingkat keparahan penyakit.
a. Nyeri, pembengkakan, sensasi hangat, eritema dan kurangnya fungsi
pada sendi adalah gejala klasik.
b. Palpalasi sendi mengungkapa adanya jaringan yang menyerupai spons
atau lunak.
c. Cairan biasanya dapat diaspirasi dari sendi yang meradang (inflamasi).
Manifestasi Ekstraartikular
a. Demam, penurunan berat bdan, keletihan, anemia, perubahan sensorik,
dan pembesaran nodus limfe.

7
b. Fenomena Raynaud (vasospasme yang disebabkan oleh udara dingin
dan stres).
c. Nodul reumatoid, tidak nyeri saat ditekan dan dapat digerakkan
ditemukan di dalam jaringan subkutan di atas tonjolan tulang.
d. Arteritis, neuropati, skleritis, perikarditis, splenomegali, dan sindrom
Sjögren (mata dan membrane mukosa kering)

Ada beberapa gambaran klinis yang ditemukan pada penderita artritis


reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang
bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat
bervariasi.

a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan


menurun dan demam.
b. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di
tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs
distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat
generalisata tatapi terutama menyerang sendi-sendi.
d. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran
radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi
tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.
e. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi
metakarpofalangeal, deformitas boutonniere adalah beberapa deformitas
tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi
(tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi
metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan mengalami
pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak
ekstensi.
f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar sepertiga orang dewasa penderita arthritis Reumatoid. Lokasi
yang paling sering dari deformitas ini adalah sendi siku

8
g. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang
organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru
(pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.

2.5 Patofisiologi Artritis Reumatoid


Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya)
terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan
enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen
sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya
pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan
sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena
serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya
elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).

Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti


vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.  Peradangan yang
berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular
kartilago dari sendi.  Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau
penutup yang menutupi kartilago.  Pannus masuk ke tulang sub chondria.
Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada
nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis. 

Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. 


Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan
sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).  Kerusakan
kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa
menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian.  Invasi dari tulang
sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.

Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan


adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang
yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.

9
Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai
dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus
(Long, 1996).

2.6 Komplikasi Reumatoid Artritis


Secara umum rheumatoid arthritis bersifat progresif dan tidak dapat
disembuhkan, tetapi pada beberapa pasien penyakit ini secara bertahap
menjadi kurang agresif dan gejala bahkan dapat membaik. Bagaimanapun,
jika terjadi kerusakan tulang dan ligamen serta terjadi perubahan bentuk,
efeknya akan menjadi permanen. Kecacatan dan nyeri sendi dalam
kehidupan sehari-hari adalah hal yang umum.
Rheumatoid arthritis adalah penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi
bagian lain dari tubuh selain sendi. Efek ini meliputi :
a. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya
prosesgranulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
b. Sistem Muskuloskeletal : Pada otot dapat terjadi myosis karena proses
granulasi jaringan otot dan Osteoporosis
c. Sistem Pembulu Darah : Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada
pembuluh darah yang disebabkan oleh adanya darah yang membeku.
d. Splenomegali : Slenomegali merupakan pembesaran limfa, jika limfa
membesar kemampuannya untuk menangkap dan menyimpan sel-sel
darah akan meningkat.
e. Sistem Pencernaan : Pada sistem pencernaan yang sering dijumpai
adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama
penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) yang menjadi
faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis
reumatoid.
f. Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas sehingga
sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik.
g. Infeksi : Pasien dengan RA memiliki risiko lebih besar untuk infeksi.
Obat imunosupresif akan lebih meningkatkan risiko.

10
h. Penyakit Paru-Paru : Sebuah studi kecil menemukan prevalensi tinggi
peradangan paru dan fibrosis pada pasien yang baru didiagnosis RA,
namun temuan ini dapat dikaitkan dengan merokok.
i. Sindrom Felty : Kondisi ini ditandai dengan splenomegali, leukopenia
dan infeksi bakteri berulang. Ini mungkin merupakan respon disease-
modifying antirheumatic drugs (DMARDs).
j. Limfoma dan kanker lainnya : RA terkait perubahan sistem kekebalan
tubuh. (Shiel, 2011)

