Anda di halaman 1dari 15

RESUME

KEPERAWATAN DASAR II
PEMERIKSAAN HEAD TO TOE

Nama: Putri Dwi Azzahra


Nim/Kelas: S20214/S20D
Dosen Pengampu: Ns. Dian Nur Wulanningrum S.Kep.,M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA
2020/2021
RESUME
PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE

Pemeriksaan fisik adalah tinjauan system tubuh dari kepala sampai kaki untuk
memperoleh informasi objektif tentang klien, sehingga dapat dilakukan pengkajian klinis.
Keteapatan pemeriksaan fisik akan mempengaruhi pilihan terapi dan evalausi respon pasien.
Tujuan pemeriksaan fisik

1. Mengumpulkan data dasar tentang status kesehatan klien

2. Melengkapi, menginformasi, atau menolak data yang diperoleh pada anamnesis

3. Menginformasi dan mengidentifikasi diagnosis keperawatan

4. Mengkaji perubahan status dan penanganan klien secara klinis

1. PEMERIKSAAN KEPALA DAN LEHER


a. KEPALA

 Inspeksi & Palpasi

 Inspeksi posisi, ukuran, bentuk dan kontur kepala klien

 Kepala yang normal tampak tegak dan berada digaris tengah tubuh

 Kepala yang dimiringkan ke satu sisi dapat menjadi tanda kehilangan


pendengaran atau penglihatan unilateral
 Gerakan mendadak horizontal mengindikasikan tremor

 Pada wajah perhatikan kelopak mata, alis mata, lipatan nasolabial, serta
bentuk dan kesimetrisan mulut
 Jika wajah asimetris, perhatikan apakan apakah ini terdapat pada I salahsatu
sisi wajah atau sebagian kecil saja. Berbagai kelainan neurologis (paralisis
saraf fasialis) mempengaruhi saraf wajah yang berbeda

b. MATA

 Pemeriksaan mata meliputi ketajaman penglihatan, lapangan


pandang, pergerakan otot ekstraokuler, dan struktur dalam dan luar.
 Ketajaman penglihatan: menggunakan kartu snellen, klien duduk dengan
jarak 6m (20 kaki) dari kartu, nilai normal penglihatan 20/20

 Dengan jarak 5-6 M dengan snellen card periksa visus OD / OS = 5/5 atau 6/6

= normal, 1/ 60 = Mampu melihat dengan hitung jari, 1/300 = Mampu melihat


dengan lambaian tangan, 1/ = Mampu melihat gelap dan terang, 0
= Tidak mampu melihat
 Pergerakan ototekstraokular cara mengkaji klien duduk atau berdiri 60 cm
dari pemeriksa. Acungkan jari dengan jarak 15-30 cm dari mata klien. Minta
klien untuk tidak menggerakkan kepala dan mengikuti pergerakan jari dengan
mata saja. Klien harus melihat kekanan, kiri, diagonal atas dan bawah, serta
diagonal kanan dan kiri. Gerakkan jari dengan perlahan dalam lapangan
pandang yang normal.
• Gambar 15. Enam arah lirikan

 Lapangan pandang: untuk mengkaji lapangan pandang klien berdiri atau


duduk dengan jarak 60cm dari pemeriksa setinggi mata. Klien menutup
sebelah mata (misalnya mata kiri) dan melihat ke mata pemeriksa yang tepat
berada didepannya (mata yang berlawanann dari mata klien).
 Struktur mata eksternalposisi pemeriksa berdiri tepat didepan klien, dan
minta klien untuk melihat wajah pemeriksa.
o Posisi dan susunan

