Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL & PALIATIF


PALIATIF CARE PADA HIV/AIDS

DOSEN PENGAMPU : Ibu Muthmainnah, Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Nanda 1914201110040

Sintia Ananda 1914201110061

Siti Ulpah 1914201110062

Zukhairiah 1914201110067

SEMESTER/KELAS : 5/B
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2020/2021

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga dalam penyusunan makalah ini
dapat diselesaikan. Dalam penyusunan Makalah ini, kami mengalami berbagai
kendala dan kesulitan, namun berkat Rahmat Allah SWT yang disertai kesabaran,
dan ketekunan sehingga makalah yang berjudul “PALIATIF CARE PADA
HIV/AIDS” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan, demi terciptanya tujuan yang ingin dicapai. Atas bantuan dan kritikan
serta saran dari semua pihak, maka saya mengucapkan terima kasih. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................

1.3 Tujuan......................................................................................................................

BAB II ISI JURNAL.........................................................................................................

2.1 Kontribusi konseling islam dalam mewujudkan palliative care bagi pasien
HIV/AIDS................................................................................................................

2.2 Efektifitas Palliative Home Care untuk Pasien dengan HIV/AIDS.........................

2.3 Pengaruh Relaksasi Lima Jari Terhadap Depresi Pada Orang Dengan
Hiv/Aids (Odha).....................................................................................................

BAB III PEMBAHASAN...............................................................................................

2.1 Kontribusi konseling islam dalam mewujudkan palliative care bagi pasien
HIV/AIDS..............................................................................................................

2.2 Efektifitas Palliative Home Care untuk Pasien dengan HIV/AIDS.......................

2.3 Pengaruh Relaksasi Lima Jari Terhadap Depresi Pada Orang Dengan
Hiv/Aids (Odha).....................................................................................................

BAB IV PENUTUP.........................................................................................................

3.1 Kesimpulan............................................................................................................

3.2 Saran.......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

3
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi
penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa
sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan
penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau
spiritual (World Health Organization (WHO), 2016).
Virus HIV merupakan virus yang merusak sistem kekebalan tubuh
penderitanya sehingga mengalami beberapa gejala-gejala dan infeksi, dimana
kondisi ini dapat disebut sebagai penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome). Tidak semua orang
yang terkena virus HIV secara otomatis terkena penyakit AIDS, sehingga
masih memiliki kemungkinan hidup normal dan memiliki peluang hidup
dengan umur lebih panjang, tapi perlu diingat bahwa HIV ini tidak dapat
disembuhkan, hanya dapat diperlambat pertumbuhan virusnya dengan
mengkonsumsi obat Anti Retroviral Therapy (ART).
Penderita HIV/AIDS dengan berbagai masalahnya membutuhkan perawatan
holistik. Perawatan holistik bagi pasien penyakit terminal dalam dunia
kedokteran dikenal dengan perawatan paliatif. Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VII/2007 tentang “Kebijakan
Perawatan Paliatif’, menyebutkan bahwa perawatan paliatif adalah pendekatan
yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang
menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini
dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain,
fisik, psikososial dan spiritual. Van Dyh (2008) menyatakan perawatan paliatif
adalah memenuhi kebutuhan pasien dengan memadukan perawatan medis,
dukungan sosial emosional, konseling, dan perawatan spiritual. Dengan
demikian artinya implementasi perawatan paliatif membutuhkan keterlibatan
berbagai profesi.
1.2 Rumusan Masalah

4
1. Kontribusi konseling islam dalam mewujudkan palliative care bagi
pasien HIV/AIDS
2. Efektifitas Palliative Home Care untuk Pasien dengan HIV/AIDS
3. Pengaruh Relaksasi Lima Jari Terhadap Depresi Pada Orang Dengan
Hiv/Aids (Odha)
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Kontribusi konseling islam dalam mewujudkan
palliative care bagi pasien HIV/AIDS
2. Untuk Mengetahui Efektifitas Palliative Home Care untuk Pasien dengan
HIV/AIDS
3. Untuk Mengetahui Pengaruh Relaksasi Lima Jari Terhadap Depresi Pada
Orang Dengan Hiv/Aids (Odha)

