RHEUMATOID ARTHRITIS
DI BANJAR PENGABETAN DESA ADAT KUTA
DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Ni Komang Tri Agustini, S.Kep
OLEH :
I DEWA AYU NANDA ARISMA PUTRI
1914201008
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2020/2021
A. TINJAUAN KASUS
1. PENGERTIAN
Rematik adalah peradangan sendi kronis yang disebabkan oleh gangguan
autoimun. Gangguan autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh yang
berfungsi sebagai pertahanan terhadap penyusup seperti bakteri, virus dan jamur,
keliru menyerang sel dan jaringan tubuh sendiri. Pada penyakit rematik, sistem
imun gagal membedakan jaringan sendiri dengan benda asing, sehingga
menyerang jaringan tubuh sendiri, khususnya jaringan sinovium yaitu selaput tipis
yang melapisi sendi. Hasilnya dapat mengakibatkan sendi bengkak, rusak, nyeri,
meradang, kehilangan fungsi bahkan cacat (Setyaningsih, 2013).
Rematik atau Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit inflamasi kronis
yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung yang biasanya mengalami
kerusakan pertama kali adalah membrane synovial yang melapisi sendi. Pada
Rheumatoid Arthritis, inflamasi tidak berkurang dan menyebar ke struktur sendi
disekitarnya, kartilago artikular dan kapsul sendi fibrosa. Akhirnya ligament dan
tendon mengalami inflamasi. Inflamasi ditandai dengan akumulasi sel darah putih,
aktivitas komplemen, fagositos ekstensif dan pembentukan jaringan parut. Pada
inflamasi kronis, membran sinovil mengalami hipertrofi dan menebal sehingga
menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel dan respon
inflamasi. Sinovium yang menebal ditutup oleh jaringan granula inflamasi yang
disebut panus. Panus dapat menyebar keseluruh sendi sehingga menyebabkan
inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Proses ini secara lambat
merusak tulang dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas (Elizabeth J. Corwin,
2009).
2. ETIOLOGI
Menurut Zain Nur Helmi (2012), penyebab rheumatoid arthritis tidak
diketahui. Faktor genetik, lingkungan, hormon, imunologi, dan faktor-faktor
infeksi mungkin memainkan peran penting. Sementara itu, faktor sosial
ekonomi, psikologis, dan gaya hidup dapat mempengaruhi progresivitas dari
penyakit.
a. genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRBI dan factor ini
memiliki angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%.
b. Hormanal : Hormon seks mungkin memainkan peran, terbukti
dengan jumlah perempuan yang tidak proporsional dengan
rheumatoid arthritis, ameliorasi selama kehamilan, kambuh dalam
periode postpartum dini, dan insiden berkurang pada wanita yang
menggunakan kontrasepsi oral.
c. Faktor infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel
induk semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T
sehingga muncul timbulnya penyakit rheumatoid arthritis.
d. Faktor lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok dan
aktifitas yang berat sehari-harinya.
3. PATOFISIOLOGI
Inflamasi mula – mula terjadi pada sendi-sendi synovial seperti edema,
kongesti vaskuler, eksudat fibrin dan infiltrasi selular. peradangan yang
berkelanjutan, synovial menjadi menebal, terutama pada sendi artiluar kartilago
dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk panus atau parut yang
menutupi kartilago. Panus masuk ketulang subchondria. Jaringan granulasi
menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikular.
Kartilago menjadi nekrosis, tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat
ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka menjadi
adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu
(ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligament
menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi dari persendian invasi dari
tulang subchondrial bisa menyebabkan osteoporosis setempat.
Lamanya rheumatoid arthritis berbeda dari tiap orang. Di tandai dengan
masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang
sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Dan ada juga
klien terutama yang mempunyai faktor rheumatoid (seropositif gangguan
rheumatoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif (Mujahidullah, 2012).
4. MANIFESTASI KLINIS
Pada setiap orang gejala Rematik yang dirasakan berbeda-beda, berikut
adalah beberapa tanda dan gejala umum yang dirasakan dari penyakit rematik :
a. Kekakuan pada dan seputar sendi yang berlangsung sekitar 30 – 60 menit dipagi
hari
b. Bengkak pada beberapa sendi pada saat yang bersamaan
c. Bengkak dari nyeri pada umumnya terjadi pada sendi-sendi tangan
d. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri pada sedi
yang sama dikedua sisi tubuh) dan umumnya menyerang sendi pergelangan tangan
e. Sakit atau radang dan terkadang bengkak dibagian persendian pergelangan jari
tangan, kaki, bahu, lutut, pinggung, punggung dan sekitar leher
f. Sakit rematik dapat berpindah-pindah tempat dan bergantian bahkan sekaligus
diberbagai persendian
g. Sakit rematik kambuh biasanya pada saat cuaca mendung saat mau hujan
h. setelah mengkonsumsi makanan pantangan seperti, sayur bayam,
kangkung,kelapa, santan, jeroan dan lain-lain (Setyaningsih, 2013).
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Studi laboratorium
Tidak ada tes patognomonik tersedia untuk mengonfirmasi diagnosis rheumatoid
arthritis, melainkan dibuat menggunakan klinis, laboratorium dan fitur imaging.
1. Tanda peradangan, seperti LED dan CRP, berhubungan dengan aktivitas
penyakit. Selain itu, nilai CRP dari waktu ke waktu berkolerasi dengan
kemajuan radiografi.
2. Parameter hematologi termasuk jumlah CBC dan analisis cairan synovial.
a. Profil sel darah lengkap anemia, trombositosis,trombositopenia,
leukositosis dan leukopenia
b. Analisis cairan synovial: inflamasi cairan synovial, dan dominasi neutrofil
(60-80%).
c. WBC count (>2000/uL) hadir dengan sejumlah WBC umumnya dari
5.000-50.000/uL
d. Parameter imunologi: faktor rheumatoid hadir pada sekitar 60-80% pasien
dengan rheumatoid arthritis.
2.Studi imaging
1. Radiografi: perhatikan bahwa erosi mungin ada pada kaki, bahkan
tanpa adanya rasa sakit dan tidak adanya erosi ditangan.
2. MRI: modalitas ini digunakan terutama pada pasien dengan
kelainan tulang belakang leher, pengenalan awal erosi berdasarkan
Citra MRI telah cukup divalidasi.
3. Ultrasonografi: modalitas ini memungkinkan pengakuan evolusi
pada sendi yang tidak mudah diakses (misalnya sendi pinggul dan
sendi bahu pada pasien obesitas) dan kista (kista baker).
4. Bone scanning: temuan dapat membantu membedakan inflamasi
dari perubahan yang bisa menyebabkan peradangan pada pasien
dengan minimal pembengkakan.
5. Densitometri: temuan yang berguna untuk membantu
mendiagnosis perubahan dalam kepadatan mineral tulang
mengindikasikan osteoporosis.
3. Pengujian lain
HLA-DR4 (shared apitop) dapat merupakan penanda yang dapat membantu
membedakan arthritis di awal.
4. Prosedur
Bersama aspirasi, artroskopi diagnostik (histologi) dan biopsi (misalnya,
kulit, saraf, lemak, rektum, ginjal) dapat dipertimbangkan jika vasculitis atau
amiloidosis ditemukan.
PENATALAKSAAN MEDIS
a. Medikamentosa
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat simtomatik Obat
Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) bekerja hanya sebagai analgetik dan mengurangi
peradangan, tidak mampu menghentikan proses patologis.
1. Analgetik yang dapat dipakai adalah asetaminofen dosis 2,6 – 4 g/hr atau
propeksifen HCL. Asam asilisat namun perhatikan efek samping pada saluran
cerna dan ginjal.
