Anda di halaman 1dari 12

Bahar Ajar

ASPEK PSIKO, SOSIO,


KULTURAL, DAN
SPIRITUAL KLIEN
HIV / AIDS

Dr, Ishak Kenre, SKM.,M.Kes

2022
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................................................. 2

Daftar Isi ......................................................................................................................................... 3

BAB I Pendahuluan

1. Latar Belakang… ......................................................................................................................... 4

2. Rumusan Masalah… .................................................................................................................... 5

BAB II Pembahasan

1. Aspek Psikologis Pada Orang Dengan HIV/AIDS ..................................................................... 6

2. Aspek Sosio HIV/AIDS .............................................................................................................. 8

3. Aspek Kultural Pada Klien HIV/AIDS ..................................................................................... 10

4. Aspek Spiritual Pasien HIV/AIDS ............................................................................................12

BAB III Penutup

1. Kesimpulan ................................................................................................................................ 13

2. Saran… ...................................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 14

1
BAB I

PENDAHULUAN

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yamg menyerang/ menginfeksi
sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. AIDS ( Acuired Immuno
Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan
tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV ( depkes 2014)

Kemenkes 2018 bagian pencegahan dan pengendalian penyakit (P2) menjelaskan bahwa
jumblah kasus HIV yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2017 mengalami
kenaikan tiap tahunnya. Jumblah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan desember
2017 sebanyak 280.623. jumblah HIV tertinggi yaitu DKI Jakarta (51.981), diikuti jawa timur
( 39.633), papua (29.083), jawa barat (28.964), dan jawa tengah (22.292). jumblah AIDS yang
dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2017 relatif stabil setiap tahunnya. Jumblah
kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan 2017 sebanyak 102.667. presentasi kumulatif
AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (32,5%), kemudian diikuti kelompok umur 30-39
tahun (30,7%) 40-49 tahun (12,9%) 50-59 tahun (4,7%) dan 15-16 tahun (3,2%). Presentasi AIDS
pada laki-laki sebanyak 57% dan perempuan 33%. Sementara itu 20% tidak meloporkan jenis
kelamin. Jumblah aids terbanyak diwilayah papua (19.729), jawa timur (18.243), DKI Jakarta
(9.215), jawa tengah (8.170), bali (7441) dan Jawa Barat (5.502). Angka kemtian (CFR) AIDS
meningkat dari 1,07% pada tahun 2015 menjadi 1,08% pada desember 2017.

Pemerintah telah menyusun petunjuk teknis program pengendalian HIV/AIDS dan PMS di
fasilitas tingkat pertama pada tahun 2016. Strategi pemerintah terkait dengan program pengendalian
HIV-AIDS-IMS antara lain: meningkatkan penemuan kasus HIV secara dini, meningkatkan
cakupan pemberian da retensi terapi ARV, serta perawatan kronis, memperluas akses pemeriksaan
CD4 dan viral load (VL), termasuk earli infant diagnosis (EID), Peningkatan kualitas pelayanan
fasyankes, dan mengadvokasi pemerintah lokal mengurangi biaya terkait layanan tes dan
pengobatan HIV-AIDS

Virus HIV tidak menyebabkan kematian secara langsung pada penderitanya, akan tetapi
adanya penurunan imunitas tubu yang mengakibatkan mudah terserangnya infeksi uportunistik bagi
2
penderitanya (fauci & lane 2012; WHO, 2014)
Penyakit HIV yang semula bersifat akut dan mematikan berubah menjadi penyakit kronis yang
dapat dikelola. Namun demikian, hidup dengan penyakit kronis menyisakan persoalan-persoalan
lain yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian baik secara fisik, psikologis, sosial, dan spiritual.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Aspek Psikologis Pada Orang Dengan HIV/AIDS

Masalah psiko sosial pasien HIV / AIDS meliputi: khawatir, frustasi, kesedihan,
berduka, ketakutan anggota keluarga menjadi terinfeksi, perasaan marah, sera depresi dan
ketakutan menghadapi kematian. (WHO 2016; et all, 2010)
Temuan dalam penelitian ini menunjukan ketika diagnose HIV/AIDS pertama kali
semuanya merasa “drop”, kaget, takut, marah, jengkel, malu, sedih dan tidak percaya. Sebuah
penelitian studi kasus yang dilakukan oleh kurniawati (2006), mengenai coping stress ODHA
menunjukan bahwa ODHA memiliki Kecenderungan untuk melakukan emotion focus coping
daripada problem focus coping. Pengeksplorasian emosi ternyata merupakan proses penting bagi
ODHA untuk kemudian dapat menerima keadaan.
Strategi koping lasarus&folkman (1984) menggolongkan 2 strategi koping yang
biasanya digunakan oleh individu, yaitu problem focused coping dan emotion focused coping.