 Amati posisi kedua mataormalnya paralel/simetris

 Mata yang menonjol (eksoftalmos) mengindikasikan hipertiroidisme

 Strabismus (juling) akibat cedera neuromuskuler atau kelainan


bawaan
 Radang/ tumor orbita sering menimbulkan protrusi mata

o Alis mata

 Inspeksi ukuran, tekstur rambut, susunan dan pergerakan

 Normalnya kedua lais tampak simetris

 Rambut yang kasar dan tidak sejajar diluar kantus temporal


mengindikasikan hipotiroidisme
o Kelopak mata

 Inspeksi posisi, warna, permukaan, kondisi dan arah bulu mata, dan
kemampuan klien untek membuka, menutup dan berkedip
 Penurunan kelopak mencapai pupil (ptosis)disebabkan karena
edema/ gangguan saraf kranial III, Pada lansia ptosis diakibatkan
hilangnya elastisitas karena penuaan
 Untuk menginspeksi permukaan kelopak atas, minta klien untuk
menutup matanya. Angkat kedua alis perlahan dnegan ibu jari dan jari
telunjuk untuk meregangkan kulit. Warna kemerahan mengindikasikan
radang/ infeksi. Edema kelopak terjdang diakibatkan alergi/ gagal
jantung/ginjalmenyebabkan klien sulit menutup mata
 Kelopak yang normal akan menutups ecara simetris. Berkedip secara
involunter dan bilateral sebanyak 20 kali per menit. Reflek kedip akan
melicinkan kornea
o Aparatus lakrimalinspeksi area ini untuk melihat edema dan warna
kemerahan, palapsi kelenjar secra perlahan untuk mendeteksi nyeri tekan.
Normalnya kelenjar tidak teraba.
o Konjungtiva dan sklera

 Sklera normal memiliki warna putih

 Sklera mengalami pigmentasi dan tampak kuning atau hijau jika ada
penyakit hati (sklera ikterik)
 Cara menginspeksi konjungtiva tarik kelopak tanpa menekan bola
mata. Tarik kedua kelopka dengan ibu jari dan ajri telunjuk di orbita
bawah dan atas. Minta klien melihat ke atas, kebawah, dan kesamping.
 Inspeksi warna, tekstur, dan adanya edema atau lesi. Konjungtiva
normal tidak ada eritema. Adanya kemerahan mengindikasikan alergi/
konjungtivitis infeksius.

o Kornea  merupakan bagian transparan dna tidka berwarna diatas pupil


dan iris.
 Saat klien melihat lurus kedepan inspeksi kejernihan dan tekstur
kornea sambil menyinari permukaan kornea dari sudut miring.
 Kornea normal tampak berkilau, trasnparan, dan mulus

 Pada lansia kornea kehilangan kilaunya

o Pupil dan iris

 Amati ukuran, bentuk, kesamaan, akomdasi dan reaksi cahaya pada


pupil.
 Pupil normal tampak hitam, bulat, reguler, dan sama ukurannya pada
kedua mata (diamter 3-7 mm)
 Pupil yang berawan menandakan katarak

 Pupil yang dilatasi diakibatkan glaukoma, trauma, kelainan neurologis,


pengobatan mata (atropin) atau berhenti mengonsumsi opioid
 Inflamasi iris atau penggunaan obat (pilokarpin, morfin, kokain)
menyebabkan kontriksi pupil
 Pupil kecil (pin point) merupakan tanda umum intoksikasi opioid
 Periksa reflek pupil (terhadap cahaya dan akomodasi).
 Untuk memeriksa akomodasi, minta klien melihat objek jauh lalu ke
objek tes (jari/pencil) yang dipeagnag 10 cm dari hidung klien
 Pemeriksaan akomodasi hanya dilakukan jika klien memiliki kelainan
pada respon pupil terhadap cahaya
c. TELINGA

 Inspeksi dan palpasi

Amati bagian teliga luar: bentuk, ukuran, warna, lesi, nyeri tekan, adakah
tumpukan serumen dengan otoskop periksa amati, warna, bentuk, transparansi,
perdarahan, dan perforasi.
o Uji kemampuan kepekaan telinga :

 dengan bisikan pada jarak 4,5 – 6 M untuk menguji kemampuan


pendengaran telinga kiri dan kanan
 dengan arloji dengan jarak 30 Cm, bandingkan kemampuan mendengar
telinga kanan dan kiri
 dengan garpu tala lakukan uji weber: mengetahui keseimbangan
konduksi suara yang didengar klien, normalnya klien mendengar
seimbang antara kanan dan kiri
 dengan garpu tala lakukan uji rinne: untuk membandingkan kemampuan
pendengaran antara konduksi tulang dan konduksi udara, normalnya
klien mampu mendengarkan suara garpu tala dari kondusi udara setelah
suara dari kondusi tulang
 dengan garpu tala lakukan uji swabach: untuk membandingkan
kemampuan hantaran konduksi udara antara pemeriksa dan klien,
dengan syarat pendengaran pemeriksa normal.
Gambar 18. Pemeriksaan otoskopik

Gambar 19. Uji garputala

d. HIDUNG 19 A Pemeriksaan weber (lateralisasi suara)

 Inspeksi dan palpasi

o Amati bentuk tulang hidung dan posis septum nasi ( adakah pembengkokan
atau tidak )
o Amati meatus, adakah perdarahan, kotoran, pembengkakan, mukosa hidung,
adakah pembesaran ( polip )
 Sinus diperiksa dengan palpasi. Pada ksusu alergi atau infeksi, interior sinus
menjadi bengkaka dan meradang. Cara paling efektif mengkaji nyeri tekan
adalah dengan palpasi eksternal area wajah frontalis dan maksilaris
Gambar 20 Palpasi sinus maksilaris

e. MULUT DAN FARING

 Inspeksi dan Palpasi

o Amati bibir, untuk mengetahui kelainan konginetal ( labioseisis, palatoseisis,


atau labiopalatoseisis ), warna bibir pucat, atau merah ,adakah lesi dan massa.
o Amati gigi ,gusi, dan lidah, adakah caries, kotoran, kelengkapan, gigi palsu,
gingivitis,warna lidah, perdarahan dan abses.
o Amati orofaring atau rongga mulut, bau mulut, uvula simetris atau tidak

o Adakah pembesaran tonsil, T : 0, Sudah dioperasi, T : 1, Ukuran normal, T : 2,


Pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah, T : 3, Pembesaran sampai garis
tengah, T : 4 , Pembesaran melewati garis tengah
- Perhatikan suara klien ada perubahan atau tidak

- Perhatikan adakah lendir dan benda asing atau tidak


Gambar 21. Inpeksi mukosa mulut bagian dalam pada bibir bawah

Gambar 22. Inspeksi mukosa mulut bagian dalam pada bibir bawah
Gambar 23. Retraksi mukosa oral memungkinkan visualisais yang jelas

Gambar 24. Permukaan lidah mempunyai banyak pembuluh darah

Gambar 25. Palatum yang keras terletak anterior pada atap mulut

Gambar 26. Senter dan spekulum lidah meungkinkan visulasisasi uvula dan
palatum lunak psoterior

f. WAJAH

 Inspeksi : Perhatikan ekspresi wajah klien, Warna dan kondisi wajah klien, struktur
wajah klien, sembab atau tidak, ada kelumpuhan otot-otot fasialis atau tidak.
g. LEHER

Pemeriksaan leher mencakup otot leher, nodus limfa kepala leher, arteri karotis, vena
jugularis, kelenjar tiroid dan trakea
 Lakukan inspeksi dan palpasi leher untuk menentukan integritas struktur leher
dan memeriksa sistem limfatik
 Lakukan pemeriksaan dengan klien dalam kondisi duduk
Otot sternokledomastoideus dan trapezius membagi tiap sisi leher menjadi dua
segitiga. Segitiga bagian depan mengandung trakea, kelenjar tiroid, arteri karotis, dan nodus
limfa servikal anterior; segitiga bagian belakang mengandung nodus limfa posterior
 OTOT LEHER

