Anda di halaman 1dari 23

RESUME ANAMNESA DAN

PEMERIKSAAN FISIK PADA


ORGAN PERSEPSI SENSORI

Ardha Kameshwary
STIKES HANG TUAH SURABAYA S1-2B
PENGKAJIAN SECARA UMUM

A. RIWAYAT KESEHATAN
1. KELUHAN UTAMA
Adalah alasan mengapa klien melakukan rujukan dan
memerlukan bantuan tenaga medis. Pada klien dengan
gangguan system persepsi sensori klien dapat mengeluhkan hal
berikut:
- Pendengaran: pendengaran menurun, tinitis, rasa gatal
dan tidak nyaman pada telinga, nyeri
- Penglihatan: vertigo, pusing, penglihatan kabut /
berkabut, double vision, penurunan visus, ada kilatan
cahaya, keluar air mata terus menerus (misal pada
pekerja las besi, adanya butir besi pada mata)
- Pembau: sinusitis
- Pengecap: stomatitis
Pada mata, terdapat gejala :
- Abnormal Vision: perubahan penglihatan yang tak
normal, seperti kelainan refraksi, lid ptosis, kekeruhan
pada kornea, lensa, rongga aqueous/vitreous, malfungsi
retina, saraf optikus.
- Abnormal Appereance: tampilan organ mata tak normal
seperti, mata merah (iritasi), perdarahan sub conjunctiva,
infeksi, alergi, trauma dan keadaan lain : lesi, edema,
abnormal posisi.
- Abnormal Sensation: sensari tak nyaman pada mata.
Nyeri mata : Sulit
ditentukan lokasinya, seperti ditarik, ditekan, sakit
kepala. Mata gatal : reaksi alergi. Mata berair : iritasi,
gangguan sistem lakrimalis. Sekresi meningkat : iritasi,
infeksi, alergi.

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


- Tanyakan pada klien kapan timbulnya keluhan,
mendadak, hilang timbul atau progresif.
- Kaji sifat keluhan, menetap ataukah kadang-kadang
- Tanyakan faktor eksternya terjadinya keluhan, misal
akibat ISPA, setelah naik pesawat (gangguan
pendengeran akibat perubahan tekanan), berenang
(telinga kemasukan air), lingkungan kerja dengan tingkat
kebisingan tinggi,
- Apakah keluhan timbul denga gejala lain seperti: mual,
muntah, keringat dingin, tumor, gatal, dll.

3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


- Riwayat ISPA, Alergi (bersin-bersin), hidung berair,
sinusitis.

- Usia berapa dapat berbicara, menirukan gerakan


- Hypertensi
- Diabetikum
- Myestenia gravis kelemahan pada otot akibat gangguan
neuromuskular
- Pemakaian obat-obatan mata tanpa resep dokter, misal
obat tetes mata atau telinga tidak sesuai indikasi.
- Riwayat operasi pd telinga, mata, hidung & tenggorokan,
& trauma kepala ?
- Apakah ada perubahan pola bicara, melihat, makan, dan
mendengar ?

4. RIWAYAT KESEHATAN IBU (KELUARGA)


- Kaji riwayat kehamilan. Adakah gangguan kemahilan,
tanyakan pada trimester berapa. Karena trimester
berhubungan dengan waktu pertumbuhan dan
perkembangan janin.
- Kaji obat-obatan yang dikonsumsi saat kehamilan, karena
ada obat yang dapat menimbulkan deformitas atau
gangguan pada saraf dan sensori

B. RIWAYAT SOSIAL
- Kaji bagaimana perilaku individu dalam kelompok.
- Anggota keluarga yg punya masalah pendengaran,
penglihatan, penciuman,dan pengecapan ?
- Perhatian anak di sekolah menurun, prestasi menurun
(SLB, Alat bantu yg digunakan type, lama)

C. RIWAYAT PSIKOLOGIS
- Baagaimana persepsi dan perassan klien mengenai
gangguan dan bagaimana klien menyesuaikan diri
- Perubahan sikap & kepribadian, penurunaan kepekaan
terhadap lingkungan
- Reaksi anggota keluarga terhadap ganggua sensori

D. PEMERIKSAAN FISIK
- Tanda-tanda vital: perubahan TD, Nadi, Respirasi, Suhu ?
- Kesadaran Menurun? : KU lemah?, Gelisah?, Kejang ?
- Neurologis : Nystagmus, Ataksia, Gangguan
Keseimbangan, Kejang, Meningeal sign, strabismus ?

