Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ASPEK PSIKO,SOSIAL,KULTURAL, DAN SPIRITUAL


KLIEN HIV/AIDS

Di Susun Oleh :
KELOMPOK 2
Ilyas Maulana
Sahrul Hafis Usman
Ahda Wati Sindolo
Sri Rejeki

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA MANDIRI POSO


(STIKES)
TAHUN AJARAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebab karena
limpahan rahmat serta anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah kami
dengan judul “Aspek psiko, sosial, kultural, dan spiritual klien HIV/AIDS” ini dengan tepat
waktu.
Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan tugas mata kuliah
Keperawatan HIV/AIDS yang diberikan oleh dosen Detrina F. Uramako., S.Kep., Ns. M.Kep
Pada makalah ini akan dibahas mengenai Aspek psiko, sosial, kultural, dan spiritual klien
HIV/AIDS.
Selanjutnya dengan rendah hati kami meminta kritik dan saran dari pembaca untuk
makalah ini supaya selanjutnya dapat kami revisi kembali. Karena kami sangat menyadari,
bahwa makalah yang telah kami buat ini masih memiliki banyak kekurangan.
Kami ucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah
mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini hingga
rampungnya makalah ini. Demikianlah yang dapat kami haturkan, kami berharap supaya
makalah yang telah kami buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................2

DAFTAR ISI.........................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................4

A. Latar Belakang..........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................4

BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................................................5

1. Aspek Psikologis pada klien HIV/AIDS.................................................................5-6


2. Aspek Sosail pada klien HIV/AIDS........................................................................6-7
3. Aspek Kultural pada klien HIV/AIDS....................................................................7-8
4. Aspek Spiritual pada klien HIV/AIDS.....................................................................9

BAB III PENUTUP.............................................................................................................10

A. KESIMPULAN .......................................................................................................10
B. SARAN....................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................11

3
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yamg menyerang/


menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia. AIDS
(Acuired Immuno Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul
karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (depkes 2014)
Kemenkes 2018 bagian pencegahan dan pengendalian penyakit (P2) menjelaskan bahwa
jumblah kasus HIV yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2017
mengalami kenaikan tiap tahunnya.
Jumblah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan desember 2017
sebanyak 280.623. jumblah HIV tertinggi yaitu DKI Jakarta (51.981), diikuti jawa timur
( 39.633), papua (29.083), jawa barat (28.964), dan jawa tengah (22.292). jumblah AIDS
yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2017 relatif stabil setiap tahunnya.
Jumblah kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan 2017 sebanyak 102.667.
presentasi kumulatif AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (32,5%), kemudian
diikuti kelompok umur 30-39 tahun (30,7%) 40-49 tahun (12,9%) 50-59 tahun (4,7%) dan
15-16 tahun (3,2%). Presentasi AIDS pada laki-laki sebanyak 57% dan perempuan 33%.
Sementara itu 20% tidak meloporkan jenis kelamin.
Jumlah aids terbanyak diwilayah papua (19.729), jawa timur (18.243), DKI Jakarta
(9.215), jawa tengah (8.170), bali (7441) dan Jawa Barat (5.502). Angka kemtian (CFR)
AIDS meningkat dari 1,07% pada tahun 2015 menjadi 1,08% pada desember 2017.
Pemerintah telah menyusun petunjuk teknis program pengendalian HIV/AIDS dan PMS di
fasilitas tingkat pertama pada tahun 2016.
Strategi pemerintah terkait dengan program pengendalian HIV-AIDS-IMS antara
lain: meningkatkan penemuan kasus HIV secara dini, meningkatkan cakupan pemberian
da retensi terapi ARV, serta perawatan kronis, memperluas akses pemeriksaan CD4 dan
viral load (VL), termasuk earli infant diagnosis (EID), Peningkatan kualitas pelayanan
fasyankes, dan mengadvokasi pemerintah lokal mengurangi biaya terkait layanan tes dan
pengobatan HIV-AIDS Virus HIV tidak menyebabkan kematian secara langsung pada
penderitanya, akan tetapi adanya penurunan imunitas tubu yang mengakibatkan mudah
terserangnya infeksi uportunistik bagi penderitanya (fauci & lane 2012; WHO, 2014) 4
Penyakit HIV yang semula bersifat akut dan mematikan berubah menjadi penyakit
kronis yang dapat dikelola. Namun demikian, hidup dengan penyakit kronis menyisakan
persoalan-persoalan lain yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian baik secara fisik,
psikologis, sosial, dan spiritual.

