PROFESIONAL EMERGENSI
PADA Tn.S DENGAN
BENIGNA PROSTATE HYPERPLASIA (BPH)
Disusun oleh:
RICHARD ABDUL AZIS 40219031
Oleh
Richard Abdul A 40219031
Program Studi Profesi Ners
Pembimbing Institusi
.
BAB I
PENDAHULUAN
Peran perawat pada klien meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Secara promotif perawat dapat memberikan penjelasan pada
klien tentang penyakit BPH mulai dari penyebab sampai dengan komplikasi
yang akan terjadi bila tidak segera ditangani. Kemudian pada aspek preventif
perawat memberikan penjelasan bagaimana cara penyebaran penyakit BPH,
misalnya cara pembesaran prostat akan menyebabkan obstruksi uretra. Secara
kuratif perawat berperan memberikan obat-obatan sebagai tindakan
kolaborasi dengan tim dokter. Aspek rehabilitatif meliputi peran perawat
dalam memperkenalkan pada anggota keluarga cara merawat klien dengan
BPH dirumah, serta memberikan penyuluhan tentang pentingnya cara
berkemih. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka penulis merasa tertarik
untuk mengangkat dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Gangguan
Sistem Perkemihan Post Open Prostatectomi atas Indikasi Benigna Prostat
Hiperplasia”.
A. Definisi
Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering
terjadi sebagai hasil dar pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat
(Yuliana Elin, 2011).
B. Anatomi Prostat
a. Lobus posterior
b. Lobus lateral
c. Lobus anterior
d. Lobus medial
C. Fungsi Prostat
Kelenjar prostat ditutupi oleh jaringan fibrosa, lapisan otot halus, dan
substansi glandular yang tersusun dari sel epitel kolumnar. Kelenjar prostat
menyekresi cairan seperti susu yang menusun 30% dari total cairan semen,
dan memberi tampilan susu pada semen. Sifat cairannya sedikit alkali yang
member perlindungan pada sperma di dalam vagina yang bersifat asam.
Sekret prostat bersifat alkali yang membantu menetralkan keasaman vagina.
Cairan prostat juga mengandung enzim pembekuan yang akan menebalkan
semen dalam vagina sehingga semen bisa bertahan dalam serviks.
D. Etiologi
Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel srem. Oleh
karena suatu sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormon atau
faktor pencetus lain. Maka sel stem dapat berproliferasi dengan cepat,
sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral.
b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan
baik.
c. Derajat 3, timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka
bisa timbul aliran refluks ke atas, timbul infeksi askenden menjalar
ke ginjal dan dapat menyebabkan pielonefritis, hidronefrosis.
F. Patofisiologi
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Purnomo (2000),
membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona
sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra
(Purnomo, 2000). Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia
lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena
produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi
estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan
bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron,
yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi
dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam
sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi
pertumbuhan kelenjar prostat.
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria
tidak mampu lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih
tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia
paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko
ureter dan dilatasi. ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal
ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005).
G. Pathway
H. Komplikasi
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
saluran kemih.
b. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan.
2. Pencitraan
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa
prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh
terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.
b. IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa
hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar
prostat, penyakit pada buli-buli.
c. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau
mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel,
tumor.
d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.
J. Penatalaksanaan
1. Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien
2. Medika mentosa
3. Pembedahan
Indikasi:
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin
akut
3) Perianal prostatectomy.
K. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
saluran kemih.
b. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
2. Pencitraan
a. Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa
prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin
yang merupakan tanda dari retensi urin.
d. Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.
L. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Meliputi Meliputi nama,umur, jenis kelamin, agama, suku,alamat,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
b. Keluhan saat pengkajian
c. Keluhan terdahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
3. Pola fungsi kesehatan
a. Aktifitas
b. Istirahat
c. Eliminasi
d. Nutrisi
4. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
- Keadaan umum
- Kesadaran
- TTV
- TB dan BB
b. Pemeriksaan fisik secara head to toe
5. Data psikologis
a. pendidikan
b. hubungan siosial
c. gaya hidup
d. peran dalam keluarga
6. Data penunjang
7. Pengobatan
Kasus Keperawatan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas pasien
Nama : Tn “S”
Umur : 63 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : Sekolah Dasar (SD)
Alamat : Des Gembongan Kec. ponggok
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 25 mei 2020
Tanggal pengkajian : 25 mei 2020
Diagnosa medis : Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn “M”
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Cucu
2. Riwayat Penyakit
a. Alasan masuk rumah sakit sakit
Klien mengeluh susah BAK ± 1 tahun. Pasien berobat ke Puskesmas
lalu dirujuk ke RSUD Blitar.
b. Keluhan saat dikaji
Pasien mengatakan nyeri pada bagian bekas luka operasi. Pasien
meringis kesakitan.