2.7 Diagnosis Rheumatoid Arthritis


a. Pengkajian dan Metode Diagnostik
1. Beberapa factor turut berperan dalam diagnosis arthritis
rheumatoid. Nodul rheumatoid, inflamasi sendi yang terdeteksi
saat palpasi, hasil pemeriksaan laboratorium perubahan ekstra-
artikular.
2. Factor reumatoid dijumpai pada sekitar tiga perempat pasien.
3. Jumlah sel darah merah dan komponen komplemen C4 menurun
laju endap darah meningkat.
4. Protein C-reaktif dan hasil tes antibody antinuclear mungkin
postif.
5. Artrosentesitas dan sinar X (foto rongent) mungkin dilakukan.
b. Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis
Reumatoid Arnett F, 1998;
Kriteria Definisi
a. Kaku pagi hari Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan
disekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum
perbaikan maksimal
b. Artritis Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih
efusi (bukan pertumbuhan tulang) Dalam kriteria ini
terdapat 14 persendian yang memenuhi kriteria yaitu PIP,
MCP, pergelangan tangan, siku pergelangan kaki dan
MTP kiri dan kanan. Sekurang-kurangnya terjadi
pembengkakan satu persendian tangan seperti yang

11
tertera diatas.
c. Artritis simetris Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera pada
kriteria 2 pada kedua belah sisi, keterlibatan PIP, MCP
atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak
bersifat simetris.
d. Nodul RA Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan
ekstensor atau daerah juksta-artrikular yang diobservasi
oleh seorang dokter.
e. Faktor Serum Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang
diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif
kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa.
f. Perubahan Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi
gambaran arthritis reumotoid pada periksaan sinar X tangan
posteroanterior atau pergelangan tangan yang harus
menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang
berlokalisasi pada sendi

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Penunjang
Berikut adalah pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan
diagnosis :
a. Pemeriksaan cairan sinovial
1. Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang
menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses
inflamasi yang didominasi oleh sel neutrophil (65%).
3. Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum dan
berbanding terbalik dengan cairan sinovium.
b. Pemeriksaan darah tepi
1. Leukosit : normal atau meningkat ( <>3 ). Leukosit menurun
bila terdapat splenomegali; keadaan ini dikenal sebagai Felty’s
Syndrome.
2. Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.
c. Pemeriksaan kadar sero-imunologi

12
1. Rheumatoid factor + Ig M -75% penderita ; 95% + pada
penderita dengan nodul subkutan.
2. Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis
rheumatoid dini.
3. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan
pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang
yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi
formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio.
Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
4. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
5. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi
dan perkembangan panas.

2.9 Penatalaksanaan Keperawatan Artritis Reumatoid


Masalah yang paling sering dialami oleh pasien artritis reumatoid mencakup
nyeri, keletihan, perubahan alam kesadaran (mood), dan keterbatasan
mobilitas. Pasien yang baru di diagnosa artritis reumatoid memerlukan
informasi mengenai penyakit ini untuk menetapkan keputusan
penatalaksanaan diri sehari-hari dan menghadapi penyakit kronis.

1. Meredakan nyeri dan ketidaknyamanan


a. Berikan berbagai upaya kenyamanan (mis., kompres panas atau
dingin, perubahan posisi, istirahat kasur busa, bantal suportif,
bebat teknik relaksasi, aktivitas pengalihan).
b. Berikan obat antiinflamasi, analgesik dan obat antireumatik kerja
lambat sesuai resep.
c. Individualisasikan jadwal pemberian obat untuk memenuhi
kebutuhan pasien dalam penatalaksanaan nyeri.
d. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya mengenai
nyeri dan sifat kronis penyakit.