PENGKAJIAN SISTEM PENGLIHATAN MATA

1. ANAMNESA GANGGUAN PENGLIHATAN


1.1. Data Umum: nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan
1.2. Keluhan Utama: Mata merah, Mata berair, Mata gatal, Mata
Nyeri, Belekan, Gangguan penglihatan (Kabur, penglihatan
ganda/diplopia, buta), Timbilan, Kelilipan
1.3. Riwayat Penyakit Dahulu: Diabetes Mellitus, Hipertensi, Trauma

2. MENGKAJI KELUHAN UTAMA


2.1. Apakah gangguan terjadi pada saat melihat jauh atau dekat?
2.2. Onset mendadak atau gradual?
2.3. Di seluruh lapang pandang atau sebagian? Jika sebagian
letaknya di sebelah mana?
2.4. Diplopia satu mata atau kedua mata? Apakah persisten jika mata
ditutup sebelah?
2.5. Adakah gejala sistemik lain: demam, malaise

3. PEMERIKSAAN MATA
3.1. INSPEKSI MATA
Bentuk dan penyebaran alis dan bulu mata. Apakah bulu mata
lentik, kebawah atau tidak ada. Fungsi alis dan bulu mata untuk
mencegah mauknya benda asing (debu) untuk mencegah iritasi
atau mata kemerahan.
Lihat sclera dan konjungtiva.
Konjungtiva, dengan menarik palpebral inferior dan meminta
klien melihat keatas. Amati warna, anemis atau tidak, apakah
ada benda asing atau tidak
Sclera, dengan menarik palpebral superior dan meminta klien
melihat ke bawah. Amati kemerahan pada sclera, icterus, atau
produksi air mata berlebih.
Amati kedudukan bola mata kanan kiri simetris atau tidak, bola
mata keluar (eksoptalmus) atau ke dalam (endoftalmus).
Palpebral turun menandakan kelemahan atau atropi otot, atau
hiperaktivitas palpebral yang menyebabkan kelopak mata terus
berkedip tak terkontrol.
Observasi celah palpebral. Minta klien memandang lurus ke depan
lalu perhatikan kedudukan kelopak mata terhadap pupil dan iris.
Normal jika simetris. Adanya kelainan jika celah mata menyempit
(ptosis, endoftalmus, blefarospasmus) atau melebar (eksoftalmus,
proptosis)
Kaji sistem lakrimasi mata dengan menggunakan kertas lakmus
untuk mendapatkan data apakah mata kering atau basah yang
artinya lakrimasi berfungsi baik ( Schime test).
Kaji sistem pembuangan air mata dengan uji anel test. Yaitu
dengna menggunakan spuit berisi cairan, dan berikan pada kanal
lakrimal.
3.2. REFLEK PUPIL
Gunakan penlight dan sinari mata kanan kiri dari lateral ke
medial. Amati respon pupil langsung. Normalnya jika terang, pupil
mengecil dan jika gelap pupil membesar.
Amati ukuran lebar pupil dengan melihat symbol lingkaran yang
ada pada badan penlight dan bagaimana reflek pupil tersebut,
isokor atau anisokor. Interpretasi:
- Normal : Bentuk pupil (bulat reguler), Ukuran pupil : 2 mm
5 mm, Posisi pupil ditengah-tengah, pupil kanan dan kiri
Isokor, Reflek cahaya langsung (+) dan Reflek cahaya
konsensuil atau pada cahaya redup (+)
- Kelainan : Pintpoin pupil, Bentuk ireguler, Anisokor dengan
kelainan reflek cahaya dan ukuran pupil kecil atau besar
dari normal (3-4 mm)

3.3. LAPANG PANDANG / TES KONFRONTASI


Dasarnya lapang pandang klien normal jika sama dengan pemeriksa.
Maka sebelumnya, pemeriksa harus memiliki lapang pandang normal.
LP klien = LP pemeriksa
Normalnya benda dapat dilihat pada: 60 derajat nasal, 90 derajat
temporal, 50 derajat , dan atas 70 derajat bawah.
Cara pemeriksaan :
- Klien menutup mata salah satu, misalnya kiri tanpa menekan
bola mata.
- Pemeriksa duduk di depan klien dg jarak 60cm sama tinggi
dengan klien. Pemeriksa menutup mata berlawanan dengan
klien, yaitu kanan. Lapang pandang pemeriksa dianggap
sebagai referensi (LP pemeriksa harus normal)
- Objek digerakkan dari perifer ke central (sejauh rentangan
tangan pemeriksa) dari delapan arah pada bidang ditengah
pemeriksa dan klien (dari arah superior, temporal, inferior,
dan , nasal)
- Lapang pandang klien dibandingkan dengan pemeriksa. Lalu
lanjutkan pada mata berikutnya
3.4. PEMERIKSAAN OTOT EKSTRAOKULER
Minta klien melihat jari, dan anda menggerakkan jari anda. Minta
klien mengikuti gerak jari, dengan 8 arah dari central ke perifer.
Letakkan pensil pada jarak 30 cm di depan mata penderita kemudian
diminta untuk mengikuti/melihat ujung pensil yang digerakkan
mendekat ke arah hidung penderita.
Amati gerakan kedua mata, simetris atau ada yang tertinggal

3.5. SENSIBILITAS KORNEA


Bertujuan mengetahui bagaimana reflek sensasi kornea dengan
menggunakan kapas steril.
Cara pemeriksaan :
- Bentuk ujung kapas dengan pinset steril agar runcing dan
halus
- Fiksasi mata pasien keatas agar bulu mata tidak tersentuh
saat kornea disentuh
- Fiksasi jari pemeriksa pada pipi pasien dan ujung kapas
yang halus dan runcing disentuhkan dengan hati-hati pada
kornea, mulai pada mata yang
tidak sakit.
Intrepetasi : dengan sentuhan, maka mata akan reflek berkedip.
Nilai dengan membandingkan sensibilitas kedua mata klien.

3.6. PEMERIKSAAN VISUS / KETAJAMAN PENGLIHATAN


SNELLEN CARD
- Menggunakan kartu snellen dengan mengganttungkan
kartu pada jarak 6 atau 5 meter dari klien.
- Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan, maka minta
klien untuk tutup dengan penutup mata atau telapak
tangan tanpa menekan bolamata
- Pasien disuruh membaca huruf SNELLEN dari baris paling
atas ke bawah. Hasil pemeriksaan dicatat, kemudian
diulangi untuk mata sebelahnya.
- HASIL :
o VOD 6/6 &VOS 6/6
o 6/6 pasien dapat membaca seluruh huruf dideretan
6/6 pada snellen chart
o 6/12 pasien bisa membaca sampai baris 6/12 pada
snellen chart o 6/30 pasien bisa membaca sampai
baris 6/30 pada snellen chart
HITUNG JARI
- Apabila tidak bisa membaca huruf Snellen pasien diminta
menghitung jari pemeriksa pada jarak 3 meter
- 3/60 pasien bisa hitung jari pada jarak 3 meter.
- 1/60 bila klien dapat membaca pada jarak 1 meter