2. Jika tidak berpengaruh atau jika terdapat tanda peradangan, maka OAINS seperti
fenoproin, piroksikam, ibuprofen, dan sebagainya dapat digunakan. Dosis untuk
osteoarthritis biasa 1,2 – 1,3 dosis untuk rheumatoid arthritis. Oleh karena itu
pemakaian biasanya untuk jangka panjang efek samping utama gangguan mukosa
lambung dan gangguan faal ginjal
b. Perlindungan sendi dengan koreksi postur tubuh yang buruk, penyangga untuk
lordosis lumbal, ativitas yang berlebihan pada sendi yang sakit, dan pemakaian alat-
alat untuk meringankan kera sendi.
c. Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya keluhan
d. Dukungan psikososial
e. Persoalan seksual, terutama pada pasien dengan osteoarthritis ditulang belakang
f. Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin, serta program Latihan yang tepat
g. Operasi dipertimbangkan pada pasien dengan kerusakan sendi yang nyata, dengan
nyeri yang menetap, dan kelemahan fungsi (Mujahidullah,2012)
B. TINJAUAN ASKEP
1. PENGKAJIAN
1. Data subjektif
Data subjektif adalah informasi yang dicatat mencangkup identitas, kebutuhan
yang diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada pasien atau klien
(anamnesis) (Wildan dan Hidayat, 2008).
a. Identitas Klien dan Penanggung Jawab
Identitas klien dan penanggung jawab meliputi nama, tempat dan tanggal lahir,
usia, jenis kelamin, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat,
suku bangsa, diagnosa medis, tgl masuk RS, No. RM serta hubungan
penanggung jawab dengan klien.
b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
1. Tahap perkembangan keluarga saat ini
2. Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua dari
keluarga inti
3. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi, menjelaskan
mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga
serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum
terpenuhi.
4. Riwayat keluarga inti, menjelaskan mengenai riwayat kesehatan
pada keluarga inti, yang meliputi riwayat penyakit keturunan,
riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga, perhatian
terhadap pencegahan penyakit (status imunisasi), sumber
pelayanan kesehatan yang bisa digunakan keluarga serta
pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.
5. Riwayat keluarga sebelumnya, dijelaskan mengenai riwayat
kesehatan pada keluarga dari pihak suami dan istri.
c. Pengkajian Lingkungan
1) Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah,
jumlah rumah, jumlah cendela, pemantauan ruangan, peletakan perabotan
rumah tangga, jenis septic tank, jarak septic tank dengan sumber air,
sumber air minum yang digunakan serta denah rumah.
2) Karakteristik tetangga dan komunikasi RW
Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas
setempat, yang meliputi kebiasaan lingkungan fisik, aturan atau
kesepakatan produk setempat, budaya setempat yang mempengaruhi
kesehatan.
3) Mobilitas geografis keluarga
Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan keluarga
berpindah tempat.
4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul
serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana keluarga
interaksinya dengan masyarakat.
5) System pendukung keluarga
Yang termasuk pada sistem pendukung keluarga adalah jumlah keluarga
yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang
kesehatan. Fasilitas mencakup fasilitas fisik, fasilitas psikologis atau
dukungan anggota keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan dari
masyarakat setempat.
d. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang membuat seseorang datang ke tempat
pelayanan kesehatan untuk mencari pertolongan.
e. Riwayat Kesehatan sekarang
adalah informasi yang diperoleh dokter dengan cara menanyakan pertanyaan
tertentu, dan pasien dapat memberikan jawaban yang sesuai (dalam kasus ini,
sering kali disebut heteroanamnesa).
2. Data objektif
Data obyektif adalah pencatatan yang dilakukan dari hasil pemeriksaan fisik, dan
data penunjang (Wildan dan Hidayat, 2008).
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang
digunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik
di klinik.
1. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda-tanda vital.
2. Pemeriksaan fisik
a) Kulit lembab dan bersih
b) Turgor baik
c) Tidak ada kelainan pada kulit
Pemeriksaan kepala
a) Raut wajah: pengkajian kontak mata saat diajak berkomunikasi,
fokus atau tidak
b) Mata : simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
c) Telinga: bersih, tidak ada serumen, tidak ada luka
d) Hidung : tidak ada pernafasan cuping hidung, bersih, tidak ada
lesi
e) Mulut : mukosa bibir lembab
4. Pemeriksaan leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
5. Pemeriksaan dada
Tidak ada wheezing, ronchi, dan suara tambahan
6. Pemeriksaan abdomen
Suara abdomen tympani dan tidak ada nyeri tekan
7. Pemeriksaan ekstermitas
Nyeri pada kaki, sendi terasa kaku dan telapak kaki terasa panas.
b. Pemeriksaan penunjang
Dilakukan studi imaging, studi laboratorium, parameter hematologi.
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah penelitian klinis tentang respons manusia terhadap
gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan respons dari seorang
individu, keluarga, kelompok, atau komunitas. Perawat mendiagnosis masalah
kesehatan, menyatakan resiko, dan kesiapan untuk promosi kesehatan. Diagnosis
berfokus masalah tidak boleh dipandang lebih penting darpada diagnosis dengan
prioritas tertinggi bagi pasien.
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif
yang
telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan melibatkan proses berfikir kompleks tentang data yang
dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medis, dan pemberi pelayanan kesehatan
yang lain.
Masalah yang lazim muncul :
1) Nyeri akut b.d perubahan patologis oleh arthritis rheumatoid
2) Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan tubuh, sendi, bengkok,
deformitas.
3) Gangguan mobilitas fisik b.d kekakuan sendi
4) Defisit perawatan diri b.d gangguan muskuloskeletal (penurunan kekuatan otot)
5) Ansietas b.d kurangnya informasi tentang penyakit, penurunan produktifitas
(status kesehatan dan fungsi peran)
4. PERENCANAAN
a. Prioritas masalah
Nyeri akut b.d perubahan patologis oleh arthritis rheumatoid
b. Rencana perawatan
Pembuatan kriteria hasil dan perencanaan tindakan adalah tahap ketiga dari
proses keperawatan. Setelah perawat mengkaji kondisi klien dan menetapkan
diagnosis keperawatan, perawat perlu membuat rencana tindakan dan tolok
ukur yang akan digunakan untuk mengevaluasi perkembangan klien (DeLaune
dkk, 2002). Perencanaan keperawatan sebaiknya memenuhi persyaratan
berikut ini (DeLauner dkk, 2002).
5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini muncul
jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien. Tindakan yang dilakukan
mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang yang telah dibuat pada
perencanaan. Aplikasi yang dilakukan pada klien akan berbeda, disesuaikan dengan
kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien.
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreatifitas perawat.
Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa
tindakan tersebut dilakukan. Perawat harus yakin bahwa: tindakan keperawatan yang
dilakukan sesuai dengan tindakan yang sudah direncanakan, dilakukan dengan cara
yang tepat, serta sesuai dengan kondisi klien, selalu dievaluasi apakah sudah efektif
dan selalu didokumentasikan menurut waktu (Doenges dkk, 2006).
6. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah
ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya
sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya. Evaluasi adalah proses yang
berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan untuk mengukur dan memonitor
kondisi klien untuk mengetahui kesesuaian tindakan keperawatan, perbaikan tindakan
keperawatan, kebutuhan klien saat ini, perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain,
apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosis supaya kebutuhan klien bisa
terpenuhi (Doenges dkk,2006). Selain digunakan untuk mengevaluasi tindakan
keperawatan yang sudah dilakukan, evaluasi juga digunakan untuk memeriksa semua
proses keperawatan,
WOC
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S. 2012. Keperawatan Keluarga: Konsep Teori, Proses, dan Praktik
Keperawatan.Yogyakarta: Graha Ilmu
Andarmoyo, S. 2016. Keperawatan Keluarga: Konsep Teori, Proses, dan Praktik
Keperawatan.Yogyakarta: Graha Ilmu
Barkah. 2019. Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Medis Pneumonia di
Ruang Melati RSUD Bangil. Sidoarjo: AKC Sidoarjo
Bawarodi, F., Rottie, Reginus. 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kekambuhan Penyakit Rematik Wilayah Puskesmas Beo Kabupaten
Talaud. e-journal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, 2
Buffer. 2010. Tentang Penyakit Rheumatoid Arthritis.
http://laporanpendahuluanrheumatoidarthritis.co.id. Diakses pada tahun
2011
Depkes RI 2013. Laporan Nasional Riskesdes 2006. Jakarta : Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
https://doi.org/10.1088/17518113/44/8/085201. Diakses pada tahun 2013
Dessy, Rossyata. 2014. Laporan Pendahuluan Keperawatan Keluarga. Padang:
Academia.edu