II. Rumusan Masalah


1. Aspek Psikologis Pada Orang Dengan HIV/AIDS
2. Aspek Sosial HIV/AIDS
3. Aspek Kultural Pada Klien HIV/AIDS

4
4. Aspek Spiritual Pasien HIV/AIDS
BAB II
TINJAUN TEORI

1. Aspek Psikologis Pada Klaen HIV/AIDS

Masalah psikososial pasien HIV / AIDS meliputi: khawatir, frustasi, kesedihan,


berduka, ketakutan anggota keluarga menjadi terinfeksi, perasaan marah, serta depresi dan
ketakutan menghadapi kematian. (WHO 2016; et all, 2010) Temuan dalam penelitian ini
menunjukan ketika diagnosa HIV/AIDS pertama kali semuanya merasa “drop”, kaget, takut,
marah, jengkel, malu, sedih dan tidak percaya. Sebuah penelitian studi kasus yang
dilakukan oleh kurniawati (2006), mengenai coping stress ODHA menunjukan bahwa
ODHA memiliki Kecenderungan untuk melakukan emotion focus coping dari pada problem
focus coping. Pengeksplorasian emosi ternyata merupakan proses penting bagi ODHA
untuk kemudian dapat menerima keadaan. Strategi koping lasarus & folkman (1984)
menggolongkan 3 strategi koping yang biasanya digunakan oleh individu, yaitu problem
focused coping dan emotion focused coping.
penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang
menimbulkan stress. Problem focused coping terdiridari:
a. Confrontative coping merupakan usaha untuk mengubah keadaan yang di anggap
menekan dengan cara yang agresif
b. Confrontative coping,usaha untuk mendapatkan kenyamanan dan bantuan informasi
dari orang lain untuk menyelesaikan masalahnya.
c. Planful problem solving, usaha untuk mengubah keadaan yang di anggap menekan
dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis.

Emotion focused coping merupakan usaha individu untuk mengatur emosinya


dalamrangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi
atau situasi yang penuh tekanan

a. Seeking social emotional support, yaitu usaha untuk memperoleh dukungan secara
emosional maupun social dari orang lain.
b. Self control,usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang
menekan
c. Distancing, usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti menghindar dari
permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan pandanganpandangan
yang positif, seperti menganggap masalah seperti lelucon
d. Positive reappraisal, usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan
berfokus pada pengembangan diri biasannya juga melibatkan hal-hal yang bersifat
religious
e. Accepting responbility, usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam
permasalahan yang dihadapinya, dan mencoba menerimanya untuk Membuat
semuanya menjadi lebih baik

5
f. Escape/avoidance, usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi
tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum,
merokok, atau menggunakan obat-obatan.

Reaksi-reaksi ODHA :
1. Tahap pengingakaran (Danial)
 Mengidentifikasi terhadap penyakit pasien, Mendorong pasien untuk mengekpresikan
perasaaan takut menghadapi kematian dan mengeluarkan keluh
2. Tahap kemarahan (Angger)
 Memberikan kesempatan mengekspresikan marahnya, Memahami kemarahan pasien
3. Tahap tawar menawar (Bergaining)
 dorong pasien agar mau mendiskusikan perasaan kehilangan dan takut menghadapi
penyakit pasien, Mendorong pasien untuk menggunakan kelebihan positi yang ada
pada dirinya.
4. Tahap Depresi
 Memberikan dukungan dan perhatian, Mendorong pasien untuk melakukan aktifitas
sehari-hari sesuai kondisi, Membantu menghilangkan rasa bersalah: bila perlu
mendatangkan pemuka agama.
5. Tahap menerima
 Memotifasi pasien untuk mau berdoa dan sembahyang, memberikan bimbingan
keagamaan sesuai keyakinan pasien.

