Anda di halaman 1dari 17

Tugas : Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen : Fatmawati, S.Kep., Ns., M.Kes

LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM IMUN

PENCEGAHAN PRIMER DAN SEKUNDER


(REMATOID ATHRITIS)

Disusun oleh:

Kelompok 1
Putra Dirgantara (210402037)
Hendra Kamal (210402024)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PUANGRIMAGGALATUNG
TAHUN 2023

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Teori


1. Pengertian

Artritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit sistematik yang bersifat


progresif, yang cenderung menjadi kronis dan menyerang sendi serta jaringan
lunak. Karakteristik artritis rheumatoid adalah radang cairan sendi (sinovitis
inflamatoir) yang persisten, biasanya menyerang sendi-sendi perifer dengan
penyebaran yang simetris (Junaidi, 2013).

Menurut Noer S (1997) dalam Lukman (2009), artritis reumatoid


merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang walaupun
manifestasi utamanya adalah poliatritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini
juga melibatkan seluruh organ tubuh.

Artritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi kronik dan sistemik yang


menyebabkan destruksi sendi dan deformitas serta menyebabkan disability.
Penyakit ini sering terjadi dalam 3-4 dekade ini pada lansia. Penyebab artritis
rheumatoid tidak diketahui, tetapi mungkin akibat penyakit autoimun dimulai
dari interfalank proksimal, metakarpofalankeal, pergelangan tangan dan pada
tahap lanjut dapat mengenai lutut dan paha (Fatimah, 2010).
2. Etiologi

Penyebab utama dari kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori
yang dikemukakan mengenai penyebab arthtritis reumatoid, yaitu :
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non hemolitikus

2. Endokrin

3. Autoimun

4. Metabolic

5. Faktor genetik serta faktor pemicu

Pada saat ini, arthtritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor


autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II faktor
injeksi mungkin disebabkan oleh virus dan organisme mikroplasma atau group
difteriod yang menghasilkan antigen kolagen tipe II dari tulang rawan sendi
penderita. Kelainan yang dapat terjadi pada suatu arthtritis reumatoid yaitu :
1. Kelainan pada daerah artikuler

a. Stadium I (stadium sinovitis)

b. Stadium II (stadium destruksi)

c. Stadium III (stadium deformitas)


2. Kelainan pada jaringan ekstra-artikuler

Pada jaringan ekstra-artikuler akan terjadi perubahan patologis, yaitu:

a. Pada otot terjadi miopati

b. Nodul subkutan

c. Pembuluh darah perifer terjadi proliferasi tunika intima pada pembuluh


darah perifer dan lesi pada pembuluh darah arteriol dan venosa
d. Terjadi nekrosis fokal pada saraf

e. Terjadi pembesaran limfe yang berasal dari aliran limfe sendi


(Nurarif dan Kusuma, 2013).

Sedangkan menurut Price (1995) dan Noer S, (1996), faktor-faktor yang


berperan dalam timbulnya penyakit Artritis Reumatoid adalah jenis kelamin,
keturunan, lingkungan dan infeksi (Lukman, 2009).
3. Patafisiologi

Pemahaman mengenai anatonomi normal dan fisiologi persendian


diartrodial atau sinovial merupakan kunci untuk memahami patofisiologi
penyakit reumatik. Fungsi persendian sinovial memilki kisaran gerak tertentu
kendati masing-masing orang tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada
sendi-sendi yang dapat digerakkan.

Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung


tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk
gerakkan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan
mensekresi cairan ke dalam ruangan antar tulang. Fungsi dari cairan sinovial
ini yaitu sebagai peredam kejut (shock absorber) dan pelumas yang
memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat.

Sendi merupakan salah satu bagian tubuh yang paling sering terkena
inflamasi. Meskipun memilki keankearagaman mulai dari kelainan yang
terbatas pada satu sendi hingga kelainan multisistem yang sistemik, semua
penyakit rematik meliputi inflamasi dan degenerasi dalam derajat tertentu
yang bisa terjadi sekaligus. Inflamasi ini akan terlihat pada persendian sebagai
sinovitis. Pada penyakit rematik inflamatori, inflamasi adalah proses primer
dan degenerasi yang terjadi merupakan proses sekunder yang timbul akibat
pembentukan pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi tersebut
merupakan akibat dari respon imun tersebut.