1. Problem focused koping, merupakan usaha individu yang secara aktif mencari
penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan
stress. Problem focused coping terdiridari:
a. Confrontative coping merupakan usaha untuk mengubah keadaan yang di anggap
menekan dengan cara yang agresif
b. Confrontative coping,usaha untuk mendapatkan kenyamanan dan bantuan
informasi dari orang lain untuk menyelesaikan masalahnya.
c. Planful problem solving, usaha untuk mengubah keadaan yang di anggap
menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis
2. Emotion focused coping merupakan usaha individu untuk mengatur emosinya dalam
rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi
atau situasi yang penuh tekanan.

4
a. Seeking social emotional support, yaitu usaha untuk memperoleh dukungan
secara emosional maupun social dari orang lain.
b. Self control,usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang
menekan
c. Distancing, usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti menghindar
dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan pandangan-
pandangan yang positif, seperti menganggap masalah seperti lelucon
d. Positive reappraisal, usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan
berfokus pada pengembangan diri biasannya juga melibatkan hal-hal yang bersifat
religious
e. Accepting responbility, usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam
permasalahan yang dihadapinya, dan mencoba menerimanya untuk Membuat
semuanya menjadi lebih baik
f. Escape/avoidance, usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi
tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum,
merokok, atau menggunakan obat-obatan.

1. Contoh klien sebelum HIV dari aspek psikologis

Seseorang dari keluarga broken home yang memilikiperasaan yang sangat sedih dan
ingin mendapatkan kesenangan dengan cara memakai narkoba sehingga Membuat dia merasa
senang dan dapat menghilangkan rasa sedihnya dan lama-kelamaan seseorang itu dapat terkena
HIV

Seseorang yang frustasi karenateman-temannya sehingga dia sangat sedih dan marah
oleh dirinya sendiri dan Membuat seseorang itu melakukan kekerasan seks untuk melampiaskan
rasa amarahnya, sehingga ia terkena HIV karena melakukan seks bebas.

2. Reaksi- reaksi ODHA

a. Denial reaksi pertama untuk prognosa yang mengarah kekematian melibatkan


perasaan menolak mempercayainya sebagai suatu kebenaran. Ia menjadi gelisah,

5
menyangkal, gugup, dan kemudian menyalahkan hasil diagnosis. Penyangkalan
sebenarnya merupakan suatu mekanisme pelindung terhadap trauma psikologis
yang dideritanya
b. Anger secara tidak sadar proses psikologis akan terus berkembang menjadi rasa
bersalah bahwa dirinya telah terinfeksi, marah terhadap dirinya sendiri atau orang
yang menularinya, tidakberdaya, dan kehilangan control serta akal sehatnya.
c. Bargaining pada tahapan ini, orang tersebut berusaha mengubah kondisinya
dengan melakukan tawar-menawar atau berusaha bernegosiasi dengan Tuhan
d. Depression perasaan depresi muncul ketika upaya negosiasi tidak menolong dan
orang tersebut merasa tidak ada harapan serta tidak berdaya. Mereka dalam
keadaan tidak menentu dalam menghadapi reaksi orang lain terhadap dirinya.
e. Acceptance akhir dari proses psikologis ini adalah menerima nasib. Keadaan ini
merupakan suatu keadaan dimana seseorang menyadari bahwa ia memiliki suatu
penyakit, bukan akibat dari penyakit itu. Orang dengan kesempatan hidup yang
tidak banyak lagi akan mencapai penerimaan ini setelah tidak lagi mengalami
depresi, tetapi lebih merasa tenang dan siap menghadapi kematian.

3. Manajemen masalah psikologis temuan penelitian menunjukan bahwa menejemen


masalahpsikologis yang dilakukan oleh pasien HIV/AIDS antara lain

1) Peningkatan koping
2) Konseling
3) Upaya spiritual
4) Meningkatkan dukungan suppors sosial. Temuan dalam penelitian ini selaras dengan
yang disampaikan bulecheck, butcher, dochterman dan wagner (2012)

Bahwa manajemen permasalahan untuk mengatasi masalah psikologis berupa kecemasan pada
pasien HIV/AIDS diantaranya yaitu penurunan kecemasan, Peningkatan koping, dukungan
kelompok, dukungan keluarga.

