Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN REUMATOID ARTRITIS
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi.
Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi.
Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon,
2002).
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik,
progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris.
Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ.
Penyakit ini adalah salah satu dan sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang
diperantai oleh imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya. Biasanya terjadi destrukti
sendi progesif, walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan pada
sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun, lebih sering pada wanita
daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada
tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta pergelangan
tangan. (Muttaqin, 2006)
Arthritis rheumatoid adalah penyakit sistemik dengan gejala ekstra
artikuler. (Smeltzer, 2001).
Reumatoid Artritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang
menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang biasanya
mengalami kerusakan pertama kali adalah membran sinovial, yang melapisi sendi. Pada
RA, inflamasi tidak berkurang dan menyebar ke struktur sendi disekitarnya, termasuk
kartilago artikular dan kapsul sendi fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon mengalami.
Inflamasi ditandai oleh akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis
ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. Pada inflamasi kronis, membran sinovial
mengalami hipertropi dan menebal sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lanjut
menstimulasi nekrosis sel dan respon inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup
oleh jaringan granular inflamasi yang disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh
sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut.
Proses ini secara lambat merusak tulang dan menimbulkan nyeri hebat serta
deformitas. (Corwin, 2009).
Klasifikasi Rheumatoid Arthritis :
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi
yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi
yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi
yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

2.2 ETIOLOGI REUMATOID ARTRITIS


Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal
mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. penyakit ini belum dapat dipastikan
mempunyai hubungan dengan faktor genetik. Namun, berbagai faktor termasuk
kecendrungan genetik bisa memengaruhi reaksi autoimun. Faktor-faktor yang berperan
antara lain adalah jenis kelamin, infeksi (Price, 1995), keturunan (Price, 1995; Noer S,
1996), dan lingkungan (Noer S, 1996).
Agen spesifik penyebab arthritis rheumatoid belum dapat dipastikan, tetapi jelas ada
interaksi factor genetik dengan faktor lingkungan. (Maini dan Feldmann, 1998: Blab et
al, 1999). Namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen antibodi),
factor metabolik dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).

2.3 PATOLOGI REUMATOID ARTRITIS


1) Kelainan pada sinovia
Kelainan artitis reumatoid dimulai pada sinovia berupa sinovitis. Pada tahap awal
terjadi hiperemi dan pembengkakan pada sel-sel yang meliputi sinovia disertai dngan
infiltrasi limposit dan sel-sel plasma. Selanjutnya terjadi pembentukan vilus berkembang
ke arah ruang sendi dan terjadi nekrosis dan kerusakan dalam ruang sendi. Pada
pemeriksaan mikroskopik ditemukan daerah nekrosis fibrinoid yang diliputi oleh jaringan
fibroblas membentuk garis radial kearah bagian yang nekrosis.
2) Kelainan pada tendo
Pada tendo terjadi tenosinovitis disertai dengan invasi kolagen yang dapat menyebabkan
ruptur tendo secara parsial atau total.
3) Kelainan pada tulang.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
a. Stadium I (stadium sinovitis)
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi,
edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan
kekakuan.
b. Stadium II (stadium destruksi)
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan
sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
c. Stadium III (stadium deformitas)
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan
gangguan fungsi secara menetap.

4) Kelainan pada jaringan ekstra artikular.


Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-artikuler adalah :
a. Otot
Pada otot terjadi miopati yang pada elektromiograf menunjukkan adanya degenerasi
serabut otot.
b. Pembuluh darah kapiler
Terjadi perubahan pada pembuluh darah sedang dan kecil berupa artritis nekrotik.
Akibatnya terjadi gangguan respon arteriol terhadap temperatur.
c. Nodul subkutan
Nodul subkutan terdiri atas unit jaringan yang nekrotik di bagian sentral dan dikelilingi
oleh lapisan sel mnonuklear yang tersusun secara radier dengan jaringan ikat yang padat
dan diinfiltrasi oleh sel-sel bulat. Nodul subkutan hanya ditemukan pada 25% dari seluruh
klien artritis reumatoid. Gambaran ektra-artikuler yang khas adalah ditemukannya nodul
subkutan yang merupakan tanda patognomonik dan ditemukan pada 25% dari klien
artritis reumatoid.
Gambar 3.2.3

d. Kelenjar limfe
Terjadi pembesaran kelenjar limfe yang berasal dari aliran limfe sendi, hiperplasia
folikuler, peningkatan aktivitas sistem retikuloendotelial dan proliferasi jaringan ikat
yang mengakibatkan splenomegali.
e. Saraf
Pada saraf terjadi perubahan pada jaringan periuneral berupa nekrosis fokal, rekasi
epiteloid serta infiltrasi yang menyebabkan neuropati sehingga terjadi gangguan sensoris.
f. Organ-organ Visea
Kelainan artritis reumatoid juga dapat terjadi pada organ visera seperti jantung dimana
adanya demam reumatik kemungkinan akan menyebabkan gangguan pada katub
jantung. (Muttaqin, Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskletal, 2006).

