Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL TUGAS MATA KULIAH K3

”MANAGEMENT OF SNAKE BITE”

YAYASAN PENDIDIKAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2019
PROPOSAL TUGAS MATA KULIAH K3
LEMBAR PENGESAHAN
Jember, 13 September 2019

Ketua Panitia Sekertaris 1

Wiwit Eka Adefara T. Nabila Riza Damayanti


NIM. 18010085 NIM. 18010067

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

Feri Ekaprasetia, Skep., Ns., M. kep


NIK. 0722019201
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kasus keracunan akibat gigitan ular berbisa merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang penting terutama di Negara tropis dan sub tropis.
Gigitan ular dapat menyebabkan kematian dan disabilitaskronik bagi kelompok
usia produktif. Pada awal tahun 2009, kasus gigitan ular merupakan penyakit
yang termasuk dalam neglected tropical disease di WHO. Gigitan ular juga
termasuk penyakit terkait pekerjaan seperti petani, pekerja perkebunan,
pengembala, nelayan, dan pekerja makanan yang berhubungan dengan ular.
Angka mortalitas dan morbiditas gigitan ular di Asia Selatan dan Asia Tenggara
tidak dapat dipastikan karena pelaporan yang krang baik dan sering tidak
mendapatkan penanganan di fasilitas kesehatan.(Sutantoyo, 2016)
Untuk itu kami sebagai mahasiswa prodi keperawatan memberikan suatu
edukasi dasar tentang penanganan kasus gigitan ular, seperti tindakan apa saja
yang harus dilakukan dan tindakan apa saja yang tidak boleh dilakukan pada
korba gigitan ular. Dalam pemberian edukasi ini dikemas dalam bentuk
demonstrasi yang yang berguna untuk menarik minat masyarakat serta materi
yang dikemas dalam bahasa yang mudah dipahami.
Data tentang kejadian gigitan ular berbisa di Indonesia belum diketahui secara
pasti, tetapi pernah dilaporkan dari pulau Komodo di Nusa Tenggara terdapat
angka kematian 20 orang per tahun yang disebabkan gigitan ular berbisa
(Gunawan, 2009).
Di bagian Emergensi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dalam kurun waktu
1996-1998 dilaporkan sejumlah 180 kasus gigitan ular berbisa. Sementara di
RSUD dr. Saiful Anwar Malang pada tahun 2004 dilaporkan sejumlah 36 kasus
gigitan ular berbisa. Estimasi global menunjukkan sekitar 30.000-40.000
kematian akibat gigitan ular (Sudoyo, 2010).
Berdasarkan data Rekam Medik di RSUD Pacitan, selama kurun waktu 2009-
2011 tercatat 88 kasus gigitan ular, 17 kasus dilakukan insisi pada luka dan 71
kasus tidak dilakukan insisi dan sebagian besar disebabkan gigitan ular bandotan
yang merupakan salah satu jenis Viperidae. Ular berbisa yang menggigit
melakukan envenomasi (gigitan yang menginjeksikan bisa atau racun), bisa ular
melewati kelenjar bisa melalui sebuah duktus menuju taring ular, dan akhirnya
menuju mangsanya. Bisa ular tersebut mengandung berbagai enzim seperti
hialuronidase, fosfolipase A, dan berbagai proteinase yang dapat menyebabkan
kerusakan jaringan. Bisa ular menyebar dalam tubuh melalui saluran kapiler dan
limfatik superfisial (Sartono, 2002).
Dari hasil survey yang kami lakukan terdapat 10% per tahun dari warga
maupun para petani di Desa Sukerjo, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember.
Saat kami tanyakan kepada warga setempat tentang penangan yang dilakukan
setelah tergigit ular adalah, mereka menghisap bekas gigitan ular tersebut dan hal
itu merupakan cara yang salah. Warga setempat belum mengetahui sepenuhnya
cara penangan saat tergigit ular.
Ular berbisa yang menggigit melakukan envenomasi (gigitan yang
menginjeksikan bisa atau racun), bisa ular melewati kelenjar bisa melalui sebuah
duktus menuju taring ular, dan akhirnya menuju mangsanya. Bisa ular
mengandung berbagai enzim. Enzim yang dikeluarkan ini antara lain
hialuronidase, fosfolipase A dan berbagai proteinase yang menyebabkan
kerusakan jaringan. Bisa ular menyebar dalam tubuh melalui saluran kapiler dan
limfatik superfisial (Sartono, 2002). Efek lokal pada luka gigitan ular berbisa
adalah terjadinya pembengkakan yang cepat dan nyeri (Sudoyo, 2010). Korban
yang terkena gigitan ular berbisa perlu mendapatkan pertolongan segera. Prinsip
pertolongan pertama terhadap gigitan ular adalah menghindarkan penyebaran bisa
dan yang kedua adalah mencegah terjadinya infeksi pada bagian yang
tergigit.(Rifai & Cholifah, 2016)
Dengan adanya masalah diatas dengan demikian kami melakukan penyuluhan
dengan menjelaskan materi yang disertai dengan demontrasi, dimana penyuluhan
ini bertujuan untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan masalah yang
dirumuskan.Dengan menggunakan adanya penyuluhan ini diharapkan para petani
Desa Jelbuk mampu menangani gigitan ular dengan cara yang benar, karena kasus
tersebut sering dijumpai dikalangan para petani. Dalam penyuluhan ini juga
disertai dengan metode tanya jawab, guna mengevaluasi tingkat kepahaman
peserta penyuluhan.
BAB II
Perumusan Masalah
Ditinjau dari latar belakang tersebut , maka permasalahan yang akan di
identifikasi adalah tentang bagaimana cara menangani gigitan ular di Desa
Sukerejo, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember?
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 KONSEP DASAR MEDIK


3.1.1. Pengertian
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya
toksin bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang
dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ; beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan
racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana
binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang
bertujuan melumpuhkan mangsanya;sering kali mengandung factor letal.
Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator; racun bersifat
kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan.

3.1.2. Anatomi dan Fisiologi


Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya
sekitar 16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya
sekitar 1,5 -1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai
6 mm tergantung dari letak, umur, dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada
kelopak mata, penis, labium minus, dan kulit bagian medial lengan atas.
Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung,
bahu, dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang
berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal
dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah
dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat. (Ganong,
2008).
3.1.3 Etiologi
Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat 3 famili ular yang
berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat
menyebabkan perubahan local, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa
yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan
yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi
gigitan dalam waktu 8 jam . Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2
macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan
jalan menghancurkan stroma lecethine ( dinding sel darah merah),
sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar
menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya
perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan,
dan lain-lain.

b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)


Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan jaringan sel
saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan- jaringan sel saraf
tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak
kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan
selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan
melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limphe.
3.1.4 Manifestasi Klinik
Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan
ular,rasa terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang progresif. Bila
timbul parestesi, gatal, dan mati rasa perioral, atau fasikulasi otot fasial,
berarti envenomasi yang bermakna sudah terjadi. Bahaya gigitan ular racun
pelarut darah adakalanya timbul setelah satu atau dua hari, yaitu timbulnya
gejala-gejala hemorrhage (pendarahan) pada selaput tipis atau lender pada
rongga mulut, gusi, bibir, pada selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat
juga pada pori-pori kulit seluruh tubuh. Pendarahan alat dalam tubuh dapat
kita lihat pada air kencing (urine) atau hematuria, yaitu pendarahan melalui
saluran kencing. Pendarahan pada alat saluran pencernaan seperti usus dan
lambung dapat keluar melalui pelepasan (anus). Gejala hemorrhage biasanya
disertai keluhan pusing-pusing kepala, menggigil, banyak keluar keringat, rasa
haus,badan terasa lemah,denyut nadi kecil dan lemah, pernapasan pendek, dan
akhirnya mati.
3.1.5 Patofisiologi
Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein.
Jumlah bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies
dan usia ular. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan
temperatur. Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa bisa ular
merupakan protein yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel
dinding pembuluh darah, sehingga menyebabkan kerusakan membran plasma.
Komponen peptida bisa ular dapat berikatan dengan reseptor-reseptor yang
ada pada tubuh korban. Bradikinin, serotonin dan histamin adalah sebagian
hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular. Enzim yang terdapat pada bisa ular
misalnya L-arginine esterase menyebabkan pelepasan bradikinin.
3.1.6 Komplikasi
a. Syok hipovolemik
b. Edema paru
c. Kematian
d. Gagal napas
3.1.7 Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium dasar, Pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel
darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin,
waktu tromboplastin parsial,hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar
gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan
pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan
waktu retraksi bekuan.
3.1.8 Penatalaksanaan Medik
a. Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit.
Apabila penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-
satunya tindakan dilapangan adalah immobilisasi pasien dan pengiriman
secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4 jam dan jika envenomasi sudah
pasti, melakukan pemasangan torniket limfatik dengan segera dan insisi
dan penghisapan dalam 30 menit sesudah gigitan, immobilisasi, dan
pengiriman secepatnya, lebih baik pada suatu usungan, merupakan
tindakan yang paling berguna. Bila memungkinkan, pertahankan posisi
ekstremitas setinggi jantung. Jika dapat dikerjakan dengan aman, bunuhlah
ular tersebut untuk identifikasi.
b. Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan
laboratorium dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah
dan uji silang, waktu protombin, waktu tromboplastin parsial, hitung
trombosit, urinalisis, dan penentuan gadar gula darah, BUN, dan elektrolit.
Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel
darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
c. Derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam untuk menghindari
penilaian keliru dan envenomasi yang berat.
d. Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani
syok jika ada.
e. Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya
bila syok sudah diatasi dan anti bisa diberikan.
f. Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan
kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak, sesuai dengan jenis ular yang
menggigit apakah berbisa atau tidak.

3.2 KONSEP DASAR KEPERAWATAN


3.2.1 Pengkajian
Gejala tak segera muncul tetapi 15 menit sampai 2 jam kemudian setelah
korban digigit ular. Kondisi korban setelah digigit :
a. Reaksi emosi yang kuat, penglihatan kembar, mengantuk
b.Sakit kepala, pusing, dan pingsan
c. Mual atau muntah dan diare, gigitan biasanya pada tungkai atau kaki
d. Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar
e. Sukar bernapas dan berkeringat banyak
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
a.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan reaksi endotoksin
b.Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada
hipotalamus
c.Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak
adekuat
3.2.3 Intervensi Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan reaksi endotoksin
Tujuan: Pertukaran gas kembali efektif
Intervensi :
1) Auskultasi bunyi nafas
2) Pantau frekuensi pernapasan
3) Atur posisi klien dengan nyaman dan atur posisi kepala lebih
tinggi
4) Motivasi / Bantu klien latihan nafas dalam
5) Observasi warna kulit dan adanya sianosis
6) Kaji adanya distensi abdomen dan spasme otot
7) Batasi pengunjung klien
8) Pantau seri GDA
9) Bantu pengobatan pernapasan (fisioterapi dada)
10) Beri O2 sesuai indikasi (menggunakan ventilator)
b.Hipertermia berhubungan dengan efek langsung endotoksin pada
hipotalamus
Tujuan: Hipertermia dapat teratasi
Intervensi :
1) Pantau suhu klien, perhatikan menggigil atau diaforesis
2) Pantau suhu lingkungan, batasi linen tempat tidur
3) Beri kompres mandi hangat
4) Beri antipiretik
5) Berikan selimut pendingin
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tak
adekuat
Tujuan: Tidak terjadi infeksi
Intervensi :
1) Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas terhadap klien
3) Ubah posisi klien sesering mungkim minimal 2 jam sekali
4) Batasi penggunaan alat atau prosedur infasive jika memungkinkan
5)Lakukan insfeksi terhadap luka alat infasif setiap hari
6) Lakukan tehnik steril pada waktu penggantian balutan
7) Gunakan sarung tangan pada waktu merawat luka yang
terbuaka atau antisipasi dari kontak langsung dengan ekskresi atau
sekresi
8) Pantau kecenderungan suhu mengigil dan diaforesis
9) Inspeksi flak putih atau sariawan pada mulut
10) Berikan obat antiinfeksi (antibiotic)

3.2.4 Implementasi Keperawatan


Pada tahap ini dilaksanakan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan
yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara
optimal. Pelaksanaan tindakan keperawatan merupakan reaksi yang telah
ditetapkan dalam perencanaan keperawatan.
3.2.5 Evaluasi Keperawatan
Tahap ini merupakan kunci keberhasilan dalam proses keperawatan
yang diharapkan pada keadaan gawat darurat gigitan ular.
a. Menunjukan GDA dan frekuensi dalam batas normal dengan bunyi
nafas vesikuler
b. Tidak mengalami dispnea atau sianosis
c. Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal
d. Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
e. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
3.2.6 Patoflow Diagram Kasus

Bisa Ular
(Polipeptida, enzim, protein)

Masuk ke dalam tubuh


melalui gigitan

Merusak sel-sel endotel


dinding pembuluh darah

Kerusakan membran plasma

Komponen peptida bisa ular


berikatan dengan reseptor

Bereaksi dan menimbulkan


Nyeri, rasa
bradikinin, serotonin, dan
terbakar, dan gatal
histamin

Toksik menyebar melalui


pembuluh darah

KERACUNAN GIGITAN
ULAR
PENATALAKSANAAN KERACUNAN GIGITAN PEMERIKSAAN
1. Bawa ke RS ULAR DIAGNOSTIK
secepatnya 1. Pemeriksaan
2. Evaluasi klinis lengkap Laboratorium Darah
Lengkap
3. Derajat envenomasi
harus dinilai dan
observasi 6 jam
4. Pertahankan posisi
ekstremitas setinggi
jantung
5. Insisi/non insisi sesuai
kondisi klien

Gangguan sistem neurologis Gangguan pada Gangguan


sistem Pernapasan
kardiovaskuler
Mengenai saraf yang
berhubungan dengan sistem Syok hipovolemik
pernapasan
Toksik masuk ke
pembuluh darah
Koagulopati
MK: Resti Oedema Paru hebat
Infeksi
Hipotensi
Gagal napas
Sukar Bernapas

MK: Kerusakan
pertukaran gas
BAB IV
Tujuan Kegiatan
4.1 Tujuan Umum
Dengan terselenggaranya penyuluhan ini mahasiswa dapat mengaplikasikan
ilmu pengetahuan dan ketrampilan sebagai sarana aktualisasi diri mahasiswa
untuk membantu sesama. Dengan penyuluhan seperti ini mahasiswa dapat
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang cara menangani gigitan ular.
Dengan bakti penyuluhan ini masyarakat dapat mengambil ilmu yang dapat
diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
4.2 Tujuan Khusus
1. Masyarakat mengerti tentang jenis jenis ular
2. Masyarakat mengerti tentang pencegahan gigitan ular
3. Masyarakat mengerti penanganan pertama gigitan ular
4. Masyarakat mengerti tentang upaya pencegahan gigitan ular
BAB V
Manfaat

5.1 Civitas akademika STIKES dr. Soebandi


Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait manajemen
snake bite.
5.2 Mahasiswa
Menerapkan pendidikan dan teori sebagai wahana dalam
menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa.
5..3 Masyarakat
Membuka wawasan kepada masyarakat Desa Sukorejo, Kecamatan
Sukowono, Kabupaten Jember tentang cara menangani gigitan ular.
BAB VI
KHALAYAK SASARAN

Dalam kegiatan ini yang menjadi sasaran kami adalah kelompok


petani Desa Sukorejo, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember..
BAB VII
METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah penyuluhan dan


demonstrasi. Dengan demikian penyuluh menjelaskan materi yang disertai
demontrasi, dimana dengan tujuan untuk memberikan informasi yang berkaitan
dengan masalah yang dirumuskan.Dengan menggunakan metode ini diharapkan
para petani Desa Jelbuk mampu menangani gigitan ular dengan cara yang benar,
karena kasus tersebut sering dijumpai dikalangan para petani. Dalam kegiatan ini
juga disertai dengan metode tanya jawab, guna mengevaluasi tingkat kepahaman
peserta penyuluhan.
BAB VIII
RANCANGAN EVALUASI
1. Evaluasi struktur
a. Audiens duduk menghadap kearah papan penyuluhan
b. Setting tempat disusun sedemikian rupa sehingga audiens
dapat memahami penjelasan penyuluhan.

2. Evaluasi proses
a. Tidak ada audiens yang meninggalkan ruangan selama
kegiatan berlangsung
b. Audiens aktif dan dapat memberikan tanggapan atau
jawaban pertanyaan dengan tertib
c. Audiens dapat mengikuti penyuluhan dari awal maupun
akhir dengan tertib dan bersifat kooperatif.

3. Evaluasi Hasil
a. 60% audiens mampu menyebutkan macam-macam ular
b. 60% audiens mampu menyebutkan cara menangani gigitan
ular berbisa
c. 60% audiens mampu menyebutkan cara menangani gigitan
ular tidak berbisa
d. 60% audiens mampu mengetahui cara mengantisipasi
supaya tidak terkena gigitan ular
BAB IX
JADWAL PELAKSANAAN

NO NAMA KEGIATAN SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER


I II III IV I II III IV I II III IV

1 Penyusunan panitia
2 Penyusunan proposal
3 Revisi proposal
4 Pelaksanaan penyuluhan
5 LPJ evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Hafid, Abdul, dkk.2006.Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana., Buku Ajar Ilmu
Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta

Sutantoyo, Gunawan. 2006. Antikolinesterase Untuk Gigitan Ular dengan Bisa


Neurotoksik. Vol 43 no.1: 14-18

http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/index.php/Int/article/view/39 diakses pada Sabtu, 16


Mei 2015 pukul 14.00 WIB

http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/5-3-1.pdf diakses pada Sabtu, 16 Mei 2015 pukul


14.15 WIB
Gambaran penerapan ipteks/keterampilan yang akan dilakukan.
Lokasi khalayak sasaran serta jarak dari Perguruan Tinggi.

Anda mungkin juga menyukai