6
B. Aspek Sosio HIV/AIDS

1. Faktor yang memicu penyakit HIV dari aspek sosial

Gaya hidup yang tidak baik seperti pergaulan bebas dapat menjadi faktor pemicu penyakit
HIV, karena hidup yang tidak baik dapat menyebabkan kegiatan seksual yang tidak aman,
sehingga orang tersebut melakukan seks bebas dengan orang mengidap virus didalam tubuhnya
dan akan mengakibatkan penularan virus HIV. faktor lain yang berpera ndisini adalah
penggunaan jarum suntik, karena media jarum suntik dapat menyebarkan virus HIV ke tubuh
orang yang sehat. Selain itufaktor lainnya adalah lingkungan yang tidak bersih, asupan nutrisi
yang kurang baik, dan tidak rutin berolahraga.
2. Aspek sosio klien yang sudah terkena HIV
Adanya stigma dan diskriminasi akan berdampak pada tatanan sosial masyarakat. Pederita HIV
dan AIDS dapat kehilangan kasih saying dan kehangatan pergaulan sosial. Sebagian
kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan yang pada akhirnya penimbulkan kerawanan
sosial, sebagian lagi dikucilkan oleh teman temannya bahkan keluarga sendiri ketakutan akan
perlakuan yang dibedakan ini akan membuat orang yang terkena HIV/AID susah menjembatani
diri dengan orang lain, membagi pengalamannya, bahkan takut untuk meminta pertolongan
bahwa ia sakit. Ia senantiasa khawatir menerima reaksi orang lain terhadap dirinya dan orang
lain pun juga menjaga jarak.

3. Menurunnya produktivitas masyarakat

Karena daya tahan tubuh yang melemah, dan angka harapan hidup yang meurun, Membuat
daya produktivita spenderitaan HIV/AIDS tidak lagi sama seperti pada umumnya. Hal ini
menyebabkan kebanyakan dari mereka kehilangan kesempatan kerja. Hal ini juga berpengaruh
terhadap aspek ekonomi yang dihadapi.

4. Meningkatkan angka pengangguran

Meningkatnya pengangguran ini merupakan salah satu aspek sosial yang diterima klien
HIV/AIDS. Daya tahan tubuh yang melemah dan antibody yang rentan serta ketergantungan
pada obat, maka klien akan susah dalam mencari pekerjaan.

7
5. Mempengaruhi pola hubungan sosial di masyarakat

Pola hubungan sosial dimasyarakat akan berubah ketika masyarakat memberikan stima
negative pada klien HIV/AIDS dan mulai mengucilkannya. Hal ini bukanhanya berpengaruh
pada diri klien itu saja, tetapi keluarga juga terkadang akan dikucilkan. Hal ini bukan hanya
berpengaruh pada diri klien itu saja, tetapi keluarga juga terkadang akan dikucilkan di
masyarakat.

6. Meningkatnya kesenjangan pendapatan/ kesenjangan sosial

Kesenjangan sosial dapat terjadi ketika masyarakat sekitar memberikan stigma negative
kepada HIV/AIDS.

7. Munculnya reaksi negative

Munculnya reaksi negative dalam bentuk diskriminasi, isolasi dan tindakan kekerasan
lainnyaterhadap pengidap HIV/AIDS

8
C. Aspek Kultural Pada Klien HIV/AIDS

Perubahan social dialami oleh setiap masyarakat yang pada dasarnya tidak dapat
dipisahkan dengan Perubahan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Perubahan social
dalam suatu masyarakat diawali oleh tahapan Perubahan nilai, norma, dan tradisi kehidupan
sehari-hari masyarakat yang bersangkutan, yang juga dapat disebut dengan Perubahan nilai
social.

Berlangsungnya Perubahan nilai budaya tersebut disebabkan oleh tindakan


diskriminasi dari masyarakat umum terhadap penderita HIV/AIDS, serta pengabaian nilai-
nilai dari kebudayaan itu sendiri.

Perilaku seksual yang salah satunya dapat menjadi faktor utama tingginya
penyebaran HIV/AIDS dari bidang budaya. Ditemukan beberapa bidang budaya tradisional
yang ternyata meluruskan jalan bagi perilaku seksual yang salah ini. Meskipun kini tidak
lagi Nampak, budaya tersebut pernah berpengaruh kuat dalam kehidupan
masyarakat,seperti:

Budaya di salah satu daerah di provinsi jawabarat, kebanyakan orangtua


menganggap bila memiliki anak perempuan, dia adalah aset keluarga. Menurut mereka, jika
anak perempuan menjadi pekerja seks komersial (PSK) di luar negeri akan meningkatkan
penghasilan keluarga. Dan bagi keluarga yang anak wanitanya menjadi PSK, sebagian
warga patura tersebut bisa menjadi orang kaya di kampungnya. Dampak dari budaya
tersebut HIV/AIDS semakin luas dan dapat Penyebabkan HIV/AIDS di papua tidak terlepas
dari perilaku masyarakat yang sering melakukan hubungan homoseksual dan heteroseksual.
Dimana, perilaku seksual seperti itu merupakan salah satu penyebab terbesar terjadinya
penyebab penyakit tersebut. Perilaku menyimpang tersebut sebagian besar dilakukan dalam
praktek ritual, adat istiadat, perayaan festival-festival,dan pesta seksantri yang sudah
menjadi satu kebudayaan bagi masyarakat papua. Hubungan homoseksual yang sering
dilakukan oleh masyarakat papua tidak hanya dilakukan oleh kaum lelaki saja tetapi juga
oleh kaum wanitanya. Mereka melakukannya atas dasar adat-istiadat yang berlaku dan
merupakan praktek ritual terhadap nenek moyang. Selain itu,perilaku masyaraat yang sering
mendatangi pekerja seks komersial (PSK) juga turut berpengaruh terhadap tingginya kasus
9
HIV/AIDS di papua. Mereka sering mendatangi para PSK yang menjajakan diri di pinggir-
pinggir jalan dan tempat-tempat hiburan lainnya. Dari hasil studi kualitas perilaku seks di
papua mengidikasikan banyak masyarakat papua yang mempunyai banyak pasangan dan
sebagian besar memulai hubungan seks pada umur yang muda. Sementara hasil survey
perilaku pada pegawai negri di jayapura padatahun 2003 menunjukan bahwa sekitar 32
persen pegawai negeri lelaki di jayapura membeli seks.

Dalam beberapa mitos di Negara afrika, dinyatakan bahwa pengidap HIV/AIDS


dapat sembuh jika berhubungan intim dengan perawan. Hal ini ikut berkontribusi dalam
banyaknya penderita HIV/AIDS wanita di Afrika. Banyak juga para penderita HIV/AIDS
berusaha menyembuhkan diri mereka dengan bantuan shama, atau dukun dalam kepercayaan
afrika. Para shama akan Menganjurkan merekamelakukan hal-hal yang bukan membantu
menyembuhkan penyakit, tetapi malah memperparah penyakit mereka, seperti berendam
dan mandi dalam lumpur. Padahal lumpur kotor mengandung ribuan virus dan bakteri yang
akan menyerang tubuh penderita. Padahal, sangat jelas tubuh penderita HIV/AIDS sangat
lemah dan tidak memiliki pertahanan terhadap bakteri dan virus Yang masuk kedalam
tubuh. Selain itu, masih terdapat banyak anggapan atau pandangan rendah terhadap para
penderita AIDS tidak inggin mendapatkan pengobatan karena malu dan takutd ianggap aib
abagi masyarakat.

10
D. Aspek Spiritual Pasien HIV/AIDS

Stigma negative dan diskriminatif dapat menghambat proses penanganan penyakit


HIV/ Aids dan penyebaran epidemic HIV/AIDS stigma tersebut secara tidak langsung dapat
menurunkan kualitas hidup seorang pasien dengan HIV

Spiritualitas merupakan bagian dari kualitas hidup berada dalam domain kapasitas
diri yangterdiri dari nilai-nilai personal, standar, personal & kepercayaan.

Terdapat 4 hal yang diakui sebagai kebutuhan spiritual yaitu proses mencari makna
baru dalam kehidupan, pengampunan, kebutuhan untuk dicintai, dan pengharapan.

Hasil penelitian dari 22 responden sebagian besar mempunyai kesejahteraan spiritual


pasien HIV/AIDS adalah sedang. Hasil ini menunjukan kesejahteraan spiritual pasien
HIV/AIDS nilai tertinggi 36. Hal ini terjadi karena pasien merasakan adanya hubungan
yang bermakna dengan tuhan dapat memberikan kekuatan, harapan dan merupakan bagian
dari kepercayaan.

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Spiritual

 Kebudayaan, termasuk didalamnya adlah tingkah laku, kepercayaan, dan nilai-nilai yang
bersumber dari latar belakang sosial budaya.
 Jenis kelamin
 Situasi krisis dan berubah
 Terpisah dari ikatan spiritual

Agama digunakan sebagai koping positif untuk penyakit HIV/AIDS oleh klien tetapi tidak
ada Perubahan secara signifikan pada spiritualisme klien HIV/AIDS setelah 12-18 bulan
( cotton, puchalski, & Sherman, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh cotton, tsevat,
szaflarski et al (2006) mengatakan 25% klien HIV/ AIDS menjadi lebih religious dan 41%
mengalami Peningkatan spiritual setelah di diagnose HIV/AIDS

11

Anda mungkin juga menyukai