13
e. Jelaskan tentang patofisiologi nyeri, dan reumatik dan bantu
pasien menyadari bahwa nyeri sering kali berujung pada
penggunaan metode terapi yang tidak terbukti.
f. Kaji perubahan subjektif nyeri.
2. Mengurangi Keletihan
a. Berikan informasi mengenai keletihan. Jelaskan kaitan antara
aktivitas penyakit dan keletihan. Jelaskan tindakan kenyamanan
saat memberikannya tetapkan dan dorong penerapan rutinitas
tidur (mandi air hangat dan teknik relaksasi yang memudahkan
tidur). Jelaskan pentingnya istrahat untuk meredakan stres
sistematik, artikular dan emosional.
b. Jelaskan bagaimana menggunakan teknik penghematan energi
(memberikan jeda antar aktivitas, mendelegasikan tugas, dan
menetapkan prioritas).
c. Identifikasi faktor fisik dan emosional yang dapat menyebabkan
keletihan.
d. Fasilitasi pembuatan jadwal aktivitas / istrahat yang tepat.
e. Dorong kepatuhan pasien terhadap program terapi.
f. Rujuk dan dorong program pengondusian
g. Dorong nutrisi yang adekuat, termaksud zat besi dari makanan dan
suplemen.
3. Meningkatkan Mobilias
a. Dorong pasien untuk mengungkapkan mengenai keterbatasan
mobilitas.
b. Kaji kebutuhan akan konsultasi terapi okupasional atau terapi
fisik. Tekankan terapi tentang rentang pergerakan pada sendi yang
terganggu tingkatkan penggunaan alat, bantu ambulasi, jelaskan
penggunaan alas kaki yang aman, terapkan posisi/ postur
individual yang tepat.
c. Bantu pasien mengidentifikasi barier atau hambatan lingkungan.
d. Tolong kemandirian pasien dalam mobilitas, dan bantu sesuai
kebutuhan. Berikan banyak waktu untuk aktivitas , berikan waktu

14
istrahat setelah aktivitas, tekankan prinsip-prinsip perlindungan
sendi dan penyederhanaan kerja.
e. Mulai perujukan ke lembaga kesehatan komunitas.
4. Memfasilitasi Perawatan Diri
a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi defisit perawatan diri dan
faktor-faktor yang menghambat kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri.
b. Buat rencana berdasarkan presepsi pasien dan prioritas tentang
bagaimana menetapkan dan mencapai tujuan guna memenuhi
kebutuhan perawatan diri yang mencakup perlindungan sendi,
penghematan energi dan konsep penyederhanaan kerja. Berikan
alat bantu yang tepat dorong penggunaan alat bantu yang tepat dan
aman. Gali cara-cara berbeda bersama pasien untuk melaksanakan
tugas yang sulit atau untuk memperoleh bantuan dari orang lain.
c. Konsultasikan dengan lembaga layanan kesehatan komunitas
ketika pasien telah mencapai tingkat perawatan diri yang
maksimal tetapi masih mengalami sejumlah defisit, terutama
mengenai keamanan.
5. Meningkatkan Citra Tubuh dan Keterampilan Koping
a. Bantu pasien mengidentifikasi elemen-elemen pengontrol gejala
penyakit dan pengobatan.
b. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, presepsi, dan
ketakutannya.
c. Identifikassi area-area dalam hidup yang dipengaruhi oleh
penyakit. Jawab pertanyaan dan hilangkan mitos-mitos yang
mungkin ada.
d. Buat rencana untuk menangani gejala dan dapatkan dukungan dari
keluarga dan teman guna meningkatkan fungsi sehari-hari.

15
BAB III
ANALISA KASUS

Seorang perempuan yang bernama YEN berusia 60 tahun dibawah ke rumah sakit
dengan keluhan rasa sakit dan nyeri di bagian punggung ke bawah dan bagian
lutut kirinya. Rasa sakit tersebut dirasakan sejak 2 hari yang lalu akibat terjatuh.

16
Dia mempunyai riwayat penyakit osteoporosis sejak 2 tahun yang lalu, PUD dan
monopouse di usia 55 tahun.

Riwayat keluarga; ibunya menderita kanker payudara. Riwayat sosial; sejak suami
YEN meninggal 5 bulan yang lalu membuat YEN menjadi sangat stress dan dia
menjadi mempunyai kebiasaaan merokok serta minum kopi 2 gelas tiap pagi.
Riwayat pengobatan; parasetamol 2x500 mg po QID jika perlu untuk nyeri
sendinya simetidin 400 mg BID selama beberapa tahun, tablet calsium carbonat
chewable 500 mg BID, prednison 10 mg BID sejak 9 bulan yang lalu

