Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

“Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik pada system Sensori Persepsi “

Dosen Pembimbing : Ns.Yeni Koto,S.Kep.,M.Kes

Disusun Oleh :

Hilma Hasro Maulida

Halma Zahro Mukhlida

Silfia Nurrahim

Siti Hajar Sangadji

Uswatun Hasanah

Pelangi Satia Nisa

Sepliana

Annisa Zulkarnaen

Anisya Legi P

Meylita

Shintya Oktya

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLOAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONSIA MAJU
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Anamnesa dan
Pemeriksaan Fisik pada system Sensori Persepsi”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas
perkuliahan, yaitu sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II .
Dalam penulisan makalah ini, penuliis banyak mendapatkan bantuan dan dorongan
dari pihak-pihak luar, sehingga makalah ini terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.
Ucapan terima kasih tidak lupa diucapkan kepada:
1. Ibu Ns.Yeni Koto,S.Kep.,M.Kes selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah III
2. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan Angkatan 2017 STIKIM
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kepada pembaca dan teman-teman agar memberikan kritik dan saran yang
sifatnya membangun.

Jakarta,18 Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................2

DAFTAR ISI .....................................................................................................................3

PENGKAJIAN SECARA UMUM ....................................................................................4

PENGKAJIAN SISTEM PENGLIHATAN MATA .........................................................6

PENGKAJIAN SISTEM PENDENGARAN TELINGA ................................................11

PENGKAJIAN SISTEM PENCIUMAN ........................................................................13

PEMERIKSAAN SISTEM PERASA .............................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................19


PENGKAJIAN SECARA UMUM

A. RIWAYAT KESEHATAN
1. KELUHAN UTAMA
Adalah alasan mengapa klien melakukan rujukan dan memerlukan bantuan
tenaga medis. Pada klien dengan gangguan system persepsi sensori klien dapat
mengeluhkan hal berikut:
- Pendengaran: pendengaran menurun, tinitis, rasa gatal dan tidak nyaman pada
telinga, nyeri
- Penglihatan: vertigo, pusing, penglihatan kabut / berkabut, double vision,
penurunan visus, ada kilatan cahaya, keluar air mata terus menerus (misal pada
pekerja las besi, adanya butir besi pada mata)
- Pembau: sinusitis
- Pengecap: stomatitis

Pada mata, terdapat gejala :

- Abnormal Vision: perubahan penglihatan yang tak normal, seperti kelainan


refraksi, lid ptosis, kekeruhan pada kornea, lensa, rongga aqueous/vitreous,
malfungsi retina, saraf optikus.
- Abnormal Appereance: tampilan organ mata tak normal seperti, mata merah
(iritasi), perdarahan sub conjunctiva, infeksi, alergi, trauma dan keadaan lain :
lesi, edema, abnormal posisi.
- Abnormal Sensation: sensari tak nyaman pada mata. Nyeri mata : Sulit
ditentukan lokasinya, seperti ditarik, ditekan, sakit kepala. Mata gatal : reaksi
alergi. Mata berair : iritasi, gangguan sistem lakrimalis. Sekresi meningkat :
iritasi, infeksi, alergi.

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


- Tanyakan pada klien kapan timbulnya keluhan, mendadak, hilang timbul atau
progresif.
- Kaji sifat keluhan, menetap ataukah kadang-kadang
- Tanyakan faktor eksternya terjadinya keluhan, misal akibat ISPA, setelah naik
pesawat (gangguan pendengeran akibat perubahan tekanan), berenang (telinga
kemasukan air), lingkungan kerja dengan tingkat kebisingan tinggi,
- Apakah keluhan timbul denga gejala lain seperti: mual, muntah, keringat
dingin, tumor, gatal, dll.

3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


- Riwayat ISPA, Alergi (bersin-bersin), hidung berair, sinusitis.
- Usia berapa dapat berbicara, menirukan gerakan
- Hypertensi
- Diabetikum
- Myestenia gravis - kelemahan pada otot akibat gangguan neuromuscular
- Pemakaian obat-obatan mata tanpa resep dokter, misal obat tetes mata atau
telinga tidak sesuai indikasi.
- Riwayat operasi pd telinga, mata, hidung & tenggorokan, & trauma kepala ?
- Apakah ada perubahan pola bicara, melihat, makan, dan mendengar ?

4. RIWAYAT KESEHATAN IBU (KELUARGA)


- Kaji riwayat kehamilan. Adakah gangguan kemahilan, tanyakan pada trimester
berapa. Karena trimester berhubungan dengan waktu pertumbuhan dan
perkembangan janin.
- Kaji obat-obatan yang dikonsumsi saat kehamilan, karena ada obat yang dapat
menimbulkan deformitas atau gangguan pada saraf dan sensori

B. RIWAYAT SOSIAL
- Kaji bagaimana perilaku individu dalam kelompok.
- Anggota keluarga yg punya masalah pendengaran, penglihatan, penciuman,dan
pengecapan ?
- Perhatian anak di sekolah menurun, prestasi menurun (SLB, Alat bantu yg
digunakan type, lama)

C. RIWAYAT PSIKOLOGIS
- Baagaimana persepsi dan perassan klien mengenai gangguan dan bagaimana
klien menyesuaikan diri
- Perubahan sikap & kepribadian, penurunaan kepekaan terhadap lingkungan
- Reaksi anggota keluarga terhadap ganggua sensori

D. PEMERIKSAAN FISIK
- Tanda-tanda vital: perubahan TD, Nadi, Respirasi, Suhu ?
- Kesadaran Menurun? : KU lemah?, Gelisah?, Kejang ?
- Neurologis : Nystagmus, Ataksia, Gangguan Keseimbangan, Kejang, Meningeal
sign, strabismus ?

PENGKAJIAN SISTEM PENGLIHATAN – MATA

A. Riwayat
1. Kesehatan Masa Lalu
- Adakah riwayat masalah penglihatan sebelumnya?
- Adakah riwayat diabetes mellitus?
- Adakah riwayat hipertensi?
- Adakah riwayat penyakit neurologis?
- Pernahkah pasien menjalani terapi mata tertentu (misalnya laser)?
2. Riwayat Keluarga
- Adakah riwayat masalah penglihatan turunan dalam keluarga (missal
glaucoma)?
- Adakah riwayat gejala gangguan mata dalam keluarga (misalnya penularan
konjungtivitis infeksi)?
- Bagaimana tingkat ketidakmampuan penglihatan pasien?
- Apakah pasien teregistrasi sebagai orang buta?
- Pernahkah pasien menjalani adaptasi di rumah?
- Apakah pasien memiliki anjing pemandu?
3. Riwayat Pengobatan
Adakah riwayat pemakaian obat yang mungkin menyebabkan gejala gangguan
penglihatan atau obat untuk mengobati penyakit mata (misalnya tetes mata untuk
glaucoma)?
B. ANAMNESA GANGGUAN PENGLIHATAN
1. Data Umum: nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan
2. Keluhan Utama: Mata merah, Mata berair, Mata gatal, Mata Nyeri, Belekan,
Gangguan penglihatan (Kabur, penglihatan ganda/diplopia, buta), Timbilan,
Kelilipan
3. Riwayat Penyakit Dahulu: Diabetes Mellitus, Hipertensi, Trauma

C. MENGKAJI KELUHAN UTAMA


1. Apakah gangguan terjadi pada saat melihat jauh atau dekat?
2. Onset mendadak atau gradual?
3. Di seluruh lapang pandang atau sebagian? Jika sebagian letaknya di sebelah
mana?
4. Diplopia satu mata atau kedua mata? Apakah persisten jika mata ditutup sebelah?
5. Adakah gejala sistemik lain: demam, malaise

D. PEMERIKSAAN MATA
1. INSPEKSI MATA
- Bentuk dan penyebaran alis dan bulu mata. Apakah bulu mata lentik, kebawah
atau tidak ada. Fungsi alis dan bulu mata untuk mencegah mauknya benda
asing (debu) untuk mencegah iritasi atau mata kemerahan.
- Lihat sclera dan konjungtiva.
- Konjungtiva, dengan menarik palpebral inferior dan meminta klien melihat
keatas. Amati warna, anemis atau tidak, apakah ada benda asing atau tidak
- Sclera, dengan menarik palpebral superior dan meminta klien melihat ke
bawah. Amati kemerahan pada sclera, icterus, atau produksi air mata berlebih.
- Amati kedudukan bola mata kanan kiri simetris atau tidak, bola mata keluar
(eksoptalmus) atau ke dalam (endoftalmus).
- Palpebral turun menandakan kelemahan atau atropi otot, atau hiperaktivitas
palpebral yang menyebabkan kelopak mata terus berkedip tak terkontrol.
- Observasi celah palpebral. Minta klien memandang lurus ke depan lalu
perhatikan kedudukan kelopak mata terhadap pupil dan iris. Normal jika
simetris. Adanya kelainan jika celah mata menyempit (ptosis, endoftalmus,
blefarospasmus) atau melebar (eksoftalmus, proptosis)
- Kaji sistem lakrimasi mata dengan menggunakan kertas lakmus untuk
mendapatkan data apakah mata kering atau basah yang artinya lakrimasi
berfungsi baik ( Schime test).
- Kaji sistem pembuangan air mata dengan uji anel test. Yaitu dengna
menggunakan spuit berisi cairan, dan berikan pada kanal lakrimal.

2. REFLEK PUPIL
- Gunakan penlight dan sinari mata kanan kiri dari lateral ke medial. Amati
respon pupil langsung. Normalnya jika terang, pupil mengecil dan jika gelap
pupil membesar.
- Amati ukuran lebar pupil dengan melihat symbol lingkaran yang ada pada
badan penlight dan bagaimana reflek pupil tersebut, isokor atau anisokor.
- Interpretasi:
 Normal : Bentuk pupil (bulat reguler), Ukuran pupil : 2 mm – 5 mm,
Posisi pupil ditengah-tengah, pupil kanan dan kiri Isokor, Reflek cahaya
langsung (+) dan Reflek cahaya konsensuil atau pada cahaya redup (+)
 Kelainan : Pintpoin pupil, Bentuk ireguler, Anisokor dengan kelainan
reflek cahaya dan ukuran pupil kecil atau besar dari normal (3-4 mm)

3. LAPANG PANDANG / TES KONFRONTASI


- Dasarnya lapang pandang klien normal jika sama dengan pemeriksa. Maka
sebelumnya, pemeriksa harus memiliki lapang pandang normal. LP klien = LP
pemeriksa
- Normalnya benda dapat dilihat pada: 60 derajat nasal, 90 derajat temporal, 50
derajat , dan atas 70 derajat bawah.
- Cara pemeriksaan :
 Klien menutup mata salah satu, misalnya kiri tanpa menekan bola mata.
 Pemeriksa duduk di depan klien dg jarak 60cm sama tinggi dengan klien.
 Pemeriksa menutup mata berlawanan dengan klien, yaitu kanan. Lapang
pandang pemeriksa dianggap sebagai referensi (LP pemeriksa harus
normal)
 Objek digerakkan dari perifer ke central (sejauh rentangan tangan
pemeriksa) dari delapan arah pada bidang ditengah pemeriksa dan klien
 Lapang pandang klien dibandingkan dengan pemeriksa. Lalu lanjutkan
pada mata berikutnya
4. PEMERIKSAAN OTOT EKSTRAOKULER
- Minta klien melihat jari, dan anda menggerakkan jari anda. Minta klien
mengikuti gerak jari, dengan 8 arah dari central ke perifer.
- Amati gerakan kedua mata, simetris atau ada yang tertinggal

5. SENSIBILITAS KORNEA
- Bertujuan mengetahui bagaimana reflek sensasi kornea dengan menggunakan
kapas steril.
- Cara pemeriksaan :
 Bentuk ujung kapas dengan pinset steril agar runcing dan halus
 Fiksasi mata pasien keatas agar bulu mata tidak tersentuh saat kornea
disentuh
 Fiksasi jari pemeriksa pada pipi pasien dan ujung kapas yang halus dan
runcing disentuhkan dengan hati-hati pada kornea, mulai pada mata yang
tidak sakit.
- Intrepetasi : dengan sentuhan, maka mata akan reflek berkedip. Nilai dengan
membandingkan sensibilitas kedua mata klien.

6. PEMERIKSAAN VISUS / KETAJAMAN PENGLIHATAN


- SNELLEN CARD
 Menggunakan kartu snellen dengan mengganttungkan kartu pada jarak 6
atau 5 meter dari klien.
 Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan, maka minta klien untuk tutup
dengan penutup mata atau telapak tangan tanpa menekan bolamata
 Pasien disuruh membaca huruf SNELLEN dari baris paling atas ke
bawah. Hasil pemeriksaan dicatat, kemudian diulangi untuk mata
sebelahnya.
 HASIL :
o VOD 6/6 &VOS 6/6
o 6/6 pasien dapat membaca seluruh huruf dideretan 6/6 pada snellen
chart
o 6/12 pasien bisa membaca sampai baris 6/12 pada snellen chart
o 6/30 pasien bisa membaca sampai baris 6/30 pada snellen chart

- HITUNG JARI
 Apabila tidak bisa membaca huruf Snellen pasien diminta
menghitung jari pemeriksa pada jarak 3 meter
 3/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 3 meter.
 1/60 bila klien dapat membaca pada jarak 1 meter
- PERGERAKAN JARI
 Tidak bisa hitung jari, maka dilakukan pemeriksaan gerakan tangan
didepan pasien dengan latar belakang terang. Jika pasien dapat
menentukan arah gerakan tangan pada jarak 1 m:
 VISUS 1/300 (Hand Movement/HM) kadang kala sdh perlu
menentukan arah proyeksinya

- PENYINARAN
 Jika tidak bisa melihat gerakan tangan dilakukan penyinaran dengan
penlight ke arah mata pasien.
 Apabila pasien dapat mengenali saat disinari dan tidak disinari dari
segala posisi (nasal,temporal,atas,bawah) maka tajam penglihatan V =
1/ ~ proyeksi baik (Light Perception/LP).
 Jika tidak bisa menentukan arah sinar maka penilaian V = 1/ ~ (LP,
proyeksi salah).
 Jika sinar tidak bisa dikenali maka tajam penglihatan dinilai V= 0 (NLP).
Bila tidak dapat melihat sinar senter disebut BUTA TOTAL (tulis 00/000)
- PEMERIKSAAN DENGAN PINHOLE
 Bila responden tidak dapat melanjutkan lagi bacaan huruf di kartu Snellen
atau kartu E maka pada mata tersebut dipasang PINHOLE
 Dengan pinhole responden dapat melanjutkan bacaannya sampai baris
normal (20/20) berarti responden tersebut GANGGUAN REFRAKSI -
Bila dengan pinhole responden tidak dapat melanjutkan bacaannya maka
disebut KATARAK
 Bila responden DAPAT membaca sampai baris normal 20/20 TANPA
pinhole maka responden tidak perlu dilakukan pemeriksaan dengan
menggunakan pinhole

- PEMERIKSAAN BUTA WARNA


 Pasien diminta menyebutkan berapa angka yang tampak di kartu
 Orang normal mampu meyebutkan angka 74 buta waran merah hijau
menyebutkan angka 21

PENGKAJIAN SISTEM PENDENGARAN - TELINGA

A. ANAMNESA GANGGUAN PENGLIHATAN


1. Faktor yg memperberat (riwayat sering mengorek kuping, sering menyiram
telinga dgn air)
2. Faktor-faktor lingkungan. Misal tempat pekerjaan dilingkungan yang bising ia
akan mengalami penurunan pendengaran.
B. TANDA DAN GEJALA
1. Sulit mengerti pembicaraan
2. Sulit mendengar dlm lingkungan yg bising
3. Salah menjawab
4. Meminta lawan bicara utk mengulang pembicaraannya
5. Mengalami masalah mendengar pembicaraan di telpon

C. INSPEKSI
1. Aurikel : bentuk, letak, masa, lesi ?
2. MAE : Patensi, Otore (jenis,warna,bau), cerumen, hiperemi, furunkel ?
3. Membrana timphany : intak, perforasi, hiperemia, bulging, retraksi, colesteatoma?
4. Antrum mastoid : abces, hiperemia, nyeri perabaan
5. Hearing aid : tipe, jenis ?

D. PEMERIKSAAN FISIK
Pada telinga dapat menggunakan berbagai macam alat dan rangkaian tes. Seperti
otoskop, garpu tala, ear speculum, dan head lamp untuk membantu pemeriksa
mendapat sinar yang cukup

1. OTOSKOP
- Untuk meluruskan kanal pada orang dewasa/anak besar tarik aurikula ke
atas dan belakang, pada bayi tarik aurikula ke belakang dan bawah
- Masukkan otoskop ke dalm telinga ± 1,-1,5 cm
- Normal: terlihat sedikit serumen, dasar berwarna pink, rambut halus
- Abnormal: merah (inflamasi), rabas, lesi, benda asing, serumen padat
- Membran timpani dapat terlihat, normalnya tembus cahaya, mengkilat,
abu-abu dan tampak seperti mutiara, utuh.

2. TES BERBISIK
- Kata-kata yg diucapkan: Satu atau dua kata untuk menghindari menebak,
dapat dikenal klien, bukansingkatan, kata benda atau kata kerja.
- Cara:
 Pasien ditempat, pemeriksa berpindah-pindah dari jarak 1,2,3,4,5,6
meter.
 Mulai jarak 1 m pemeriksa membisikan 5/10 kata.
 Bila semua kata benar mundur 2 m, bisikan kata yang sama. Bila
jawaban benar mundur 4-5 m (Hanya dpt mendengar 80% jarak
tajam pendengaran sesungguhnya)
 Untuk memastikan tes ulang pd jarak 3 M bila benar semua maju 2 –
1 M.
- Interfensi Secara Kuantitas ( Leucher )
 6 meter : normal
 4-6 meter : praktis normal/ tuli ringan
 1-4 meter : tuli sedang
 < 1 meter : tuli berat
 Berteriak didepan telinga tidak mendengar : Tuli Total
- Interfensi secara Kualitatif
 Tidak dapat mendengar huruf lunak (frekuensi rendah) > TULI
KONDUKSI. Misal Susu : terdengar S S.
 Tidak dapat mendengar huruf desis (frekuensi tinggi) > TULI
SENSORI. Misal : Susu terdengar U U.

3. TES SUARA BISIK MODIFIKASI


Pelaksanaan :
- Dilakukan diruang kedap suara.
- Pemeriksa duduk dibelakang klien sambil melakukan masking.
- Bisikan 10 kata dengan intensitas suara yg lebih rendah.
- Untuk memperpanjang jarak jauhkan mulut pemeriksa dari klien. Bila
mendengar 80 % pendengaran normal.

4. TES RINNE

- membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang


- Garpu tala deng frek 128, 256, dan 512 Hz
- Tekan garpu tala di tulang mastoid smpai tdk terdengar lalu pindahkan ke
dpn telinga
- Rinne + (dpn telinga masih terdengar)
- Interpretasi :
 Normal => HU : HT = 2:1
 Masih terdengar => Rinne (+) : intensitas HU > HT => Telinga
normal atau tuli saraf
 Tidak terdengarRinne (-) : intensitas HU < HT => Tuli Konduktif
5. TES WEBER
- Tujuan : membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga
kanan
- Cara pemeriksaan: Penala digetarkan, asar penala diletakkan pada garis
tengah kepala : ubun-ubun, glabella, dagu, pertengahan gigi seri => paling
sensitif)
- Normal mendengar bunyi sama di kedua telinga
- Jika bunyi lebih keras pada telinga yg sehat (tuli saraf)
- Jika bunyi lebih keras pada telinga yg sakit (tuli konduksi)

6. TES SCHWABACK
- Dibandingkan dengan pemeriksa, garpu tala diletakkan di depan telinga
(kond udara)
- Dibandingkan dengan pemeriksa, garpu tala diletakkan di tlg mastoid
(kond tulang)

KESIMPULAN

PENGKAJIAN SISTEM PENCIUMAN

A. ANAMNESA SISTEM PENCIUMAN


1. Hidung ekternal
- Bentuk, ukuran, warna kulit
- Normalnya : simetris, warna sama dg wajah
- Abnormal: deformitas, bengkak, merah
2. Nares Anterior
- Inspeksi warna mukosa, lesi, rabas, perdarahan (epistaksis), bengkak
- Mukosa normal: pink, lembab, tanpa lesi
- Abnormal: Rabas mukoid (rinitis), rabas kuning kehijauan (sinusitis)
3. Septum & turbinat
- Kepala ditengadahkan
- Septum diinspekssi kesejajaran, perforasi atau perdarahan, normal septum
dekat dg garis tengah, bagian anterior lebih tebak dan padat daripada posterior
- Lihat adanya polip
B. PALPASI
1. Palpasi dg hati-hati punggung hidung dan jaringan lunak dg menempatkan 1 jari
di setiap sisi lengkung hidung dan secara hati2 menggerakkan jari dari batang
hidung ke ujung hidung
2. Nyeri tekan, massa, penyimpangan
3. Normal struktur hidung keras dan stabil
4. Kepatenan lubang hidung dapt dikaji dg jari diletakkan disis hidung dan
menyumbat 1 lubang hidung, klien bernapas dg mulut tertutup
C. PEMERIKSAAN N. I OLFAKTORIUS
1. Membau
- Siapkan bahan-bahan berbau seperti kopi, jeruk, kamper, dll.
- Minta klien menutup mata
- Lalu minta klien membau dan meneba hasilnya
2. Tes Odor stix
Tes Odor stix menggunakan sebuah pena ajaib mirip spidol yang menghasilkan
bau-bauan. Pena ini dipegang dalam jarak sekitar 3-6 inci dari hidung pasien
untuk memeriksa persepsi bau oleh pasien secara kasar.
3. Tes alkohol 12 inci
Satu lagi tes yang memeriksa persepsi kasar terhadap bau, tes alkohol 12 inci,
menggunakan paket alkohol isopropil yang baru saja dibuka dan dipegang pada
jarak sekitar 12 inci dari hidung pasien.
4. Scratch and sniff card (Kartu gesek dan cium)
Tersedia scratch and sniff card yang mengandung 3 bau untuk menguji penciuman
secara kasar.
D. PEMERIKSAAN HIDUNG
Tujuan
1. Mengidentifikasi fungsi indra penghidu
2. Mengidentifikasi ke simetrisan struktur dan adanya inflamasi atau infeksi pada awal
area nasal.
Persiapan Alat
1. Spekutum hidung.
2. Senter kecil.
3. Sarung tangan jika perlu.

Prosedur Pelaksanaan
Inspeksi dan Palpasi Hidung Bagian Luar

1. Cuci tangan fan kenakan sarung tangan jika perlu.


2. Posisikan didi anda duduk dihadapan klien.
3. Atur penerangan
4. Amati bentuk dan tulang hidung dari sisi depan, samping, dan atas.
5. Amati hidung bagian luar untuk warna dan adanya pembengkakan.
6. Amati kesimetrisan lubang hidung.
7. Obsevasi rabas dan pelebaran nares. Jelaskan karakterisktik, jumlah, dan warna
rabas, seperti secret atau darah, jika ada.
8. Lakukan palpasi pada tulang dan jaringan lunak hidung untuk mengidentifikasi
adanya nyeri arau massa.
9. Letakkan satu jari pada masing-masing sisi arkus nasal, kemudian palpasi dengan
lembut. FGerakkan jari dari pangkal ke ujung hidung.
10. Kaji mibilitas septum nasal.

Inspeksi Hidung Bagian Dalam

1. Posiskan diri anda duduk berhadapan dengan klien.


2. Gunakan lampu kepla.
3. Atur lampu agat dapat menerangi lubang hidung secara adekuat.
4. Lebarkan lubang hidung, kemudian lakukan pengamatan bagian anterior lubang
hidung.
5. Amati posisi septum nasal.
6. Masukkan speculum hidung ke lubang hidung untuk memudahkan pengamatan
rongga hidung.
7. Amati dinding rongga hidung serta selaput lendir rongga hidung untuk warna,
sekresi, atau adanya infalamasi.
8. Keluarkan speculum secara perlahan.

Hasil pemeriksaan hidung normal


1. Lubang hidung simetris, tidak ada sumbatan, perdarahan, secret atau cairan,
infalamasi, nyeri, lesi, atau massa.
2. Sektum tidak ada defiasi.

Hasil pemeriksaan hidung abnormal


1. Terdapat perdarahan hidung (epistaksis) akibat pecah nya pembuluh darah.
2. Mukosa hidung merah, basah, dan tebal yang dapat mengindifikasikan rhinitis.
3. Terdapat macula, papula dan pustule yang tidak nyeri dikulit hidung yang dapat
mengidintifikasikan sifilis.
4. Saddle nose yang dapat mengindikasikan sifilis.

PENGKAJIAN SISTEM PERASA

A. ANAMNESA SISTEM PERASA


1. Ada trauma lidah??
2. Bersih atau kotor? Warna, bentuk?
3. Masih bisa membedakan rasa??
4. Tonsil?
5. Adakah stomatitis?

B. PEMERIKSAAN FISIK PADA MULUT


Tujuan
Mengidentifikasi adanya kelainan mulut.
Persiapan alat
1. Senter kecil
2. Spatel lidah
3. Sarung tangan bersih
4. Kasa

Prosedur pelaksanaan

Inspeksi mulut dan faring

1. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan


2. Atur posisi duduk klien hingga berhadapan dan sejajar dengan anda.
3. Amati bibir klien untuk warna, kesimetrisan, kelembapan, dan adanya.
4. Minta klien untuk membuka mulut guna mengamati gigi.
5. Pastikan penerangan adekuat. Jka perlu, gunakan spatel lidah untuk menekan
lidah sehingga gigi tampak lebih jelas.
6. Amati keadaan gigi untuk jumlah, warna, ukuran, kebersihan, dan adanya karies.
7. Amati keadaan gusi untuk adanya lesi, tumor, atau inflamasi.
8. Observasi kebersihan mulut dan adanya bau mulut (halitosis).
9. Minta klien untuk menjulurkan lidahnya. Selanjutnya, amati warna, kesimetrisan,
atau adanya kelainan.
10. Amati semua bagian mulut termasuk selaput lendir mulut dengan memeriksa
warna, sekresi, adanya inflamasi, perdarahan, ataupun ulkus (Gambar 6.3 A, B,
dan C).
11. Tarik bibir bagian bawah ke bawah menjauhi gigi secara perlahan. Inspeksi
mukosa untuk warna, tekstur, hidrasi, dan lesi.
12. Jika lelah, beri klien kesempatan untuk beristirahat dengan menutup mulutnya.
13. Ketika menginspeksi faring, minta klien untuk sedikit menengadahkan kepalanya
dan membuka mulut. Sementara klien berkata “ah”, tekan lidah kebawah
menggunakan spatel lidah. Amati faring terhadap kesimetrisan ovula. Kaji tonsil
untuk adanya peradangan.

Palpasi mulut

1. Atur posisi duduk klien hingga sejajar dan berhadapan dengan anda.
2. Minta klien untuk mmebuka mulut.
3. Pegang pipi klien menggunakan ibu jari dan telunjuk, dengan jari telunjuk
didalam mulut. Lakukan palpasi secara sistematis dan kaji adanya massa,
inflamasi, atau nyeri.
4. Minta klien mengatakan “el”. Selanjutnya, lakukan palpasi dasar mulut secara
sistematis menggunakan jari telunjuk, dengan ibu jari menekan dagu bawah untuk
memudahkan palpasi.
5. Minta klien untuk menjulurkan lidahnya, kemudian pegang dengan kasa steril
menggunakan tangan non-dominan. Lakukan palpasi lidah, terutama bagian
belakang dan batas lidah menggunakan jari telunjuktangan dominan.

Hasil pemeriksaan mulut dan faring normal

1. Bibir lembap, tidak ada lesi maupun inflamasi, tidak sumbing.


2. Gigi : pada klien dewasa berjumlah 32 buah dan pada anak berjumlah 20 buah,
tidak ada karies, bersih.
3. Gusi : tidak da inflamasi dan nyeri.
4. Lidah : bersih dan berwarna merah muda.
5. Mukosa mulut : lembap dan utuh.
6. Tonsil :tidak ada pembesaran.
Derajat ukuran tonsil :
T 0 : tonsil sudah dioperasi.
T 1 : ukuran tonsil normal.
T 2 : tonsil membesar, tetapi tonsil tidak sampai garis tengah orofaring.
T 3 : tonsil membesar dan mencapai garis tengah orofaring.
T 4 : tonsil membesar melewati garis tengah orofaring.

Hasil pemeriksaan mulut dan faring abnormal

1. Bibir : pecah pada bibir akibat avitaminosis atau demam, radang pada
bibir(keilitis), kebiruan (sianosis), terdapat celah pada garis tengah bibir (bibir
sumbing).
2. Lidah : terdapat luka pada lidah dan mukosa mulut (stomatitis), lidah berselaput
karena demam tifoid, permukaan lidah berlumpur putih dan papila besar (demam
skarlatina), permukaan lidah licin dan papilla mengecil atau atrofi karena anemia,
lidah kering dan keriput karena dehidrasi, lidah tremor (bergetar) terjadi pada
dimensia paralitik, demensia paralitik.
DAFTAR PUSTAKA

Debora,O.2013.Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik.Jakarta :Salemba Medika.


Kameshwari,A.2014.Resume Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik Pada Organ Persepsi
Sensori. STIKES Hangtuah Surabaya
Kusyati,E. Dkk.2013.Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar
Ed.2.Jakarta:EGC
Muttaqin, Arif. 2011. Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinik. Jakarta:
Salemba Medika.
Setiawati,S & Dermawan,A.C.2008. Panduan Praktis Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta
:Trans Info Media
Tambunan,E.S.& Kasim,D.2012.Panduan Pemeriksaan Fisik Bagi Mahasiswa Keperawatan.
Jakarta:Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai