Anda di halaman 1dari 22

KEPERAWATAN PALIATIF

(KOMUNIKASI PADA PASIEN DAN KELUARGA, DEFINISI BERITA BURUK,


KESULITAN MENYAMPAIKAN BERITA BURUK, STRATEGI MENYAMPAIKAN
BERITA BURUK (METODE SPIKES DAN METODE PACIENTE)

Dosen : Nazaruddin.S.kep,.NS,.M.kep

DI SUSUN OLEH :

Nama : Irmawati Tohamba


Nim : P201701118
Kelas : J3 Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MANDALA WALUYA

KENDARI

2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................i

KATA PENGANTAR..................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................1
C. Tujuan ................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................2

A. Komunikasi pada pasien dan keluarga...............................................2


1. Definisi komunikasi terapeutik.....................................................2
2. Teknik-teknik komunikasi terapeutik...........................................2
3. Tahapan komunikasi terapeutik perawat-klien.............................5
4. Tahapan komunikasi terapeutik dengan keluarga pasien.............6
B. Definisi berita buruk...........................................................................7
C. Kesulitan menyampaikan berita buruk.............................................11
D. Strategi menyampaikan berita buruk (SPIKES dan PACIENTE)....11
1. Metode SPIKES..........................................................................11
2. Metode PACIENTE ...................................................................14
E. Pembahasan jurnal............................................................................16

BAB III PENUTUP.....................................................................................17

A. Kesimpulan.......................................................................................17
B. Saran ................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................18

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah sesuai dengan waktu yang telah diberikan, dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan namun demikian penyusun telah berusaha
semaksimal mungkin agar hasil dari tulisan ini tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang
ada.

Atas dukungan dari berbagai pihak akhirnya penunyusun bisa menyelesaikan makalah ini.
Untuk itu, dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dosen yang mengajar
mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif yang memberikan pengajaran dan arahan
dalam penyusunan makalah ini, dan tidak lupa kepada teman-teman semua yang telah ikut
berpartisipasi membantu penyusun dalam upaya penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena tak ada gading
yang takretak, begitu pula dengan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini, dan
mudah-mudahan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kendari, 16 Mei 2020

Penulis

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi.
Komunikasi merupakan jalan utama untuk mengekpresikan maksud dari pikiran seseorang.
Salah satu bentuk komunikasi ialah komunikasi terapeutik dalam bidang kesehatan yang
merupakan hubungan timbale balik antara tingkah laku manusia masa lalu dan masa
sekarang yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melalui pemahaman yang lebih
besar tentang hubungan timbal balik melalui perubahan tingkah laku sehat kea rah yang
diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik (Dinda Piranti. A Dkk, 2016).
Komunikasi dalam aktivitas keperawatan adalah hal yang paling mendasar dan
menjadi alat kerja utama bagi setia perawat untuk memberikan pelayanan atau asuhan
keperawatan karena perawat secara terus menerus selama 24 jam bersama pasien. Dalam
setiap aktivitasnya, perawat menggunakan komunikasi. Pengetahuan tentang komunikasi
dan komunikasi terapeutik sangat penting terkait dengan tugas-tugas anda dalammelakukan
asuhan keperawatan dan dalam melakukan hubungan professional dengan tim kesehatan
lainnya (Dinda Piranti. A Dkk, 2016).
Selain berkomunikasi dengan pasien, perawat juga berkomunikasi dengan anggota
tim kesehatan lainnya. Sebagaimana kita ketahui tidak jarang pasien selalu menuntut
pelayanan perawatan yang lebih dan membutuhkan informasi yang jelas (Dinda Piranti. A
Dkk, 2016).
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana komunikasi pada pasien dan keluarga ?
2. Apa definisi berita buruk ?
3. Apa saja kesulitan dalam menyampaikan berita buruk ?
4. Bagaiamana strategi menyampaikan berita buruk (metode SPIKES dan metode
PACIENTE) ?
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui komunikasi pada pasien dan keluarga
2. Untuk mengetahui definisi berita buruk
3. Untuk mengetahui kesulitan menyampaikan berita buruk
4. Untuk mengetahui strategi penyampaian berita buruk (metode SPIKES dan metode
PACIENTE)

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN JURNAL

A. Komunikasi pada pasien dan keluarga


1. Definisi komunikasi terapeutik
Hubungan terapeutik antara perawat klien adalah hubungan kerja sama yang ditandai
dengan tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran, dan pengalaman ketika membina
hubungan intim yang terapeutik (Tri Anjaswarni, 2016).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik
merupakan komunikasi interpersonal dengan fokus adanya salin pengertian anatar
perawat dengan pasien. Komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara
perawat dan pasien sehingga dapat dikategorikan dalam komunikasi pribadi antara
perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Tri Anjaswarni,
2016).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal antara perawat dank lien
yang dilakukan secara sadar ketika perawat dan klien saling memengaruhi dan
memperoleh pengalaman bersama yang bertujuan untuk membantu mengatasi masalah
klien serta memperbaiki pengalaman emosional klien yang pada akhirnya mencapai
kesembuhan klien (Tri Anjaswarni, 2016).
2. Teknik-teknik komunikasi terapeutik
Supaya komunikasi yang kita lakukan dapat mencapai tujuan yang di harapakn,
seorang perawat harus menguasai teknik-teknik berkomunikasi agar terapeutik dan
menggunakannya secara efektif pada saat berinteraksi dengan klien. Berikut teknik
komunikasi menurut Stuart & Sundeen (1998) dalam (Tri Anjaswarni, 2016) :
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian (listening)
Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti
seluruh pesan verbal dan nonverbal yang sedang dikomunikasikan.
b. Menunjukkan penerimaan (accepting)
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk
mendengarkan orang lain, tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu
saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua perilaku klien. Perawat
sebaikanya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan
tidak setuju, seperti mengerutkan kening dan menggelengkan kepala seakan tidak
percaya.
2
c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topic yang
dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien.
d. Mengulang (restating/repeating)
Maksud mengulang adalah teknik mengulang kembali ucapan klien dengan
bahasa perawat. Teknik ini dapat memberikan makna bahwa perawat
memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesanannya
dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut.
e. Klarifikasi (clarification)
Teknik ini dilakukan jika perawat ingin memperjelas maksud ungkapan klien.
Teknik ini digunakan jika perawat tidak mengerti, tidak jelas, atau tidak
mendengar apa yang di bicarakan klien.
f. Memfokuskan (focusing)
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga
lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan
klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan
berlanjut tanpa informasi yang baru. Perawat membantu klien membicarakan
topic yang telah dipilih dan penting.
g. Merefleksikan (reflecting/feedback)
Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan
hasil pengamatannya sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan
benar. Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat nonverbal klien.
Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi
lebih jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
h. Member informasi (informing)
Memberikan informasi merupakan teknik yang digunakan dalam rangka
menya,paikan informasi-informasi penting melalui pendidikan kesehatan. apabila
ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi
alasannya. Setelah informasi disampaikan, perawat memfalisitasi klien untuk
membuat keputusan.
i. Diam (slince)
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dank lien untuk
mengorganisasi pikirannya. Penggunaan metode diam memerluan keterampilan
dan ketetapan waktu. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap
3
dirinya sendiri, mengorganisasi pikirannya, dan memproses informasi. Bagi
perawat, diam berarti memberikan kesempatan klien untuk berpikir dan
berpendapat atau berbicara.
j. Identifikasi tema (theme identification)
Identifikasi tema adalah menyimpulkan ide pokok atau uatama yang telah
dikomunikasikan secara singkat. Metode ini bermanfaat untuk membantu topic
yang telah dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Teknik
ini penting dilakukan sebelum melanjutkan pembicaraan dengan topic yang
berkaitan.
k. Memberikan penghargaan (reward)
Menunjukkan perubahan yang terjadi pada klien adalah upaya untuk
menghargai klien. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban bagi klien
yang berakibat klien melakukan segala upaya untuk mendaptkan pujian.
l. Menawarkan diri
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang
lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Sering kali
perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, dan teknik komunikasi
ini harus dilakukan tanpa pamrih.
m. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan
Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topic
pembicaraan. Perawat dapat berperan dalam menstimulasi klien untuk
mengambil inisiatif dalam membuka pembicaraan.
n. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Ha lini merupakan teknik mendengarkan yang aktif, yaitu perawat
menganjurkan atau mengarahkan pasien untuk terus bercerita. Teknik ini
mengindikasikan bahwa perawat sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan
klien dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya.
o. Refleksi
Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan serta menerima ide dan
perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
p. Humor
Humor yang dimaksud adalah humor yang efektif. Humor ini bertujuan untuk
menjaga keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi. Perawat harus hati-hati
dalam menggunakan teknik ini karena ketidaktepatan penggunaan waktu dapat

4
menyinggung perasaan klien yang berakibat pada ketidak percayaan klien kepada
perawat.
3. Tahapan komunikasi Terapeutik perawat-klien
a. Fase pra-interaksi
Fase ini merupakan fase persiapan yang dapat dilakukan perawat sebelum
berinteraksi dan berkomunikasi dengan klien. Pada fase ini, perawat mengeksplorasi
perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri, serta menganalisis kekuatan dan kelemahan
professional diri. Perawat juga mendapatkan data klien dan jika memungkinkan
merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Perawat dapat bertanya kepada
dirinya untuk mengukur kesiapan berinteraksi dan berkomunikasi dengan klien (Tri
Anjaswarni, 2016).
b. Fase orientasi
Fase ini adalah fase awalinteraksi anatar perawat dank lien yang bertujuan
untuk merencanakan apayang akan dilakukan pada fase selanjutnya. Pada fase ini,
perawat dapat memulai hubungan dan membina hubungan saling percaya,
memperjelas keluhan, masalah, atau kebutuhan klien dengan mengajukan pertanyaan
tentang perasaan klien serta merencanakan kontrak/kesepakatan yang meliputi
lokasi, kapan dan lama pertemuan (Tri Anjaswarni, 2016).
Tiga kegiatan utama yang harus dilakukan perawat padafase orientasi ini sebagai
berikut :
1) Memberikan salam terapeutik.
2) Evaluasi dan validasi perasaan klien
3) Melakukan kintrak hubungan dengan klien meliputi kontrak tujuan interaksi,
kontrak waktu dan kontrak tempat
c. Fase kerja
Fase ini adalah fase terpenting karena menyangkut kualitas hubungan
perawat-klien dalamasuhan keperawatan. Selama berlangsungnya fase kerja ini,
perawat tidak hanya mencapai tujuan yang telah diinginkan bersama, tetapi yang
lebih bermakna adalah bertujuan untuk memandirikan klien. Pada fase ini, perawat
menggunakan teknik-teknik komunikasi dalam berkomunikasi dengan klien sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan (sesuai kontrak) (Tri Anjaswarni, 2016).
d. Fase terminasi
Pada fase ini, perawat member kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan keberhasilan dirinya dalam mencapai tujuan terapi dan ungkapan

5
perasaanya. Selanjutnya perawat merencanakan tindak lanjut pertemuan dn membuat
kontrak pertemuan selanjutnya bersama klien (Tri Anjaswarni, 2016).
Ada tiga kegiatan utama yang harus dilakukan perawat pada fase terminasi
ini, yaitu melakukan evaluasi subjektif dan objektif, merencanakan tindak lanjut
interaksi, dan membuat kontrak dengan klien untuk melakukan pertemuan
selanjutnya (Tri Anjaswarni, 2016).
4. Tahapan komunikasi terapeutik dengan keluarga pasien
a. Fase pra-interaksi
Tahap ini juga disebut tahap apersepsi dimana perawat menggali lebih dahulu
kemampuan yang dimiliki sebelum berhubungan dengan keluarga pasien. Proses ini
membantu menghindari terjadinya stereotip pada keluarga klien dan membantu
perawat untuk berfikir mengenai nilai atau perasaan pribadi (Tri Anjaswarni, 2016).
b. Fase orientasi
Pada tahap orientasi perawat enggali keluhan-keluhan yang dirasakan oleh
keluarga pasien dan memvalidasinya. Sehingga perawat dituntut memiliki kealihan
yang tinggi dalam menstimulasi keluarga pasien agar mampu mengungkapkan
keluhan yang dirasakan secara lengkap dan sistematis serta objektif (Tri Anjaswarni,
2016).
c. Fase kerja
Pada tahap ini, perawat berupaya untuk mencapai tujuan selama fase
orientasi. Perawat dan keluarga pasien bekerja bersama. Hubungan berkembang dan
menjadi fleksibel ketika keluarga pasien dan perawat memiliki keinginan untuk
berbagi perasaan dan mendiskusikan masalah. Jika fase bekerja berhasil, kelurag
pasien dapat betindak berdasarkan ide dan perasaan. Pada tahap ini pula perawat
berperan untuk mengatasi kecemasan keluarga pasien (Tri Anjaswarni, 2016).
d. Fase terminasi
Selama fase orientasi, perawat mengatakan pada keluarga klien kapan ia
memperkirakan berakhirnya hubungan. Ketika pemutusan terjadi, keluarga pasien
tidak seharusnya terkejut. Dengan tetap memperhitungkan keberhasilan hubungan,
keluarga pasien harus siap untuk berfungsi secara efektif tanpa dukungan perawat
(Tri Anjaswarni, 2016).
5. Penerapan komunikasi terapeutik pada keluarga pasien
Dalam perawatan pasien di rumah sakit tidak hanya terbentuk hubungan antara
perawat dengan pasien saja tetapi juga terdapat hubungan antara perawat dengan
keluarga pasien karena keluarga juga berperan dalam pemulihan kondisi pasien. Dengan
6
demikian maka perlu adanya komunikasi yang baik antara perawat dengan keluarga
pasien yang berhubungan dengan kondisi pasien. Banyak jenis kondisi yang dialami
pasien dan untuk menyelesaikankondisi tersebut sangat diperlukan adanya komuikasi
antara perawat, pasien dan keluarga pasien (Kun Ika. N.R, 2016).
B. Definisi Berita Buruk
Berita buruk adalah bagian yang tidak dapat dielakkan dari praktek medis. Sebagian
besar dari kita khawatir untuk berkomunikasi mengenai hal-hal sensitif seperti
menyampaikan berita buruk,yang terkadang bisa membuat sedih pasien dan keluarga
mereka (Febri Endra. BS, 2019).
Ada beberapa langkah praktis dan logis yang dapat diikuti saat menyampaikan kabar
buruk kepada pasien. Meskipun ini berfungsi sebagai pedoman, namun tidak ada peraturan
tegas untuk selalu melakukan langkah-langkah tersebut. Hal tersebut tergantung dari
tantangan medis yang ada, penilaian secara klinis dan juga pengalaman pelayanan kesehatan
tersebut tentang bagaimana berita buruk bisa disampaikan secara efektif, dimana setiap
kasus harus dilakukan secara berbeda, ada 5 langkah utama untuk menyampaikan berita
buruk yaitu (Febri Endra. BS, 2019) :
1. Personal preparation
Persiapan diri merupakan modal paling utama sebelum menyampaikan berita
buruk. Dibutuhkan waktu yang tepat untukmemberikan suatu berita buruk secara
benar dan disertai menanamkan kepercayaan disertai dukungan dengan selalu
siap untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan. Untuk alasan tersebut, tidak tepat
rasanya jika menyampaikan kabar buruk ditengah-tengah sebuah klinik yang
sibuk dan ramai. Adapun hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah sebagai
berikut :
a. Apakah pasien mengharapkan kabar buruk ?
b. Apakah harus ada orang lain hadir (seperti perawat atau kerabat) ?
c. Apakah pasien sudah tau tentang penyakit, atau apa yang telah terjadi ?
d. Ada kemampuan pribadi yang pasien miliki ?
e. Apakah dokter mempunyai cukup waktu untuk menghabiskan waktu
dengan pasien ?
Untuk menyapaikan berita buruk, banyakkesulitan yang timbul dikarenakan
dari tidak biasanya pelayan kesehatan berpikir secara jernih tentang apa yang
akan dilakukan dan bagaimana cara terbaik untuk mencapainya dan juga
terkadang pelayan kesehatan tidak memiliki jawaban yang sesuai dengan
beberapa pertanyaan pasien (Febri Endra. BS, 2019).
7
2. The physical setting
Pengaturan fisik yang dimaksudkan disini adalah menyiapkan ruangan untuk
menyampaikan berita tersebut. Ruangan yang idela adalah ruangan yang
cukupnyaman, bebas dari gangguan dan memiliki suasana yang tenang. Tentu
saja, hal tersebut tidak selalu dapat terjadi. Namun dalam beberapa pengaturan
disebutkan bahwa harus adanya upaya yang dilakukan untukmenjamin privasi
dan kenyamanan pasien (Febri Endra. BS, 2019).
Posisi dokter jika dikaitkan dengan pasien sangat penting. jika pasien
ditempat tidur, itu lebih sulit untuk mempertahankan pandangan mata ditingkat
yang sama. Beberepa dokter lebih memilih untuk duduk disisi tempat tidur, tetapi
halini dapat membuat pasien merasa terganggu dan terlalu dekat bagi pasien.
Yang lain lebih memilih untuk mengadopsi defensive posisi bersandar di dinding
dekat dengan pasien. Halini mengindikasikan postur santai dan komitmen untuk
tetap di dalam ruangan. Namun, ada bebrapahal yang tidak boleh dikatakan
dokter, yaitu (Febri Endra. BS, 2019) :
a. Memberikan kabar buruk pada akhir pemeriksaan fisik sementara pasien
belum dalam keadaan siap.
b. Memberikan kabar buruk di koridor dan melalui telepon.
c. Bersikap mondar-mandir disekitar pasien,lalu melihat keluar jendela atau
melakukan hal yang dapat menganggu pasien.
Terkadang dokter bergantung pada alat peraga dalam situasi sulit. Bila
memungkinkan hindari melihat melalui catatan klinis ketika berbicara dengan
pasien. Hal ini penting untuk mempertahankan kontak mata. Bila diperlukan
lepaskan jas putih dokter, halini bisa menciptakan kedekatan yang lebih pribadi
dan juga suasana ramah serta menghindari situasi yang aneh. Selanjutnya lebih
baik lagi jika tidak memakai stetoskop dileher (Febri Endra. BS, 2019).
3. Talking to the patient and responding to concerns
Adapun yang dokter katakan kepada pasien adalah penting bagi dokter untuk
melakukannya secara perlahan-lahan atau setidaknya pada kecepatan yang dapat
diterima oleh pasien. Percakapan biasanya menjadi lebih formal dan serius ketika
memberikan berita buruk. Membalas pertanyaan dengan satu kata haruslah
dihindari (Febri Endra. BS, 2019).
Akan sangat luar biasa untuk membalas dengan tegas, kepada saudara pasien.
Sebaliknya, pelayan kesehatan bisa mengatakan “seperti yang anda ketahui,
pamanmu sangat sehat sebelum operasi. Kami melakukan hal terbaik yang kami
8
bisa, tapi aku takut itu tidak cukup. Dia tidak pernah sadar, dan saya minta maaf
untuk memberitahu anda bahwa dia meninggal tak lama setelah operasi” (Febri
Endra. BS, 2019).
Informasi yang kompleks seperti itu harus disampaikan dengan rasa empati
terhadap kebutuhan dan keprihatinan terhadap pasien. Kegagalan untuk
melakukan suatu hal dapat membuat pertemuan itu tidak efektif, tidak membantu
atau membuat pasien stress. Lalu dalam menyampaikan berita buruk dibutuhkan
beberapa hal, antara lain (Febri Endra. BS, 2019) :
a. Empati
Seharusnya tidak terlalu sulit untuk berempati dengan seseorang yang
setelah mengalami kehilangan atau telah mendengar kabar buruk, karena
kebanyakan dari kita dapat dengan mudah mengidentifikasikan seseorang
yang sedang menghadapi atau mengalami kesulitan. Empati berarti
mampu menempatkan diri di tempat orang lain, terutama seseorang yang
mungkin tertekan. Mendengarkan dengan penuh perhatian kepada pasien
dan berusaha untuk memahami kesulitan mereka lebih lengkap adalah
salah satu deskripsi empati. Dokter juga harus menjadi empati dengan
tidak memperkenalkan informasi baru terlalu cepat dan tidak
memaksakan pandangan dan membuat sebuah asumsi yang tidak sesuai
dengan keadaan (Febri Endra. BS, 2019).
b. Dimulai dengan apa yang pasien atau kerabatnya sudah tahu atau pahami.
Sebelum memberikan kabar buruk, salah satu hal yang penting adalah
mengetahii bagaiaman kesan pasien tentang penyakitnya. Hal ini akan
langsung mempengaruhi bagaiamana dokter akan menyampaikan kabar.
Seorang pasien yang optimis atau tidak, dan tampak memahami impilkasi
serius dari penyakit perlu diperkenalkan kepada berita yang lebih
bertahap. Disana jumlah pertanyaan yang bisa diajukan dalamrangka
untuk mencari tahu apa pasien sudah tahu tentang penyakitnya da
mungkin mengahrapkan suatu kesembuhan. Pada beberapa kasus, pasien
mungkin memberikan kesan mngetahui sangat sediit tentang kondisi
mereka meskipun telah melakukan konsultasi sebelumnya. Mereka
mungkin banyak yang berharap bahwa informasi baru telah datang untuk
mengubah kabar sebelumnya atau mereka mungkin tidak ingin
mendengar berita buruk. Kedua hal ini menunjukkan penolakan
keparahan penyakit dan mungkin diperlukan pertemuan pertama untuk
9
meningkatkan pasien dari percakapan sebelumnya. Demikian pula, dokter
harus memperhatikan respon pasien terhadap pertanyaan, keadaan
emosional dan intelektual,karena ini secara langsung mempengaruhi apa
yang mungkin perlu dijelaskan secara lebih detail, dan cara terbaik yang
bagaimana untuk menyampaikan kabar buru (Febri Endra. BS, 2019).
c. Mencari tahu apa yang pasien ingin tahu
Setelah menetapkan apa yang pasien sudah ketahui, dokter bisa mulai
memperbarui pengetahuan pasien dan pemahamannya (Febri Endra. BS,
2019).
d. Aktif mendengarkan, memberikan informasi, umpan balik dan menangani
kepentingan pasien. Hal pertama yang harus dilakukan adalah
membangun hubungan dan kepercayaan. Mendengarkan secara aktif
melibatkan menganggapi pertanyaan dan kekhawatiran sementara pada
saat yang sama memimpin pembicaraan (Febri Endra. BS, 2019).
Memunculkan kekuatan diri pasien dan menanamkan harapan yang realistis.
Dokter harus membicarakan bagaimana pasien sebelumnya telah di atasi dengan
cukup sulit. Ini membantu membuat eksplisit sumberdaya apa yang sebenarnya
individu miliki dan dukungan tambahan apa yang mungkin pasien perlukan
(Febri Endra. BS, 2019).
4. Arranging follow-up or referral
Setelah pasien sudah diberitahukan kabar buruk, yang paling penting adalah
waktu dimana beberapa saat setelah pertemuan. Hal ini untuk mengasumsikan
bahwa pasien telah mengetahui dan mengerti apa yang mereka butuhkan.
Meminta pasien untuk meringkas apa yang mereka ingat adalah cara untuk
memeriksa apa yang mereka telah ketahui selama ini (Febri Endra. BS, 2019).
5. Feedback and handover to professional colleagues
Suatu praktik yang baik untuk menginformasikan rekan-rekan pasien tentang
pertemuan dengan pasien, meringkas bagaimana keadaan pasien, apa yang pasien
telah ketahui dan mengerti, dan masalah apa yang mungkin terjadi atau reaksi
apa yang di harapkan. Hal ini membantu orang lain yang merawat pasien untuk
mengetahui apa yang harus dikatakan tanpa membingungkan atau mengganggu
pasien dengan informasi yang berbeda tentang prognosis dan pengobatan.
Diskusi dan konsultasi dengan kolega juga dapat membuat tugas memberikan
berita buruk lebih mudah dengan meningkatkan professional dukungan dan
mengeksplorasi ide-ide (Febri Endra. BS, 2019).
10
C. Kesulitan menyampaikan berita buruk
Ada banyak faktor penyebab seorang dokter mengalami kesulitan dalam
menyampaikan berita buruk. Berdasarkan American Medical Association’s first code of
medical ethics padatahun 1947 dikatakan bahwa kehidupan orang sakit dapat dipersingkat
tidakhanya oleh tindakan, tetapi juga oleh kata-kata dan perilaku seorang dokter. Berikut
adalah beberapa faktor penyebab sulitnya penyampaian berita buruk (Febri Endra. BS,
2019) :
1. Mungkin merasa bertanggung jawab dan takut jika disalahkan.
2. Tidak tahu bagaimana cara terbaik untuk melakukannya.
3. Kemungkinan penghambatan karena tidak memiliki pengalaman pribadi.
4. Keengganan untuk mengubah hubungan dokter-pasien yang ada.
5. Takut mengganggu peran keluarga ada pasien atau struktur.
6. Tidak tahu kemampuan dan keterbatasan pasien.
7. Takut implikasi bagi pasien, misalnya cacat, sakit, sosial dan kerugian keuangan.
8. Takut terhadap reaksi emosional pasien.
9. Ketidakpastian tentang apa yang terjadi selanjutnya dan tidak memiliki
kewajiban atas beberapa pertanyaan.
10. Kurangnya kejelasan peran seseorang pelayanan kesehatan.
D. Strategi menyampaikan berita buruk (metode SPIKES dan metode PACIENTE)
1. Metode SPIKES
a. Setting, Listening Skills
Sebelum menyampaikan kabar buruk kepada pasien perlu adanya persiapan
untuk menjamin kelancaran penyampaian informasi kepada pasie, sebagai berikut
(Febri Endra. BS, 2019) :
1) Persiapkan diri sendiri
Dokter sebagai penyampai bad new’ mempersipakan mental terlebih
dahulu agar tidak ikut larut dalam emosi pasien nantinya, namun tetap
berempati sebagaimana mestinya. Harus dihindari : tampak nervous di
hadapan pasien, bahkan sebelum menyampaikan kabar buruk.
2) Privasi pasien
Penyampaian kabar buruk tidak boleh dilakukan di tempat yang ramai
atau banyak orang. Hendaknya dilakukan ditempat tenang yang tertutup
seperti kamar praktek ataupun dengan menutup tirai di sekitar tempat
tidur pasien.
3) Libatkan pendamping
11
Untuk menghindari kesan kurang baik yang dapat muncul bilapasien dan
dokter berada di tempat tertutup (untuk menjaga privasi), diperlukan satu
pendamping. Yang dapat menjadi pendamping : keluarga terdekat pasien
(satu saja, apabila terlalu banyak dapat menyulitkan dokter untuk
menangani emosi dan presepsi banyakorang sekaligus), perawat atau
coass yang ikut terlibat dalam perawatan pasien.
4) Posisi duduk
Posisi pasien dan dokter sebaiknya setara. Dokter menyampaikan kabar
buruk dalam posisi duduk tujuannya untuk menghilangkan kesan bahwa
dokter berkuasa atas pasien dan memojokkan pasien. Sebaiknya
penghalang fisik seperti meja di hindari. Duduk di tepi tempat tidur
pasien jauh lebih baik.
5) Listening mode on
Sebelum menyampaikan kabar buruk, hendaknya persiapkan kemampuan
mendengar, secara prinsip meliputi :
a) Slince, jangan memotong kata-kata pasien ataupun berbicara tumpang
tindih dengan pasien.
b) Repetition, ulangi kata-kata pasien atau berikan tanggapan untuk
menunjukkan pemahaman terhadap apa yang ingin disampaikan
pasien.
6) Availability
Dokter harus ada di tempat mulai awal hingga akhir penyampaian kabar
buruk, jangan sampai ada gangguan berupa interupsi, seperti : sms,
telepon atau sekedar missed call (matikan hp atau aktifkan mode slient)
bila ada tamu, minta bantuan pada perawat untuk mengatasi tamu yang
mungkin datang.
b. Patient’s Perception
Sebelum menyampaikan kabar buruk hendaknya dokter mengetahi presepsi pasien
terhadap kondisi medis dirinya sendiri (tanyakan sejauh mana informasi yang pasien
ketahui tentang penyakitnya serta kemungkinan terburuk yang ditimbulkan oleh
penyakit tersebut) dan harapannya terhadap hasil medikasi yang ia tempuh
( tanyakan perkiraan pasien terhadap hasil medikasi). Tujuan mengetahui kedua
aspek tersebut bukan semata-mata untuk mengubah presepsi pasien agar sesuai
dengan kenyataan melainkan sebagai jalan untuk menilai kesenjangan antara

12
presepsi dan harapan pasien dengan kenyataan sebagai pertimbangan penyampaian
kabar buruk agar tidak terlalu membuat pasien terguncang (Febri Endra. BS, 2019).
c. Invitation to Share Information
Pada langkah ini ditanyakan kepada pasien apakah ingin tahu perkembangan
mengenai keadaanya atau tidak. Apabila pasien menyatakan diri belum siap,
pertimbangkan untuk menyampaikan di waktu lain yang lebih tepat dan minta pasien
untuk mempersiapkan diri terlebih dahulu. Apabila pasien menyatakan ingin tahun
perkembangan mengenai keadaannya tanyakan sejauh mana ia ingin tahu secara
umum ataukah mendetail (Febri Endra. BS, 2019).
d. Knowledge Transmission (penyampaian bad new’s)
Sebelum menyampaikan kabar buruk lakukan warning shot sebagai
pembukaan dengan mengatakan pada pasien bahwa ada kabar buruk yang akan
disampaikan pada pasien. Cara penyampaian dapat dilakukan dengan (Febri Endra.
BS, 2019) :
1) Gunakan bahasa yang sama dan hindari jargon medis.
2) Bila bahasa pasien berebda, gunakan penerjemah yang kompeten.
3) Sampaikan informasi sedikit demi sedikit (bertahap).
4) Setiap menyampaikan sepenggal informasi, nilai ekspresi dan tanggapan
pasien, beri waktu pasien untuk bertanya ataupun sekedar
mengekpresikan emosinya.
5) Bila kondisi pasien tampak memungkinkan untukmenerima informasi
tahap selanjutnya, teruskan penyampaian informasi.
6) Bila pasien tampak sangat tergunjang hingga tidak memungkinkan untuk
menerima lebih banyak informasi lagi, pertimbangkan penyampaian
ulang kabar buruk dilain waktu sambil mempersiapkan pasien.
7) Sampaikan dengan informasi yang jelas namun lembut, tempo yang tidak
terlalu cepat dengan jeda untuk member kesempatan pada pasien dalam
mencerna kalimat yang ia terima.
e. Explore Emotion and Empathize
Selalu lakukan pengamatan terhadap ekspresi dan emosi pasien serta apa
yang mendasari perubahan emosinya (informasi mana yang merubah emosinya),
nilai sejauh mana kondisi emosi pasien. Tunjukkan pengertian atas kondisi emosi
pasien. Dalam halini, menunjukkan pengertian tidak diartikan sebagai mengerti apa
yang dirasakan pasien, namun lebih pada dapat memahami bahwa apa yang

13
dirasakan pasien saat ini adalah sesuatu yang dapat dimaklumi (Febri Endra. BS,
2019).
f. Summarize and Strategize
Pada akhir percakapan, review kembali percakapn secara keseluruhan.
Simpulkan kabar buruk yang tadinya disampaikan secara bertahap, simpulkan juga
tanggapan yang diberikan pasien selama kabar buruk disampaikan, tunjukkan bahwa
dokter mendengarkan dan mengerti apa yang disampaikan pasien, berikan pasien
kesempatan bertanya, berikan pasien feedback. Percakapan yang ada harus
terdokumentasi dalam rekam medis pasien harus tertera dengan jelas apa yang telah
dikatakan atau disampaikan dan kepada siapa. Diskusikan rencana untuk
menindaklanjuti kabar buruk yang telah disampaikan pada pasien serta mengajak
pasien ikut serta (pro aktif) dalam medikasi terhadap dirinya (both doctor and patient
will play role to take next steps) (Febri Endra. BS, 2019) .
Berdasarkan penjabaran diatas, hal penting yang harus diperhatikan dalam
penyampaian berita buruk adalah mengenai klien atau mengetahui latar belakang
klien dam keluarganya sebab dalam hal penerimaan berita buruk setiapklien tidak
akan memberikan reaksi yang sama sehingga kesalahan dapat dihindari. Faktor-
faktor yang mempengaruhi cara penerimaan klien terhadap berita buruk seperti jenis
kelamin, tingkat pendidikan, usia,kematangan pribadi, faktor sosial budaya dan lain-
lain. Proses penyampaian berita buruk yang baik akan membantu pasien memahami
tehadap masalah kesehatan yang dialaminya dan membantu mencari solusi yang
tepat dalam penatalaksanaan masalah kesehatan tersebut (Febri Endra. BS, 2019).
2. Metode PACIENTE
Pelatihan yang ditawarkan pada awalnya terdiri dari pengenalan singkat tentang
pentingnya menyampaikan berita buruk dalam praktik professional kesehatan.
PACIENTE protocol, metode informasi mnemonic yang terdiri dari tujuh langkah, yaitu
(Carolina Rebello. P Dkk, 2016) :
a. P - Prepare
Professional kesehatan harus siap sebelum mengirimkan berita buruk dengan
tepat. Pertama, kebenaran informasi yang diungkapkan harus dikonsultasikan
dengan mengkonsultasikan rekam medis. Dianjurkan juga untuk berkonsultasi
dengan literature medis agar keraguan yang ada dapat di selesaikan. Penting
untuk mempersiapkan lingkungan dengan baik, memastikan privasi dan
kenyamanan total. Lebih disukai, memastikan lingkungan dengan baik,
memastikan privasi dan kenyamanan total. Lebih disukai, tidak boleh ada
14
penghalang fisik antara dokter dan pasien. Professional harus memastikan bahwa
tidak ada gangguan tak terduga akan terjadi selama komunukasi dan harus duduk
pada ketinggian yang sama dengan pasien (Carolina Rebello. P Dkk, 2016).
b. A - Assess how much the patient knows and how much they want to know
Penting untuk menilai tingkat pengetahuan pasien tentang diagnosis mereka.
Demikian pula, tanyakan tingkat informasi yang ingin diterima pasien pada saat
ini, atau jika mereka benar-benar tidak ingin diberitahu tentang diagnosis
mereka. Dalam halini, pasien dapat mengindikasikan seseorang yang mereka
percayai untuk menerima informasi atas nama mereka (Carolina Rebello. P Dkk,
2016).
c. C - Convite the patient to the truth
Pada langkah ini pasien diberitahu tentang adanya berita buruk. Gunakan
frasa seperti “maaf, tapi saya yakin saya tidak punya kabar baik”. Pasien dengan
demikian ditawari kemungkinan mengubah pikiran mereka, apakah mereka ingin
diberi tahu atau tidak. Dalam beberapa situasi, pasien mungkin diam dan tidak
melanjutkan tahap “undang pasien ke kebenaran” sikap ini mungkin
menunjukkan bahwa pasien perlu lebih banyak waktu untuk memahami dan
mencari tahu apa yang diperintahkan kepada mereka (Carolina Rebello. P Dkk,
2016).
d. I - Inform
Strategi terbaik adalah menunggu waktu yang di butuhkan oleh pasien dan
menawarkan ruang bagi mereka untuk “mengundang” dokter untuk berbagi
informasi dan bertanya langsung tentang diagnosa, prognosis atau hasil mereka.
4-6 informasi yang relevan tentang keadaan kesehatan pasien kemudian dapat
dibagikan dengan jumlah, kecepatan dan kualitas memadai dan pada jumlah yang
diinginkan sehingga pasien dapat membuat keputusan tentang kehidupan mereka
atau menawarkan persetujuan tentang perawatan mereka. Hindari laporan
prognosis yang tepat karena dokter cenderung memperkirakan terlalu tinggi
harapan hidup. Tawarkan informasi dengan jelas dan jujur, berusaha menjaga
harapan pasien tetaptinggi realistis untuk perawatan. Jangan menggunakan
eufemisme tetapi pilih kata kunci yang tepat (Carolina Rebello. P Dkk, 2016).
e. E - Emotions
Setelah informasi itu diungkapkan pasien perlu waktu untuk memahami dan
bereaksi terhadap berita buruk itu. Biarkan pasien mengekspresikan diri.
Gunakan sentuhan sebagai bentuk komunikasi dan kenyamanan. Perjelas
15
keraguan pasien, sehingga mereka merasa diterima dan dilindungi (Carolina
Rebello. P Dkk, 2016).
f. N - Do not abandon the patient
Pastikan bahwa pasien anda akan menerima pemantauan medis. Buat
komitmen untuk apa meninggalkan mereka apapun hasilnya (Carolina Rebello. P
Dkk, 2016).
g. T and E – Outline a strategy
Rencanakan perawatan yang akan ditawarkan dan pilihan perawatan dengan
pasien. Masukkan perawatan interdisipliner dalam rencana, bila memungkinkan
minta pemantauan oleh dokter lain yang dapat membantu mengendalikan gejala
(Carolina Rebello. P Dkk, 2016).
E. Pembahasan jurnal
1. Dalam jurnal yang berjudul “Etika Menyampaikan Informasi Diagnosis Penyakit
Terminal Kepada Pasien sesuai Konteks Budaya Indonesia” tahun 2020 membahas
tentang sikap dan perilaku pasien terhadap berita buruk, misalnya diagnosis penyakit
terminal ataupun kondisi medis buruk lainnya, harus ditangani secara khusus. Dibalik
kewajiban dokter bersikap jujur dan mengedepankan autonomy pasien, prinsip etik
beneficence dan non-maleficence menjadi pertimbangan dalam penahanan sebagian atau
seluruh informasi yang dapat melemahkan psikis atau fisik pasien.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi interpersonal dengan fokus adanya salin pengertian anatar perawat dengan
pasien. Komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan pasien
sehingga dapat dikategorikan dalam komunikasi pribadi antara perawat dan pasien, perawat
membantu dan pasien menerima bantuan.
Berita buruk adalah bagian yang tidak dapat dielakkan dari praktek medis. Sebagian
besar dari kita khawatir untuk berkomunikasi mengenai hal-hal sensitif seperti
menyampaikan berita buruk,yang terkadang bisa membuat sedih pasien dan keluarga
mereka. Ada dua metode yang digunakan dalam menyampaikan berita buruk yaitu metode
SPIKES dan metode PACIENTE.
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah dapat menambah ilmu dan wawasan mengenai
komunikasi dan penyampaian berita buruk bagi penulis dan pembaca khususnya tenaga
kesehatan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Carolina Rebello Pereira, Marco Antonio.M.C, Lino Lemonica & Guilherme Antonio, 2016, The P-
A-C-I-E-N-T-E Protocol : An Instrument for breaking bad news adapted to the Brazillan medical
reality, 63(1):43-49, 2016.

Dinda Piranti. A, Etika Emaliyawati & Aat Sriati, 2016, HAMBATAN KOMUNIKASI EFEKTIF
PERAWAT DENGAN KELUARGA PASIEN DALAM PRESPEKTIF PERAWAT, Vol. 2 No. 2
Tahun 2016.

Febri Endra Budi setyawan, 2019, Pendekatan Pelayanan Kesehatan Dokter Keluarga (Pendekatan
Holistik Komprehensif), zifatama Jawara Jl. Taman Pondok Jati J4.

Kun Ika Nur Rahayu, 2016, HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN
TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PASIEN DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT, Vol. 1 No. 1
Tahun 2016.

Pukovisa Prawiroharjo, Putri Dianita Ika.M & Ghina Faradisa.H, 2020, Etika Menyampaikan
Informasi Diagnosis Penyakit Terminal kepada Pasien sesuai Konteks Budaya Indonesia, Vol. 4
No. 1 Februari 2020

Tri Anjaswarni, 2016, KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN, Yogyakarta : Graha Ilmu.

18

Anda mungkin juga menyukai