o Lakukan inspeksi leher pada posisi anatomis dengan sedikit hiperekstensi,


perhatikan kesimetrisan otot leher
o Minta klien menekuku leher kearah dada, hiperekstensi ke belakang, dan
gerakkan kepala ke setiap sisi dan samping dengan telinga bergrak ke arah
bahu. Posisi ini untuk memeriksa otot sternokledomastoideus dan trapezius.
Leher normalnya bergrak dengan nyaman
 NODUS LIMFA
Pemeriksaan ini dilakukan saat ada kecurigaan imunosupresi yangs ering
dihubungkan dengan alergi, infeksi HIV, penyakit autoimun (lupus) atau infeksi serius

 KELENJAR TIROID

o Terletak dileher bawah bagian depan dan samping dari trakea

o Inspeksi leher didaerah atas kelenjar tiroid untuk melihat masa, kesimetrisan,
dan pembengkakan dasar leher
o Minta klien untuk melakukan hiperekstensi leher yang akan membuat kulit
lebih ketat untuk visualisasi yang lebih baik, minta klien menelan sambil
mengamati leher, untuk melihat pembesaran tiroid
o Tiroid yang normal tidak dpat tervisualisasi

 TRAKEA
Minta klien untuk duduk atau berbaring selama palpasi

Tentukan posisi trakea dengan palpasi di penonjolan suprasternal, gerakkan ibu jari
dan telunjuk ke stiap sisi samping. Perhatikan apakah ajri bergeser ke lateral
o Vena jugularis, ada pembesaran atau tidak, dengan cara lakukan
pembendungan pada supraclavikula kemudian tekan pada ujung proximal vena
jugularis sambil melepaskan bendungan pada supraclavikula, ukurlah jarak
vertical permukaan atas kolom darah terhadap bidang horizontal, katakanlah
jaraknya a Cm di atas atau di bawah bidang horisontal. Maka nilai tekanan
vena jugularisnya adalah : JVP = 5 – a Cm,( bila di bawah bidang horizontal )
JVP = 5 – a CmHg ( bila di atas bidang horizontal), normalnya JVP
= 5 – 2 CmHg

o Pengukuran langsung tekanan vena melalui pemasangan CVP dengan


memasukan cateter pada vena ,tekanan normal CVP = 5 – 15 CmHg
o Palpasi pada leher untuk mengetahui pembesaran kelenjar limfe, kelenjar
tiroid dan posisi trakea
o Pembesarn kelenjar limfe leher ( Adenopati limfe )menandakan adanya
peradangan pada daerah kepala, orofaring, infeksi TBC, atau syphilis.
o Pembesaran tiroid dapat terjadi karena defisiensi yodium

o Perhatikan posisi trakea, bila bergeser atau tidak simetris dapat terjadi karena
proses desak ruang atau fibrosis pada paru atau mediastinum

2. PEMERIKSAAN TORAK DAN PARU


Secara umum garis imajiner yang di pakai dalam pengkajian dada adalah:
1. Garis mid sternalis
2. Garis mid clavicularis
3. Garis axilaris anterior
4. Garis axilaris posterior
5. Garis mid axilaris
6. Garis mid spinalis
7. Garis mid skapularis
8. Garis intra skapularis
9. Garis inter skapularis
Berikut pengkajian dalam pemeriksaan fisik pada paru sebagai berikut :

1. Inspeksi

Dada dikaji tentang postur bentuk, kesimetrisan serta warna kulit, perbandingan bentuk dada
anterior, posterior, dan transversal pada bayi 1 : 1, dewasa 1 : 2 bentuk abnormal pada kondisi
tertentu:
a. Pigeon chest: bentuk dada seperti burung diameter transversal sempit, anterior posterior,
membesar atau lebar, tulang sternum menonjol kedepan.

b. Funnel chest : bentuk dada diameter sternum menyempit, anterior posterior menyempit,
transversal melebar.

c. Barrel chest : bentuk dada seperti tong, diameter anterior posterior transversal memiliki
perbandingan 1:1, juga amati kelainan tulang belakang seperti kifosis, lordosis, dan scoliosis.

Pada pengkajian dada dengan inspeksi juga perhatikan:

 Frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya bernapas.

 Sifat bernapas : pernapasan perut atau dada

 Adakah retraksi dada, jenis : retraksi ringan, sedang, dan berat

 Ekspansi paru simetris ataukah tidak

 Irama pernapasan : pernapasan cepat atau pernapasan dalam (pernapasan kussmoul)

 Pernapasan biot : pernapasan yang ritme maupun amplitudenya tidak teratur diselingi
periode apnea

 Cheyne stokes : pernapasan dengan amplitude mula-mula kecil makin lama makin besar
kemudian mengecil lagi diselingi peripde apnea.

2. Palpasi
Palpasi dada bertujuan mengkaji kulit pada dinding dada, adanya nyeri tekan, masssa,
kesimetrisan ekspansi paru dengan menggunakan telapak tangan atau jarisehingga dapat merasakan
getaran dinding dada dengan meminta pasien mengucapkan tujuh puluh tujuh secara berulang –ulang .
getaran yang diraskan disebut : vocal fremetus. Perabaan dilakukan diseluruh permukaan
dada(kiri,kanan depan, belakang) umumnya pemeriksaan ini bersifat membandingkan bagian mana yang
lebih bergetar atau kurang bergetar,adanya kondisi pendataan paru akan terasa lebih bergetar, adanya
kondisi pemadatan paru akan terasa lebih bergetar seperti pnimonia,keganasan pada pleural effusion atau

pneumathorak akan terasa kurang bergetar.

3. Perkusi
Perkusi dinding thorak dengan cara mengetuk dengan jari tengah, tangan kanan pada jari tengah
tangan kiri yang ditempeklan erat pada dinding dada celah interkostalis. Perkusi dindng thorak bertujuan
untuk mengetahui batas jantung, paru, serta suara jantung maupun paru. Suara paru normal yang didapat
dengan cara perkusi adalah resonan atau sonor, seperti dug, dugm dug, redup atau kurang resonan suara
perkusi terdengar bleg, bleg, bleg. Pada kasus terjadnya konsolidasi paru seperti pneumonia, pekak atau
datar terdengar mengetuk paha sendiri seperti kasus adanya cairan rongga pleura, perkusi hepar dan
jantung . hiperesonan/tympani suara oerkusi pada daerah berongga terdapat banyak udara seperti
lambung, pneumothorax dan coverna paru terdengar dang, dang, dang.
a. Batas paru hepar : di ICS 4 sampai ICS ke 6
b. Batas atas kiri jantung ICS 2-3
c. Batas atas kanan jantung :ICS 2 linea sternalis kanan
d. Batas kiri bawah jantung line media clavicuralis ICS ke 5 kiri.

4. Auskultasi
Auskultasi paru adalah menedengarkan suara pada dinding thorax menggunakan stetoskope
karena sistematik dari atas ke bawah dan membandngkan kiri maupun kanan suara yang didengar adalah
:
a. Suara napas
1) Vesikuler : suara napas vesikuler terdengar di semua lapang paru yang normal, bersifat halus,
nada rendah, inspirasi lebih panjang dari ekspiasi.
2) Brancho vesikuler: tedrdengar di daerah percabangan bronchus dan trachea sekitar sternum dari
regio inter scapula maupun ICS 1: 2. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi.
3) Brochial : terdengar di dzerah trachea dan suprasternal notch bersifat kasar, nada tinggi, inspirasi
lebih pendek, atau ekspirasi

b. Suara tambahan
Ada pernapasan normal tidak ditemukan suara tambahan, jika ditemukan suara tambahan
indikasi ada kelainan,adapun suara tambahan adalah :

1) Rales/Krakles
Bunyi yang dihasilkan oleh exudat lengket saat saluran halus pernapasan mengembang
dan tidak hilang, suruh pasien batuk, sering ditemui pada pasien dengan peradangan paru
seperti TBC maupun pneumonia.
2) Ronchi
Bunyi dengan nada rendah, sangat kasar terdengar baik inspirasi maupun ekspirasi
akibat terkumpulnya secret dalam trachea atau bronchus sering ditemui pada pasien oedema
paru, bronchitis.
3) Wheezing
Bunyi musical terdengar “ngii...” yang bisa ditemukan pada fase ekspirasi maupun
ekspirasi akibat udara terjebak pada celah yang sempit seperti oedema pada brochus.
4) Fleural Friction Rub
Suatu bunyi terdengar kering akibat gesekan pleura yang meradang, bunyi ini
biasanya terdengar pada akhir inspirasi atau awal ekspirasi, suara seperti gosokan amplas.
5) Vocal resonansi
Pemeriksaan mendengarkan dengan stethoscope secara sistematik disemua lapang
guru, membandingkan kanan dan kiri pasien diminta mengucapkan tujuh puluh tujuh
berulang-ulang.

3. PEMERIKSAAN JANTUNG
A. INSPEKSI
Inspeksi dada terutama untuk mencari adanya asimetri bentuk dada. Adanya asimetri bentuk
rongga dada dapat menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal dalam jangka panjang. Asimetri
dada dapat diakibatkan oleh penyebab yang sama dengan penyebab kelainan jantung (misalnya
prolaps katup mitral, gangguan katup aorta pada sindroma Marfan dan sebagainya) atau menjadi
akibat dari adanya kelainan jantung akibat aktifitas jantung yang mencolok semasa pertumbuhan.
Kelainan dada akibat penyakit kardiovaskuler dapat berbentuk :
 Kifosis : tulang belakang berdeviasi pada kurvatura lateral. Sering terjadi pada kelainan
jantung, misalnya ASD (Atrial Septal Defect) atau PDA (Patent Ductus Arteriosus). Sering disertai
dengan perubahan membusur ke belakang (kifoskoliosis), yang mempersempit rongga paru dan
merubah anatomi jantung.
 Voussure cardiaque : penonjolan bagian depan hemitoraks kiri. Hampir selalu terdapat pada
kelainan jantung bawaan atau karena demam rematik, terutama berkaitan dengan aktifitas jantung
yang berlebihan pada masa pertumbuhan.

B. PALPASI
Dengan palpasi kita mencari iktus kordis (bila tidak terlihat pada inspeksi) dan
mengkonfirmasi karakteristik iktus kordis. Palpasi dilakukan dengan cara : meletakkan permukaan
palmar telapak tangan atau bagian 1/3 distal jari II, II dan IV atau dengan meletakkan sisi medial
tangan, terutama pada palpasi untuk meraba thrill. Identifikasi BJ1 dan BJ2 pada iktus kordis
dilakukan dengan memberikan tekanan ringan pada iktus. Setelah iktus teraba, lakukan penilaian
lokasi, diameter, amplitudo dan durasi impuls apeks pada iktus. - Lokasi : dinilai aspek vertikal
(biasanya pada sela iga 5 atau 4) dan aspek horisontal (berapa cm dari linea midsternalis atau
midklavikularis).
Iktus bisa bergeser ke atas atau ke kiri pada kehamilan atau diafragma kiri letak tinggi. Iktus
bergeser ke lateral pada gagal jantung kongestif, kardiomiopati dan penyakit jantung iskemi. -
Diameter : pada posisi supinasi, diameter impuls apeks kurang dari 2.5 cm dan tidak melebihi 1 sela
iga, sedikit lebih lebar pada posisi left lateral decubitus. Pelebaran iktus menunjukkan adanya
pelebaran ventrikel kiri. - Amplitudo : amplitudo iktus normal pada palpasi terasa lembut dan cepat.
Peningkatan amplitudo terjadi pada dewasa muda, terutama saat tereksitasi atau setelah
aktifitas fisik berat, tapi durasi impuls tidak memanjang. Peningkatan amplitudo impuls terjadi pada
hipertiroidisme, anemia berat, peningkatan tekanan ventrikel kiri (misal pada stenosis aorta) atau
peningkatan volume ventrikel kiri (misal pada regurgitasi mitral). Impuls hipokinetik terjadi pada
kardiomiopati. Durasi : untuk menilai durasi impuls, amati gerakan stetoskop saat melakukan
auskultasi pada apeks atau dengarkan bunyi jantung dengan stetoskop sambil mempalpasi impuls

duduk

apeks. Normalnya durasi impuls apeks adalah 2/3 durasi sistole atau sedikit kurang, tapi tidak
berlanjut sampai terdengar BJ2.

C. PERKUSI
Perkusi berguna untuk menetapkan batas jantung, terutama pada pembesaran jantung. Perkusi
batas kiri redam jantung (LBCD - left border of cardiac dullness) dilakukan dari lateral ke medial
dimulai dari sela iga 5, 4 dan 3. LBCD terdapat kurang lebih 1-2 cm di sebelah medial linea
midklavikularis kiri dan bergeser 1 cm ke medial pada sela iga 4 dan 3. Batas kanan redam jantung
(RBCD - right border of cardiac dullness) dilakukan dengan perkusi bagian lateral kanan dari
sternum.
Pada keadaan normal RBCD akan berada di medial batas dalam sternum. Kepekakan RBCD
diluar batas kanan sternum mencerminkan adanya bagian jantung yang membesar atau bergeser ke
kanan. Penentuan adanya pembesaran jantung harus ditentukan dari RBCD maupun LBCD.
Kepekakan di daerah dibawah sternum (retrosternal dullness) biasanya mempunyai lebar kurang
lebih 6 cm pada orang dewasa. Jika lebih lebar, harus dipikirkan kemungkinan adanya massa
retrosternal.
Pada wanita, kesulitan akan terjadi dengan mammae yang besar, dalam hal ini perkusi
dilakukan setelah menyingkirkan kelenjar mammae dari area perkusi dengan bantuan tangan pasien.
D. AUSKULTASI
Auskultasi memberikan kesempatan mendengarkan perubahan-perubahan dinamis akibat
aktivitas jantung. Auskultasi jantung berguna untuk menemukan bunyi-bunyi yang diakibatkan oleh
adanya kelainan struktur jantung dan perubahan-perubahan aliran darah yang ditimbulkan selama
siklus jantung. Untuk dapat mengenal dan menginterpretasikan bunyi jantung dengan tepat,
mahasiswa perlu mempunyai dasar pengetahuan tentang siklus jantung. Bunyi jantung diakibatkan
karena getaran dengan masa amat pendek. Bunyi yang timbul akibat aktifitas jantung dapat dibagi
dalam :
 BJ1 : disebabkan karena getaran menutupnya katup atrioventrikuler terutama katup mitral,
getaran karena kontraksi otot miokard serta aliran cepat saat katup semiluner mulai terbuka. Pada
keadaan normal terdengar tunggal.
 BJ2 : disebabkan karena getaran menutupnya katup semilunaris aorta maupun pulmonalis.
Pada keadaan normal terdengar pemisahan (splitting) dari kedua komponen yang bervariasi dengan
pernafasan pada anak-anak atau orang muda.
 BJ3 : disebabkan karena getaran cepat dari aliran darah saat pengisian cepat (rapid filling
phase) dari ventrikel. Hanya terdengar pada anak-anak atau orang dewasa muda (fisiologis) atau
keadaan dimana komplians otot ventrikel menurun (hipertrofi/ dilatasi).
 BJ4 : disebabkan kontraksi atrium yang mengalirkan darah ke ventrikel yang kompliansnya
menurun. Jika atrium tak berkontraksi dengan efisien misalnya fibrilasi atrium maka bunyi jantung 4
tak terdengar.

Anda mungkin juga menyukai