BAB 2

ISI JURNAL

5
2.1 Hidayanti, E., Hikmah, S., Wihartati, W., & Handayani, M. R. (2016).
Kontribusi konseling islam dalam mewujudkan palliative care bagi
pasien hiv/aids di rumah sakit islam sultan agung semarang. Vol. 19 No.
1, April 2016. Hlm. 113-132

a. Pembahasan
Palliative care bagi pasien HIV/AIDS dibutuhkan dalam rangka
menangani problem yang muncul baik fisik, psikologis, sosial,
maupun spiritual. Dokter dan para medis lainnya menangani masalah
fisik. Sedangkan untuk problem psiko-sosio-spiritual dibutuhkan
psikolog, konselor, dan rohaniawan. Penanganan tiga problem
terakhir ini berbeda dengan problem fisik. Salah satu yang bisa
dilakukan adalah melalui layanan konseling religius (Islam). Secara
umum pasien HIV/AIDS telah melakukan layanan konseling melalui
klinik VCT rumah sakit. Konseling yang terintegrasi dengan layanan
kesehatan ini dapat dikembangkan dengan pendekatan
agama,berbagai fakta tentang kontribusi yang diberikan konseling
Islam dalam rangka mewujudkan palliative care bagi pasien
HIV/AIDS. (Hidayanti, E., dkk : 2016)
Keadaan pasien yang parah ternyata bisa semakin membaik
dengan pemberian nasehat agama. Hal ini yang diterapkan dr.
Muchlis menghadapi pasien selama ini. Berikut pengalaman yang
memberikan fakta medis luar biasa yang disampaikan dalam FGD,
tanggal 21 Desember 2015. Dalam forum tersebut pakar HIV/AIDS
Jaawa Tengah ini menyampaikan bahwa pengobatan pasien HIV
adalah pengobatan seumur hidup. Pasien harus selalu ditekankan
bahwa mereka sedang menghadapi ujian dari Allah dengan adanya
infeksi virus yang menyerang tubuh seumur hidupnya. Hal ini
sebagai cara Allah mengingatkan pasien untuk lebih dekat dengan
Allah. Mereka yang muslim diajak mendisiplinkan salat karena
umumnya pasien mengerjakan salat hanya pada saat idul fitri atau

6
idul adha saja. Penjelasan lebih lanjut adalah pasien diajak untuk
merutinkan salat secara bertahap misalnya satu minggu pertama
merutinkan shalat magrib, selama satu bulan pasien sudah bisa lima
waktu. Hal ini meberikan efek luar biasa bagi pasien yaitu jumlah
CD4 yang sebelumnya rendah menjadi naik. Fakta inilah yang
kemudian membuat dr. Muchlis menyimpulkan bahwa ternyata
mendekatkan diri kepada Allah meningkatkan CD4. (Hidayanti, E.,
dkk : 2016)
Berbagai pendekatan yang dilakukan pada dasarnya berupaya
mengatasi problem psikologis pasien agar tenang dan optimis. Dua
hal ini menjadi penting agar pasien menjadi taat berobat. Jika
psikologisnya sudah lemah, maka kepatuhan berobat akan sulit
diwujudkan. Gambaran konseling Islam di atas, menunjukkan
pentingnya pemahaman agama pasien. Praktik konseling Islam di
RSI Sultan Agung sudah berusaha berpegang pada nilai-nilai ke-
Islaman seperti kembali pada Allah, mendekatkan diri pada Allah
(merutinkan ibadah), dan juga mereproduksi kehidupan yang lebih
baik pasca terinfeksi HIV/AIDS. Point ketiga ini menjadi sangat
penting yaitu pasien dibantu untuk menata kehidupannya kembali
pasca positif HIV/AIDS. (Hidayanti, E., dkk : 2016)
Pasien di sini, diajak untuk tidak terus menyesali apa yang telah
terjadi, tetapi mereka harus melakukan berbagai usaha produktif
dalam mengisi kehidupn dengan hal-hal yang bermanfaat seperti taat
beribadah dan aktif dalam organisasi ke-Islaman. Hal ini penting
dilakukan agar pasien dapat terus mengambil hikmah dari apa yang
sudah dialami dan mendapatkan dukungan sosial dalam menghadapi
sakitnya (FGD, 28 Oktober 2015). Jadi konseling Islam yang
dilakukan ditekankan pada tujuan mengajak pasien untuk
mendekatkan diri pada Allah, dan tidak menyesali perbuatan yang
telah lalu. Konselor justru mengajak pasien merepoduksi hidup