Hasil pemeriksaan: KU = muka pucat terlihat capek, HEENT = pucat pasi dan
moonfacies. Tanda-tanda vital: Td = 128/84 mmHg, HR = 70x/menit,
0
RR=20x/menit, suhu = 37,3 C, Bb = 61 kg, Tb= 168 cm, Rheumatoid factortiter =
1 : 65.
Hasil pemeriksaan laboratorium lain :
CRP = positif (normal : negatif)
Hb = 10 g/dl (normal untuk wanita : 12-16 g/dl)
Hct = 29% (normal : 36-48%)
LED = 30 mm/jam (normal : 20 mm/jam)
MCV = 65 U3 (normal : 80-90 U3)
ANA = positf (normal : negatif)
Anti CCP = positif (normal : negatif)

Pemeriksaan DXA = T score -2,5 SD


Kultur bakteri = negatif
Sinar X = masih normal

3.2 Mekanisme Terjadinya Tanda & Gejala


Pada kasus diatas Ny. YEN menunjukan tanda dan gejala seperti :
1. Nyeri persendian; dibagian punggung ke bawah dan bagian lutut kirinya
sejak 2 hari yang lalu akibat terjatuh.
2. Demam (pireaksia)

17
3. Depresi : mengalami depresi sejak suami Ny. YEN meninggal 5 yang
lalu

3.3 Penatalaksanaan
a. Terapi Nonfarmakologis
1) Istirahat yang cukup dapat meringankan stress pada sendi yang
mengalami inflamasi dan mencegah kerusakan sendi lebih lanjut.
Istirahat juga membantu mengurangi rasa nyeri.
2) Terapi fisik dapat memberi pasien ketrampilan dan latihan yang
diperlukan untuk meningkatkan atau memelihara mobilitas.
3) Aplikasi dingin/panas membantu menjaga dan mengembalikan
rentang gerakan sendi dan mengurangi rasa sakit dan kejang otot.
Handuk hangat, kantung panas (hot packs), atau mandi air hangat
dapat mengurangi kekakuan dan rasa sakit. Kadang kantung es
(cold packs) dibungkus handuk dapat menghilangkan rasa sakit
atau mengebalkan bagian yang ngilu.
4) Edukasi pasien tentang penyakit serta keuntungan dan kerugian
dari terapinya.

b. Terapi Farmakologis
1) Sulfasalazine (Sulcolon®)
a) Mekanisme aksi : merupakan prodrug yang dipecah oleh bakteri
kolon menjadi sulfapyridine dan 5-aminosalicylic acid.
Sulfapyridine dipercaya bertanggung jawab untuk agen
antirematik, meskipun mekanisme aksinya belum diketahui.
b) Dosis : Loading dose :500 mg 1x sehari selama 1
minggu pertama
c) Dosis maintenance: 500 mg 2x sehari
d) Durasi : 3 bulan
e) Kontraindikasi : hipersensitif terhadap sulfonamida dan salisilat,
kerusakan saluran urinari atau intestinal.
f) Interaksi :-

18
g) Efek samping : efek GI (anoreksia, nausea, muntah, diare),
dermatologi (rash, urticaria).
h) Analisis biaya : 500mg x 10 x 10 = Rp. 495.000
i) Alasan pemilihan :
1. Sulfasalazin merupakan pilihan pertama pada RA yang
progresif hebat, berhubung lebih jarang menimbulkan efek
samping pada penggunaan jangka panjang.
2. Silfasalazin juga mempunyai indikasi untuk mengobati PUD.

2) Celecoxib (Celebrex®)
a) Mekanisme aksi : menghambat enzim siklooksigenase yang
bertanggung jawab mengubah asam arakidonat menjadi
prostagandin.
b) Dosis : 200 mg
c) Frekuensi : 1x jika terasa nyeri.
d) Durasi : sampai rasa nyeri sudah teratasi.
e) Kontraindikasi : reaksi alergi terhadap sulfonamid, aspirin, dan
NSAID lain; asma, urtikaria.
f) Interaksi :-
g) Efek samping : nyeri abdomen, diare, dispepsia,
kembung,mual.
h) Analisis biaya : Rp. 2.519,-/kapsul
i) Alasan pemilihan :
1. Obat golongan NSAID tetap diberikan sebagai kombinasi dengan
Sulfasalazin untuk pengobatan RA, karena Sulfasalazin tidak
bekerja sebagai analgetis.
2. Celecoxib merupakan NSAID yang sifatnya selektif, sehingga
relatif aman untuk pasien PUD.
3. Prednison dihentikan dengan cara tappering off secara perlahan-
lahan. Hal ini disebabkan karena disamping pasien sudah
menunjukkan adverse effect akibat penggunaan prednison (moon

19
facies), penggunaan prednison juga merupakan faktor resiko
terjadinya osteoporosis.

