Anda di halaman 1dari 15

TRIASE

Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE yang merupakan proses yang sinambung sepanjang pengelolaan gawat darurat medik. Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang menerima pasien / berada ditempat.Tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah. Bila kondisi memburuk atau membaik, lakukan retriase. Pengambilan keputusan dalam proses triase dilakukan berdasarkan: Ancaman jiwa mematikan dalam jitungan menit Dapat mati dalam hitungan jam Trauma/kondisi ringan Sudah meninggal

Tujuan dari triage adalah: Mengidentifikasi penderita dengan keadaan urgent dan membahayakan jiwa secara cepat Menentukan tingkat keparahan dan keakutan keluhan penderita Menjamin bahwa terapi yang diberikan sesuai dengan urutan urgensi penderita Menjamin bahwa terapi yang diberikan sudah tepat dengan waktu yang sesuai

Sistem Triage dipengaruhi

Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien Denah bangunan fisik unit gawat darurat Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis

Metode Triase Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation). Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi saat bencana mengakibatkan kombinasi keduanya lebih layak digunakan. Tag Triase Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase untuk mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban. Triase dan pengelompokan berdasar Tagging. Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi. Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat). Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar ringan). Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta

gawat darurat psikologis). Sebagian protokol yang kurang praktis membedakakan prioritas 0 sebagai Prioritas Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyaki kritis dan berpotensi fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi, dan Prioritas Kelima (Putih)yaitu kelompok yang sudah pasti tewas. Bila pada Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai dan pindahkan kekelompok sesuai. Triase Sistim METTAG. Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban. Resusitasi ditempat. Triase Sistem Penuntun Lapangan START. Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental (RPM : R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk memastikan kelompok korban (lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera. Resusitasi diambulans. Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START. Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama sesuai keadaan.

Alogaritme sistem START

PENILAIAN DITEMPAT DAN PRIORITAS TRIASE

Proses triase dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih dari 5 menit. Prinsip dalam pelaksanaan triase 1. Triase harus dilakukan segera dan tepat waktu Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang mengancam kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting. 2. Penilaian harus adekuat dan akurat Ketelitian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses interview. 3. Keputusan dibuat berdasarkan penilaian Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila terdapat informasi yang adekuat dan akurat. 4. Intervensi dilakukan berdasarkan keakutan dari kondisi Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah menilai secara akurat kondisi pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal tersebut termasuk intervensi terapeutik dan prosedur diagnostik. 5. Tercapainya kepuasan pasien Menghindari keterlambatan penanganan yang dapat menyebabkan keterpurukan status kesehatan pasien. Memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga. Pelaksanaan sistem triase di rumah sakit mengutamakan perawatan pasien berdasarkan gejala. Didalam sistem triase diberlakukan sistem prioritas. Prioritas adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan dalam penanganan, yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul. Seleksi ini dibagi berdasarkan: 1) ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit. 2) dapat mati dalam hitungan jam. 3) trauma ringan. 4) sudah meninggal. Pada umumnya penilaian penderita dalam triase dapat dilakukan dengan: Menilai tanda vital dan kondisi umum korban

Menilai kebutuhan medis Menilai kemungkinan bertahan hidup Menilai bantuan yang memungkinkan Memprioritaskan penanganan definitif

Klasifikasi berdasarkan tingkat prioritas 1. Prioritas 1 atau Emergensi: warna MERAH (kasus berat)

Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi dan intervensi segera,perdarahan berat, pasien dibawa ke ruang resusitasi, waktu tunggu 0 (nol) 2. Asfiksia, cedera cervical, cedera pada maxilla Trauma kepala dengan koma dan proses shock yang cepat Fraktur terbuka dan fraktur compound Luka bakar > 30 % / Extensive Burn Shock tipe apapun Prioritas 2 atau Urgent: warna KUNING (kasus sedang)

Pasien dengan penyakit yang akut, mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki, waktu tunggu 30 menit, area critical care. Trauma thorax non asfiksia Fraktur tertutup pada tulang panjang Luka bakar terbatas ( < 30% dari TBW ) Cedera pada bagian / jaringan lunak

3.

Prioritas 3 atau Non Urgent: warna HIJAU (kasus ringan)

Pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang minimal, luka lama,kondisi yang timbul sudah lama, area ambulatory / ruang P3. 4. Minor injuries Seluruh kasus-kasus ambulant / jalan Prioritas 0: warna HITAM (kasus meninggal) Tidak ada respon pada semua rangsangan Tidak ada respirasi spontan Tidak ada bukti aktivitas jantung Tidak ada respon pupil terhadap cahaya

Beberapa petunjuk tertentu harus diketahui oleh perawat triase yang mengindikasikan kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut meliputi: Nyeri hebat Perdarahan aktif Stupor/mengantuk Disorientasi Gangguan emosi Dyspnea saat istirahat Diaphoresis yang ekstrem Sianosis Tanda vital yang tidak normal

Alur dalam proses triase 1. Pasien dating diterima petugas/paramedic UGD 2. Diruang triase dilakukan anamnesa dan pemeriksaan singkat dan cepat untuk menentukan derajat kegawatannya oleh perawat 3. Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberikan kode warna: a. Segera-immediate(merah). Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya: tension pneumothorax, distress pernafasan (RR<30x/mnt), perdarahan internal, dsb. b. Tunda-Delayed (kuning). Pasien memerlukan tindakan definitive teteapi tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya: perdarahan laserasi yang terkontrol, fraktur tertutup ekstremitas dengan perdarahan yang terkontrol, luka bakar<25% luas permukaan tubuh, dsb c. Minimal(hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan menolong dirinya sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya: laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial. d. Expectant (hitam). Pasien mengalami cidera mematikan dan akan meninggal walaupun mendapatkan pertolongan. Misalnya: luka bakar derajat 3 hampir seluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb. e. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna: merah, kuning, hijau, hitam. f. Penderita/korban kategori merah dapat langsung diberikan pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain. g. Penderita/korban dengan kategori kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan

menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase merah ditangani h. Penderita dengan kategori hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah memungkinkan dapat dipulangkan. i. Penderita kategori hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenasah

Dokumentasi Triase Dokumentasi pada sistem triase meliputi

Proses dokumentasi triase menggunakan system SOAPIE, sebagai berikut: 1. S : data subjektif 2. O : data objektif 3. A : assessment 4. P : planning terapi 5. I : implementasi termasuk didalamnya tes diagnostic 6. E : evaluasi/pengkajian kembali keadaan/respon pasien terhadap pengobatan dan perawatan yang diberikan. Untuk mendukung kepatuhan terhadap standar yang memerlukan stabilisasi, dokumentasi mencakup hal-hal sebagai berikut: Salinan catatan pengobatan dari rumah sakit pengirim Tindakan/pengobatan yang diberikan di fasilitas pengirim Deskripsi respon pasien terhadap pengobatan Hasil tindakan yang dilakukan untuk mencegah perburukan lebih jauh dari kondisi pasien.

PENILAIAN AWAL. Penilaian awal mencakup protokol persiapan, triase, survei primer, resusitasistabilisasi, survei sekunder dan tindakan definitif atau transfer ke RS sesuai. Diagnostik absolut tidak dibutuhkan untuk menindak keadaan klinis kritis yang diketakui pada awal proses. Bila tenaga terbatas jangan lakukan urutan langkahlangkah survei primer. Kondisi pengancam jiwa diutamakan. Survei Primer. Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control, breathing, circulation and hemorrhage control, disability, exposure/environment). Jalan nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena cedera langsung, edema, benda asing dan akibat penurunan kesadaran. Tindakan bisa hanya membersihkan jalan

nafas hingga intubasi atau krikotiroidotomi atau trakheostomi. Nilai pernafasan atas kemampuan pasien akan ventilasi dan oksigenasi. Temuan kritis bisa tiadanya ventilasi spontan, tiadanya atau asimetriknya bunyi nafas, dispnea, perkusi dada yang hipperresonans atau pekak, dan tampaknya instabilitas dinding dada atau adanya defek yang mengganggu pernafasan. Tindakan bisa mulai pemberian oksigen hingga pemasangan torakostomi pipa dan ventilasi mekanik. Nilai sirkulasi dengan mencari hipovolemia, tamponade kardiak, sumber perdarahan eksternal. Lihat vena leher apakah terbendung atau kolaps, apakah bunyi jantung terdengar, pastikan sumber perdarahan eksternal sudah diatasi. Tindakan pertama atas hipovolemia adalah memberikan RL secara cepat melalui 2 kateter IV besar secara perifer di ekstremitas atas. Kontrol perdarahan eksternal dengan penekanan langsung atau pembedahan, dan tindakan bedah lain sesuai indikasi. Tetapkan status mental pasien dengan GCS dan lakukan pemeriksaan motorik. Tentukan adakah cedera kepala atau kord spinal serius. Periksa ukuran pupil, reaksi terhadap cahaya, kesimetrisannya. Cedera spinal bisa diperiksa dengan mengamati gerak ekstremitas spontan dan usaha bernafas spontan. Pupil yang tidak simetris dengan refleks cahaya terganggu atau hilang serta adanya hemiparesis memerlukan tindakan atas herniasi otak dan hipertensi intrakranial yang memerlukan konsultasi bedah saraf segera. Tidak adanya gangguan kesadaran, adanya paraplegia atau kuadriplegia menunjukkan cedera kord spinal hingga memerlukan kewaspadaan spinal dan pemberian metilprednisolon bila masih 8 jam sejak cedera (kontroversial). Bila usaha inspirasi terganggu atau diduga lesi tinggi kord leher, lakukan intubasi endotrakheal. Tahap akhir survei primer adalah eksposur pasien dan mengontrol lingkungan segera. Buka seluruh pakaian untuk pemeriksaan lengkap. Pada saat yang sama mulai tindakan pencegahan hipotermia yang iatrogenik biasa terjadi diruang ber AC, dengan memberikan infus hangat, selimut, lampu pemanas, bila perlu selimut dengan pemanas. Prosedur lain adalah tindakan monitoring dan diagnostik yang dilakukan bersama survei primer. Pasang lead ECG dan monitor ventilator, segera pasang oksimeter denyut. Monitor memberi data penuntun resusitasi. Setelah jalan nafas aman, pasang pipa nasogastrik untuk dekompresi lambung serta mengurangi

kemungkinan aspirasi cairan lambung. Katater Foley kontraindikasi bila urethra cedera (darah pada meatus, ekimosis skrotum / labia major, prostat terdorong keatas). Lakukan urethrogram untuk menyingkirkan cedera urethral sebelum kateterisasi. RESUSITASI DAN PENILAIAN KOMPREHENSIF Fase Resusitasi. Sepanjang survei primer, saat menegakkan diagnosis dan melakukan intervensi, lanjutkan sampai kondisi pasien stabil, tindakan diagnosis sudah lengkap, dan prosedur resusitatif serta tindakan bedah sudah selesai. Usaha ini termasuk kedalamnya monitoring tanda vital, merawat jalan nafas serta bantuan pernafasan dan oksigenasi bila perlu, serta memberikan resusitasi cairan atau produk darah. Pasien dengan cedera multipel perlu beberapa liter kristaloid dalam 24 jam untuk mempertahankan volume intravaskuler, perfusi jaringan dan organ vital, serta keluaran urin. Berikan darah bila hipovolemia tidak terkontrol oleh cairan. Perdarahan yang tidak terkontrol dengan penekanan dan pemberian produk darah, operasi. Titik capai resusitasi adalah tanda vital normal, tidak ada lagi kehilangan darah, keluaran urin normal 0,5-1 cc/kg/jam, dan tidak ada bukti disfungsi endorgan. Parameter (kadar laktat darah, defisit basa pada gas darah arteri) bisa membantu. Survei Sekunder. Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah memulai fase resusitasi. Pada saat ini kenali semua cedera dengan memeriksa dari kepala hingga jari kaki. Nilai lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas resusitasi dan untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban lain. Bila pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis sebelumnya, alergi dan medikasi sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat makan terakhir, kejadian sekitar kecelakaan. Data ini membantu mengarahkan survei sekunder mengetahui mekanisme cedera, kemungkinan luka bakar atau cedera karena suhu dingin (cold injury), dan kondisi fisiologis pasien secara umum. Pemeriksaan Fisik Berurutan. Diktum jari atau pipa dalam setiap lubang mengarahkan pemeriksaan. Periksa

setiap bagian tubuh atas adanya cedera, instabilitas tulang, dan nyeri pada palpasi. Periksa lengkap dari kepala hingga jari kaki termasuk status neurologisnya. PEMERIKSAAN PENCITRAAN DAN LABORATORIUM. Pemeriksaan radiologis memberikan data diagnostik penting yang menuntun penilaian awal. Saat serta urutan pemeriksaan adalah penting namun tidak boleh mengganggu survei primer dan resusitasi. Pastikan hemodinamik cukup stabil saat membawa pasien keruang radiologi. Pemeriksaan Laboratorium saat penilaian awal. Paling penting adalah jenis dan x-match darah yang harus selesai dalam 20 menit. Gas darah arterial juga penting namun kegunaannya dalam pemeriksaan serial digantikan oleh oksimeter denyut. Pemeriksaan Hb dan Ht berguna saat kedatangan, dengan pengertian bahwa dalam perdarahan akut, turunnya Ht mungkin tidak tampak hingga mobilisasi otogen cairan ekstravaskuler atau pemberian cairan resusitasi IV dimulai. Urinalisis dipstick untuk menyingkirkan hematuria tersembunyi. Skrining urin untuk penyalahguna obat dan alkohol, serta glukosa, untuk mengetahui penyebab penurunan kesadaran yang dapat diperbaiki. Pada kebanyakan trauma, elektrolit serum, parameter koagulasi, hitung jenis darah, dan pemeriksaan laboratorium umum lainnya kurang berguna saat 1-2 jam pertama dibanding setelah stabilisasi dan resusitasi.

PENUTUP

sistem triase ini digunakan untuk menentukan prioritas penanganan kegawat daruratan. Sehingga perawat benar-benar memberikan pertolongan pada pasien yang sangatmembutuhkan, dimana keadaan pasien sangat mengancam nyawanya, namun dengan penanganan secara cepat dan tepat, dapat menyelamatkan hidup pasien tersebut. Tidak membuang wakunya untuk pasien yang memang tidak bisa diselamatkan lagi, dan mengabaikan pasien yang membutuhkan. Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triase selanjutnya adalah menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang

memerlukan pertolongan darurat. Sitem triase dikenal dengan system kode 4 warna yang diterima secara internasional. Tenaga medis harus mampu menilai dan menggolongkan pasien dalam 2-3 menit. Pengambilan keputusan adalah bagian yang penting dan integral pada medis dan praktik keperawatan. Penilaian klinis pasien memerlukan pemikiran dan intuisi yang keduanya harus didasarkan pada profesionalisme, pengetahuan dan keterampilan.

Anda mungkin juga menyukai