2.4 MANISFESTASI KLINIS REUMATOID ARTRITIS


Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli artritis rheumatoid.
Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan, sendi
lutut, sendi siku pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul dan biasanya bersifat
bilateral/simetris. Tetapi kadang-kadang hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis
reumatoid mono-artikular. (Chairuddin, 2003).
Kriteria dm American Rheumatism Association (ARA) yang di revisi 1987, adalah:
1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian dan di
sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam sebelum perbaikan
maksimal.
2. Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau persendian (soft
tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang (hyperostosis). Terjadi pada
sekurang-kurangnya 3 sendisecara bersamaan dalam observasi seorang dokter. Terdapat
14 persendian yang memenuhi criteria, yaitu interfalang proksimal, metakarpofalang,
pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
3. Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu
persendian tangan seperti tertera di atas.
4. Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama;(tidak mutlak bersifat
simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical polyartritis simultaneously).
5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan
ektensor atau daerah jukstaartikular dalam observasi seorang dokter.
6. Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor rheumatoid serum yang
diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok control.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemeriksaan sinar rontgen
tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus menunjukkkan adanya erosi
atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan
dengan sendi.

Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi 4 dari 7


kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu. (Mansjoer,
2001).

2.5 PATOFISOLOGI REUMATOID ARTRITIS


Sebelum memahami patofisiologi penyakit reumatik penting untuk memahami lebih
dahulu tentang anatomi normal dan fisiologi persendian diartrodial atau sinovial. Fungsi
persendian sinovial adalah gerakan. Setiap sendi sinovial memiliki kisaran gerak tertentu
kendati masing-masing orang tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi
yang dapat digerakkan.
Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung tulang pada
sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan. Membran sinovial
melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan ke dalam ruangan
antar-tulang. Cairan sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut dan pelumas yang
memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat.
Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi dan degenerasi
yang terlihat pada penyakit reumatik. Inflamasi akan terjadi pada persendian sebagai
sinovitis. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan
degenerasi yang terjadi merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan
pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun.
Kartilago artikuler memainkan dua peranan mekanis yang penting dalam fisiologi
sendi. Pertama, kartilago artikuler memberikan permukaan penahan beban yang licin
secara nyata, dan bersama cairan sinovial, membuat gesekan (friksi) yang sangat rendah
dalam gerakan. Kedua, kartilago akan meneruskan beban atau tekanan pada tulang
sehingga mengurangi stres mekanis. Kartilago artikuler maupun tulang dapat normal
tetapi beban (gaya yang dihasilkan oleh berat tubuh) berlebihan pada sendi menyebabkan
jaringan tersebut gagal, atau beban pada sendi secara fisiologis masih banyak tetapi
kartilago artikuler atau tulangnya tidak normal. (muttaqin, 2005).

Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan sinovial.
Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan
memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial, dan akhirnya
membentuk panus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi
tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi.
Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan generatif dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.
Pada respon imun
Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan
syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF- untuk
mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69
dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon- dan
interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF- merupakan kunci terjadinya
inflamasi pada rheumatoid arthritis.
Aktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan
ikatan dengan 12 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin
meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses
patogenesis reumatoid artritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar
reumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun
kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara
keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas
juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang
ditemukan pada synovial penderita reumatoid artritis.

2.6 KOMPLIKASI REUMATOID ARTRITIS


Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang
merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau
obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs,DMRAD)
yang menjadi penyebab mordibitas dan mortalitas utama pada artitis reumatoid.
Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar
dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan
mielopati akibat ketidakstabilan verterbra servikal dan neuropati iskemik akibat
vaskulitis. (Mansjoer, 2001). Vaskulitis (inflamasi sistem vaskuler) dapat menyebabkan
trombosis dan infark.
Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau pada paru,
mata, atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu. Glaukoma dapat terjadi
apabila nodulus yang menyumbat aliran keluar cairan okular terbentuk pada mata.
Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari , depresi, dan stres
keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit. (Corwin, 2009).
Osteoporosis.
Nekrosis sendi panggul.
Deformitaas sendi.
Kontraktur jaringan lunak.
Sindrom Sjogren (Bilotta, 2011).

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG REUMATOID ARTRITIS


Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat menyokong
bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan
laboraturium terdapat:
Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis reumatoid terutama
bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis
hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan
sarkoidosis.
Protein C-reaktif biasanya positif.
LED meningkat.
Leukosit normal atau meningkat sedikit.
Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
Trombosit meningkat.
Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
Pada pemeriksaan rotgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah sendi
metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka jugasering terkena. Pada
awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular.
Kemudian terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi. (Mansjoer, 2001).
Gambar RA rontgen :

2.8 PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN REUMATOID ARTRITIS


Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri, mengurangi
inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi dan kemampuan
mobilisasi penderita.
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
1. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk mengurangi nyeri
dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi inflamasi, pemberian corticosteroid
sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan imunosupressive terapi untuk
menghambat proses autoimun.

2. Pengaturan aktivitas dan istirahat


Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting untuk
mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan pembatasan gerak yang
tidak perlu akan sangat membantu dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun
istirahat harus diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot
dan pergerakan sendi.

3. Kompres panas dan dingin


Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek analgesic dan relaksan
otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektive daripada kompres dingin.

4. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet yang
disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging, memakan buah beri untuk
menurunkan kadar asam urat dan mengurangi inflamasi.
Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bir dari minuman beralkohol,
ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan, kacang-kacangan, ekstrak daging, jamur,
bayam, asparagus, dan kembangkol karena dapat menyebabkan penimbunan asam urat
dipersendian.

5. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat dalam darah
sehingga tidak tertimbun di sendi. (NANDA, 2013).

6. Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan mempertahankan
status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan pada sendi. Adapun syaratsyarat
diet atritis rheumatoid adalah protein cukup, lemak sedang, cukup vitamin dan mineral,
cairan disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan setiap hari. Ratarata asupan cairan
yang dianjurkan adalah 2 2 L/hari, karbohidrat dapat diberikan lebih banyak yaitu 65
75% dari kebutuhan energi total.

7. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap akhir.
Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty atau
total join replacement untuk mengganti sendi.

2.9 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN REUMATOID ARTRITIS


1. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang memburuk dengan stress
pada sendi; kekakuan sendi pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris.
Keterbatasan fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, aktivitas istirahat, dan
pekerjaan. Gejala lain adalah keletihan dan kelelahan yang hebat.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit; kontraktur/kelainan
pada sendi dan otot.
b. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/kaki, misal pucat intermitten, sianotik,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
c. Integritas Ego
Gejala : Faktor-faktor stress akut/kronis, misal finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan sosial. Keputusasaan dan ketidak berdayaan.
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas diri misal ketergantungan pada orang
lain, dan perubahan bentuk anggota tubuh.
d. Makanan/Cairan
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/mengkonsumsi makan/cairan
adekuat; mual, anoreksia, dan kesulitan untuk mengunyah.
Tanda : Penurunan berat badan, dan membran mukosa kering.
e. Hiegiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi secara
mandiri. Ketergantungan pada orang lain.
f. Neurosensori
Gejala : Kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (disertai/tidak disertai pembengkakan jaringan lunak
pada sendi). Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada pagi hari).
h. Keamanan
Gejala : Kulit mengilat, tegang; nodus subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki, kesulitan
dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap, kekeringan
pada mata, dan membran mukosa.
i. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain, perubahan peran, isolasi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada yang dapat ditemukan pada klien rumatoid arthritis
(Doengoes, 2000) adalah sebagai berikut :
1) Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses
inflamasi, destruksi sendi.
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal,
nyeri/ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
3) Gangguan citra tubuh / perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan
kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi
atau ketidakseimbangan mobilitas.
4) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal, penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak atau depresi.
5) Risiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah berhubungan dengan
proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat.
6) Kurang pengetahuan / kebutuhan belajar mengenai penyakit, prognosis, danpengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

Sementara Carpenito (1995) merupakan diagnosis keperawtan pada klien reumatoid


artritis, adalah sebagai berikut :
1) Kelemahan berhubungan dengan penurunan mobilitas.
2) Risiko tinggi kerusakan membran mukosa oral berhubungan dengan pengaruh obat dan
sndrom Sjogren.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, fibrositis.
4) Risiko tinggi isolasi sosial berhubungan dengan kelemahan dan kesulitan ambulasi.
5) Gangguan pola seksual berhubungan dengan nyeri, kelemahan, sulit mengatur posisi, dan
kurang adekuat lubrikasi.
6) Gangguan proses keluarga berhubungan dengan kesulitan/ketidakmampuan klien.
7) Ketidakberdayaan berhubungan dengan perubahan fisik dan psikologis akibat penyakit.