3.4 Komplikasi Yang Muncul


1. Penyakit paru – paru : Prevalansi tinggi peradangan paru dan fibbrosis
pada pasien yang baru didiagnosis RA karena hal ini dapat dikaitkan
dengan merokok.
2. Sistem Pencernaan : Gastritis dan ulkus peptik yang merupakan
komplikasi utama dalam penggunaan obat anti ilnflamasi nonsteroid
(OAINS) dan kebiasaan Ny. Yen minum kopi 2 gelas tiap pagi.

3.5 Pengkajian Yang Perlu Dilengkapi


1. Hygiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas pribadi atau
ketergantungan. Karena berdasarkan hasil pengkajan Ny. YEN
memiliki riwayat penyakit osteoporosis sejak dua tahun yang lalu.
2. Makanan / cairan
Ketidakmampuan untuk menghasilkan / mengkonsumsi
makanan/caiaaran adekuat: mual, anoreksia, atau kesulitan untuk
mengunyah.

3.6 Diagnosa Keperawatan Prioritas


1. Gangguan rasa nyaman nyeri akut/kronis berhubungan dengan proses
inflamasi, destruksi sendi
2. Gangguan citra tubuh
3. Gangguan mobilitas fisik

3.7 Intervensi & Discharge Plaining


Intervensi :
1. Monitoring tanda vital sign sebelum/sesudah latihan terapi
2. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
3. Kurangi faktor presipitasi nyeri
4. Ajarkan teknik terapi non-farmakologi
5. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

20
6. Monitoring frekuensi mengkritik dirinya
Discharge Plaining :
1. Mengatasi gejala penyakit.
2. Mengurangi progresivitas penyakit.
3. Meningkatkan keadaan fisik dan psikis pasien.
4. Mengurangi resiko morbiditas dan mortalitas.

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN REUMATOID ARTRITIS

21
4.1 Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan
organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan
misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-
bentuk arthritis lainnya.
a. Aktivitas/ istirahat
Gejal : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri
a tekan, memburuk dengan stres pada
sendi; kekakuan pada pagi hari,
biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh
pada gaya hidup, waktu senggang,
pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak,
atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan
pada sendi.
b. Kardiovaskuler
Gejala     Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki
( mis: pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum
warna kembali normal).
c. Integritas Ego
Gejal Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis;
a finansial, pekerjaan, ketidakmampuan,
faktor-faktor hubungan. Keputusan dan
ketidakberdayaan ( situasi
ketidakmampuan ). Ancaman pada
konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi
( misalnya ketergantungan pada orang
lain).
d. Hygiene
Gejal Berbagai kesulitan untuk melaksanakan
a aktivitas perawatan pribadi.
Ketergantungan.
e. Makanan/ Cairan
Gejal Ketidakmampuan untuk menghasilkan/

22
a mengkonsumsi makanan/cairan adekuat:
mual, anoreksia, kesulitan untuk
mengunyah
Tanda Penurunan berat badan, kekeringan pada
membran mukosa.
f. Neurosensori
Gejal Kebas, semutan pada tangan dan kaki,
a hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda Pembengkakan sendi simetris
g. Nyeri/ kenyamanan
Gejal Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak
a disertai oleh pembengkakan jaringan
lunak pada sendi ).
h. Keamanan
Gejal Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan,
a Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam
ringan dalam menangani tugas/
pemeliharaan rumah tangga. Demam
ringan menetap Kekeringan pada mata
dan membran mukosa.
i. Interaksi sosial
Gejal : Kerusakan interaksi sosial dengan
a keluarga/ orang lain; perubahan peran;
isolasi.
Pengkajian 11 Pola Gordon
a. Pola Persepsi Kesehatan- Pemeliharaan Kesehatan
1) Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi?
2) Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya?
3) Riwayat keluarga dengan RA
4) Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
5) Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit dll
b. Pola Nutrisi Metabolik
1) Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan
yang banyak mengandung pospor(zat kapur), vitamin dan protein)
2)  Riwayat gangguan metabolik