PERGERAKAN JARI
- Tidak bisa hitung jari, maka dilakukan pemeriksaan
gerakan tangan didepan pasien dengan latar belakang
terang. Jika pasien dapat menentukan arah gerakan tangan
pada jarak 1 m:
- VISUS 1/300 (Hand Movement/HM) kadang kala sdh perlu
menentukan arah proyeksinya
PENYINARAN
- Jika tidak bisa melihat gerakan tangan dilakukan
penyinaran dengan penlight ke arah mata pasien.
- Apabila pasien dapat mengenali saat disinari dan tidak
disinari dari
segala posisi
(nasal,temporal,atas,bawah) maka tajam
penglihatan V =
1/ ~ proyeksi baik (Light Perception/LP).
- Jika tidak bisa menentukan arah sinar maka penilaian V =
1/ ~ (LP, proyeksi salah).
- Jika sinar tidak bisa dikenali maka tajam penglihatan dinilai
V= 0 (NLP). Bila tidak dapat melihat sinar senter disebut
BUTA TOTAL (tulis 00/000)

PEMERIKSAAN DENGAN PINHOLE


- Bila responden tidak dapat melanjutkan lagi bacaan huruf
di kartu Snellen atau kartu E maka pada mata tersebut
dipasang PINHOLE
- Dengan pinhole responden dapat melanjutkan bacaannya
sampai baris normal (20/20) berarti responden tersebut
GANGGUAN REFRAKSI
- Bila dengan pinhole responden tidak dapat melanjutkan
bacaannya maka disebut KATARAK
- Bila responden DAPAT membaca sampai baris normal
20/20 TANPA pinhole maka responden tidak perlu dilakukan
pemeriksaan dengan menggunakan pinhole

PEMERIKSAAN BUTA WARNA


- Pasien diminta menyebutkan berapa angka yang tampak di
kartu

- Semua orang akan dapat melihat angka "12" termasuk


juga mereka yang buta warna

Bagi orang yang buta warna hijau merah akan melihat


angka 2

- Orang yang buta warna merah (protanopia) akan


melihatnya angka 2 , sedangkan bagi buta warna merah
ringan (protanomaly) masih melihat angka 4 samar-samar
Orang yang buta warna hijau (deuteranopia) akan
melihatnya angka 4 , sedangka bagi buta warna hijau
ringan (deuteranomaly) masih melihat angka 2 samar-
samar
- Bagi mereka yang buta warna hijau dan merah akan
melihatnya angka 70

- Bagi mereka yang buta warna hijau dan merah akan


melihatnya angka 5.

- Bagi mereka yang buta warna hijau dan merah akan


melihatnya angka 17
- Orang normal mampu meyebutkan angka 74 buta warna
merah hijau menyebutkan angka 21

1. Orang yang buta warna merah (protanopia) akan


melihatnya angka 6 , sedangka bagi buta warna merah
ringan (protanomaly) masih melihat angka 2 samar-
samar
2. Orang yang buta warna hijau (deuteranopia) akan
melihatnya angka 2 , sedangkan bagi buta warna hijau
ringan (deuteranomaly) masih melihat angka 6 samar-
samar
MEMERIKSA TEKANAN INTRA OKULER
- Rerata Tekanan Intra Okular normal 15 mmHg, dengan
batas antara 12-20 mmHg
- Alat yang digunakan: Tonometer Schiotz, Lidocaine 2%/
Panthocaine tetes mata, Chloramphenicol zalf mata 2%
,Kapas alkohol 70%
A. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
- Klien duduk tegak, melirik ke bawah dan
menutup mata
- Jari telunjuk kanan dan kiri pemeriksa
bergantian menekan bola mata pada kelopak
atas ke arah bawah (45) dengan halus. Tiga
jari yang lain bersandar pada tulang pipi,
bandingkan kanan dan kiri
+1 +2 +3 -1 -2 -3
- Hasil TN, TN , TN , TN , TN , TN , TN

B. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
- Persiapan Alat :Tonometer ditera dg
meletakkan di perm datar, jarum
menunjukkan angka 0, Perm Tonometer
dibersihkan dg kapan alkohol
PENGKAJIAN SISTEM PENDENGARAN - TELINGA

1. ANAMNESA GANGGUAN PENGLIHATAN


1.1. Faktor yg memperberat (riwayat sering mengorek kuping, sering
menyiram telinga dgn air)
1.2. Faktor-faktor lingkungan. Misal tempat pekerjaan dilingkungan
yang bising ia akan mengalami penurunan pendengaran.