Sebaliknya, pada penyakit rematik degeneratif dapat terjadi proses


inflamasi yang sekunder sinovitis ini biasanya lebih ringan serta
menggambarkan suatu proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk
terlihat pada penyakit lanjut. Pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas
dari kartilago artikuler yang mengalami degenerasi dapat berhubungan dengan
sinovitis kendati faktor-faktor imunologi dapat pula terlibat (Smeltzer dan
Bare, 2002).

Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan


sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-
enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi
membran sinovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya
menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot
akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan generatif
dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Lukman,
2009).
4. Tanda dan Gejala

Gejala utama rematik biasa terjadi pada otot dan tulang, termasuk di
dalamnya sendi dan otot sendi. Gangguan nyeri yang terus berlangsung
menyebabkan aktivitas sehari-hari terhambat (Purwoastuti, 2009).

Menurut Lukman (2009), ada beberapa manifestasi klinis yang lazim


ditemukan pada klien artritis reumatoid. Manifestasi ini tidak harus timbul
sekaligus pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu, penyakit ini memiliki
manifestasi klinis yang sangat bervariasi.
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun, dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat.
b. Poliarhtritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk
sendi- sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-
sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat
terserang.
c.Kekakuan di pagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat
generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini
berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoarthritis, yang biasanya
hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari
satu jam.
d. Arhtritis erosif, merupakan ciri khas artritis reumatoid
pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik
mengakibatkan erosi di tepi tulang dan dapat dilihat pada
radiogram.
5. Kompilasi

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan


ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti
inflamasi non steroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit
DMARD (disease modifying antirheumatoid drugs) yang menjadi faktor
penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis rheumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran yang jelas,
sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik.
Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra
servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis (Mansjoer, 1999).
6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang ini tidak banyak berperan dalam diagnosis


artirits reumatoid, pemeriksaan laboratorium mungkin dapat sedikit membantu
untuk melihat prognosis pasien, seperti :
a. Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) akan meningkat
b. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis reumatoid
terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, TB paru,
sirosis hepatis, penyakit kolagen dan sarkoidosis
c. Leukosit normal atau meningkat sedikit
d. Trombosit meningkat
e. Kadar albumin serum turun dan globulin
f. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun
g. Protein C-reaktif dan antibodi antinukleus (ANA) biasanya positif
h. Laju sedimentasi eritrosit meningkat menunjukkan inflamasi
i. Tes aglutinasi lateks menunjukkan kadar igG atau igM (faktor mayor dari
rheumatoid) tinggi. Makin tinggi iter, makin berat penyakitnya
j. Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakkan diagnosa dan
memantau perjalanan penyakit. Foto rontgen menunjukkan erosi tulang yang khas
dan penyempitan rongga sendi yang terjadi kemudian dalam perjalanan penyakit
tersebut (Mansjoer, 1999 dan Rosyidi 2013).
7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien dengan Arthtritis Reumatoid yaitu :