3. RENCANA KEPERAWATAN
Rencana asuhan keperawatan pada klien artritis reumatoid di bawah ini, disusun
berdasarkan diagnosis keperawatan , tindakan keperawatan, dan rasionalasis ( Doenges,
2000).

1) Diagnosis keperawatan : Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan


akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi.
Tujuan : Nyeri berkurang, hilang atau teradaptasi.
sil :
- klien melaporkan penurunan nyeri.
- menunjukkan perilaku yang lebih relaks.
- memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan
keberhasilan.
- Skala nyeri 0-1 atau teradaptasi.
No INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Kaji keluhan nyeri, skala nyeri, Membantu dalam menentukan
serta catat lokasi dan intensitas, kebutuhan manajemen nyeri dan
faktor - faktor yang mempercepat, efektivitas program.
1. dan respons rasa sakit nonverbal.
Matras yang empuk/lembut, bantal
yang besar akan menjaga
Berikan matras/kasur keras, bantal pemeliharaan kesejajaran tubuh
kecil. Tinggikan tempat tidur yang tepat, menempatkan stres
sesuai kebutuhan. pada sendi yang sakit. Peninggian
tempat tidur menurunkan tekanan
2. pada sendi yang nyeri.
Biarkan klien mengambil posisi
yang nyaman waktu tidur atau Pada penyakit yang berat/
duduk di kursi. Tingkatkan eksaserbasi, tirah baring mungkin
istirahat di tempat tidur sesuai diperlukan untuk membatasi
3. indikasi. nyeri/cedera.
4. Tempatkan/ pantau penggunaan Mengistirahatkan sendi-sendi yang
bantal, karung pasir, gulungan sakit dan mempertahankan posisi
trokanter , bebat atau brace. netral. Penggunaan brace dapat
menurunkan nyeri /kerusakan pada
sendi. Imobilisasi yang lama dapat
mengakibatkan hilang mobilitas
/fungsi sendi.
Anjurkan klien untuk sering Mencegah terjadinya kelelahan
merubah posisi. Bantu klien untuk umum dan kekakuan sendi.
bergerak di tempat tidur, sokong Menstabilkan sendi, mengurangi
sendi yang sakit di atas dan di gerakan/rasa sakit pada sendi.
bawah, serta hindari gerakan yang
5. menyentak.
Meningkatkan relaksasi otot dan
Anjurkan klien untuk mandi air mobilitas, menurunkan rasa sakit,
hangat. Sediakan waslap hangat dan menghilangkan kekakuan pada
untuk kompres sendi yang sakit. pagi hari. Sensitivitas pada panas
Pantau suhu air kompres, air dapat dihilangkan dan luka dermal
6. mandi, dan sebagainya. dapat disembuhkan.
Meningkatkan relaksasi/
7. Berikan masase yang lembut. mengurangi tegangan otot.
Dorong penggunaan teknik
manajemen stres, misal relaksasi Meningkatkan relaksasi,
progresif, sentuhan terapeutik, memberikan rasa kontrol nyeri, dan
biofeedback, visualisasi, pedoman dapat meningkatkan kemampuan
imajinasi, hipnosis diri, dan koping.
8. pengendalian napas.
Memfokuskan kembali perhatian,
Libatkan dalam aktivitas hiburan memberikan stimulasi, dan
sesuai dengan jadwal aktivitas meningkatkan rasa percaya diri dan
9. klien. perasaan sehat.
Meningkatkan relaksasi,
Beri obat sebelum dilakukan mengurangi tegangan otot/ spasme,
aktivitas/ latihan yang memudahkan untuk ikut serta
10. direncanakan sesuai petunjuk. dalam terapi.
Kolaborasi
Berikan obat sesuai petunjuk:
Asetilsalisilat (Aspirin). Bekerja sebagai antiinflmasi dan
efek analgesik ringan dalam
mengurangi kekakuan dan
meningkatkan mobilitas. ASA
11. harus dipakai secara reguler untuk
mendukung kadar dalam darah
terapeutik. Riset mengindikasikan
bahwa ASA memiliki indeks
toksisitas yang paling rendah dari
NSAID lain yang diresepkan.