23
c. Pola Eliminasi
1) Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
d. Pola Aktivitas dan Latihan
1) Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
2) Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas
3) Tidak mampu melakukan aktifitas berat
e. Pola Istirahat dan Tidur
1) Apakah ada gangguan tidur?
2) Aktifitas yang dilakukan sebelum tidur
3) Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
4) Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?
f. Pola Persepsi Kognitif
1) Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
1) Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
2) Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya?
h.  Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
1) Bagaimana hubungan dengan keluarga?
2) Apakah ada perubahan peran pada klien?
i. Pola Reproduksi Seksualitas
1) Adakah gangguan seksualitas?
j. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
1) Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
k. Pola Sistem Kepercayaan
1). Apakah agama klien ?
2) Adakah gangguan beribadah?
3) Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada
Tuhan ?

4.2 Diagnosa Keperawatan Artritis Reumatoid


a. Gangguan rasa nyaman nyeri akut/ kronis berhubungan dengan
distensi, proses inflamasi, destruksi sendi.

24
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal,
nyeri, penurunan, kekuatan otot.
c. Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan
dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas
umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu
bergerak, depresi.

NO Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan

1 Gangguan rasa NOC : NIC : Pain


nyaman nyeri a. Pain Level Management
akut/ kronis b. pain control a. Lakukan
berhubungan c. comfort level pengkajian nyeri
dengan distensi, Setelah dilakukan tindakan secara kompre-
proses inflamasi, keperawatan selama …. hensif termasuk
destruksi sendi. Pasien tidak mengalami lokasi,
nyeri, dengan kriteria hasil: karakteristik,
a. Mampu mengontrol nyeri durasi, frekuensi
b. Melaporkan bahwa nyeri kualitas dan fakto
berkurang dengan presipitasi.
menggunakan b. Observasi reaksi
manajemen nyeri nonverbal dari
c. Mampu mengenali nyeri ketidaknyamanan
(skala, intensitas, c. Kontrol
frekuensi dan tanda nyeri) lingkungan
d. Menyatakan rasa nyaman yang dapat
setelah nyeri berkurang mempengaruhi
e. Tanda vital dalam rentang nyeri
normal d. Kurangi faktor
f. Tidak mengalami presi-

25
gangguan tidur Pitasi nyeri
e. Kaji tipe dan
sumber
nyeri untuk
menentukan
intervensi
f. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi:
napas dala,
relaksasi,
distraksi,
kompres hangat/
dingin
g. Berikan analgetik
untuk
mengurangi nyeri
h. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah
pemberian
analgesik pertama
kali
2 Gangguan NOC : NIC : Exercise
mobilitas fisik a. Joint Movement : therapy : Ambulatio
berhubungan Active a. Monitoring vital
dengan deformitas b. Mobility Level sign
skeletal, nyeri, c. Self care : ADLs sebelm/sesudah
penurunan, d. Transfer latihan dan lihat
kekuatan otot. Performance respon pasien saat
Setelah dilakukan tindakan latihan
keperawatan b. Konsultasikan

26
selama…. gangguan dengan terapi fisik
mobilitas fisik teratasi tentang rencana
dengan kriteria hasil: ambulasi sesuai
a. Klien meningkat dengan kebutuhan
dalam aktivitas fisi c. Bantu klien untuk
b. Memperagakan menggunakan
penggunaan alat tongkat saat
Bantu untuk berjalan dan cegah
mobilisasi (walker) terhadap cedera
d. Ajarkan pasien
atau tenaga
kesehatan lain
tentang teknik
ambulasi
e. Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
f. Latih pasien
dalam
pemenuhankebutu
han ADLs secara
mandiri sesuai
kemampuan
g. Dampingi dan
Bantu pasien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
kebutuhan klien.
3 Gangguan Citra NOC : NIC : Body image
Tubuh / Perubahan a. Body image enhancement
Penampilan Peran b. Self esteem a. Kaji secara verbal
berhubungan dan nonverbal