2. Aspek Sosial HIV/AIDS

a) Faktor yang memicu penyakit HIV dari aspek sosial


Gaya hidup yang tidak baik seperti pergaulan bebas dapat menjadi faktor pemicu
penyakit HIV, karena hidup yang tidak baik dapat menyebabkan kegiatan seksual yang
tidak aman, sehingga orang tersebut melakukan seks bebas dengan orang mengidap
virus didalam tubuhnya dan akan mengakibatkan penularan virus HIV. faktor lain yang
berpera ndisini adalah penggunaan jarum suntik, karena media jarum suntik dapat
menyebarkan virus HIV ke tubuh orang yang sehat. Selain itufaktor lainnya adalah
lingkungan yang tidak bersih, asupan nutrisi yang kurang baik, dan tidak rutin
berolahraga.

b) Aspek sosio klien yang sudah terkena HIV


Adanya stigma dan diskriminasi akan berdampak pada tatanan sosial
masyarakat. Pederita HIV dan AIDS dapat kehilangan kasih saying dan kehangatan
pergaulan sosial. Sebagian kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan yang pada
akhirnya penimbulkan kerawanan sosial, sebagian lagi dikucilkan oleh teman temannya

6
bahkan keluarga sendiri ketakutan akan perlakuan yang dibedakan ini akan membuat
orang yang terkena HIV/AID susah menjembatani diri dengan orang lain, membagi
pengalamannya, bahkan takut untuk meminta pertolongan bahwa ia sakit. Ia senantiasa
khawatir menerima reaksi orang lain terhadap dirinya dan orang lain pun juga menjaga
jarak.

c) Menurunnya produktivitas masyarakat


Karena daya tahan tubuh yang melemah, dan angka harapan hidup yang meurun,
Membuat daya produktivita spenderitaan HIV/AIDS tidak lagi sama seperti pada
umumnya. Hal ini menyebabkan kebanyakan dari mereka kehilangan kesempatan kerja.
Hal ini juga berpengaruh terhadap aspek ekonomi yang dihadapi.
d) Meningkatkan angka pengangguran
Meningkatnya pengangguran ini merupakan salah satu aspek sosial yang diterima
klien HIV/AIDS. Daya tahan tubuh yang melemah dan antibody yang rentan serta
ketergantungan pada obat, maka klien akan susah dalam mencari pekerjaan.
e) Mempengaruhi pola hubungan sosial di masyarakat
Pola hubungan sosial dimasyarakat akan berubah ketika masyarakat memberikan
stima negative pada klien HIV/AIDS dan mulai mengucilkannya. Hal ini bukanhanya
berpengaruh pada diri klien itu saja, tetapi keluarga juga terkadang akan dikucilkan. Hal
ini bukan hanya berpengaruh pada diri klien itu saja, tetapi keluarga juga terkadang akan
dikucilkan di masyarakat.
f) Meningkatnya kesenjangan pendapatan/ kesenjangan sosial
Kesenjangan sosial dapat terjadi ketika masyarakat sekitar memberikan stigma
negative kepada HIV/AIDS.
g) Munculnya reaksi negative
Munculnya reaksi negative dalam bentuk diskriminasi, isolasi dan tindakan
kekerasan lainnya terhadap pengidap HIV/AIDS.

3.Aspek Kultural Pada Klien HIV/AIDS

Perubahan social dialami oleh setiap masyarakat yang pada dasarnya tidak dapat
dipisahkan dengan Perubahan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Perubahan
social dalam suatu masyarakat diawali oleh tahapan Perubahan nilai, norma, dan tradisi
kehidupan sehari-hari masyarakat yang bersangkutan, yang juga dapat disebut dengan
Perubahan nilai social.

Berlangsungnya Perubahan nilai budaya tersebut disebabkan oleh tindakan


diskriminasi dari masyarakat umum terhadap penderita HIV/AIDS, serta pengabaian nilai-
nilai dari kebudayaan itu sendiri.