a. Langkah pertama dari program penatalaksanaan artritis reumatoid adalah
memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada klien,
keluarganya, dan siapa saja yang
berhubungan dengan klien. Pendidikan kesehatan yang diberikan meliputi
pengertian tentang patofisiologi penyakit, penyebab, dan prognosis
penyakit, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen
obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit,
dan metode-metode yang efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan
oleh tim kesehatan
b. Sejak dini, klien diberikan OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) untuk
mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang dapat
diberikan yaitu :
c. Aspirin, dengan ketentuan pasien umur <65 tahun dosisinya 3-4 x 1g/hr,
kemudian dinaikkan 0.3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala
toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl
d. Ibuprofen, naproksen, diklofenak, dan sebagainya
e. DMARD (disease modifying antirheumatoid drugs) digunakan untuk melindungi
rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat arthtritis reumatoid ini. Jenis-
jenis yang digunakan yaitu : klorokuin (yang paling banyak digunakan, karena
harganya yang terjangkau), sulfasalazin, garam emas (gold standard bagi
DMARD), obat imunosupresif atau imunoregulator, dan kortikosteroid.
f. Rehabilitasi, tujuannya yaitu unttuk meningkatkan kualitas hidup klien. Beberapa
cara yang bisa dilakukan yaitu :
1) Pemakaian alat bidai untuk mengistirahatkan sendi yang sakit, kursi
roda, sepatu dan alat
2) Terapi mekanik
3) Pemanasan : baik hidroterapi maupun elektroterapi
4) Terapi mekanik
g. Pembedahan, pembedahan ini dilakukan jika berbagai cara telah dilakukan dan
tidak berhasil serta ada alasan yang cukup kuat, sehingga dapat dilakukan
pembedahan (Mansjoer, 1999 dan Lukman, 2009).
1) Perawatan dan pengobatan tradisional atau obat luar juga bisa kita berikan pada klien
dengan Arthritis Reumatoid,yaitu sebagai berikut : Hindari faktor resiko seperti
aktivitas yang berlebihan pada sendi, faktor cuaca dan pola makan yang tidak sehat:
2) Olahraga yang teratur dan istirahat yang cukup, seperti melakukan senam
rematik.
3) Kompres panas dapat mengatasi kekakuan dan kompres dingin dapat
membantu meredakan nyeri.
4) Pertahankan berat badan agar tetap normal
5) Bila nyeri, lakukan relaksasi untuk mengurangi sakit
6) Mengurangi dan menghindari makanan yang mengandung purin, seperti bir
dan minuman beralkohol, daging, jeroan, kembang kol, jamur, bayam,
asparagus, kacang-kacangan, sayuran seperti daun singkong (tidak semua jenis
sayuran mempunyai efek kambuh yang sama pada setiap orang)
7) Memakan buah beri untuk menurunkan kadar asam urat, memakan makanan
seperti tahu untuk pengganti daging
8) Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat
dalam darah sehingga tidak tertimbun sendi
9) Lakukan latihan gerak sendi/ senam rematik (Maryam, dkk., 2010)
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan,


Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan
menentukan diagnosa keperawatan. Diagnosa yang diangkat akan menentukan desain
perencanaan yang ditetapkan. Selanjutnya, tindakan keperawatan dan evaluasi
mengikuti perencanaan yang dibuat (Rohmah, 2012).Tahap-tahap pengkajian yaitu :

a. Pengumpulan data

1) Identitas diri : Meliputi nama, tempat dan tanggal lahir, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, nama orang tua, pekerjaan, suku/bangsa, tanggal masuk rumah
sakit, nomor medrec, diagnosa medis, dan alamat.
a. Identitas penangguan jawab

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,


pendidikan, pekerjaan,hubungan keluarga dengan klien,
dan alamat.
b. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan lebih dari sekedar informasi sederhana, dari


riwayat kesehatan inilah kita dapat memperoleh informasi lebih
banyak namun memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan
riwayat kesehatan ini (Rohmah, 2012). Yang dikaji dalam riwayat
kesehatan :
- Riwayat kesehatan sekarang

- Riwayat kesehatan masa lalu

- Riwayat kesehatan keluarga

c. Pola aktivitas sehari-hari

- Nutrisi

- Eliminasi

- Istirahat tidur

- Personla hygiene

- Aktivitas dan latihan

d. Pemeriksaan Fisik

Tampilan, distress nyata, tingkat kesadaran : tanda-tanda vital,


antara lain suhu; warna aksesorius, pernapasan; suara paru.
(LeMone. atal,2016). Pemeriksaan fisik dengan pendekatan
persistem dimulai dari kepala Sampai ujung kaki dapat lebih mudah.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik perlu dibekali kemampuan
dalam melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis dan rasional.
Teknik pemeriksaan fisik perlu modalitas dasar yang digunakan
meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. (Mutaqqin, 2010)
a. Penampilan Umum