7
dengan meningkatkan ibadah dan rajin mengikuti kegiatan
keagamaan. (Hidayanti, E., dkk : 2016)
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
konseling Islam yang dilakukan diarahkan pada peningkatan
pengetahuan, pemahaman dan pengamalan pasien HIV/AIDS
terhadap ajaran Islam, seperti mengakui kesalahan (taubatan
nasuha), mendekatkan diri pada Allah, tekun salat, dan menjalani
kehidupan selanjutnya dengan lebih bermakna. Proses ini mampu
mengantarkan pasien mendapatkan kondisi psikologis positif, dan
pada perkembangannya mampu meningkatkan imunitas tubuh
dengan meningkatnya jumlah CD4. Dengan demikian pada akhirnya
dapat dilihat bahwa konseling Islam mampu meningkatkan kualitas
hidup pasien terutama dalam menangani masalah psiko-sosio-
spiritual pasien. Peningkatan kualitas hidup pasien inilah yang
berarti terwujudnya palliative care.
b. Hasil Penelitian
Konseling religius bisa menjadi salah satu alternatif yang bisa
dikembangkan menjadi bentuk terapi psikospiritual dalam pallaitive
care. Sebagaimana dikatakan Prayitno (2009) bahwa konseling
religius dapat diberikan untuk membantu dukungan seperti
kesejahteraan emosi, psikologis, sosial, dan spiritual pasien
HIV/AIDS, menyediakan informasi tentang perilaku beresiko,
membantu klien mengembangkan ketrampilan pribadi dalam
menghadapi penyakit, dan mendorong untuk melakukan kepatuhan
pengobatan (Priyatno, 2009).
Dengan demikian penting artinya menekankan aspek spiritualitas
dalam kehidupan pasien HIV/AIDS. Menumbuhkan spiritual yang
positif ini bisa dilakukan melalui konseling agama sebagai salah satu
bentuk terapi psikoreligius dalam dunia kesehatan. Konseling
religius yang bertujuan mengoptimalkan potensi agama pasien
HIV/AIDS telah terbukti menjadi jalan bagi mereka mendapatkan

8
kehidupan yang lebih baik bukan hanya dari aspek spiritual, tetapi
juga aspek psikososial. Ketiga aspek ini yang kemudian mampu
mendongkrak kondisi fisik pasien HIV/AIDS menjadi semakin sehat
dengan jumlah CD4 yang semakin tinggi. Peningkatan pada semua
kondisi pasien baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual
mengantarkan pasien pada peningkatan kualitas hidup. Kondisi
kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang makin meningkat inilah yang
berarti menunjukkan tujuan pallaitive care tercapai (Ayestaran, et all,
2008: 46 dalam Hidayanti, E., dkk : 2016)

2.2 Lindayani, L., & Maryam, N. N. A. (2017). Tinjauan sistematis:


Efektifitas Palliative Home Care untuk Pasien dengan HIV/AIDS. Jurnal
Keperawatan Padjadjaran, 5(1). JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017

a. Pembahasan
Penelitian tentang efektivitas perawatan paliatif di rumah telah
melaporkan bukti manfaat perawatan paliatif di rumah dalam
membantu pasien meninggal di rumah, meningkatkan hasil pasien
seperti mengurangi gejala, meningkatkan kualitas hidup,
meningkatkan kepuasan perawatan, dan efektivitas biaya. Tinjauan
tentang efektivitas perawatan paliatif di rumah dari satu studi kontrol
acak dan tiga studi kontrol prospektif yang menyediakan layanan
perawatan di rumah paliatif untuk pasien dengan HIV/AIDS. Hasil
tinjauan ini menunjukkan bahwa perawatan paliatif di rumah juga
efektif dalam pengendalian gejala seperti kecemasan, nafsu makan,
dispnea, kesejahteraan, depresi dan mual.
Kemudian, perawatan di rumah paliatif juga telah diidentifikasi
sebagai model yang efektif dalam perawatan kualitas hidup secara
keseluruhan. Selain itu, pasien, perawat dan dokter melaporkan
kepuasan yang tinggi dari skor program perawatan di rumah paliatif
sekitar 93% -96%. Selanjutnya, perawatan paliatif di rumah juga
menunjukkan efektivitas biaya daripada perawatan paliatif berbasis