P : saat ditekan dan beraktivitas
Q : seperti ditusuk jarum
R : dibagian abdomen bawah (kandung kemih) luka operasi
S : 5-6
T : intermitten
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit kronis sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang menderita BPH.
3. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Laki-laki meninggal
: Perempuan
: Perempuan meninggal
: Pasien
Aktifitas 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Keterangan : 0 = mandiri
1 = dibantu sebagian
2 = perlu bantuan orang lain
3 = perlu bantuan orang lain dan alat
4 = tergantung orang lain tidak mandiri
5. Data Sosial
a. Hubungan dengan keluarga
Baik.
b. Hubungan dengan tetangga
Baik.
c. Hubungan dengan pasien sekitar
Baik.
d. Hubungan dengan keluarga pasien lain
Baik.
6. Data Psikologis
a. Status emosi
Pasien dapat mengendalikan emosi dengan baik.
b. Peran diri
Pasien tidak dapat mejalankan peran seagai kepala keluarga yang baik
karena dirawat di rumah sakit.
c. Gaya komunikasi
Pola Koping
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
TTV : TD = 120/80 mmHg
N = 80 x/menit
RR = 16 x/menit
S = 36,5 ºC
b. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris, beruban, kulit kepala kering,
tidak ada ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
c. Mata
Inspeksi : Sklera putih, dapat melihat dengan jelas, bola mata
simetris, konjungtiva merah muda, ada reaksi
terhadap cahaya (miosis) tidak mengguakan alat bantu
penglihatan, fungsi penglihatan normal.
Palpasi : Tidak nyeri tekan.
d. Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan
pembengkakan.
e. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada kelainan dikedua telinga,
tidak ada lesi dan serumen.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
f. Mulut
Inspeksi : Gigi tampak hitam, lidah bersih, mukosa mulut
lembab, bibir lembab.
Palpasi : Otot rahang kuat.
g. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid, tidak
ada nyeri tekan.
h. Thoraks (paru-paru)
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada lesi, respirasi 16 x/m, ada
batuk sedikit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler.
Perkusi : Sonor.
i. Thoraks (jantung)
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis tidak teraba.
Auskultasi : S1 dan S2 reguler.
Perkusi : Batas jantung normal.
j. Abdomen
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, terdapat luka insisi bedah
tanggal 25-05-2020 di abdomen inguinalis kanan
dengan karakteristik panjang luka 8-10 cm jumlah
hecting 7 jahitan tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor,
dolor, kalor, tumor). Terpasang drain dengan produksi
± 50 cc warna merah muda.
Palpasi : ada nyeri tekan di sekitar luka post operatif di
abdomen inguinalis kanan, skala 5-6 (nyeri sedang),
teraba hangat di daerah sekitar luka.
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus 6 x/menit.
k. Genetalia
(pasien menolak untuk dikaji).
l. Ekstremitas
Kanan 5 5 5 5 5 5 5 5 Kiri
5 5 5 5 5 5 5 5
Pengobatan
Tramadol 2 x 100 ml (IV)
Ranitidine 2 x 50 ml (IV)
As. Tranexamat 3 x 500 mg (IV)
Cefoprazone 2 x 1 gr (IV).
NaCl/RL 20 Tpm.
B. ANALISA DATA
DO:
- Ps tampak meringis kesakitan
BPH
2. DS: Resiko infeksi
DO:
- Terdapat luka post operasi pada
abdomen bawah. Tindakkan pembedahan
N : 80x/menit
S : 36,7oC
- Leukosit 6.600mm3/drh
Resiko infeksi
Tindakkan pembedahan
3. DS: Intoleransi aktifitas
- Ps mengatakan tidak bisa
melakukan aktifitas secara
mandiri Nyeri
melakukan aktivitas.
- Ps terpasang kateter triway no.
22
Intoleransi aktifitas
- Ps terpasang infus RL 20 tpm.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nyeri akut b/d luka post operasi, Setalah dilakukan tindakan keperawatan Guidance :
1.
ditandai dengan: 3x24 jam diharapkan nyeri dapat
- Kaji skala nyeri
berkurang atau hilang dengan kriteria 1. Mengetahui skala nyeri
DS: hasil : - Kaji TTV setiap 4 jam
- Ps mengatakan nyeri dibagian Support :
- Ds : pasien mengatakan nyeri 2. Mengetahui keadaan
bekas luka
berkurang dengan skala 1-3 - Berikan posisi yang nyaman umum pasien.
P : saat ditekan dan beraktivitas
- Do : pasien tampak tenang, untuk klien.
Q : seperti ditusuk jarum
TTV dalam batas normal Teaching : 3. Memberikan rasa
R : dibagian abdomen bawah
- Ajarkan manajemen nyeri (teknik nyamann bagi pasien.
(kandung kemih) luka operasi.
relaksasi napas dalam dan teknik
S : 5-6
distraksi). 4. Mengalihkan perhatian
T : intermitten
Dev. Env : nyeri.
7. Protein mempercepat
proses penyembuhan
luka.
3. Intoleran aktivitas b/d nyeri akibat Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam Guidance : 1. Mengetahui keadaan
luka bekas operasi, ditandai diharapkan intoleran aktivitas dengan umum pasien
dengan: criteria hasil : - Kaji tanda tanda infeksi
- Kaji tingkat aktifitas 2. Mengetahui tingkat
DS: - Pasien mengatakan bisa ketergantungan pasien
Support :
- Ps mengatakan tidak bisa beraktivitas secara mandiri dan 3. Memberikan
melakukan aktifitas secara secara perlahan - berikan posisi senyaman mungkin
kenyamanan pada pasien
mandiri - Pasien biisa melakukan secara - dekatkan barang yang diperlukan
4. Memberikan
- Ps mengatakan luka terasa nyeri mandiri pasien
kenyamanan pada
saat melakukan aktifitas Teaching :
- ajarkan pasien untuk latihan aktif pasien.
DO:
dan pasif sesuai kondisi 5. Mencegah kelemahan
- Ps tampak lemah.
Dev. Env : otot dan merangsang
- Ps tampak kesakitan jika
- Ciptakan lingkungan yang tenang mobilisasi.
melakukan aktivitas.
Collaboration : 6. Memberikan
- Ps terpasang kateter triway no.
- Kolaborasi dengan dokter dalam kenyamanan pada
22
pemberian obat yang sesuai pasien.
Ps terpasang infus RL 20 tpm.
7. Memberikan terapi yang
tepat untuk pasien
D. CATATAN PERKEMBANGAN DAN EVALUASI
08.30
DX 2. 26 Mei 2020 1. Mengkaji tanda-tanda infeksi.
S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal,
09.00 H/ Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, panas, dan sakit.
tumor.
10.00 O : Tidak tampak adanya tanda-tanda
2. Memberikan penkes kepada pasien dalam infeksi.Pasien terlihat tenang
menjaga kebersihan luka bekas operasi.
R/ pasien dan keluarga mendengarkan dengan baik. A : Masalah masih resiko.
DX 3. 26 Mei 2020 1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien. S : Pasien mengatakan belum bisa beraktifitas
secara mandiri.
13.00 H/ pasien hanya beraktifitas di tempat tidur.
2. Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif. O : Pasien tampak lemah.
R/ pasien mengikuti dengan baik. A : Masalah belum teratasi .
DX 2. 27 Mei 2020 1. Memberikan terapi injeksi . S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal,
panas dan sakit.
09.00 R/ Cifrofloxacin 500 mg IV.
11.00 2. Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik O : Tidak ada tanda-tanda infeksi.
dan steril. A : Masalah masih resiko.
08.00 H/ perban tambak bersih, tidak terdapat tanda-
P : Intervensi 1,2 dan 3 dilanjutkan.
tanda infeksi.
DX 3. 27 Mei 2020 1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien. S : Pasien mengatakan sebagian aktifitas
sudah bisa dilakukan sendiri.
13.00 H/ sebagian aktifitas pasien sudah dapat dilakukan
sendiri O : Pasien tampak lebih bersemangat dalam
2. Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif. melakukan aktifitas.