NSAID lainnya, misal ibuprofen Dapat digunakan bila klien tidak


(motrin), naproksen, sulindak, memberikan respons pada aspirin
piroksikam (feldence), fenoprofen. atau untuk meningkatkan efek dari
aspirin.
D-penisilamin (cuprimine).
Dapat mengontrol efek-efek
sistemik dari RA jika terapi lainnya
tidak berhasil. Efek samping yang
lebih berat misalnya
trombositopenia, leukopenia,
anemia aplastik membutuhkan
pemantauan yang ketat. Obat harus
diberikan di antara waktu makan,
karena absorpsi obat menjadi tidak
seimbang akibat makanan dan
produk antasida dan besi.

Antasida. Diberikan bersamaan dengan


NSAID untuk meminimalkan
iritasi/ketidaknymanan lambung.

Produk kodein. Meskipun narkotika umumnya


adalah kontraindikasi, namun
karena sifat kronis dari penyakit,
pengguna jangka pendek mungkin
diperlukan selama periode
eksaserbasi akut untuk mengontrol
nyeri yang berat.
Bantu klien dengan terapi fisik,
misal sarung tangan parafin, bak Memberikan dukungan hangat/
mandi dengan kolam panas untuk sendi yang sakit.
12. bergelombang.
Rasa dingin dapat menghilangkan
Berikan kompres dingin jika nyeri dan bengkak pada periode
13. dibutuhkan. akut.
Rangsang elektrik tingkat rendah
Pertahankan unit TENS jika yang konstan dapat menghambat
14. digunakan. transmisi sensasi nyeri.
Pengangkatan sinovium yang
meradang dapat mengurangi nyeri
Siapkan intervensi pembedahan, dan membatasi progresi dari
15. misal sinovektomi perubahan degeneratif.

2) Diagnosa Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas


skeletal, nyeri/ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan
otot.
Tujuan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
Kriteria Hasil :
- Klien dapat ikut serta dalam program latihan.
- Tidak terjadi kontraktur sendi.
- Bertambahnya kekukatan otot.
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas, mempertahankan
koordinasi mobilitas sesuai tingkat optimal.

No INTERVENSI RASIONAL
Mandiri
Evaluasi/ lanjutan pemantauan Tingkat aktivitas/ latihan
tingkat inflamasi/ rasa sakit pada tergantung dari perkembangan
1. sendi. resolusi proses inflamasi.
Pertahankan istirahat tirah baring/
duduk jika diperlukan. Buat jadwal
aktivitas yang sesuai dengan Istirahat sistemik dianjurkan
toleransi untuk memberikan selama eksaserbasi akut dan
periode istirahat yang terus- seluruh fase penyakit yang penting,
menerus dan tidur malam hari yang untuk mencegah kelelahan, dan
2. tidak terganggu. mempertahankan kekuatan.
Mempertahankan/ meningkatkan
fungsi sendi, kekuatan otot, dan
stamina umum. Latihan yang tidak
Bantu klien latihan rentang gerak adekuat dapat menimbulkan
pasif/ aktif, demikian juga latihan kekakuan sendi, karenanya
resistif dan isometrik jika aktivitas yang berlebihan dapat
3. memungkinkan. merusak sendi.
Menghilangkan tekanan pada
Ubah posisi klien setiap dua jam jaringan dan meningkatkan
dengan bantuan personel yang sirkulasi. Mempermudah perawatan
cukup. Demonstrasikan/ bantu diri dan kemandirian klien. Teknik
teknik pemindahan dan pemindahan yang tepat dapat
4. penggunaan bantuan mobilitas. mencegah robekan abrasi kulit.
Meningkatkan stabilitas jaringan
(mengurangi risiko cedera) dan
mempertahankan posisi sendi yang
Posisikan sendi yang sakit dengan diperlukandan dan kesejajaran
bantal, kantung pasir, gulung tubuh serta dapat mengurangi
5. trokanter, bebat, dan brace. kontraktur.
Gunakan bantal kecil/ tipis di Mencegah fleksi leher.
6. bawah leher.
Dorong klien mempertahankan Memaksimalkan fungsi sendi,
postur tegak dan duduk, berdiri , mempertahankan mobilitas.
7. berjalan.
Berikan lingkungan yang aman,
misal menaikkan kursi/ kloset,
menggunakan pegangan tangga
pada bak/ pancuran dan toilet, Menghindari cedera akibat
penggunaan alat bantu mobilitas/ kecelakaan/ jatuh.
8. kursi roda.

Berguna dalam memformulasikan


program latihan/ aktivitas yang
berdasarkan pada kebutuhan
Kolaborasi individual dan dalam
Konsultasi dengan ahli terapi fisik/ mengidentifikasi alat/ bantuan
9. okupasi dan spesialis vokasional. mobilitas.
Menurunkan tekanan pada jaringan
yang mudah pecah untuk
Berikan matras busa/pengubah mengurangi risiko
10. tekanan. imobilitas/terjadi dekubitus.
Berikan obat-obatan sesuai
indikasi:
Agen antireumatik, misal garam
emas, natrium tiomaleat. Obat-obatan :
Krisoterapi (garam emas ) dapat
menghasilkan remisi
dramatis/terus-menerus tetapi dapat
mengakibatkan inflamasi rebound
bila terjadi penghentian atau dapat
terjadi efek samping serius, misal
krisis nitrotoid seperti pusing,
penglihatan kabur, kemerahan
tubuh, dan berkembang menjadi
syok anafilaktrik.
Steroid .
Mungkin dibutuhkan untuk
11. menekan inflamasi sistemik akut.
Intervensi bedah:
Perbaikan pada kelemahan
Siapkan intervensi bedah: periartikuler dan subluksasi dapat
Artroplasti. meningkatkan stabilitas sendi.

Perbaikan berkenaan dengan defek


jaringan penyambung,
meningkatkan fungsi, dan
Prosedur pelepasan tunnel, mobilitas.
perbaikan tendon, ganglionektomi.
Pergantian mungkin diperlukan
untuk memperbaiki fungsi optimal
12. Implan sendi. dan mobilitas.

3) Diagnosa Keperawatan : Gangguan citra tubuh / perubahan penampilan peran


berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas
umum,peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas.
Tujuan : Klien mampu mengimplementasikan pola koping yang baru
dan mengungkapkan serta menunjukkan terhadap penampilan.
Kriteria Hasil :
- Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi
penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
- Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
- Klien menerima perunbahan citra tubuh.
- Klien berpartisipasi dalam berbagai aspek perawatan dan dalam pengambilan keputusan
tentang perawatan.

No INTERVENSI RASIONAL

Memberikan kesempatan untuk


mengidentifikasi rasa
Mandiri takut/kesalahan konsep dan mampu
Dorong klien mengungkapkan menghadapi masalah secara
perasaannya mengenai proses langsung.
1. penyakit dan harapan masa depan.
Mengidentifikasi bagaimana
Diskusikan arti dari kehilangan/ penyakit memengaruhi persepsi
perubahan pada klien/ orang diri dan interaksi dengan orang lain
terdekat. Pastikan bagaimana akan menentukan kebutuhan
pendangan pribadi klien dalam terhadap intervensi/konseling lebih
berfungsi dalam gaya hidup sehari- lanjut.
2. hari, termasuk aspek-aspek seksual.
Diskusikan persepsi klien Isyarat verbal/nonverbal orang
menganai bagaimana orang terdekat dapat memengaruhi
terdekat menerima keterbatasan bagaimana klien memandang
3. klien. dirinya sendiri.
Nyeri konstan akan melelahkan,
Akui dan terima perasaan berduka, perasaan marah, dan bermusuhan
4. bermusuhan, serta ketergantungan. umum terjadi.
Observasi perilaku klien terhadap
kemungkinan menarik diri,
menyangkal atau terlalu Dapat menunjukkan emosional
memperhatikan perubahan tubuh. atau metode koping maladaftif,
membutuhkan intervensi lebih
5. lanjut/dukungan psikologis.
Susun batasan pada perilaku
maladaftif. Bantu klien untuk Membantu klien untuk
mengidentifikasi perilaku positif mempertahankan control diri, yang
yang dapat membantu mekanisme dapat meningkatkan perasaan harga
6. koping yang adaftif diri.
Meningkatkan perasaan
Ikut sertakan klien dalam kompetensi/harga diri, mendorong
merencanakan perawatan dan kemandirian, dan mendorong
7. membuat jadwal aktifitas. partisipasi dalam terapi.
Bantu kebutuhan perawatan yang Mempertahankan penampilan yang
8. diperlukan klien dapat meningkatkan citra diri.
Memungkinkan klien untuk merasa
Berikan respons/pujian positif bila senang terhadap dirinya sendiri.
perlu. Menguatkan perilaku positif, dan
9. meningkatkan rasa percaya diri.
Kolaborasi
Rujuk pada konselig psikiatri, Klien/orang terdekat mungkin
missal perawat spesialis psikiatri, membutuhkan dukungan selama
psikologi/psikolog, pekerja social. berhadapan dengan proses jangka
10. panjang/ketidakmampuan.
Mungkin dibutuhkan pada saat
Berikan obat-obatan sesuai munculnya depresi hebat sampai
petunjuk, missal antiansietas dan klien mampu mengembangkan
obat-obatan peningkat alam kemampuan koping yang lebih
11. perasaan. efektif.