9
rumah sakit, dapat mengurangi biaya perawatan per hari $17,99
dibandingkan perawatan biasa ($21,30). Perbedaan antara biaya per
pasien per hari secara statistik signifikan dalam mengurangi biaya
perawatan. Selain itu, pasien juga menunjukkan kepatuhan 100%
dengan perencanaan perawatan sebelumnya. Satu studi juga
melaporkan bahwa orang lebih mungkin meninggal di rumah (47%)
dan menunjukkan bahwa pasien yang dirawat di rumah sakit
memiliki rata-rata lama rawat inap yang lebih lama yaitu 77,9 hari.
Analisis efektivitas perawatan paliatif di rumah yang menemukan
bahwa perawatan paliatif di rumah memiliki biaya perawatan per
hari yang lebih rendah dibandingkan dengan perawatan biasa.
Temuan kami tampaknya menguatkan dengan tinjauan sistematis
lain yang dilakukan pada pasien kanker yang menemukan perawatan
di rumah paliatif dapat mengurangi biaya pengobatan (Gomes et al.,
2013). Sebagai hasil yang lebih baik meningkat dari pasien yang
menerima perawatan di rumah paliatif, ada juga peningkatan
kepuasan pasien dan keluarga.
Kedua hasil ini adalah ukuran penting untuk mengevaluasi
kualitas perawatan. Namun, ada penelitian terbatas tentang
menghitung efektivitas biaya dan/atau manfaat biaya pengobatan
serta kepuasan mereka yang memberi dan menerima perawatan.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi efektivitas
biaya perawatan paliatif di rumah dibandingkan dengan perawatan
biasa pada pasien HIV/ AIDS untuk memberikan bukti yang kuat
dan membuat pengaruh yang memadai bagi pembuat kebijakan
kesehatan ketika merancang perawatan di rumah paliatif.
b. Hasil Penelitian
Perawatan di rumah paliatif efektif dalam memperbaiki gejala
pasien, mencapai kualitas hidup yang lebih baik, meningkatkan
kepuasan dan mengurangi biaya kesehatan. Hasilnya memberikan
bukti yang dapat dipercaya bahwa perawatan paliatif di rumah untuk

10
pasien dengan HIV/AIDS efektif dalam meningkatkan hasil pasien
dibandingkan dengan perawatan paliatif berbasis rumah sakit.
Dengan demikian, pembuat kepolisian dapat memanfaatkan data
tersebut untuk menentukan model perawatan paliatif yang efektif
bagi pasien HIV/AIDS karena Indonesia sangat besar dan kepulauan
dengan posisi jalur laut yang terbina antar pulau. Namun, lebih
banyak pekerjaan diperlukan untuk menganalisis efektivitas biaya
dan hasil yang tepat dari perawatan paliatif di rumah pada pasien
dengan HIV/AIDS. Penelitian utama lebih lanjut harus didukung
tentang bagaimana perawatan berbasis rumah cocok dengan konteks
pengobatan saat ini di negara-negara berpenghasilan menengah dan
rendah karena belum ada.

2.3 Sumirta, I. N., Candra, I. W., & Inlamsari, N. K. D. (2018). Pengaruh


Relaksasi Lima Jari Terhadap Depresi Pada Orang Dengan Hiv/Aids
(Odha). Jurnal Politeknik Kesehatan Denpasar. http://repository.
poltekkesdenpasar. ac. id/view/year/2018. html.

a. Pembahasan
Hasil depresi sebelum perlakuan sebagian besar memiliki tingkat
depresi sedang yaitu sebanyak 13 orang (72,2%), dimana nilai
terendah yang diperoleh sebelum perlakuan yaitu 14, dan nilai
tertinggi sesudah perlakuan yaitu 22. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang berjudul Gambaran Tingkat Depresi Pada
Pasien HIV/AIDS di Pusat Pelayanan Khusus di RSUP Haji Adam
Malik Medan dengan jumlah subyek penelitian sebanyak 50 orang,
menemukan bahwa kebanyakan pasien HIV/AIDS mengalami
depresi yaitu sebanyak 32 orang dari total 50 orang subyek
penelitian. Penelitian tersebut menemukan tingkat depresi sebelum
perlakuan adalah sebagian besar depresi sedang yaitu sebanyak 58%,
kemudian diikuti depresi ringan sebanyak 2%, depresi berat
sebanyak 4%, dan kategori normal sebanyak 32%.