Yaitu penampilan klien dimulai pada saat mempersiapkan klien


untuk pemeriksaan.
b. Kesadaran

Status kesadaran dilakukan dengan dua penilaian yaitu kualitatif


dan kuantitatif, secara kualitatif dapat dinilai antara lain yaitu
composmentis mempunyai arti mengalami kesadaran penuh
dengan memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang
diberikan, apatis yaitu mengalami acuh tak acuh terhadap
lingkungan sekitarnya, samnolen yaitu mengalami kesadaran
yang lebih rendah dengan ditandai tampak mengantuk bahwa
untuk, sopor mempunyai arti bahwa klien memberikan respon
dengan rangsangan yang kuat dan refleks pupil terhadap cahaya
tidak ada. sedangkan penilaian kesadaran terhadap kuantitatif
dapat diukur melalui penilaian (GCS) Glasgow Coma Scale
dengan aspek membuka mata yaitu, 4 respon verbal yaitu 5 dan
respons motorik yaitu nilai 6 (Aziz alimul, 2009).
c. Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital merupakan pemeriksaan fisik yang rutin
dilakukan dalam berbagai kondisi klien.Pengukuran yang paling
sering dilakukan adalah pengukuran suhu, dan frekuensi
pernafasan (Mutaqqin, 2010).Pada pasien pneumonia biasanya
mengalami demam suhu diatas 37c, pernapasan cepat
(Tachypnea).
1) Kepala

a. Rambut

Kulit kepala tampak bersih, tidak ada luka, ketombe


tidak ada, pertumbuhan rambut jarang, warna rambut
hitam, kekuatan rambut: mudah dicabu atau tidak, dan
tidak ada pembengkakan atau tidak ada nyeri tekan.
b. Mata

Kebersihan mata: mata tanpak bersih, gangguan pada


mata: mata berfungsi dengan baik, pemeriksaan
konjungtiva: anemis atau ananemis, sclera biasanya
putih, pupil: isokor atau anisokor dan kesimetrisan
mata: mata simetris kiri dan kanan dan ada atau
tidaknya massa atau nyeri tekan pada mata.
c. Telinga

Fungsi pendengaran: biasanya berfungsi dengan baik,


bentuk telinga simetris kiri dan kanan, kebersihan
telinga.
d. Hidung

Kesimetrisan hidung: biasnya simetris, kebersihan


hidung, nyeri sinus, polip, fungsi pembauan dan
apakah menggunakan otot bantu pernapasan.
e. Mulut dan gigi

Kemampuan bicara, adanya batuk atau tidak, adanya


sputum saat batuk atau tidak, keadaan bibir, keadaan
platum, kelengkapan gigi, dan kebersihan gigi.
f. Leher

Biasanya simetris kiri dan kanan, gerakan leher;


terbatas atau tidak, ada atau tidak pembesaran kelenjer
thyroid, ada atau tidaknya pembesaran vena juguralis
dan kelenjer getah bening.
g. Thorak

1) Paru-paru

Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan gerakan dada,


frekuensi napas cepat (tachipnea), irama,
kedalamannya pernapasan cuping hidung,
Palpasi : Adanya nyeri tekan, fremitus traktil
bergetar kiri dan kanan.
Auskultasi : Suara napas ronchi (nada rendah dan
sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat
ekspirasi).
Perkusi : Terdengar bunyi redup (Dullnes) adanya
jaringan yang lebih padat atau konsolidasi paru-paru
seperti pneumonia.
2) Jantung

Inspeksi : Perhatikan kesimetrisan dada, Ictus


cordis tampak atau tidak.
Palpasi : Ictus cordis teraba, tidak ada

massa (pembengkakan) dan ada atau tidaknya nyeri


tekan.
Perkusi : Perkusi jantung pekak (adanya suara
perkusi jaringan yang padat seperti pada daerah
jantung).
Auskultasi : Terdengan Suara jantung I dan suara
jantung II (terdengar bunyi lub dub lub dub) dalam
rentang normal.
3) Abdomen

Inspeksi : Bentuk abdomen, kesimetrisan abdomen,


ada atau tidaknya lesi, ada atau tidaknya stretch mark.
Auskultasi : Mendengarkan bising usus (normal 5-30
x/ menit).
Perkusi : Terdengar suara tympany (suara berisi
cairan).
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pemberasan hepar.
h. Punggung

Tidak ada kelaina bentuk punggung, tidak ada


terdapat luka pada punggung.
i. Estremitas

Penilaian Kekuatan Otot :