R/ pasien mengikuti dengan baik. A : Masalah teratasi sebagian .
13.30
P : Intervensi 1 dan 2 dilanjutkan.
08.30
DX 2. 28 Mei 2020 1. Mengkaji tanda-tanda infeksi. S : Pasien mengatakan tidak ada rasa gatal,
panas dan sakit.
09.00 H/ Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor,
tumor). O : Tidak terlihat ada tanda-tanda infeksi.
11.00
2. Memberikan terapi injeksi sesuai dengan anjuran
A : Masalah masih resiko.
dokter. tidak
R/ Cifrofloxacin 500 mg IV. P : Intervensi dihentikan.
08.00
3. Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik - Delegasikan rencana intervensi
dan steril. kepada teman sejawat.
H/ perban tambak bersih, terdapat tanda-tanda
infeksi.
DX 3. 28 Mei 2020 1. Mengkaji tingkat aktifitas pasien. S : Pasien mengatakan sebagian aktifitas
sudah bisa dilakukan sendiri.
09.00 H/ sebagian aktifitas pasien sudah bisa dilakukan
secara mandiri. O : Pasien tampak lebih bersemangat dalam
2. Mengajarkan latihan fisik aktif dan pasif. melakukan aktifitas.
R/ pasien mengikuti dengan baik. A : Masalah teratasi sebagian.
13.30
P : Intervensi 1 dilanjutkan.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal untuk melakukan suatu keperawatan yang berguna
untuk mengumpulkan data sebagai dasar untuk mengetahui kebutuhan klien sehingga
dapat menentukan asuhan keperawatan yang akan di lakukan. Dalam pengumpulan data
penulis menggunakan metode wawancara atau Tanya jawab dengan keluarga pasien
danklien serta observasi dengan menggunakan pemeriksaan fisik dan menggunakan studi
dokumentasi pada status pasien. Selama melakukan pengkajian penulis tidak banyak
menemui kesulitan, hal ini berkaitan dengan kerjasama dan partisipasi dari pasien dan
keluarga dalam memberikan informasi yang diperlukan, berkaitan dengan penyakit yang
di derita pasien. Pada pemerikasaan fisik, penulis menemukan beberapa gejala khas yang
sesuai dengan teoritis yaitu :gangguan eliminasi dan rasa tidak nyaman pada daerah
pemasangan kateter.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan tinjauan pustaka asuhan keperawatan pada kasus BPH tim penulis
mendapat hasil diagnosa keperawatan yaitu : 80 Sedangkan diagnosa yang di dapat pada
kasus ada 3 diagnosa yaitu : 1. Nyeri 2. Resiko infeksi 3.Intoleransi aktifittass
C. Intervensi Keperawatan
Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan sesuai
dengan kriterianya, maka penulis membuat rencana berdasarkan acuan pada tinjauan
teoritis yang ada pada diagnosa ini intervensi dapat diterapkan pada kasus karena berkat
kerjasama yang baik antara perawat, keluarga, dan klien. Dalam menyusun tindakan yang
akan di lakukan ini disesuaikan dengan diagnosa yang di temukan sehingga mendapatkan
tujuan yang di inginkan.
D. Implementasi Keperawatan
Tahap ini adalah tahap untuk melakukan tindakan – tindakan yang telah di
rencanakan sebelumnya.Semua tindakn bisa dilakukan. Tetapi penulis tidak dapat
memberikan perawatan dalam 24 jam karena adanya pergantian dinas yang telah diatur
E. Evaluasi Keperawatan
Selama perawatan yang dilakukan selama 3 hari, dari 3 diagnosa yang ditegakkan
hanya sebagian yang dapat teratasi karena pasien masih mengeluhkan nyeri yang di
deritanya dan tekanan darah masih tinggi,sehingga tinjauan pustaka, rencana tindakan di
buat selam 3 hari perawatan.
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
Lebih teliti dalam pengkajian dan analisa data, karena yang menjadi acuan dalam
menentukan diagnosa Keperawatan adalah analisa data sebelum menentukan rencana
tindakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Engram Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.
Nurarif, Amin Huda, dkk. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA
NIC NOC. Yogyakarta: Media Action Publishing.
Wijaya Andra Saferi, dkk. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika