Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN BENCANA

JENIS BENCANA SAVE TRIAGE

Dosen : Nurdin.S.kep,.NS,.M.kep

DI SUSUN OLEH :

Nama : Irmawati Tohamba


Nim : P201701118
Kelas : J3 Keperawatan

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MANDALA WALUYA

KENDARI

2020
PAPARAN MASALAH

A. Pengertian Triase (Triage)


Triase adalah proses pengambilan keputasan yang kompleks dalam
rangka menentukan pasien mana yang berisiko meninggal, berisiko mengalami
kecacatan, atau berisiko memburuk keadaan klinisnya apabila tidak
mendapatkan penanganan medis segera, dan pasien mana yang dapat dengan
aman menunggu. Proses triase diharapkan mampu menentukan kondisi pasien
yang memang gawat darurat, dan kondisi yang berisiko gawat darurat (Habib,
Dkk, 2016).
B. Tujuan triase
Triage memiliki tujuan utama meminimalisi terjadinya cedera dan
kegagalan selama proses penyelamatan pasien (Mardalena, 2016), tujuan triage
adalah memilih atau menggolongkan semua pasien yang datang ke IGD dan
menetapkan prioritas penanganannya.
Menurut (Kartikawati, 2013) tujuan triase yaitu :
a. Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa
b. Memprioritaskan pasien menurut kondisi keakutannya
c. Menempatkan pasien sesuai dengan keakutannnya berdasarkan pada
pengkajian yang tepat dan akurat
d. Menggali data yang lengkap tentang keadaan pasien
C. Prinsip triase
Triage seharusnya segera dan tepat waktu, penanganan dengan segera
dan tepat waktu akan segera mengatasi masalah pasien dan mengurangi terjadi
kecacatan yang di akibatkan oleh kerusakan organ. Pengkajian harus adekuat
dan akurat, data yang didapatkan menghasilkan diagnose masalah yang tepat,
keputusan di dasarkan dari pengkajian, penegakan diagnose dan keputusan
tindakan yang diberikan sesuai kondisi pasien tersebut.
D. Klasifikasi triase
Penggolongan (klasifikasi) triase dibagi menjadi beberapa level perawatan.
Level keperawatan didasarkan pada tingkat prioritas, tingkat keakutan, dan
kalsifikasi triage. Berikut 2 klasifikasi triage menurut Mardalena (2016) :
1. Triage tingkat prioritas (kegawatdaruratan)
Klasifikasi triage dibagi menjadi 3 prioritas, ketiga prioritas tersebut adalah
emergency, urgent, dan nonurgent. Menurut Comprehensive Speciality

1
Standart, ENA (1999) dalam (Kathleen S. Oman, Dkk, 2008) ada beberapa
hal yang perlu dipertimbangkan pada saat melakukan triage, pertimbnagan
berdasarkan fisik, psikososial, dan tumbuh kembang selain pada faktor-
faktor yang mempengaruhi akses pasien pada institusi pelayanan kesehata,
serta alur pasien lewat sistem pelayanan kedaruratan. Termasuk mencakup
segala bentuk gejala ringan, gejala berulang atau gejala peningkatan. Berikut
klasifikasi pasien dalam sistem triage (Mardalena, 2016) :
a. Gawat Darurat (prioritas 1 : P1)
Gawat darurat merupakan keadaan yang mengancam nyawa,
dimana pasien membutuhkan tindakan segera. Jika tidak segera diberi
tindakan, pasien akan mengalami kecacatan, kemungkinan paling fatal
adalah kematian.
Kondisi gawat darurat dapat disebabkan adanya gangguan ABC
atau mengalami beberapa gangguan lainnya. Kondisi gawat darurat yang
dapat berdampak fatal, seperti gangguan-gangguan cardiacarrest, trauma
mayor dengan perdarahan, dan mengalami penurunan kesadaran.
b. Gawat Tidak Darurat (prioritas 2 : P2)
Pasien yang memiliki penyakit mengancam nyawa, namun
keadaannya tidak memerlukan tindakan gawat darurat. Penanganan bisa
dilakukan dengan tindakan resusitasi. Selanjutnya,tindakan dapat di
teruskan dengan memberikan rekomendasi ke dokter spesialis sesuai
penyakitnya. Pasien yang masuk di kategori P2 antara lain oenderita
kanker tahap lanjut. Misalnya kanker serviks, sickle cell, dan banyak
penyakit yang sifatnya mengancam nyawa namun masih ada waktu
untuk penanganan.
c. Darurat Tidak Gawat (prioritas 3 : P3)
Pasien P3 memiliki penyakit yang tidak mengancam
nyawa,namun memerlukan ttindakan darurat. Jika pasien P3 dalam
kondisi sadar dan tidak mengalami gangguan ABC, maka pasien dapat
ditindaklanjuti ke poliklinik, pasien diberi terapi definitive, laserasi, otitis
media, fraktur minor atau tertutup, dan sejenisnya.
d. Tidak Gawat Tidak Darurakt (prioritas 4 : P4)
Pasien yang masuk kategori P4 tidak memerlukan tindakan gawat
darurat, penyakit P4 adalah penyakit ringan, misalnya penyakit panu,flu,
bati-pilek, dan gangguan seperti demam ringan.
2
2. Triage tingkat prioritas (warna)
Klasifikasi triage dari tingkat keutamaan atau prioritas, di bagi menjadi 4
warna. Klasifikasi prioritas di tandai dengan beberapa tanda warna. Tanda
warna tersebut digunakan untuk menentukan pengambilan keputusan dan
tindakan.
Prioritas pemberian warna juga dilakukan untuk memberikan penilaian
dan intervensi penyelamatan nyawa. Intervensi bisa di gunakan untuk
mengidentifikasi injury. Mengetahui tindakan yang di lakukan dengan cepat
dan tepat memberikan dampak signifikan keselamatan pasien. Hal ini disebut
dengan intevensi live saving. Berikut berapa warna yang sering digunakan
untuk triage (Mardalena, 2016) :
a. Merah
Warna merah digunakan untuk menandai pasien yang harus
segera ditangani atau tingkat prioritas pertama. Warna merah
menandakan bahwa pasien dalam keadaan mengancam jiwa yang
menyerang bagian vital. Pasien dengan triage merah memerlukan
tindakan bedah dan resusitasi sebagai langkah awal sebelum
dilakukan tindakan lanjut, seperti operasi atau pembedahan.
Pasien bertanda merah, jika tidak segera di tangani bisa
menyebabkan kematian. Berikut termasuk prioritas pertama di
antaranya adalah henti jantung, perdarahan besar, henti napas, dan
pasien tidak sadarkan diri.
b. Kuning
Pasien yang diberi tanda kuning juga berbahaya dan harus segera
ditangani. Hanya saja, tanda kuning menjadi tingkat prioritas kedua
setelah tanda merah. Dampak jika tidak segera ditangani, akan
mengancam fungsi vitalorgan tubuh bahkan mengancam nyawa.
Misalnya pasien yang mengalami luka bakar tingkat II dan III kurang
dari 25% mengalami trauma thorak, trauma bola mata, dan laserasi
luas.
Adapun yang termasuk prioritas kedua, di antaranya yaitu luka
bakar pada daerah vital, seperti kemaluan dan airway. Selain itu,
terjadinya luka pada kepala ataau subdural hematom yang ditandai
dengan muntah. Perdarahan juga bisa terjadi di bagian tertentu,
seperti di telinga, mulut atau hidung. Penderita subdural hematom
3
memiliki kecepatan nadi kurang dari 60x/menit, napas tidak teratur,
lemah, reflex dan kurang menerima rangsangan.
c. Hijau
Hijau merupakan tingkat prioritas ketiga. Warna hijau
mengisyaratkan bahwa pasien hanya perlu penanganan dan
pelayanan biasa. Pasien tidak dalam kondisi gawat darurat dan tidak
dalam kondisi terancam nyawanya. Pasien yang diberi prioritas
warna hijau menandakan bahwa pasien hanya mengalami luka ringan
atau sakit ringan,misalnya luka superfisial. Penyakit atau luka yang
masuk ke prioritas hijau adalah fraktur ringan di sertai perdarahan.
Pasien yang mengalami benturan ringan atau laserasi, histeris, dan
mengalami luka bakar ringan juga termasuk ke prioritas ini.
d. Hitam
Warna hitam di gunakan untuk pasien yang memiliki
kemungkinan hdup kecil. Biasanya, pasien yang mengalami luka atau
penyakit parah akan diberikan tanda hitam. Tanda hitam juga
digunakan untuk pasien yang belum di temukan cara
penyembuhannya. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk
memperpanjang nyawa pasien adalah dengan terapi ssuportif. Warna
hitam juga di berikan kepada pasien yang tidak bernapas setelah
dilakukan intervensi live saving. Adapun yang termasuk kategori
prioritas warna hitam antara lain pasien yang mengalami trauma
kepala dengan otak keluar, spinal injury dan pasien multiple injury.
Menurut Kushariyati (2013) dan Habib, Dkk (2016) dalam
pemberian label pada pasien dapat dikalsifikasikan menjadi berikut :
1. Korban kritis/immediate di beri label merah/kegawatan yang
mengancam nyawa (prioritas 1). Untuk mendeskripsikan pasien
dengan luka parah diperlukan transportasi segera ke rumah
sakit.kriteria pada pengkajian adalah sebagai berikut :
a. Respirasi >30x/menit
b. Tidak ada nadi radialis
c. Tidak sadar/penurunan kesadaran
2. Delayed/tertunda diberi label kuning atau kegawatan yang tidak
mengancam nyawa dalam waktu dekat (prioritas 2). Untuk
mendeskripsikan cedera yang tidak mengancam nyawa dan dapat
4
menunggu pada periode tertentu untuk penatalaksanaan dan
transportasi dengan criteria sebagai berikut :
a. Respirasi <30x/menit
b. Nadi teraba
c. Status mental normal
3. Korban terluka yang masih dapat erjalan diberi label hijau atau
tidak terdapat kegawatan atau penanganan dapat di tunda
(prioritas 3). Penolong akan memberikan instruksi verbal untuk
pergi kelokasi yang aman dan mengkaji korban dari trauma, serta
mengirim ke rumah sakit.
E. Penanganan Triase
Standart waktu yang digunakan untuk pengkajian awal adalah 2-5 menit
untuk pasien dewasa dan pada pasien pediatric selama kurang lebih 7 menit.
Penanganan pertama pada tindakan Triage di Instalasi Gawat Darurat menurut
Ramenofsky, DKk (2012) mempunyai urutan prosedur sebagai berikut :
1. Primary survey
Pasien di nilai untuk memprioritaskan perawatannya, bisa dilihat
berdasarkan bentuk cedera, tanda-tanda vital, dan mekanisme cedera.
Manajemen terdiri dari survey primer yang cepat, resusitasi fungsi vital,
survey sekunder yang lebih. Proses ini merupakan ABCDE trauma dan
identifikasi kondisi yang mengancam jiwa dengan mengikuti urutan sebagai
berikut :
a. Arway
Arway adalah jalan napas merupakan perawatan saluran napas
dengan perlindungan leher dan tulang belakang. Setelah evaluasi awal
pasien trauma, jalan napas harus dinilai terlebih dahulu untuk
memastikan kepatenanya. Penilaian untuk tanda-tanda obstruksi saluran
napas harus termasuk penyedotan bila ada benda asing. Fraktur wajah,
mandibula, atau trakea/laryngeal yang dapat menyebabkan obstruksi
saluran napas. Langkah-langkah untuk membuka jalan napas secara
paten harus berhati-hati dengan melindungi tulang belakang dan leher.
Bila mengorok lakukan chin lift/jawtrust atau dorong rahang maneuver
disusul dengan pemasangan pipa naso faringeal atau oro faringeal untuk
mencapai kepatenan jalan napas. Bila ada cairan lakukan
suction/penyedotan(PPNI Jatim, 2018).
5
Sementara menilai dan membuka jalan napas pasien, harus
berhati-hati melakukannya untuk mencegah gerakan yang berlebihan
pada tulang belakang dan leher. Kepala dan leher pasien tidak boleh
hyperextended, hyperflexed, atau diputar untuk membuka dan
mempertahankan jalan napas.
b. Breathing and Ventilation
Nafas dan sirukulasi patensi jalan napas saja tidak menjamin ventilasi
yang memadai. Ventilasi membtuhkan fungsi paru-paru yang memadai,
dada dinding dan diagfragma. Hal yang dilakukan :
a. Nilai apakah breathing baik (look, listen and feel)
b. Ventilasi tambahan apabila breathing tidak adekuat
c. Selalu berikan oksigen

Pada pemeriksaan fisik dilakukan :

a. Inspeksi, dada penderita haru dibuka dan dilihat apakah ada luka
terbuka, jejas dan ekspresi gerak ke dua paru
b. Auskultasi, dilakukan untuk masuknya udara ke paru dan
dengarkan suara jantung
c. Perkusi, dilakukan untuk menilai adanya udara (hipersonor) atau
darah (dull) dalam tenggorokan
d. Palapasi adanya tanda fraktur
Palapsi dari thorax juga dapat mengidentifikasi kelainan tension
pneumothorax, flail chest, hemothorax, dan pneumothorax
terbuka. Cedera ini harus diidentifikasi selama survey primer dan
mungkin memerlukan perhatian segera agar upaya ventilasi
menjadi efektif.
c. Circulation hemorrhage control
Sirkulasi dengan control perdarahan dimana curah jantung hemoragi
adalah oenyebab utama kematian setelah cedera. Penilaian cepat dan
akurat dari hemodinamik pasien yang cedera sangat penting. ada 2
penemuan klinis yang dapat memberikan informasi mengenai keadaan
hemodinamik penderita, yakni :
a. Akral kulit, normalnya hangat, kering dan berwarna pink. Jika
dirasa telapak tangan penderita dingin, basah dan pucat maka itu
tanda syok.
6
b. Denyut nadi, yang mudah diakses adalah arteri radialis, femoralis
atau karotis, harus dinilai untuk kualitan tingkat dan keteraturan.
Blending, sumber perdarahan harus diidentifikasi secara eksternal
atau internal. Perdarahan eksternal di identifikasi dan dikenalikan
selama survey primer. Cepat, eksternal kehilangan darah dikelola
oleh tekanan manual langsung pada luka. Daerah utama perdarahan
internal adalah dada, perut, retroperitoneum, panggul dan panjang
tulang. Sumber perdarahan biasanya di identifikasi dengan
pemeriksaan fisik (misalnya, rotgen dada, panggul, atau sonografi
penilaian terfokus dalam trauma).
d. Disability (Neurologic Evaliation)
Evaluasi neurologis cepat dilakukan di bagian akhir dari survey
primer. Evaluasi neurologis ini di tetapkan tingkat kesadaran pasien,
pupil, ukuran dan reaksi, tanda-tanda lateralisasi, dan sumsum tulang
belakang, tingkat cedera. GCS adalah metode cepat dan sederhana untuk
menentukan tingkat kesadaran yang bersifat prediksi hasil pasien.
Penurunan tingkat kesadaran mungkin menunjukan penurunan
oksigenasi serebral dan atau berfusi, atau mungkin disebabkan oleh
cedera otak langsung. Tingkat kesadaran yang berubah menunjukkan
kebutuhan untuk untuk reevaluasi segera dari oksigenasi pasien,
ventilasi, dan status perfusi.
e. Exposure and Envieonmental control
Pasien harus benar-benar tidak berpakaian, biasanya dengan
memotong pakaiannya untuk memfasilitasi dan penilaian menyeluruh.
Setelah pakaian pasien dilepas dan penilaian selesai, pasien harus
tertutup dengan hangat selimut atau perangkat pemanasan eksternal
untuk mencegah hipotermia di daerah penerima trauma. Intravena cairan
harus dihangatkan sebelum diinfus, dan di letakkan di lingkungan yang
hangat (suhu kamar) seharusnya terawat.

7
2. Secondary survey
Survey sekunder tidak dimulai ketika ada personel tambahan tersedia,
bagian dari survey sekunder dapat dilakukan sementara personel lainnya
hadir di primary survey. Dalam pengaturan ini konduksi surevy sekunder
tidak boleh mengganggu survey utama, yang mengambil prioritas pertama.
Survey sekunder adalah evaluasi head to toe dari ujung atas samapai ujung
bawah pasien trauma, seperti :
a. Riwayat
Setiap penilaian medis lengkap termasuk riwayat mekanisme cedera.
Oleh karena itu, keluarga atau penolong pra-rumah sakit harus member
keterangan guna untuk mendapatkan informasi yang dapat ditingkatkan
pemahaman tentang fisiologis pasien. Contohnya : alergi obat-obatan
saat ini digunakan penyakit masa lalu atau kehamilan makanan terakhir
peristiwa atau lingkungan yang terkait dengan cedera.
b. Trauma tumpul
Trauma tumpul sering terjadi akibat tabrakan mobil, jatuh dan cedera
lain yang terkait dengan transportasi, rekreasi dan pekerjaan. Informasi
penting untuk memperoleh tentang mobil tabrakan termasuk penggunaan
sabuk pengaman, deformasi roda kemudi, arah dampak, kerusakan pada
mobil. Ejeksi dari kendaraan sangat meningkatkan kemungkinan cedera
besar.
c. Trauma tembus
Insiden trauma tembus (misalnya, cedera dari senjata api, penusukan, dan
penyalaan) meningkat. Faktor yang menentukan jenis dan luasnya
cedera, organ-organ dalam jalur objek yang tertembus dan kecepatan dari
misil.
d. Cedera ternal
Luka bakar adalah jenis trauma yang signifikan yang dapat terjadi akibat
dari mobil yang terbakar, ledakan, puing jatuh, dan upaya pasien kabur
dari api. Cedera inhalasi dan karbon monoksida keracunan sering
menyulitkan luka bakar. Karena itu, penting untuk mengetahui keadaan
luka bakar cedera, seperti lingkungan di mana luka bakar terjadi (ruang
terbuka atau tertutup).
e. Lingkungan berbahaya

8
Riwayat paparan bahan kimia, racun dan radiasi penting untuk
mendapatkan karena dua alasan utama : pertama, agen-agen ini dapat
memperburuk bagian dari paru-paru, jantung, dan disfungsi organ inernal
pada pasien yang cedera.
f. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
b. Struktur Maksilofasial
c. Tulang belakang dan leher
d. Tulang dada
e. Abdomen
f. Sistem musculoskeletal
g. Sistem neurologis

9
PEMBAHASAN

A. SAVE (Secondary Assessment of Victim Endpoint)


Sistem ini dapat menTriage dan menstratifikasi korban bencana. Ini sangat
membantu bila dilakukan dilaapangan dimana jumlah pasien banyak, sarana
minimum dan jauh dari fasilitas rumah sakit. Kategori Triage dalam SAVE di
bagi menjadi tiga kategori sebagai berikut :
1. Kelompok korban yang diperkirakan akan meninggal, apapun tindakan
yang akan di berikan.
2. Kelompok korban yang diperkirakan akan mampu bertahan hidup,
apapun tindakan yang akan diberikan (termasuk tidak dilakukan
pertolongan).
3. Kelompok yang tidak termasuk dalam 2 kategori diatas, yang berarti
korban pada kelompok ini keselamatannya sangat tergantung pada
intervensi yang akan diberikan, kelompok inilah yang harus mendapat
prioritas penanganan.

SAVE triage merupakan sistem triage sekunder yang mencoba membantu


memberikan solusi terhadap dilema beberapa pilihan yang sulit untuk
menangani para korban dilapangan. Sistem ini dirancangan untuk digunakan
dalam zona disaster. Konsep dari SAVE ini adalah memprioritaskan para korban
yang di anggap paling dapat terselamatkan dan memiliki kondisi medis yang
memerlukan penanganan segera.

SAVE triage merupakan yang di gunakan untuk lebih memperjelas


pembagian status korban disaster SAVE. Triage ini menggunakan coring
Glasgow Coma Scale (GCS) untuk membantu pedoman Mental Status pada
START.

10
1 2 3 4 5 6
Eyes Doesn’t Open eyes Open eyes Open eyes
open in response in spontaneous
eyes to painful response ly
stimuli to voice
Verbal Makes Incomprehe Bitters Confused Oriented
no nsive inappropri disoriented converses
sounds sounds ate words normally
Motoric Make Extension Abnormal Flexion/wit Localizes Obeys
no to painful flexion to hdrawal to painful comm
movem stimuli painful painful stimuli ands
ents (decerebrate stimuli stimuli
response) (decorticat
e
response)

Save triage menghasilkan 3 status korban disaster, yaitu :

1. Severe, dengan GCS = 8


2. Moderate, dengan GCS = 9-12

11
3. Minor, dengan GCS = 13

Keterangan Algoritma :

a. Jika pasien bisa berjalan di masukan pada triase warna hijau (minor)
b. Jika pasien bernafas spontan di masukan pada triase merah (immediate)
c. Jika pasien tidak teraba nadinya di masukan pada triase hitam (expectant)
d. Jika tingkat pernapasan pasien <15 atau >45 pasien di masukan pada triase
merah (immediate)
e. Jika penilaian neurologis pasien merespon dengan rangsangan nyeri atau tidak
merespon dimasukan pada triase merah (immediate)
f. Jika penilaian neurologis pasien merespon dengan rangsangan verbal pasien di
masukan pada triase kuning (delayed)

12
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem ini dapat menTriage dan menstratifikasi korban bencana. Ini sangat
membantu bila dilakukan dilaapangan dimana jumlah pasien banyak, sarana
minimum dan jauh dari fasilitas rumah sakit. Kategori Triage dalam SAVE di
bagi menjadi tiga kategori sebagai berikut :
1. Kelompok korban yang diperkirakan akan meninggal, apapun
tindakan yang akan di berikan.
2. Kelompok korban yang diperkirakan akan mampu bertahan hidup,
apapun tindakan yang akan diberikan (termasuk tidak dilakukan
pertolongan).
13
3. Kelompok yang tidak termasuk dalam 2 kategori diatas, yang berarti
korban pada kelompok ini keselamatannya sangat tergantung pada
intervensi yang akan diberikan, kelompok inilah yang harus
mendapat prioritas penanganan.

B. Saran
Semoga dengan adanya tugas ini di harapkan penulis dan pembaca dapat
mengetahui secara rinci mengenai disaster SAVE dan dapat bermanfaat untuk
kehidupan kita.

DAFTAR PUSTAKA

Jafar Bazyar., Mehrdad Farrokhi., & Hamidreza Khankeh. (2019). Triage System in
Mass Casualty Incidents and Disasters: A Review Study with A Worldwide
Approach. Open Acces Macedonian Journal of Medical Science. 2019 Feb 15;
7(3):482-494. Di akses tanggal 2 April 2020.

Kartikawati. (2013). Buku Ajar Dasar Keperawatan darurat. Jakarta: Salemba Medika.

Kemenkes RI. (2011). Pedoman Standar Pelayanan Instalasi Gawat Darurat. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.

Mardalena. (2016a). Asuhan keperawatan gawat darurat. Yogyakarta: Pustaka Mulia.

14
Rochana, N., Morphet, J., & Plummer, V. (2016). Triage process in Emergency
Departements : an Indonesia Study, (Decemeber).

15

Anda mungkin juga menyukai