7
Perilaku seksual yang salah satunya dapat menjadi faktor utama tingginya
penyebaran HIV/AIDS dari bidang budaya. Ditemukan beberapa bidang budaya tradisional
yang ternyata meluruskan jalan bagi perilaku seksual yang salah ini. Meskipun kini tidak
lagi Nampak, budaya tersebut pernah berpengaruh kuat dalam kehidupan
masyarakat,seperti:
Budaya di salah satu daerah di provinsi jawabarat, kebanyakan orangtua menganggap bila
memiliki anak perempuan, dia adalah aset keluarga. Menurut mereka, jika anak perempuan
menjadi pekerja seks komersial (PSK) di luar negeri akan meningkatkan penghasilan
keluarga. Dan bagi keluarga yang anak wanitanya menjadi PSK, sebagian warga patura
tersebut bisa menjadi orang kaya di kampungnya. Dampak dari budaya tersebut HIV/AIDS
semakin luas dan dapat

Penyebabkan HIV/AIDS di papua tidak terlepas dari perilaku masyarakat yang


sering melakukan hubungan homoseksual dan heteroseksual. Dimana, perilaku seksual
seperti itu merupakan salah satu penyebab terbesar terjadinya penyebab penyakit tersebut.
Perilaku menyimpang tersebut sebagian besar dilakukan dalam praktek ritual, adat istiadat,
perayaan festival-festival,dan pesta seksantri yang sudah menjadi satu kebudayaan bagi
masyarakat papua. Hubungan homoseksual yang sering dilakukan oleh masyarakat papua
tidak hanya dilakukan oleh kaum lelaki saja tetapi juga oleh kaum wanitanya. Mereka
melakukannya atas dasar adat-istiadat yang berlaku dan merupakan praktek ritual terhadap
nenek moyang. Selain itu,perilaku masyaraat yang sering mendatangi pekerja seks
komersial (PSK) juga turut berpengaruh terhadap tingginya kasus HIV/AIDS di papua.
Mereka sering mendatangi para PSK yang menjajakan diri di pinggir- pinggir jalan dan
tempat-tempat hiburan lainnya. Dari hasil studi kualitas perilaku seks di papua
mengidikasikan banyak masyarakat papua yang mempunyai banyak pasangan dan sebagian
besar memulai hubungan seks pada umur yang muda. Sementara hasil survey perilaku pada
pegawai negri di jayapura padatahun 2003 menunjukan bahwa sekitar 32 persen pegawai
negeri lelaki di jayapura membeli seks.

Dalam beberapa mitos di Negara afrika, dinyatakan bahwa pengidap HIV/AIDS


dapat sembuh jika berhubungan intim dengan perawan. Hal ini ikut berkontribusi dalam
banyaknya penderita HIV/AIDS wanita di Afrika. Banyak juga para penderita HIV/AIDS
berusaha menyembuhkan diri mereka dengan bantuan shama, atau dukun dalam
kepercayaan afrika. Para shama akan Menganjurkan merekamelakukan hal-hal yang bukan

8
membantu menyembuhkan penyakit, tetapi malah memperparah penyakit mereka, seperti
berendam dan mandi dalam lumpur. Padahal lumpur kotor mengandung ribuan virus dan
bakteri yang akan menyerang tubuh penderita. Padahal, sangat jelas tubuh penderita
HIV/AIDS sangat lemah dan tidak memiliki pertahanan terhadap bakteri dan virus Yang
masuk kedalam tubuh. Selain itu, masih terdapat banyak anggapan atau pandangan rendah
terhadap para penderita AIDS tidak inggin mendapatkan pengobatan karena malu dan
takutd ianggap aib abagi masyarakat.

4. Aspek Spritual Klien HIV/AIDS


Stigma negative dan diskriminatif dapat menghambat proses penanganan penyakit
HIV/ Aids dan penyebaran epidemic HIV/AIDS stigma tersebut secara tidak langsung
dapat menurunkan kualitas hidup seorang pasien dengan HIV.
Spiritualitas merupakan bagian dari kualitas hidup berada dalam domain kapasitas
diri yang terdiri dari nilai-nilai personal, standar, personal & kepercayaan.
Terdapat 4 hal yang diakui sebagai kebutuhan spiritual yaitu proses mencari makna
baru dalam kehidupan, pengampunan, kebutuhan untuk dicintai, dan
pengharapan.Hasil penelitian dari 22 responden sebagian besar mempunyai
kesejahteraan spiritual pasien HIV/AIDS adalah sedang.
Hasil ini menunjukan kesejahteraan spiritual pasien HIV/AIDS nilai tertinggi 36. Hal
ini terjadi karena pasien merasakan adanya hubungan yang bermakna dengan tuhan
dapat memberikan kekuatan, harapan dan merupakan bagian dari kepercayaan.