11
Hasil penelitian lain yang berjudul Sindrom Depresif Pada
Penderita HIV/AIDS Di RSUP Haji Adam Malik, Medan juga
menunjukkan bahwa sindrom depresi yang paling banyak terjadi
pada penderita HIV/AIDS, masuk dalam kategori depresi sedang
(34%) 17. Penelitian ini menunjukkan subyek penelitian paling
banyak memiliki tingkat depresi sedang disebabkan karena menjadi
ODHA merupakan suatu yang berat dalam hidup, dimana
permasalahan yang kompleks selalu dihadapi setiap hari, bukan
hanya berurusan dengan kondisi penyakit, tetapi kondisi penyakit
yang disertai dengan stigma sosial yang sangat diskriminatif dari
masyarakat.
Selain itu adanya faktor pencetus depresi seperti usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan status perkawinan, dimana pada
penelitian ini rata-rata usia subyek penelitian lebih banyak berada
pada usia produktif, jenis kelamin. sebagian besar berjenis kelamin
perempuan, dimana wanita lebih cenderung mengalami depresi
daripada laki-laki, pendidikan subyek penelitian sebagian besar
berpendidikan dasar, sebagian besar tidak bekerja, dan belum
menikah yang dapat menimbulkan stres pada ODHA dan memicu
timbulnya gejala depresi.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada
dasarnya tiap individu akan menghadapi berbagai macam masalah
dan tekanan-tekanan yang menyertai dalam setiap kehidupannya dan
setiap individu yang menghadapi berbagai macam masalah dan
tekanan tersebut akan mempunyai penyebab, gejala, respon, dan
upaya yang berbeda-beda. Demikian pula dengan halnya penderita
HIV dan AIDS yang mengalami depresi, mereka mempunyai
dinamika depresi yang berbeda pula.
Pengaruh Relaksasi Lima Jari Terhadap Depresi Pada Orang
Dengan HIV/AIDS (ODHA) Di Yayasan Spirit Paramacitta,
Denpasar Tahun 2018. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui

12
pengaruh relaksasi lima jari terhadap depresi pada Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA) di Yayasan Spirit Paramacitta, Denpasar.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pre-eksperimental
design dengan rancangan one group pretest-posttest. Jumlah sampel
yang digunakan yaitu 18 orang yang dipilih dengan teknik purposive
sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat depresi
sebelum diberikan relaksasi lima jari sebagian besar berada pada
kategori depresi sedang yaitu sebanyak 13 orang (72,2%), setelah
diberikan relaksasi menunjukkan bahwa adanya penurunan jumlah
depresi sedang menjadi Sembilan responden o (50,0%). Hasil
penelitian ini diuji dengan uji statistik paired-sample t-test,
didapatkan hasil nilai (р) = 0,012 (p < 0,05), disimpulkan bahwa ada
pengaruh relaksasi lima jari terhadap depresi pada ODHA (Orang
Dengan HIV/AIDS) di Yayasan Spirit Paramacitta Denpasar, Tahun
2018.
b. Hasil Penelitian
Penelitian ini menunjukkan tingkat depresi dapat menurun dengan
teknik relaksasi lima jari karena teknik ini menstimulasi secara
perlahan-lahan reseptor regang paru karena inflamasi paru. Keadaan
ini mengakibatkan rangsang atau sinyal dikirimkan ke medulla yang
memberikan informasi tentang peningkatan aliran darah. Informasi
ini akan diteruskan ke batang otak, akibatnya saraf parasimpatis
mengalami peningkatan aktifitas dan saraf simpatis mengalami
penurunan aktifitas pada kemoreseptor, sehingga respon akut
peningkatan tekanan darah dan inflamasi paru ini akan menurunkan
frekuensi denyut jantung dan terjadi vasodilatasi pada sejumlah
pembuluh darah, dengan demikian relaksasi ini dapat menekan rasa
tegang sehingga timbul perasaan rileks sehingga berpengaruh
terhadap penurunan tingkat depresi.
Penurunan nilai depresi pada hasil penelitian ini selaras dengan
teori.yang menyatakan bahwa orang yang diberikan teknik terapi ini,

13
akan mengalami relaksasi sehingga berpengaruh terhadap sistem
tubuh dan menciptakan rasa nyaman serta perasaan tenang. Relaksasi
lima jari juga dapat mempengaruhi pernafasan, denyut jantung,
denyut nadi, tekanan darah, mengurangi ketengangan otot dan
kordinasi tubuh, memperkuat ingatan,meningkatkan produktivitas
suhu tubuh dan mengatur hormon-hormon yang berkaitan dengan
stress yang akan berlanjut ke depresi. Manfaat relaksasi lima jari
adalah dapat meningkatkan semangat, menimbulkan kedamaian di
hati dan mengurangi ketegangan. Berdasarkan hasil uji statistik
paired t-test didapatkan bahwa nilai p value yaitu 0,012, sehingga hal
ini menunjukkan ada pengaruh relaksasi lima jari terhadap depresi
pada ODHA di Yayasan Spirit Paramacitta, Denpasar. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nugroho, dimana nilai p
value = 0,004 menunjukkan bahwa pemberian teknik relaksasi lima
jari efektif untuk mengatasi depresi dan kualitas tidur.

14
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kontribusi konseling islam dalam mewujudkan palliative care bagi


pasien HIV/AIDS

Pasien HIV/AIDS mengalami problem yang kompleks baik fisik,


psikologis, sosial, maupun spiritual. Karenanya mereka membutuhkan
perawatan paliatif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
HIV/AIDS dan keluarganya. Realitasnya, dimensi spiritual dalam perawatan
paliatif, sering kali terabaikan karena tidak tersedianya rohaniawan. Tetapi
dimensi spiritual mendapatkan perhatian besar pada rumah sakit “agama”
seperti Rumah Sakit Islam Sultan Agung.Hal ini terlihat dari keterlibatan
rohaniawan sebagai konselor Voluntary Counseling Test (VCT) HIV/AIDS.
(Hidayanti, E., dkk : 2016)

Adanya konselor dari rohaniawan inilah yang memberikan terapi


psikoreligi dalam pelayanan konseling di Klinik Voluntary Counseling Test
HIV/AIDS. Konseling Islam terbukti memberikan solusi bagi. problem yang
dialami pasien HIV/AIDS. Solusi tersebut tidak sebatas pada problem
spiritual, tetapi juga problem psikologis dan sosial. Pasien HIV/AIDS yang
terbebas dari problem psikososio-spiritual, selanjutnya akan memiliki fisik
yang lebih sehat. Pasien yang memiliki kondisi fisik, psikologis, sosial, dan
spiritual yang lebih baik berarti telah mengalami peningkatan kualitas hidup.
Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa konseling Islam memberikan
kontribusi dalam mewujudkan palliative care bagi pasien HIV/AIDS.
(Hidayanti, E., dkk : 2016)

Realitasnya mengajak pasien untuk mendekatkan diri pada Allah memang


tidak mudah. Pasien seringkali merasa sangat berdosa karena telah melanggar
agamanya sehingga mereka merasa tidak pantas beribadah. Dalam kondisi
semacam ini, konselor harus mampu membesarkan hati pasien dengan
mengingatkan kebesaran Allah yang Maha Pengampun, asal mereka

15
melakukan tauban nasuha. Ungkapan yang bisa disampaikan pada pasien
misalnya ”Innallaha Ghofururrokhiim Allah itu akan mengampuni kalau
panjenengan bertobat nasuha”. Kemudian konselor membangun keyakinan
pasien untuk melakukan pengobatan dengan rutin dan membangun komitmen
pasien untuk tidak kembali pada kebiasaannya (melakukan perilaku seks
beresiko) (FGD, 21 Desember 2015). Paparan di atas, memperlihatkan
bagaimana pendekatan agama yang dilakukan dr Muchlis saat melakukan
konseling yang terintegrasi dengan pemeriksaan medis. Beberapa point yang
disampaikan hanya merutinkan ibadah, memohon ampunan pada Tuhan, dan
tidak kembali pada jalan kesesatan yang menyebabkan pasien tertular
HIV/AIDS. (Hidayanti, E., dkk : 2016)

Konseling religius bisa menjadi salah satu alternatif yang bisa


dikembangkan menjadi bentuk terapi psikospiritual dalam pallaitive care.
Sebagaimana dikatakan Prayitno (2009) bahwa konseling religius dapat
diberikan untuk membantu dukungan seperti kesejahteraan emosi, psikologis,
sosial, dan spiritual pasien HIV/AIDS, menyediakan informasi tentang
perilaku beresiko, membantu klien mengembangkan ketrampilan pribadi
dalam menghadapi penyakit, dan mendorong untuk melakukan kepatuhan
pengobatan (Hidayanti, E., dkk : 2016)

Dengan demikian penting artinya menekankan aspek spiritualitas dalam


kehidupan pasien HIV/AIDS. Menumbuhkan spiritual yang positif ini bisa
dilakukan melalui konseling agama sebagai salah satu bentuk terapi
psikoreligius dalam dunia kesehatan. Konseling religius yang bertujuan
mengoptimalkan potensi agama pasien HIV/AIDS telah terbukti menjadi
jalan bagi mereka mendapatkan kehidupan yang lebih baik bukan hanya dari
aspek spiritual, tetapi juga aspek psikososial. Ketiga aspek ini yang kemudian
mampu mendongkrak kondisi fisik pasien HIV/AIDS menjadi semakin sehat
dengan jumlah CD4 yang semakin tinggi. Peningkatan pada semua kondisi
pasien baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual mengantarkan pasien pada
peningkatan kualitas hidup. Kondisi kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang

16
makin meningkat inilah yang berarti menunjukkan tujuan pallaitive care
tercapai (Ayestaran, et all, 2008: 46 dalam Hidayanti, E., dkk : 2016)

3.2 Efektifitas Palliative Home Care untuk Pasien dengan HIV/AIDS.

Asuhan paliatif untuk pasien dengan HIV/AIDS merupakan elemen inti


dari asuhan pasien dengan HIV/ AIDS. Asuhan paliatif yang berbasis home
care saat ini menjadi elemen penting yang digunakan di berbagai negara.
Akan tetapi, tidak ada studi atau tinjauan sebelumnya yang menganalisis
efektifitas dari asuhan paliatif yang berbasis home care pada pasien dengan
HIV/AIDS. Tujuan dari tinjauan sistematik ini adalah untuk mengevaluasi
efektivitas Palliative Home Care untuk pasien dengan HIV/AIDS terhadap
nyeri, pengendalian gejala, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan
kepuasan asuhan, dan efektivitas biaya. (Lindayani, L., & Maryam, N. N. A.
(2017).

Kemudian, perawatan di rumah paliatif juga telah diidentifikasi sebagai


model yang efektif dalam perawatan kualitas hidup secara keseluruhan.
Selain itu, pasien, perawat dan dokter melaporkan kepuasan yang tinggi dari
skor program perawatan di rumah paliatif sekitar 93% -96%. Analisis
efektivitas perawatan paliatif di rumah yang menemukan bahwa perawatan
paliatif di rumah memiliki biaya perawatan per hari yang lebih rendah
dibandingkan dengan perawatan biasa. Sebagai hasil yang lebih baik
meningkat dari pasien yang menerima perawatan di rumah paliatif, ada juga
peningkatan kepuasan pasien dan keluarga. (Lindayani, L., & Maryam, N. N.
A. (2017)

Perawatan di rumah paliatif efektif dalam memperbaiki gejala pasien,


mencapai kualitas hidup yang lebih baik, meningkatkan kepuasan dan
mengurangi biaya kesehatan. Hasilnya memberikan bukti yang dapat
dipercaya bahwa perawatan paliatif di rumah untuk pasien dengan HIV/AIDS
efektif dalam meningkatkan hasil pasien dibandingkan dengan perawatan
paliatif berbasis rumah sakit. Dengan demikian, pembuat kepolisian dapat

17
memanfaatkan data tersebut untuk menentukan model perawatan paliatif yang
efektif bagi pasien HIV/AIDS karena Indonesia sangat besar dan kepulauan
dengan posisi jalur laut yang terbina antar pulau. Namun, lebih banyak
pekerjaan diperlukan untuk menganalisis efektivitas biaya dan hasil yang
tepat dari perawatan paliatif di rumah pada pasien dengan HIV/AIDS.
Penelitian utama lebih lanjut harus didukung tentang bagaimana perawatan
berbasis rumah cocok dengan konteks pengobatan saat ini di negara-negara
berpenghasilan menengah dan rendah karena belum ada. (Lindayani, L., &
Maryam, N. N. A. (2017).

2.3 Pengaruh Relaksasi Lima Jari Terhadap Depresi Pada Orang Dengan
Hiv/Aids (Odha).

Teknik relaksasi lima jari berpengaruh terhadap depresi disebabkan karena


pada teknik ini memberikan rasa rileks, damai memberikan ketenangan batin
bagi individu, serta mampu mengurangi tekanan dan ketegangan jiwa dengan
cara mengingat kembali pengalaman-pengalaman menyenangkan yang
pernah dialaminya, dengan teknik relaksasi lima jari, di alam bawah sadarnya
seseorang digiring kembali kepada pengalaman-pengalaman yang
menyenangkan sehingga timbul perasaan nyaman dan rileks, tingkat
kecemasan dan masalah emosi lainnya menjadi turun. Penelitian ini
menunjukkan tingkat depresi dapat menurun dengan teknik relaksasi lima jari
karena teknik ini menstimulasi secara perlahan-lahan reseptor regang paru
karena inflamasi paru. Keadaan ini mengakibatkan rangsang atau sinyal
dikirimkan ke medulla yang memberikan informasi tentang peningkatan
aliran darah. Informasi ini akan diteruskan ke batang otak, akibatnya saraf
parasimpatis mengalami peningkatan aktifitas dan saraf simpatis mengalami
penurunan aktifitas pada kemoreseptor, sehingga respon akut peningkatan
tekanan darah dan inflamasi paru ini akan menurunkan frekuensi denyut
jantung dan terjadi vasodilatasi pada sejumlah pembuluh darah, dengan
demikian relaksasi ini dapat menekan rasa tegang sehingga timbul perasaan

18
rileks sehingga berpengaruh terhadap penurunan tingkat depresi. (Rizky
Zulfiana, R. Z. 2020)
Penurunan nilai depresi pada hasil penelitian ini selaras dengan teori.yang
menyatakan bahwa orang yang diberikan teknik terapi ini, akan mengalami
relaksasi sehingga berpengaruh terhadap sistem tubuh dan menciptakan rasa
nyaman serta perasaan tenang. Relaksasi lima jari juga dapat mempengaruhi
pernafasan, denyut jantung, denyut nadi, tekanan darah, mengurangi
ketengangan otot dan kordinasi tubuh, memperkuat ingatan, meningkatkan
produktivitas suhu tubuh dan mengatur hormon-hormon yang berkaitan
dengan stress yang akan berlanjut ke depresi. Manfaat relaksasi lima jari
adalah dapat meningkatkan semangat, menimbulkan kedamaian di hati dan
mengurangi ketegangan. (Rizky Zulfiana, R. Z. 2020)
Berdasarkan hasil uji statistik paired t-test didapatkan bahwa nilai p value
yaitu 0,012, sehingga hal ini menunjukkan ada pengaruh relaksasi lima jari
terhadap depresi pada ODHA di Yayasan Spirit Paramacitta, Denpasar. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nugroho, dimana nilai p value =
0,004 menunjukkan bahwa pemberian teknik relaksasi lima jari efektif untuk
mengatasi depresi dan kualitas tidur. (Rizky Zulfiana, R. Z. 2020)

19
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dari beberapa jurnal tadi dapat kita simpulkan
bahwa praktik konseling Islam berkontribusi sebagai salah satu cara untuk
mewujudkan tujuan palliative care yaitu meningkatkan kuliatas hidup pasien
HIV/AIDS dan keluarganya, dengan memberikan solusi atas problem
psikologis, sosial dan spiritual pasien HIV/AIDS dan keluarganya. Selain itu
Home Care juga membuktikan berpengaruh bahwa perawatan paliatif di
rumah untuk pasien dengan HIV/AIDS efektif dalam meningkatkan hasil
pasien dibandingkan dengan perawatan paliatif berbasis rumah sakit. Dengan
demikian, pembuat kepolisian dapat memanfaatkan data tersebut untuk
menentukan model perawatan paliatif yang efektif bagi pasien HIV/AIDS.
Dan juga berdasarkan uji statistik paired t-test menunjukkan bahwa
pemberian teknik relaksasi lima jari efektif untuk mengatasi depresi, dapat
meningkatkan semangat, menimbulkan kedamaian di hati dan mengurangi
ketegangan. Jadi pada dasarnya ketiga metode ini banyak digunakan sebagai
perawatan paliatif pada pasien dengan HIV/AIDS.

4.2 Saran
Sebagai perawat sangat penting mempelajari perawatan paliatif agar dapat
merawat pasien yang akan menjelang ajalnya dan pasien dapat meninggal
dengan tenang. Kami menyadari makalah kami kurang sempurna sehingga
diperlukan masukan dari pihak lain.

20
DAFTAR PUSTAKA

Hidayanti, E., Hikmah, S., Wihartati, W., & Handayani, M. R. (2016). Kontribusi
konseling islam dalam mewujudkan palliative care bagi pasien hiv/aids di
rumah sakit islam sultan agung semarang. Vol. 19 No. 1, April 2016. Hlm.
113-132

Lindayani, L., & Maryam, N. N. A. (2017). Tinjauan sistematis: Efektifitas


Palliative Home Care untuk Pasien dengan HIV/AIDS. Jurnal Keperawatan
Padjadjaran, 5(1). JKP - Volume 5 Nomor 1 April 2017

Sumirta, I. N., Candra, I. W., & Inlamsari, N. K. D. (2018). Pengaruh Relaksasi


Lima Jari Terhadap Depresi Pada Orang Dengan Hiv/Aids (Odha). Jurnal
Politeknik Kesehatan Denpasar. http://repository. poltekkesdenpasar. ac.
id/view/year/2018. html.

21

Anda mungkin juga menyukai