Disusun Oleh :
Silfia Nurrahim
Uswatun Hasanah
Sepliana
Annisa Zulkarnaen
Anisya Legi P
Meylita
Shintya Oktya
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Anamnesa dan
Pemeriksaan Fisik pada system Sensori Persepsi”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas
perkuliahan, yaitu sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II .
Dalam penulisan makalah ini, penuliis banyak mendapatkan bantuan dan dorongan
dari pihak-pihak luar, sehingga makalah ini terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.
Ucapan terima kasih tidak lupa diucapkan kepada:
1. Ibu Ns.Yeni Koto,S.Kep.,M.Kes selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah III
2. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan Angkatan 2017 STIKIM
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kepada pembaca dan teman-teman agar memberikan kritik dan saran yang
sifatnya membangun.
Penulis
DAFTAR ISI
A. RIWAYAT KESEHATAN
1. KELUHAN UTAMA
Adalah alasan mengapa klien melakukan rujukan dan memerlukan bantuan
tenaga medis. Pada klien dengan gangguan system persepsi sensori klien dapat
mengeluhkan hal berikut:
- Pendengaran: pendengaran menurun, tinitis, rasa gatal dan tidak nyaman pada
telinga, nyeri
- Penglihatan: vertigo, pusing, penglihatan kabut / berkabut, double vision,
penurunan visus, ada kilatan cahaya, keluar air mata terus menerus (misal pada
pekerja las besi, adanya butir besi pada mata)
- Pembau: sinusitis
- Pengecap: stomatitis
B. RIWAYAT SOSIAL
- Kaji bagaimana perilaku individu dalam kelompok.
- Anggota keluarga yg punya masalah pendengaran, penglihatan, penciuman,dan
pengecapan ?
- Perhatian anak di sekolah menurun, prestasi menurun (SLB, Alat bantu yg
digunakan type, lama)
C. RIWAYAT PSIKOLOGIS
- Baagaimana persepsi dan perassan klien mengenai gangguan dan bagaimana
klien menyesuaikan diri
- Perubahan sikap & kepribadian, penurunaan kepekaan terhadap lingkungan
- Reaksi anggota keluarga terhadap ganggua sensori
D. PEMERIKSAAN FISIK
- Tanda-tanda vital: perubahan TD, Nadi, Respirasi, Suhu ?
- Kesadaran Menurun? : KU lemah?, Gelisah?, Kejang ?
- Neurologis : Nystagmus, Ataksia, Gangguan Keseimbangan, Kejang, Meningeal
sign, strabismus ?
A. Riwayat
1. Kesehatan Masa Lalu
- Adakah riwayat masalah penglihatan sebelumnya?
- Adakah riwayat diabetes mellitus?
- Adakah riwayat hipertensi?
- Adakah riwayat penyakit neurologis?
- Pernahkah pasien menjalani terapi mata tertentu (misalnya laser)?
2. Riwayat Keluarga
- Adakah riwayat masalah penglihatan turunan dalam keluarga (missal
glaucoma)?
- Adakah riwayat gejala gangguan mata dalam keluarga (misalnya penularan
konjungtivitis infeksi)?
- Bagaimana tingkat ketidakmampuan penglihatan pasien?
- Apakah pasien teregistrasi sebagai orang buta?
- Pernahkah pasien menjalani adaptasi di rumah?
- Apakah pasien memiliki anjing pemandu?
3. Riwayat Pengobatan
Adakah riwayat pemakaian obat yang mungkin menyebabkan gejala gangguan
penglihatan atau obat untuk mengobati penyakit mata (misalnya tetes mata untuk
glaucoma)?
B. ANAMNESA GANGGUAN PENGLIHATAN
1. Data Umum: nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan
2. Keluhan Utama: Mata merah, Mata berair, Mata gatal, Mata Nyeri, Belekan,
Gangguan penglihatan (Kabur, penglihatan ganda/diplopia, buta), Timbilan,
Kelilipan
3. Riwayat Penyakit Dahulu: Diabetes Mellitus, Hipertensi, Trauma
D. PEMERIKSAAN MATA
1. INSPEKSI MATA
- Bentuk dan penyebaran alis dan bulu mata. Apakah bulu mata lentik, kebawah
atau tidak ada. Fungsi alis dan bulu mata untuk mencegah mauknya benda
asing (debu) untuk mencegah iritasi atau mata kemerahan.
- Lihat sclera dan konjungtiva.
- Konjungtiva, dengan menarik palpebral inferior dan meminta klien melihat
keatas. Amati warna, anemis atau tidak, apakah ada benda asing atau tidak
- Sclera, dengan menarik palpebral superior dan meminta klien melihat ke
bawah. Amati kemerahan pada sclera, icterus, atau produksi air mata berlebih.
- Amati kedudukan bola mata kanan kiri simetris atau tidak, bola mata keluar
(eksoptalmus) atau ke dalam (endoftalmus).
- Palpebral turun menandakan kelemahan atau atropi otot, atau hiperaktivitas
palpebral yang menyebabkan kelopak mata terus berkedip tak terkontrol.
- Observasi celah palpebral. Minta klien memandang lurus ke depan lalu
perhatikan kedudukan kelopak mata terhadap pupil dan iris. Normal jika
simetris. Adanya kelainan jika celah mata menyempit (ptosis, endoftalmus,
blefarospasmus) atau melebar (eksoftalmus, proptosis)
- Kaji sistem lakrimasi mata dengan menggunakan kertas lakmus untuk
mendapatkan data apakah mata kering atau basah yang artinya lakrimasi
berfungsi baik ( Schime test).
- Kaji sistem pembuangan air mata dengan uji anel test. Yaitu dengna
menggunakan spuit berisi cairan, dan berikan pada kanal lakrimal.
2. REFLEK PUPIL
- Gunakan penlight dan sinari mata kanan kiri dari lateral ke medial. Amati
respon pupil langsung. Normalnya jika terang, pupil mengecil dan jika gelap
pupil membesar.
- Amati ukuran lebar pupil dengan melihat symbol lingkaran yang ada pada
badan penlight dan bagaimana reflek pupil tersebut, isokor atau anisokor.
- Interpretasi:
Normal : Bentuk pupil (bulat reguler), Ukuran pupil : 2 mm – 5 mm,
Posisi pupil ditengah-tengah, pupil kanan dan kiri Isokor, Reflek cahaya
langsung (+) dan Reflek cahaya konsensuil atau pada cahaya redup (+)
Kelainan : Pintpoin pupil, Bentuk ireguler, Anisokor dengan kelainan
reflek cahaya dan ukuran pupil kecil atau besar dari normal (3-4 mm)
5. SENSIBILITAS KORNEA
- Bertujuan mengetahui bagaimana reflek sensasi kornea dengan menggunakan
kapas steril.
- Cara pemeriksaan :
Bentuk ujung kapas dengan pinset steril agar runcing dan halus
Fiksasi mata pasien keatas agar bulu mata tidak tersentuh saat kornea
disentuh
Fiksasi jari pemeriksa pada pipi pasien dan ujung kapas yang halus dan
runcing disentuhkan dengan hati-hati pada kornea, mulai pada mata yang
tidak sakit.
- Intrepetasi : dengan sentuhan, maka mata akan reflek berkedip. Nilai dengan
membandingkan sensibilitas kedua mata klien.
- HITUNG JARI
Apabila tidak bisa membaca huruf Snellen pasien diminta
menghitung jari pemeriksa pada jarak 3 meter
3/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 3 meter.
1/60 bila klien dapat membaca pada jarak 1 meter
- PERGERAKAN JARI
Tidak bisa hitung jari, maka dilakukan pemeriksaan gerakan tangan
didepan pasien dengan latar belakang terang. Jika pasien dapat
menentukan arah gerakan tangan pada jarak 1 m:
VISUS 1/300 (Hand Movement/HM) kadang kala sdh perlu
menentukan arah proyeksinya
- PENYINARAN
Jika tidak bisa melihat gerakan tangan dilakukan penyinaran dengan
penlight ke arah mata pasien.
Apabila pasien dapat mengenali saat disinari dan tidak disinari dari
segala posisi (nasal,temporal,atas,bawah) maka tajam penglihatan V =
1/ ~ proyeksi baik (Light Perception/LP).
Jika tidak bisa menentukan arah sinar maka penilaian V = 1/ ~ (LP,
proyeksi salah).
Jika sinar tidak bisa dikenali maka tajam penglihatan dinilai V= 0 (NLP).
Bila tidak dapat melihat sinar senter disebut BUTA TOTAL (tulis 00/000)
- PEMERIKSAAN DENGAN PINHOLE
Bila responden tidak dapat melanjutkan lagi bacaan huruf di kartu Snellen
atau kartu E maka pada mata tersebut dipasang PINHOLE
Dengan pinhole responden dapat melanjutkan bacaannya sampai baris
normal (20/20) berarti responden tersebut GANGGUAN REFRAKSI -
Bila dengan pinhole responden tidak dapat melanjutkan bacaannya maka
disebut KATARAK
Bila responden DAPAT membaca sampai baris normal 20/20 TANPA
pinhole maka responden tidak perlu dilakukan pemeriksaan dengan
menggunakan pinhole
C. INSPEKSI
1. Aurikel : bentuk, letak, masa, lesi ?
2. MAE : Patensi, Otore (jenis,warna,bau), cerumen, hiperemi, furunkel ?
3. Membrana timphany : intak, perforasi, hiperemia, bulging, retraksi, colesteatoma?
4. Antrum mastoid : abces, hiperemia, nyeri perabaan
5. Hearing aid : tipe, jenis ?
D. PEMERIKSAAN FISIK
Pada telinga dapat menggunakan berbagai macam alat dan rangkaian tes. Seperti
otoskop, garpu tala, ear speculum, dan head lamp untuk membantu pemeriksa
mendapat sinar yang cukup
1. OTOSKOP
- Untuk meluruskan kanal pada orang dewasa/anak besar tarik aurikula ke
atas dan belakang, pada bayi tarik aurikula ke belakang dan bawah
- Masukkan otoskop ke dalm telinga ± 1,-1,5 cm
- Normal: terlihat sedikit serumen, dasar berwarna pink, rambut halus
- Abnormal: merah (inflamasi), rabas, lesi, benda asing, serumen padat
- Membran timpani dapat terlihat, normalnya tembus cahaya, mengkilat,
abu-abu dan tampak seperti mutiara, utuh.
2. TES BERBISIK
- Kata-kata yg diucapkan: Satu atau dua kata untuk menghindari menebak,
dapat dikenal klien, bukansingkatan, kata benda atau kata kerja.
- Cara:
Pasien ditempat, pemeriksa berpindah-pindah dari jarak 1,2,3,4,5,6
meter.
Mulai jarak 1 m pemeriksa membisikan 5/10 kata.
Bila semua kata benar mundur 2 m, bisikan kata yang sama. Bila
jawaban benar mundur 4-5 m (Hanya dpt mendengar 80% jarak
tajam pendengaran sesungguhnya)
Untuk memastikan tes ulang pd jarak 3 M bila benar semua maju 2 –
1 M.
- Interfensi Secara Kuantitas ( Leucher )
6 meter : normal
4-6 meter : praktis normal/ tuli ringan
1-4 meter : tuli sedang
< 1 meter : tuli berat
Berteriak didepan telinga tidak mendengar : Tuli Total
- Interfensi secara Kualitatif
Tidak dapat mendengar huruf lunak (frekuensi rendah) > TULI
KONDUKSI. Misal Susu : terdengar S S.
Tidak dapat mendengar huruf desis (frekuensi tinggi) > TULI
SENSORI. Misal : Susu terdengar U U.
4. TES RINNE
6. TES SCHWABACK
- Dibandingkan dengan pemeriksa, garpu tala diletakkan di depan telinga
(kond udara)
- Dibandingkan dengan pemeriksa, garpu tala diletakkan di tlg mastoid
(kond tulang)
KESIMPULAN
Prosedur Pelaksanaan
Inspeksi dan Palpasi Hidung Bagian Luar
Prosedur pelaksanaan
Palpasi mulut
1. Atur posisi duduk klien hingga sejajar dan berhadapan dengan anda.
2. Minta klien untuk mmebuka mulut.
3. Pegang pipi klien menggunakan ibu jari dan telunjuk, dengan jari telunjuk
didalam mulut. Lakukan palpasi secara sistematis dan kaji adanya massa,
inflamasi, atau nyeri.
4. Minta klien mengatakan “el”. Selanjutnya, lakukan palpasi dasar mulut secara
sistematis menggunakan jari telunjuk, dengan ibu jari menekan dagu bawah untuk
memudahkan palpasi.
5. Minta klien untuk menjulurkan lidahnya, kemudian pegang dengan kasa steril
menggunakan tangan non-dominan. Lakukan palpasi lidah, terutama bagian
belakang dan batas lidah menggunakan jari telunjuktangan dominan.
1. Bibir : pecah pada bibir akibat avitaminosis atau demam, radang pada
bibir(keilitis), kebiruan (sianosis), terdapat celah pada garis tengah bibir (bibir
sumbing).
2. Lidah : terdapat luka pada lidah dan mukosa mulut (stomatitis), lidah berselaput
karena demam tifoid, permukaan lidah berlumpur putih dan papila besar (demam
skarlatina), permukaan lidah licin dan papilla mengecil atau atrofi karena anemia,
lidah kering dan keriput karena dehidrasi, lidah tremor (bergetar) terjadi pada
dimensia paralitik, demensia paralitik.
DAFTAR PUSTAKA