2. TANDA DAN GEJALA


2.1. Sulit mengerti pembicaraan
2.2. Sulit mendengar dlm lingkungan yg bising
2.3. Salah menjawab
2.4. Meminta lawan bicara utk mengulang pembicaraannya
2.5. Mengalami masalah mendengar pembicaraan di telpon

3. INSPEKSI
3.1. Aurikel : bentuk, letak, masa, lesi ?
3.2. MAE : Patensi, Otore (jenis,warna,bau), cerumen, hiperemi,
furunkel ?
3.3. Membrana timphany : intak, perforasi, hiperemia, bulging,
retraksi, colesteatoma?
3.4. Antrum mastoid : abces, hiperemia, nyeri perabaan
3.5. Hearing aid : tipe, jenis ?

4. PEMERIKSAAN FISIK
Pada telinga dapat menggunakan berbagai macam alat dan rangkaian
tes. Seperti otoskop, garpu tala, ear speculum, dan head lamp untuk
membantu pemeriksa mendapat sinar yang cukup
4.1. OTOSKOP
Untuk meluruskan kanal pada orang dewasa/anak besar tarik
aurikula ke atas dan belakang, pada bayi tarik aurikula ke belakang
dan bawah
Masukkan otoskop ke dalm telinga 1,-1,5 cm
Normal: terlihat sedikit serumen, dasar berwarna pink, rambut
halus
Abnormal: merah (inflamasi), rabas, lesi, benda asing, serumen
padat
Membran timpani dapat terlihat, normalnya tembus cahaya,
mengkilat, abu-abu dan tampak seperti mutiara, utuh.

4.2. TES BERBISIK


Kata-kata yg diucapkan: Satu atau dua kata untuk menghindari
menebak, dapat dikenal klien, bukansingkatan, kata benda atau
kata kerja.
Cara:
- Pasien ditempat, pemeriksa berpindah-pindah dari jarak
1,2,3,4,5,6 meter.
- Mulai jarak 1 m pemeriksa membisikan 5/10 kata.
- Bila semua kata benar mundur 2 m, bisikan kata yang sama.
Bila jawaban benar

mundur 4-5 m (Hanya dpt mendengar 80% jarak tajam
pendengaran sesungguhnya)
- Untuk memastikan tes ulang pd jarak 3 M bila benar semua
maju 2 1 M.
Interfensi Secara Kuantitas ( Leucher )
- 6 meter : normal
4-6 : praktis normal/ tuli
- meter ringan
1-4
- meter : tuli sedang
<1
- meter : tuli berat
- Berteriak didepan telinga tidak mendengar : Tuli Total
Interfensi secara Kualitatif

- Tidak dapat mendengar huruf lunak (frekuensi rendah) TULI
KONDUKSI. Misal Susu : terdengar S S.

- Tidak dapat mendengar huruf desis (frekuensi tinggi) TULI
SENSORI. Misal : Susu terdengar U U.

4.3. TES SUARA BISIK MODIFIKASI


Pelaksanaan :
Dilakukan diruang kedap suara.
Pemeriksa duduk dibelakang klien sambil melakukan masking.
Bisikan 10 kata dengan intensitas suara yg lebih rendah.
Untuk memperpanjang jarak jauhkan mulut pemeriksa dari klien.
Bila mendengar 80 % pendengaran normal.

Page 10 | [Type your phone
number]
STIKES HANG TUAH SURABAYA
PRODI S1-KEPERAWATAN

4.4. TES RINNE

membandingkan hantaran melalui udara dan


hantaran melalui tulang Garpu tala deng frek 128,
256, dan 512 Hz
Tekan garpu tala di tulang mastoid smpai tdk terdengar lalu
pindahkan ke dpn telinga Rinne + (dpn telinga masih terdengar)
Interpretasi :

- Normal HU : HT = 2:1

- Masih terdengar Rinne (+) : intensitas HU > HT Telinga
normal atau tuli saraf

- Tidak terdengar Rinne (-) : intensitas HU < HT Tuli
Konduktif
4.5. TES WEBER
Tujuan : membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan
telinga kanan
Cara pemeriksaan: Penala digetarkan, asar penala diletakkan pada
garis tengah kepala : ubun-ubun, glabella, dagu, pertengahan gigi

seri paling sensitif)
Normal mendengar bunyi sama di kedua telinga
Jika bunyi lebih keras pada telinga yg sehat
(tuli saraf) Jika bunyi lebih keras pada telinga
yg sakit (tuli konduksi)
4.6. TES SCHWABACK
Dibandingkan dengan pemeriksa, garpu tala diletakkan di depan
telinga (kond udara) Dibandingkan dengan pemeriksa, garpu tala
diletakkan di tlg mastoid (kond tulang)

KESIMPULAN

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Interpretasi

Sama dengan
Positif Lateralisasi tidak ada pemeriksa Normal

Lateralisasi ke telinga
Negatif yang sakit Memanjang Tuli Konduktif

Lateralisasi ke telinga
Positif yang sehat Memendek Tuli sensorineural

PENGKAJIAN SISTEM PENCIUMAN

1. ANAMNESA SISTEM PENCIUMAN


- Hidung ekternal
Bentuk, ukuran, warna kulit
Normalnya : simetris, warna sama
dg wajah Abnormal: deformitas,
bengkak, merah
- Nares Anterior
Inspeksi warna mukosa, lesi, rabas, perdarahan
(epistaksis), bengkak Mukosa normal: pink, lembab,
tanpa lesi
Abnormal: Rabas mukoid (rinitis), rabas kuning kehijauan (sinusitis)
- Septum & turbinat
Kepala ditengadahkan
Septum diinspekssi kesejajaran, perforasi atau perdarahan,
normal septum dekat dg garis tengah, bagian anterior lebih
tebak dan padat daripada posterior
Lihat adanya polip
2. PALPASI
- Palpasi dg hati2 punggung hidung dan jaringan lunak dg
menempatkan 1 jari di setiap sisi lengkung hidung dan secara
hati2 menggerakkan jari dari batang hidung ke ujung hidung
- Nyeri tekan, massa, penyimpangan
- Normal struktur hidung keras dan stabil
- Kepatenan lubang hidung dapt dikaji dg jari diletakkan disis
hidung dan menyumbat 1 lubang hidung, klien bernapas dg
mulut tertutup

3. PEMERIKSAAN N.I OLFAKTORIUS


1. Membau
a. Siapkan bahan-bahan berbau seperti kopi, jeruk, kamper, dll.
b. Minta klien menutup mata
c. Lalu minta klien membau dan meneba hasilnya

2. Tes Odor stix


Tes Odor stix menggunakan sebuah pena ajaib mirip spidol yang
menghasilkan bau-bauan. Pena ini dipegang dalam jarak sekitar 3-6
inci dari hidung pasien untuk memeriksa persepsi bau oleh pasien
secara kasar.

3. Tes alkohol 12 inci Satu lagi tes yang memeriksa persepsi kasar
terhadap bau, tes alkohol 12 inci, menggunakan paket alkohol isopropil
yang baru saja dibuka dan dipegang pada jarak sekitar 12 inci dari
hidung pasien.
4. Scratch and sniff card (Kartu gesek dan cium) Tersedia scratch and
sniff card yang mengandung 3 bau untuk menguji penciuman secara
kasar.

PENGKAJIAN SISTEM PERASA

1. ANAMNESA SISTEM PENCIUMAN


a. Ada trauma lidah??
b. Bersih atau kotor? Warna, bentuk?
c. Masih bisa membedakan rasa??
d. Tonsil?
e. Adakah stomatitis?

Anda mungkin juga menyukai