Nilai 0: Paralisis total atau tidak ditemukan adanya


kontraksi pada otot,
Nilai 1: Kontaksi otot yang terjadi hanya berupa
perubahan dari tonus otot, dapat diketahui dengan
palpasi dan tidak dapat menggerakan sendi,
Nilai 2: O tot hanya mampu mengerakkan persendian
tetapi kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh
gravitasi,
Nilai 3: Dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat
melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap
tahanan yang diberikan pemeriksa,
Nilai 4: Kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai
dengan kemampuan otot terhadap tahanan yang
ringan,
Nilai 5: Kekuatan otot normal.

j. Genetalia

Terpasang kateter atau tidak.

k. Integument

Turgor kulit baik atau tidak, kulit kering.

e. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan penunjang ditulis tanggal pemeriksaan, jenis


pemeriksaan, hasil dan satuanya. Pemeriksaan penunjang
diantaranya: pemeriksaan laboratorium, foto rotgen, rekam
kardiografi, dan lain- lain (Rohman & Walid, 2010).
f. Therapy

Pada therapy tulis nama obat lengkap, dosis, frekuensi


pemberian dan cara pemberian, secara oral, parental dan lain-lain
(Rohman& Walid, 2010)

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah : pernyataan yang jelas singkat dan pasti


tentang masalah pasien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah
melalui tindakan keperawatan.Menurut (Dianosa Medis & Nanda, 2015).
Kemungkinan Diagnosa keperawatan yang muncul adalah

a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d Klien mengeluh nyeri ,tampak
meringis (kode diagnosa ??)

b. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang d.d Klien
mengatakan nyeri saat bergerak, gerakan terbatas. (kode diagnosa ??)
3. Intervensi Keperawatan

Intervensi adalah tindakan yang dirancang untuk membantu klien dalam


beralih dari tingkat yang diinginnkan dalam hasil yang diharapkan (Gordon,
1994).Intervensi keperawatan adalah semua tindakan asuhan yang perawat
lakukan atas nama klien.

a. Nyeri Akut

Intervnsi : Manajemen Nyeri (I.08238)

Observasi

- Identifikasi lokasi, karateristik, durasi, frekuensi, kualitas intensitas


nyeri.
- Identifikasi skala nyeri

- Identifikasi respons nyeri non verbal

- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.

- Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup

Terapeutik

- Berikan teknik non-farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri


- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

- Fasilitas istirahat dan tidur

Edukasi

- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

- Jelaskan strategi meredakan nyeri

- Ajarkan teknik non-farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetik

b. Gangguan Mobilitas Fisik

Intervnsi : Dukungan Mobilisasi (I.05173)

Observasi

- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya


- Monitor kndisi umum selama melakukan mobilisasi

Terapeutik

- Fasilitasi aktivitasi mobilisasi dengan alat bantu

- Libatkan keluarga untuk mebantu pasien dalam meningkatkan


pergerakan

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan.


4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai


tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga
meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien
selama dan sesudah tindakan, dan menilai data yang baru. Dalam
pelaksanaan membutuhkan keterampilan kognitif, interpersonal, dan
psikomotor.(Rohmah, 2012).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan. Evaluasi adalah


proses penilaian, pencapaian, tujuan serta pengkajian ulang rencana
keperawatan (Griffith& Christensen, 1986).Untuk memudahkan
perawat mengevaluasi atau memantau perkembangan klien,
digunakan komponen SOAP atau SOAPIE atau SOAPIE.

Tugas Baca

1. Apa itu CIS dan CES ?


Jawab :
Cairan tubuh adalah air beserta unsur-unsur didalamnya diperlukan untuk kesehatan sel. Cairan
ini sebagian berada di luar sel (ekstraselular) dan yang sebagian lagi berada didalam sel
(intraselular).

1.Cairan Intraselular (CIS) 40% dari BB total adalah CIS. Cairan Intraselular adalah cairan yang
terkandung didalam sel. Pada orang dewasa kira-kira 2/3 dari
cairan tubuh adalah cairan intraselular

2.Cairan Ekstraselular (CES) 20% dari BB total adalah CES. Cairan Ekstraselular adalah cairan
diluar sel. Ukuran relatif dari (CES) dapat menurun seiring dengan bertambahnya usia.

Anda mungkin juga menyukai