4. Diagnosa Keperawatan : Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan


muskuloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak atau depresi.
Tujuan : Klien dapat melakukan perawatan diri sesuai kemampuannya.
Kriteria Hasil :
- Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan
individual.
- Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri.
- Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan
perawatan diri.

No. INTERVENSI RASIONAL


Mandiri
Diskusikan dengan klien tingkat
fungsional umum sebelum Klien mungkin dapat melanjutkan
timbulnya/eksaserbasi penyakit aktivitas umum dengan melakukan
dan resiko perubahan yang adaptasi yang diperlukan pada
1. diantisipasi. keterbatasan saat ini.
Pertahankan mobilitas, control
terhadap nyeri, dan program Mendukung kemandirian
2. latihan. fisik/emosional klien.
Kaji hambatan klien dalam
partisipasi perawatan diri. Menyiapkan klien untuk
Identifikasi/buat rencana untuk meningkatkan kemandirian, yang
3. modifikasi lingkungan. akan meningkatkan harga diri.

Berguna dalam menentukan alat


bantu untuk memenuhi kebutuhan
individual, missal memasang
kancing, menggunakan alat bantu,
Kolaborasi emmakai sepatu, atau
Konsultasi dengan ahli terapi menggantungkan pgangan untuk
4. okupasi. mandi pancuran.
Mengidentifikasi masalah-masalah
yang mungkin dihadapi karena
tingkat ketidakmampuan actual.
Memberikan lebih banyak
Mengatur evaluasi kesehatan di keberhasilan usaha tim dengan
rumah sebelum dan setelah orang lan yang ikut serta dalam
pemulangan. perawatan, missal tim terapi
5. okupasi.
Membuat jadwal konsul dengan Klien mungkin membutuhkan
lembaga lainnya, missal pelayanan berbagai bantuan tambahan utnuk
6. perawatan di rumah, ahli nutrisi. partisipasi situasi di rumah.

5. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah


berhubungan dengan proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak
adekuat.

No. INTERVENSI RASIONAL

Mandiri Menidentifikasi tungkat


Kaji tingkat fingsional fisik klien.
bantuan/dukungan yang diperlukan
1. klien.
Evaluasi lingkungan sekitar untuk Menentukan kemungkinan susunan
2. mengkaji kemampuan klien dalam yang ada/perubahan susunan
melakukan perawatan diri sendiri. rumah untuk memenuhi kebutuhan
klien
Tentukan sumber-sumber financial
untuk memenuhi kebutuhan situasi
individual. Identifikasi system
pendukung yang tersedia untuk
klien, misalnya membagi Menjamin bahwa kebutuhan klien
perbaikan/ tugas-tugas rumah akan dipenuhi secara terus-
tangga antara anggota keluarga menerus.
3. atau pelayanan.
Identifikasi peralatan yang Memberikan kesempatan untuk
diperlukan untuk mendukung mendapatkan peralatan sebelum
aktifitas klien, missal peninggian pulang untuk menunjang aktivitas
4. dudukan toilet, kursi roda. klien di rumah.

Kolaborasi Bermanfaat untuk mengidentifkasi


Koordinasikan evaluasi di rumah peralatan, cara-cara untuk
dengan ahli terapi okupasi. mengubah berbagai tugas dalam
5. mempertahankan kemandirian.
Identifikasi sumber-sumber
komunitas, missal pelayanan Memberikan kemudahan berpindah
pembantu rumah tangga, pelayanan pada/mendukung kontinuitas
6 social (bila ada) dalam situasi di rumah.

6. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan/kebutuhan belajar mengenai penyakit,


prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurang pemanjanan/mengingat,
kesalahan interprestasi informasi.
Tujuan : Klien mampu memahami/menjelaskan mengenai penyakit,
prognosis dan perawatannya.
Kriteria Hasil :
- Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
- Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang
konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.

No. INTERVENSI RASIONAL

Mandiri Memberikan pengetahuan di mana


Tinjau proses penyakit, prognosis, klien dapat membuat pilihan
1. dan harapan masa depan. berdasarkan informasi yang
disampaikan.
Diskusikan kebiasaan klien dalam Tujuan control penyakit adalh
penatalaksanaan proses sakit untuk menekan inflamasi
melalui diet, obat-obatan, serta sendi/jaringan lain guna
program diet seimbang, latihan, mempertahankan fungsi sendi dan
2. dan istirahat. mencegah deformitas.
Bantu klien dalam merencanakan
jadwal aktivitas yang realistis, Memberikan striuktur dan
periode istirahat, perawatan diri, megurangi ansietas pada waktu
pemberian obat-obatan, terapi menangani proses penyakit kronis
3. fisik, dan menajemen stress. yang kompleks.
Tekankan pentingnya melanjutkan Keuntungan dari terapi obat-obatan
4. manajemen farmakoteraupeutik. tergantung ketepatan dosis.
Rekomendasikan penggunaan Preparat bersalut/dibufer di cerna
aspiran bersalut/dibuper enteric dengan makanan, meminimalkan
atau salisilat (anthorpan) atai kolin iritasi gaster, mengurangi resiko
5. magnesium trisalisilat (trilisate). perdarahan.
Anjurkan klien untuk mencerna
obat-obatan dengan makanan, susu
6. atau antasida. Membatasi iritasi gaster.
Identifikasi efek samping obat- Memperpanjang dan
obatan yang merugikan, missal memaksimalkan dosis aspirin
tinnitus, intoleransi lambung, dapat mengakibatkan takar lajak
perdarahan gastrointestinal, dann (overdosis).
7. ruam purpurik.
Banyak produk mengandung
Tekankan pentingnya membaca salisilat tersembunyi (missal obat
label produk dan mengurangi diare) yang dapat meningkatkan
penggunaan obat yang dijual bebas resiko overdosis obat/efek samping
8. tanpa persetujuan dokter. yang berbahaya
Tinjau pentingnya diet yang
seimbang dengan makanan yang
banyak mengandung vitamin,
9. protein, dan zat besi. Meningkatkan perasaan sehat.
Dorong klien yang obesitas untuk
menurunkan berat badan dan
berikan informasi penurunan berat
badan sesuai kebutuhan. Penurunan berat badan akan
10. mengurangi tekanan pada sendi.
Berikan informasi menganai alat Mengurangi paksaan untuk
11. bantu, missal bermain barang- menggunakan sendi dan
barang yang bergerak, tongkat memungkinkan individu untuk ikut
untuk mengambil, piring-piring serta secara lebih nyaman dalam
ringan, tempat duduk toilet yang aktivitas yang dibutuhkan
dapat dinaikkan, palang palang
keamanan.
Diskusikan teknik menghemat
energy, kisal duduk lebih baik Mencegah kepenatan.
daripada berdiri dalam menyiapkan
12. makanan dan mandi.
Dorong klien untuk
menpertahankan posisi tubuh yang Mekanika tubuh yang baik harus
benar, baik saat istirahat maupun menjadi bagian dari gaya hidup
saat aktivitas, missal menjaga klien untuk mengurangi takanan
13. sendi tetap meregang, tidak fleksi. sendi dan nyeri.
Tinjau perlunya inspeksi sering
pada kulit dan lakukan perawatan
kulut lainnya di bawah bebat, gips,
alat penyokong. Tunjukkan Mengurangi resiko
14. pemberian bantalan yang tepat. iritsai/kerusakan kulit.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik,
progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris.
Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ.
Penyakit ini adalah salah satu dan sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang
diperantai oleh imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya. Biasanya terjadi destrukti
sendi progesif, walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa remisi.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan pada
sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun, lebih sering pada wanita
daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada
tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta pergelangan
tangan. (Muttaqin, 2006).
Tujuan pengobatan adalah menghasilkan dan mempertahankan remisi atau sedapat
mungkin berusaha menekan aktivitas penyakit tersebut.Tujuan utama dari program terapi
adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan
mencegah dan/atau memeperbaiki deformitas.

DAFTAR PUSTAKA

Bilotta, Kimberly A.J. 2011. Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan Edisi
2. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.

Doenges, E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Kusuma, Hardhi dan Amin Huda N. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA
NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2 2013. Yogyakarta: Media hardy.

Lukman dan Nurna Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskletal. Jakarta: Salemba Medika.

Mansjoer, arif. Dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media aesculapius.

Muttaqin, arif. 2005. Ringkasan Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Banjarmasin: Unpublished.

Muttaqin, arif. 2006. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Banjarmasin: Unpublished.

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahEdisi 8.
Jakarta: EGC.

http://en.m.wikipedia.org/wiki/Rheumatoidarthritis

Anda mungkin juga menyukai