27
dengan perubahan Setelah dilakukan respon klien
kemampuan untuk tindakan keperawatan terhadap
melaksanakan selama …. gangguan tubuhnya.
tugas-tugas umum, body image b. Monitor frekuensi
peningkatan pasien teratasi dengan mengkritik dirinya
penggunaan kriteria hasil: c. Jelaskan tentang
energi, a. Body image positif pengobatan,
ketidakseimbanga b. Mampu perawatan,
n mobilitas. mengidentifikasi kemajuan dan
kekuatan personal prognosis
c. Mendiskripsikan penyakit
secara faktual d. Dorong klien
perubahan fungsi mengungkapkan
tubuh perasaannya
d. Mempertahankan e. Identifikasi arti
interaksi sosial pengurangan
melalui
pemakaian alat
bantu
f. Fasilitasi kontak
dengan individu
lain dalam
kelompok kecil
Rencana
keperawatan
4 Defisit perawatan NOC : NIC : Self Care
diri berhubungan Self care : Activity of Daily assistane : ADLs
dengan kerusakan Living (ADLs) a. Monitor
musculoskeletal, kemempuan klien
penurunan Setelah dilakukan tindakan untuk perawatan
kekuatan, daya keperawatan selama …. diri yang mandiri.
tahan, nyeri pada Defisit perawatan diri b. Monitor kebutuhan

28
waktu bergerak, teratas dengan kriteria klien bantu untuk
depresi. hasil: kebersihan diri,
a. Klien terbebas dari berpakaian,
bau badan berhias, toileting
b. Menyatakan dan makan.
kenyamanan c. Sediakan bantuan
terhadap sampai klien
kemampuan untuk mampu secara utuh
melakukan ADLs untuk melakukan
c. Dapat melakukan self-care.
ADL secara d. Dorong klien
mandiri. untuk melakukan
aktivitas sehari-
hari yang normal
sesuai kemampuan
yang dimiliki.
e. Ajarkan klien/
keluarga untuk
mendorong
kemandirian, untuk
memberikan
bantuan hanya jika
pasien tidak
mampu untuk
melakukannya.
f. Berikan aktivitas
rutin sehari- hari
sesuai
kemampuan.

4.3 Implementasi

29
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan tujuan spesifik.
Implementasi dilakukan pada klien dengan rematoid artritis adalah dengan
tindakan sesuai intervensi yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam
tindakan ini diperlukan kerja sama antara perawat sebagai pelaksana asuhan
keperawatan, tim kesehatan, klien dan keluarga agar asuhan keperawatan
yang diberikan mampu berkesinambungan sehingga klien dan keluarga
dapat menjadi mandiri.
4.4 Evaluasi
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
a. Terpenuhunya penuruna dan peningkatan adaptasi nyeri
b. Tercapainya fungsi sendi dan mencegah terjadinya deformitas.
c. Tercapainya peningkatan fungsi anggota gerak yang terganggu.
d. Tercapainya pemenuhan perawatan diri. 
e. Tercapainya penatalaksanaan pemeliharaan rumah dan mencegah
penyakit degeneratif jangka panjang.
f. Terpenuhinya pendidikan dan latihan dalam rehabilitasi.  

BAB V
PENUTUP

3.3 Kesimpulan
Kata arthritis berasal dari kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi.
Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang
sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun

30
dimana persendian (sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan
kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002).

Penyebab pasti rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti,


diperkirakan merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan,
hormonal dan faktor sistem reproduksi. Ada beberapa gambaran klinis yang
ditemukan pada penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus
timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini
memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi. Nyeri,persendian Bengkak
(Reumatoid nodule), Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur
pada pagi hari, Terbatasnya pergerakan Sendi-sendi.

3.4 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang telah di berikan, dan
dapat menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan dalam
praktik, khususnya pada klien yang menagalami gangguan sistem
muskuloskeletal, Rheumatoid Arthritis, dan mampu memberikan asuhan
keprawatan pada klien dengan Rheumatoid Arthritis.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC

Rengganis Iris. K.G.B. 2014. Imunologi Dasar. Jakarta:FKUI

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.

Doenges, E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

31
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda N. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2 2013. Yogyakarta: Media
hardy.

Lukman dan Nurna Ningsih. 2009.    Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskletal. Jakarta: Salemba Medika.

Mansjoer, arif. Dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media aesculapius.

Muttaqin, arif. 2006. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Banjarmasin: Unpublished.

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.

32

Anda mungkin juga menyukai