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Spiritual

 Kebudayaan, termasuk didalamnya adalah tingkah laku, kepercayaan, dan nilai-


nilai yang bersumber dari latar belakang sosial budaya.
 Jenis kelamin
 Situasi krisis dan berubah
 Terpisah dari ikatan spiritual

Agama digunakan sebagai koping positif untuk penyakit HIV/AIDS oleh klien
tetapi tidak ada Perubahan secara signifikan pada spiritualisme klien HIV/AIDS
setelah 12-18 bulan ( cotton, puchalski, & Sherman, 2006). Penelitian yang
dilakukan oleh cotton, tsevat, szaflarski et al (2006) mengatakan 25% klien HIV/

9
AIDS menjadi lebih religious dan 41% mengalami Peningkatan spiritual setelah di
diagnose HIV/AIDS

10
BAB III
PENUTUP

i. Kesimpulan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yamg
menyerang/ menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan
tubuh manusia. AIDS ( Acuired Immuno Deficiency Syndrome) adalah
sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi oleh HIV ( depkes 2014).
Masalah psiko sosial pasien HIV / AIDS meliputi: khawatir, frustasi,
kesedihan, berduka, ketakutan anggota keluarga menjadi terinfeksi, perasaan
marah, sera depresi dan ketakutan menghadapi kematian. (WHO 2016; et all,
2010).
Gaya hidup yang tidak baik seperti pergaulan bebas dapat menjadi faktor
pemicu penyakit HIV, aspek sosio orang dengan HIV/AIDS menyebabkan
menurunnya produktivitas masyarakat, meningkatnya angka pengangguran,
pempengaruhi pola hubungan, meningkatnya kesenjangan pendapatan/
kesenjangan sosial dan munculnya reaksi negative. Perilaku seksual yang salah
satunya dapat menjadi faktor utama tingginya penyebaran HIV/AIDS dari bidang
budaya. Ditemukan beberapa bidang budaya tradisional yang ternyata meluruskan
jalan bagi perilaku seksual yang salah ini. Meskipun kini tidak lagi Nampak,
budaya tersebut pernah berpengaruh kuat dalam kehidupan masyarakat.
Spiritualitas merupakan bagian dari kualitas hidup berada dalam domain
kapasitas diri yang terdiri dari nilai-nilai personal, standar, personal &
kepercayaan.

ii. Saran
Kami tentunya masih menyadari jika makalah diatas terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaa. Kami akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari
pembaca.

11
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/presentation/401653252/2-Aspek-Psiko-Sosio-Kultural-
Dan- Spiritual-Hiv

12
1. Di bawah ini yang termasuk dalam strategi koping menurut lasarus & folkman (1984)
adalah …..
A. Problem focussed coping
B. Confrontative coping
C. Self control
D. Escape/advoidance
E. Positive reappraisal
Jawaban : A

2. Faktor yang memicu penyakit HIV dari aspek sosial adalah .....
A. Adanya stigma dan diskriminasi
B. Pergaulan bebas
C. Meningkatkan angka pengangguran
D. Menurunnya produktivitas
E. Kesenjangan sosial
Jawaban : B

3. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Spiritual kecuali .....


A. Kebudayaan
B. Jenis kelamin
C. Kehidupan
D. Terpisah dari ikatan spiritual
E. Situasi krisis dan berubah
Jawaban : C

4. Spiritualitas merupakan bagian dari kualitas hidup berada dalam domain kapasitas diri
yang terdiri dari ....
A. nilai-nilai personal, standar, angka harapan hidup yang meurun, lingkungan
yang tidak bersih

13
B. lingkungan yang tidak bersih, asupan nutrisi yang kurang baik, dan tidak rutin
berolahraga, pergaulan bebas
C. proses mencari makna baru dalam kehidupan, pengampunan, kebutuhan untuk
dicintai, dan pengharapan.
D. nilai-nilai personal, standar, personal & kepercayaan.
E. tingkah laku, kepercayaan, dan nilai-nilai yang bersumber dari latar belakang
sosial budaya.
Jawaban : D

5. Perubahan social budaya dalam suatu masyarakat diawali oleh tahapan.....


A. Spiritual dan lingkungan
B. Psikososial dan sosial
C. Nutrisi dan pola hidup sehat
D. Masalah dan emosi
E. nilai, norma, dan tradisi kehidupan
Jawaban : E

14

Anda mungkin juga menyukai