Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KEPERAWATAN HIV/AIDS

PERAWATAN PALIATIF PADA HIV/AIDS

LOMPOK

Dosen Pembimbing : Solikin, Ns., M.Kep., Sp. Kep. MB

PENYUSUN :

AL AMALIA ARSYAD 1814201110005


DENISTYA AMALIA 1814201110015
DEWI AQSA PUSPITA 1814201110017
DHEA AULIA 1814201110018
HAIFA NURPIDAH 1814201110025
IDA SILVANA DEWI 1814201110030
MUSRIFAH 1814201110041

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena berkat
rahmat-Nya lah pembuatan makalah ini dapat dibuat hingga selesai. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah umum Keperawatan HIV/AIDS. Kami mengucapkan
terimakasih kepada Bapak Solikin, Ns., M.Kep., Sp. Kep. MB selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II yang telah membimbing kami. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini
hingga selesai.
Makalah yang berjudul Perawatan Paliatif Pada HIV/AIDS ini berisi hal-hal yang
berkaitan dengan perawatan paliatif HIV/AIDS. Dengan pembuatan makalah ini, kami
berharap semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengalaman serta bermanfaat
bagi para pembaca.
Kami mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya jika ada kekurangan di
dalam makalah ini. Untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca untuk kesempurnaan makalah ini kedepannya.

Banjarmasin, 28 April 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 1
1.3. Tujuan 1
1.4. Manfaat 1
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN 2
2.1. Intervensi Perawatan Paliatif HIV/AIDS 2
2.2. Sampai Kapan Perawatan Paliatif Harus Dilakukan ? 3
2.3. Kenapa Perawatan Paliatif Harus Dilakukan ? 4
2.4. Kapan Perawatan Paliatif Harus Dilakukan ? 5
BAB III PENUTUP 6
3.1. Kesimpulan 6
3.2. Saran 6
Daftar Pustaka 7

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perawatan paliatif merupakan sebuah pendekatan yang terbukti efektif dalam
memperbaiki kualitas hidup pasien dengan HIV/AIDS (Huang, 2013). Pelaksanaan
perawatan paliatif harus dimulai dari awal diagnosa sampai menjelang kematian. Pada
tahap awal pasien di diagnosa HIV, pasien membutuhkan pelayanan suportif yang
membantu dalam pelaksanaan tes HIV, memfasilitasi dalam membuka status HIV
terhadap teman dan keluarga, dan memberikan dukungan dalam beradaptasi sebagai
seseorang yang hidup dengan HIV (Consortium, 2013) (Linlin Lindayani, 2018).

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa intervensi perawatan paliatif HIV/AIDS ?
1.2.2. Sampai kapan perawatan paliatif harus dilakukan ?
1.2.3. Kenapa perawatan paliatif harus dilakukan ?
1.2.4. Kapan perawatan paliatif harus dilakukan ?

1.3. Tujuan Masalah


1.3.1. Untuk mengetahui apa saja intervensi perawatan paliatif HIV/AIDS.
1.3.2. Untuk mengetahui sampai kapan perawatan paliatif harus dilakukan.
1.3.3. Untuk mengetahui kenapa perawatan paliatif harus dilakukan.
1.3.4. Untuk mengetahui kapan perawatan paliatif harus dilakukan.

1.4. Manfaat
Agar para pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang intervensi, sampai kapan
perawatan paliatif harus dilakukan, kenapa perawatan paliatif harus dilakukan dan
kapan perawatan paliatif harus dilakukan.
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1. Intervensi Perawatan Paliatif HIV/AIDS


Dari beberapa penelitian menunjukkan 30-98% orang dengan HIV mengalami
rasa sakit yang umumnya meningkat pada frekuensi dan tingkat keparahannya.
Penelitian lain mencatat nyeri ODHA mendapat terapi ART masih terdapat 30-60%
derajat nyeri sedang sampai berat. Gejala lain seperti kelelahan, mual dan insomnia
prevalensinya juga tinggi dikalangan orang dengan HIV diperkirakan anoreksia 63%,
kelelahan 60-71%, demam 48%, insomnia 51-55%, masalah kulit 34-72% dan batuk
37-58%. Gejala dan efek samping obat ARV, menjadi penghalang dalam kepatuhan
peningkatan kepatuhan meminum obat.
Intervensi perawatan paliatif :
Perawatan Paliatif Intervensi
Umum  Penilaian holistik terhadap kebutuhan fisik, emosi,
sosial, dan spiritual serta keluarganya
 Sistem rujukan untuk menghubungkan klien yang dapat
membantu mengatasi masalah yang telah teridentifikasi
Fisik  Penilaian, pencegahan, dan pengobatan rasa sakit
 Penilaian, pencegahan, dan pengobatan gejala lain
 Pengajaran kemampuan perawatan diri untuk mengelola
gejala efek samping di rumah dan mengetahui tanda-
tanda bahaya
 Memperhatikan kebutuhan fisik dalam masa akhir
kehidupan
 Perawatan oleh pengaruh kelompok dukungan
konsultasi
 Dukungan dalam berdukacita, konsultasi untuk
membantu keluarga dalam kesedihan dan perencanaan
masa depan
Sosial  Bantuan dalam pengelolaan stigma dan diskriminasi
 Dukungan dengan isu-isu hokum seperti mempersiapkan
surat wasiat
 Bantuan terhadap kebutuhan keuangan, kebutuhan gizi

2
3

perumahan dan pendidikan


Rohani  Konsultasi spiritual
 Konsultasi harian untuk aktifitas rohani
 Pemakaman dan tugas-tugas kehidupan

2.2. Sampai Kapan Perawatan Paliatif Harus Dilakukan ?


Pelaksanaan perawatan paliatif harus dimulai dari awal diagnosa sampai
menjelang kematian. Pada tahap awal pasien di diagnosa HIV, pasien membutuhkan
pelayanan suportif untuk membantu dalam pelaksanaan tes HIV, memfasilitasi dalam
membuka status HIV terhadap teman dan keluarga, dan memberikan dukungan dalam
beradaptasi sebagai seseorang yang hidup dengan HIV (Consortium, 2013).
Pedoman yang ada saat ini banyak yang memaparkan kapan harus memulai ART
pada pasien HIV, namun tidak ada pedoman yang memberikan informasi bagi klinisi
dan pasien mengenai kapan harus menghentikan ART atau profilaksis rutin untuk
infeksi oportunistik pada pasien HIV di akhir masa hidupnya. Penting untuk mengingat
bahwa sebagian besar pasien HIV yang meninggal tidak secara langsung karena AIDS,
melainkan karena kondisi komorbid serius. Hal ini menyebabkan penentuan keputusan
penghentian ART dan profilaksis infeksi oportunistik menjadi lebih rumit (Cherny, N.,
et al., 2015). Secara umum, proses pengambilan keputusan sama seperti pengobatan
lainnya – seperti, beban masing-masing pasien dibandingkan dengan analisa
keuntungan – harus diaplikasikan untuk menentukan ART dan profilaksis.
Terdapat manfaat potensial untuk melanjutkan HAART pada penyakit stadium
lanjut, berdasar asumsi bahwa viremia yang berkelanjutan dapat dikaitkan dengan
peningkatan beban gejala. Pada salah satu studi cohort, lebih dari sepertiga pasien yang
berhenti menggunakan ART mengalami gejala yang berkaitan dengan penghentian
pengobatan. Pada penyakit stadium lanjut, regimen yang tersedia mungkin hanya aktif
sebagian, namun ada pendapat bahwa pengobatan tersebut mungkin dapat menargetkan
pada virus yang lebih lemah meskipun terdapat peningkatan viral loads.
Mempertahankan jumlah CD4+ pada kadar yang lebih tinggi diperkenankan.
Karena hal tersebut memberikan perlindungan dari infeksi oportunistik. Diketahui juga
4

bahwa viral load perifer tidak selalu berhubungan dengan viral load SSP, dan
kemungkinan melanjutkan HAART dapat membantu melindungi fungsi kognitif dan
menghindari ensefalopati yang berhubungan dengan HIV atau demensia. Menjaga
status mental dapat memiliki efek mendalam dengan cara mempersilahkan pasien
dengan penyakit stadium akhir untuk tetap memahami kondisinya dan menjadi bagian
dalam pengambilan keputusan klinis (Engels, J., 2009; Cherny, N., et al., 2015;
Gwyther, L., et al., 2006). Terdapat juga alasan untuk mempertimbangkan
pemberhentian ART. Apabila kepatuhan pasien merupakan suatu kendala sebelum
penyakit berada pada stadium akhir, maka melanjutkan ART mungkin tidak memiliki
manfaat terapeutik dan bisa memunculkan kecemasan karena pengobatan tersebut.
Peningkatan beban karena konsumsi pil juga berhubungan dengan penurunan kualitas
hidup. Melanjutkan ART dengan menyadari kesia-siaannya membuat kebingungan
dalam terapi, hal tersebut mengalihkan klinisi dan/atau pasien dari rencana perawatan
lanjutan yang penting serta perawatan pada masa akhir kehidupan. Biaya ART mungkin
juga menjadi masalah (Cherny, N., et al., 2015).

2.3. Kenapa Perawatan Paliatif Harus Dilakukan ?


Perawatan pasien dengan HIV tergolong rumit seperti pengobatan gejala saat
virus terkontrol atau membantu dengan perencanaan perawatan lebih lanjut pada masa
akhir kehidupan, tim perawatan paliatif berperan penting dalam mendukung pasien dan
dokter melalui proses ini. Hal ini menjadi alasan perawatan paliatif dianjurkan sebagai
terapi pendamping bagi pasien HIV. Menyadari efek potensial dari integrasi perawatan
paliatif ke dalam perawatan rutin, World Health Organization (WHO) menyatakan
bahwa “perawatan paliatif sebaiknya tergabung dalam setiap stadium penyakit HIV”.
Hal serupa tertera dalam pedoman UNAIDS yang menyatakan bahwa seluruh individu
yang hidup dengan HIV sebaiknya diberi perawatan paliatif yang efektif selama
pengobatannya. Program yang ada yang menggabungkan perawatan paliatif kedalam
perawatan HIV beragam, menawarkan berbagai layanan, termasuk perawatan paliatif
berbasis rumah sakit dan rawat inap (Souza, P.N., 2016).
Perawatan paliatif bukanlah pengganti untuk pemberian ART, dipandang sebagai
terapi tambahan bila digabungkan dalam proses penyakit HIV dapat meningkatkan
hasil luaran. Keterlibatan perawatan paliatif secara dini tidak hanya meningkatkan
kualitas kehidupan, namun juga dapat memberikan keuntungan dampak kepatuhan
terhadap pengobatan. Sehingga penting untuk kualitas kehidupan dan hasil luaran
5

penyakit serta kelangsungan hidup untuk memprioritaskan integrasi perawatan paliatif


ke dalam perawatan HIV rutin.
Bukti-bukti penelitian mengindikasikan integrasi perawatan paliatif pada pasien
HIV/AIDS menghasilkan:
2.3.1. Pengalaman dan distresing terhadap gejala fisik lebih sedikit.
2.3.2. Lebih patuh terhadap terapi antiretroviral.
2.3.3. Memiliki fungsi kekebalan yang lebih baik dan mengurangi mortalitas.
2.3.4. Mau bertahan dalam perawatan.
2.3.5. Sedikit mengalami masalah psikologis.
2.3.6. Kualitas umum menjadi lebih baik.

2.4. Kapan Perawatan Paliatif Harus Dilakukan ?


Kapan sebaiknya perawatan paliatif diberikan pada pasien HIV tidak ada
disebutkan dalam buku-buku pedoman khusus paliatif, namun disarankan sebaiknya
sejak pasien mendapat informasi mengenai diagnosis HIV, karena beberapa studi
menunjukkan saat ini merupakan periode untuk kebutuhan paliatif segera. Selama
periode memulai terapi antiretroviral, pasien akan mengalami ketidaknyamanan
psikologis sebagai hasil koping terhadap keberadaan penyakit ini, bersamaan dengan
mengalami penderitaan fisik yang disebabkan infeksi oportunistik, inflamasi oleh HIV,
atau oleh penyakit komorbid (Engels, J., 2009).
Konsep tradisional : terapi paliatif sebagai, “end-of-life care”, sesudah pengobatan
kausal gagal.
Konsep kini : terapi paliatif diberikan bersama seiring dengan pengobatan kausal.
Terapi paliatif pada pra-HAART : good end of life.
Terapi paliatif pada era HAART : kualitas hidup yang baik.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Perawatan paliatif merupakan sebuah pendekatan yang terbukti efektif dalam
memperbaiki kualitas hidup pasien dengan HIV/AIDS (Huang, 2013). Pelaksanaan
perawatan paliatif harus dimulai dari awal diagnosa sampai menjelang kematian. Pada
tahap awal pasien di diagnosa HIV, pasien membutuhkan pelayanan suportif untuk
membantu dalam pelaksanaan tes HIV, memfasilitasi dalam membuka status HIV
terhadap teman dan keluarga, dan memberikan dukungan dalam beradaptasi sebagai
seseorang yang hidup dengan HIV (Consortium, 2013). Perawatan paliatif bukanlah
pengganti untuk pemberian ART, dipandang sebagai terapi tambahan bila digabungkan
dalam proses penyakit HIV dapat meningkatkan hasil luaran. Keterlibatan perawatan
paliatif secara dini tidak hanya meningkatkan kualitas kehidupan, namun juga dapat
memberikan keuntungan dampak kepatuhan terhadap pengobatan. Kapan sebaiknya
perawatan paliatif diberikan pada pasien HIV tidak ada disebutkan dalam buku-buku
pedoman khusus paliatif, namun disarankan sebaiknya sejak pasien mendapat informasi
mengenai diagnosis HIV, karena beberapa studi menunjukkan saat ini merupakan
periode untuk kebutuhan paliatif segera.

3.2. Saran
Meskipun penulis mengharapkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah yang
berjudul “Perawatan Paliatif HIV/AIDS” ini, tetapi penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, kritik dan saran dari para
pembaca, sangat penulis harapkan untuk perbaikan makalah ini kedepannya.

6
DAFTAR PUSTAKA

Engels, J. 2009. Palliative Care Strategy for HIV and Other Disease. Cambodia: Family
Health Internasional
Souza, P.N., et al. (2016). Palliative Care for Patients with HIV/AIDS Admitted to Intensive
Care Units. Rev Bras Intensiva, 28(3): 301-309.
Cherny, N., Fallon, M., Kaasa, S., Potenoy,R., David C.C. 2015. Issues in populations with
non-cancer illnesses (HIV/AIDS) dalam Oxford Textbook of Palliative Medicine.
Fifth edition, 15(1), 955-968. Oxford: Oxford University Press.
Gwyther, L., et al. 2006. A Clinical Guide to Supportive and Palliative Care for HIV/AIDS.
Cape Town: Hospice Palliative Care Association of South Africa.

Anda mungkin juga menyukai