Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

PEMERIKSAAN MATA NORMAL

Oleh:

Nabilah Fikri Alimah

201910330311109

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata meliputi beberapa prosedur dengan tujuan

dapat menegakkan diagnosis yang benar. Pemeriksaan meliputi anamnesis, pemeriksaan

tajam penglihatan, pemeriksaan segmen depan bola mata yang meliputi pemeriksaan

palpebra, silia, kornea, konjungtiva, bilik mata depan, iris, pupil, lensa dan vitreus anterior.

Pemeriksaan segmen depan bola mata meliputi pemeriksaan vitreus posterior, retina, dan

papil saraf optik. Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan cara palpasi dan dengan

menggunakan tonometer Schiotz, pemeriksaan pergerakan bola mata dilakukan untuk

menilai fungsi ke enam otot penggerak bola mata yaitu otot rektus superior, medial,

inferior, lateral, otot oblikus superior dan oblikus inferior. Pemeriksaan lapang pandangan

dilakukan dengan cara konfrontasi.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan refarat ini adalah untuk mengetahui pemeriksaan mata

1.3 Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan memperluas wawasan
penulis ataupun pembaca mengenai pemeriksaan mata normal
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANAMNESIS PASIEN DENGAN KELUHAN GANGGUAN PADA MATA

Untuk dapat mengumpulkan data-data pasien dilakukan anamnesis :

 Data umum : nama, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan.

 Keluhan utama : pasien dengan gangguan pada mata biasanya datang dengan

keluhan seperti :

- Mata merah

Mata merah umumnya terjadi karena pelebaran pembuluh darah di

mata. Mata yang merah mengindikasikan adanya masalah pada

mata, bisa masalah ringan ataupun serius yang memerlukan

penanganan lebih lanjut. Infeksi pada mata yang dapatkan menyebabkan mata

merah:

1. Peradangan pada folikel bulu mata (blepharitis) 2. Peradangan

pada selaput mata (konjungtivitis)

3. Peradangan pada Uvea (uveitis)

Kondisi lain yang dapat menyebabkan mata merah antara lain:

1. Trauma atau luka pada mata

2. Meningkatnya tekanan bola mata yang menimbulkan nyeri

(glaucoma akut)
3. Erosi kornea akibat iritasi atau penggunaan lensa kontak

- Mata gatal

- Mata berair

- Mata nyeri

- Belekan

- Gangguan penglihatan (buta, penglihatan kabur, penglihatan ganda/dobel) -

Benjolan pada mata (timbilan) - Kelilipan

 Data yang harus digali dari keluhan utama :

- Pada pasien dengan keluhan gangguan penglihatan ditanyakan apakah gangguan

terjadi saat melihat jauh atau dekat; onset mendadak atau gradual; di seluruh lapang

pandang atau hanya sebagian; jika defek lapang pandang hanya sebagian, apakah letaknya

sentral, perifer atau hanya pada satu mata.

- Pada pasien dengan keluhan skotoma, ditanyakan apakah skotoma bergerak bila bola

mata bergerak atau terfiksasi; apakah pasien melihat kilatan-kilatan cahaya.

- Adanya gejala sistemik : demam, malaise, sakit kepala. - Jika terdapat diplopia,

ditanyakan apakah diplopia horisontal atau vertikal, kedua mata atau salah satu mata,

apakah persisten bila salah satu mata ditutup.

- Gejala-gejala neurologis : gangguan motorik dan sensorik, gangguan syaraf kranial

yang lain.  Riwayat penyakit dahulu : hipertensi, diabetes melitus, traumaa.)

2.2 Pemeriksaan Mata


1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan orang dewasa (visus naturalis)

Visus merupakan sebuah ukuran kuantitatif atau suatu kemampuan untuk

mengidentifikasi simbol simbol berwarna hitam dengan latar belakang

putih dengan jarak yang telah distandarisasikan serta ukuran symbol

yang bervariasi. Visus 20/20 adalah suatu bilangan yang

menyatakan jarak dalam satuan kaki yang mana seseorang dapat

membedakan sepasang benda (satuan lain dapat dinyatakan sebagai

visus 6/6). 20 kaki dianggap sebagai tak terhingga

dalam perspektif optikal. Untuk alas an tersebut maka

visus 20/20 dapat dianggap sebagai performa nominal

untuk jarak pengelihatan manusia.

Penurunan visus adalah apabila tajam pengelihatan seseorang kurang dari

20/20 atau 6/6. Penurunan tajam pengelihatan dapat disebabkan

oleh organik maupun anorganik. Kelainan anorganik disebabkan

oleh kelainan refraksi seperti:

1. Miopia (rabun jauh)

2. Hipermetropia (rabun dekat)

3. Presbiopia

4. Astigmatisme

Sementara kelainan organik dapat disebabkan oleh :

1. Katarak
2. Glaukoma

3. Kelainan pada saraf mata

4. Kelainan pada media refraksi

Alat yang digunakan :

- Trial lens

- Trial frame

- Kartu Snellen

- Astigmat dial

- Kartu Ishihara

- Ruangan dengan panjang 5 m atau 6 m

- Penerangan yang cukup

Tahap pelaksanaan pemeriksaan visus naturalis:

• Sebelum melakukan pemeriksaan jangan lupa memberi salam,

memperkenalkan diri pada penderita, dan menerangkan mengenai tujuan dan prosedur

pemeriksaan. Apabila penderita bersedia untuk diperiksa, pemeriksaan boleh dilanjutkan.

• Cuci tangan dengan baik sesuai prosedur di wastafel yang telah disediakan.

• Penderita diminta duduk pada jarak 5 atau 6 meter tepat di depan kartu

Snellen. Apabila penderita berkacamata, mintalah untuk melepas kacamatanya.


• Biasakanlah memeriksa mata kanan dulu, baru kemudian mata kiri

• Mintalah penderita untuk untuk mengidentifikasi angka atau huruf atau simbol

yang tertera pada optotip snellen, mulai dari atas sampai ke bawah.

• Bila penderita hanya dapat mengenali sampai pada huruf – huruf baris berkode

20 meter misalnya, dan jarak penderita ke kartu 5 m, maka visusnya 5/20 ( jangan disingkat

menjadi 1/4). Artinya orang normal dapat membaca huruf tersebut pada jarak 20 m

sedangkan penderita hanya dapat membaca pada jarak 5 m.

• Untuk mengetahui adanya kelainan refraksi atau tidak, dilakukan pemasangan

pinhole. Penderita diminta menyebutkan huruf pada baris yang tidak tampak. Disebut

sebagai pinhole maju (PH +) apabila penderita dapat membaca dua baris huruf di bawah

huruf terakhir yang terbaca.

• Bila tulisan besar tidak dapat dibaca, mintalah penderita untuk menghitung jari

yang anda acungkan mulai dari 1 m, kemudian semakin mundur hingga jarak terjauh yang

dapat dilihat penderita, maksimal 5 atau 6 meter.

• Bila penderita tidak dapat melihat jari anda dari jarak 1 m, lakukan

pemeriksaan bayangan lambaian tangan. Lambaikan tangan anda di depan mata penderita

dan mintalah penderita mengatakan arah lambaiannya vertikal/horizontal.

• Bila penderita tidak dapat melihat bayangan lambaian tangan anda, lakukan

pemeriksaan dengan lampu senter. Nyalakan lampu senter di depan mata penderita dan

mintalah penderita menyebutkan apakah senter menyala atau tidak. Bila penderita dapat

melihat cahaya, penderita diminta menentukan arah datangnya cahaya (proyeksi illuminasi)

(dari arah superior, inferior, lateral dan medial)


• Menghitung jari, goyangan tangan, cahaya oleh mata normal dapat dikenal

pada jarak berturut-turut 60 m,300 m dan tak terhingga.

• Bila cahayapun tak dikenal, maka tajam penglihatannya 0 atau tak ada

persepsi cahaya.

• Lakukan hal yang sama pada mata kiri.

Pemeriksaan Tajam Penglihatan bayi

 Sebelum melakukan pemeriksaan jangan lupa memberi salam, memperkenalkan diri

pada keluarga penderita, dan menerangkan mengenai tujuan dan prosedur pemeriksaan.

Apabila keluarga penderita bersedia untuk diperiksa, pemeriksaan boleh dilanjutkan.

 Cuci tangan dengan baik sesuai prosedur di wastafel yang telah disediakan.

 Lakukan pemeriksaan pada mata kanan lalu mata kiri penderita.

 Gunakan lampu senter untuk memeriksa fiksasi cahaya pada bayi. Disebut positif

apabila bayi dapat mengikuti arah datangnya cahaya.

 Gerakkan obyek dengan warna mencolok sekitar 1 meter di depan bayi. Disebut

positif apabila bayi dapat mengikuti arah obyek.

 Ingat untuk tidak bersuara yang mengganggu konsentrasi bayi saat pemeriksaan.
2. Pemeriksaan Segmen Anterior

Segmen anterior adalah daerah sekitar mata, kelopak mata ke dalam kecuali vitreus

dan retina. Untuk pemeriksaan ini yang penting adalah mengetahui yang harus dicari/dilihat

dan gambaran mata dalam keadaan normal.

• Sebelum melakukan pemeriksaan jangan lupa memberi salam, memperkenalkan diri

pada penderita, dan menerangkan mengenai tujuan dan prosedur pemeriksaan. Apabila

penderita bersedia untuk diperiksa, pemeriksaan boleh dilanjutkan.

• Cuci tangan dengan baik sesuai prosedur di wastafel yang telah disediakan.

• Periksa mata kanan lalu kiri.

• Pemeriksa duduk di depan penderita pada jarak jangkauan tangan. Ruangan dibuat

agak gelap. Lakukanlah pemeriksaan dari luar ke dalam, mulai dari konjungtiva sampai

lensa. Gunakan lampu senter yang cukup terang dengan sinar yang terfokus baik.

• Biasakanlah memeriksa mata kanan dulu, baru kemudian mata kiri

• Mulailah dengan memeriksa keadaan kelopak mata, bagaimana keadaan kulitnya,

apakah ada tanda peradangan seperti hiperemia, pembengkakan, tonjolan, dll.

• Periksa pula lebar rima okulinya, apakah sama antara mata kanan dan kiri. Secara

normal kelopak mata harus sama tinggi, selaian itu bila kelopak mata diangkat maka

keduanya harus simetris.

• Lakukan palpasi permukaan palpebra, apakah didapatkan massa atau terasa nyeri saat

palpasi.
• Amati silia dan margo palpebra. Perhatikan arah pertumbuhan silianya. Perhatikan

kontinuitas margo palpebra, warnanya dan muara kelenjar Meibom.

• Periksa apparatus lacrimalis di margo palpebra superior dan inferior, terbuka atau

tertutup.

• Periksalah keadaan konjungtiva bulbi dengan meminta penderita melihat lurus ke

depan dan amatilah apakah konjungtivanya normal warnanya, corakan pembuluh darahnya,

adakah penonjolan atau pembengkakan. Kalau perlu, tariklah sedikit kelopak mata atas dan

bawah agar daerah yang diperiksa dapat diamati lebih jelas.

• Amati skleranya, adakah hiperemia, penipisan atau kelainan lainnya.

• Periksalah keadaan konjungtiva palpebra inferior dengan meminta penderita melirik

ke atas, kemudian tangan kiri pemeriksaan menarik kelopak bawah penderita ke bawah,

sedangkan tangan kanan memegang lampu senter. Amatilah warna, permukaan, dan adanya

tonjolan atau kelainan yang lain. Periksa juga forniks palpebra inferiornya.

• Konjungtiva palpebra superior diperiksa dengan meminta penderita melirik kebawah

dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, balikkan kelopak mata sehingga konjungtiva

palpebra superior berada diluar. Kembalikan palpebra keposisi semula baru lepaskan tangan

kiri dari mata penderita.

• Periksalah kornea penderita, perhatikanlah kejernihannya, bentuknya, ukuran,

kecembungan dan adanya kelainan lain seperti pembuluh darah, pterigium, dll. Apabila

ditemukan adanya kelainan diskripsikan kelainan tersebut sejelas mungkin. Periksa pula

reflek kornea kanan dan kiri.


• Periksalah bilik mata dengan depan sinar yang diarahkan baik dari depan maupun dari

samping untuk mendapatkan kesan tentang ukurannya (kedalamannya), kejernihannya.

• Perhatikanlah pula iris penderita. Bentuknya, warna dan corakannya. Perhatikan pula

bentuk dan diameter pupil pada kedua mata adakah kelainan bentuk iris seperti koloboma,

nodul, dll

• Periksalah Pupil, bentuk, simetris atau tidaknya, dan reflek pupil baik langsung

(direct) maupun tidak langsung (indirect). Pada reflek langsung jatuhkan sinar pada mata

kanan dan amati pupil mata kanan. Sedangkan untuk reflek tidak langsung mata kanan,

jatuhkan sinar pada mata kiri penderita dan amati reflek pupil mata kanan.

• Lensa diperiksa dengan penyinaran terfokus tajam dengan arah lebih mendekati

sumbu mata. Pupil sebaiknya dilebarkan bila tidak ada kontra indikasi. Periksa letak dan

kejernihannya. Apabila ada kekeruhan, tentukan letak dan derajat kekeruhannya. Apabila

perlu, gambarlah hasil pemeriksaan yang didapatkan.

• Periksa Linfonodi pre auriculer kanan dan kiri, cari adanya pembesaran limfonodi

atau tanda keradangan.

3. Pemeriksaan segmen posterior

Pemeriksaan segmen posterior dilakukan dengan alat optalmoskop. Sebaiknya

sebelum melakukan pemeriksaan segmen posterior pupil penderita harus dilebarkan dahulu.

Pada pemeriksaan ini ada beberapa hal yang harus kita evaluasi antara lain:

 Fundus Refleks: Merupakan pantulan sinar oleh lapisan retina, fundus refleks

normalnya terlihat berwarna jingga.


 Media: yang dimaksud dengan media adalah Corpus vitreous. Pada keadaan normal

corpus vitreous sangat jernih, apabila ada kekeruhan corpus vitreous akan mengakibatkan

fundus refleks menjadi suram atau hilang sama sekali.

 Papil N. II: Berupa bangunan bulat berukuran 1,5mm, terletak dibagian polus

posterior fundus, berwarna kuning jingga, atau orange, sampai agak merah. Dari papil N.II

ini, keluarlah pembuluh-pembuluh darah berupa vena dan arteri yang kemudian bercabang-

cabang.

 Pembuluh darah yaitu: vena dan arteri. Vena dapat dibedakan dari arteri karena

diameternya yang lebih besar dan warnanya yang lebih gelap. Perbandingan a/v normal

adalah kurang lebih 2/3.

 Retina: berupa gambaran lapisan dalam bola mata yang berwarna jingga. Merupakan

lapisan serabut syaraf. Pembuluh darah berjalan disebelah dalam lapisan retina ini.

 Makula: suatu daerah yang berwarna lebih gelap dari retina disekitarnya, terletak

disebelah temporal papil, berjarak kurang lebih 2x diameter papil dari papil sendiri. Pada

pusat makula, tampak reflek cahaya cemerlang yang disebut dengan reflek fovea.

a. Alat Pemeriksaan :

Alat yang dipakai untuk pemeriksaan fundus oculi disebut oftalmoskop. Ada 2 macam

oftalmoskop yaitu oftalmoskop direk dan oftalmoskop indirek.


b. Pemeriksaan:

 Sebelum melakukan pemeriksaan jangan lupa memberi salam, memperkenalkan diri

pada penderita, dan menerangkan mengenai tujuan dan prosedur pemeriksaan.

Apabila penderita bersedia untuk diperiksa, pemeriksaan boleh dilanjutkan.

 Cuci tangan dengan baik sesuai prosedur di wastafel yang telah disediakan.

 Pemeriksaan dilakukan diruangan gelap atau setengah gelap

 Aturlah alat oftalmoskop sehingga berada dalam posisi 0 atau disesuaikan dengan

ukuran refraksi pada penderita.

 Peganglah oftalmoskop dengan cara menggenggam bagian pegangannya, sedangkan

jari telunjuk berada pada panel pengatur ukuran lensa, siap untuk menyesuaikan

ukuran lensa sehingga dapat diperoleh bayangan yang paling tajam.

 Pada pemeriksaan terhadap penderita, pemeriksa memegang oftalmoskop dengan

tangan kanan, dan melihat melalui oftalmoskop dengan mata kanan pula. Demikian

pula sebaliknya.

4. Pemeriksaan tekanan bola mata

Alat yang digunakan :Tonometer Schiotz , Lidocaine 2 % atau Panthocaine eye drops

Chloramphenicol zalf atau tetes mata ,Kapas alkohol 70 %

a. Pemeriksaan Cara Subjektif (Palpasi)

- Penderita duduk tegak, melirik ke bawah.

- Jari telunjuk kanan dan kiri pemeriksa bergantian menekan bola mata (dimata yang

sedang diperiksa) pada kelopak atas kearah belakang bawah (450) dengan halus dan
penuh perasaan. Tiga jari yang lain bersandar pada kening dan tulang pipi, bandingkan

kanan dan kiri.

- Hasilnya TN, TN+1, TN+2, TN+3 ; TN-1, TN-2, TN-3.

b. Pemeriksaan Cara Obyektif (Tonometer Schiotz) Persiapan alat :

- Tonometer ditera dengan meletakkan tonometer tegak lurus pada lempengan pengetest,

dan jarum harus menunjuk angka O.

- Bersihkan dan permukaan kaki tonometer diusap dengan kapas alkohol.

Persiapan penderita :

- Penderita diberi penjelasan tentang apa yang akan dilakukan, cara pemeriksaan dan

bagaimana penderita harus bersikap.

- Penderita diminta tidur terlentang, posisi kepala horizontal. Mata penderita ditetesi

Panthocaine 0,5% atau 2%, 1 – 2 tetes, 5 menit kemudian ditetesi lagi satu tetes.

- Penderita diminta memandang ke satu titik tepat diatasnya, dengan cara memfiksasi

kepada ibu jarinya yang diacungkan di atasnya, sehingga sumbu optik mata benar-benar

vertikal.

- Kelopak atas dan bawah dibuka lebar dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari

tangan kiri, tidak boleh menekan bola mata, kemudian tonometer diletakkan dengan hatihati

pada permukaan kornea, tepat di tengah, tanpa menggeser, posisi benar-benar vertikal.

- Letakkan tonometer tepat di atas kornea tanpa menekan bola mata.


- Tinggi rendahnya tekanan bola mata menentukan besarnya indentasi yang ditimbulkan

oleh alat tersebut. Besar kecilnya indentasi menentukan besarnya simpangan jarum yang

dihubungkan pada lempeng tersebut. - Bila dengan beban 5,5 gram menunjukkan angka

skala 0 maka beban perlu ditambahkan dengan beban 7,5gram atau 10 gram.

- Tonometer diangkat, dibersihkan dengan kapas alkohol. - Mata diberi zalf mata (misalnya

Chloramfenicol) - Lihat tabel, berapa mmHg tekanan bola matanya.

- Cara baca dan menuliskan hasil : Misalnya dengan beban 5,5 gram simpangan jarum

tonometer menunjukkan angka 5 pada tabel terlihat hasilnya 17,3 mmHg

Tabel untuk tonometer schiotz

Angka skala Bobot Beban

5,5 gram 7,5 gram 10 gram

3.0 24.4 35.8 50.6

3.5 22.4 33.0 46.9

4.0 20.6 30.4 43.4

4.5 18.9 28.0 40.2

5.0 17.3 25.8 37.2

5.5 15.8 23.8 34.4

6.0 14.6 21.9 31.8

6.5 13.4 20.1 29.4

7.0 12.2 18.5 27.2


7.5 11.2 17.0 25.1

8.0 10.2 15.6 23.1

8.5 9.4 14.3 21.3

9.0 8.5 13.1 19.6

9.5 7.8 12.0 18.0

10.0 7.1 10.9 16.5

5. Pemeriksaan fungsi otot ekstra okuler

Periksaan fungsi otot ekstra okuler dapat diketahui melalui penilaian posisi bola mata dan

gerakan bola mata.

a. Posisi Bola Mata (PBM)

Nyalakanlah senter anda dari jarak 60 cm tepat di depan penderita, dan amatilah pantulan

sinar senter pada kornea. Apabila pasangan bola mata sejajar, maka akan tampak pantulan

pada tengah pupil atau sedikit di sebelah medialnya. Kondisi ini disebut sebagai ortoforia,

apa bila ada deviasi pantulan sinar senter sehingga tidak di tengah tampil lagi, berarti

penderita mengalami juling (strabismus).

b. Gerakan Bola Mata (GBM)

Gerak satu mata (Duksi) diperiksa dengan salah satu mata yang tidak diperiksa ditutup.

Gerak dua mata (Versi) diperiksa dengan kedua mata terbuka.


Periksaan gerakan bola mata dilakukan dengan meminta penderita untuk mengikuti gerakan

ujung jari atau pensil yang anda gerakkan ke 6 arah utama, tanpa menggerakkan kepala

mereka (melirik saja). Arahkan pandangan pasien ke:

1. Kanan lurus

2. Kanan atas

3. Kanan bawah

4. Tanpa berhenti di tengah, ke kiri lurus

5. Kiri atas

6. Kiri bawah

Gerakkan jari anda dari jarak yang dapat dilihat dengan nyaman oleh penderita yang agak

lanjut usia, jarak yang terlalu dekat ke mata mereka akan menyulitkan dan tidak nyaman,

karena kemampuan konvergensi mereka sudah menurun. Maka pemeriksaan pada orang tua

harus dari jarak yang lebih jauh dibandingkan anak-anak atau orang muda. Berhentilah

sebentar pada posisi tangan anda berada di sebelah atas dan lateral untuk melihat ada

tidaknya nistagmus.

Perhatikan:

1. Apakah selama dalam gerakan tersebut, kedua mata selalu dalam keadaan sejajar,

ataukah ada deviasi.

2. Ada atau tidaknya nistagmus.

3. Ada atau tidaknya hambatan gerakan bola mata.


Akhirnya, mintalah penderita untuk mengikuti gerakan pensil anda ke arah hidungnya,

untuk memeriksa kemampuan konvergensinya. Dalam keadaan normal konvergensi dapat

dipertahankan pada jarak 5 sampai 8 cm dari hidung

6. Pemeriksaan lapang pandang secara konfrontasi

Tidak ada alat khusus, bisa dengan jari telunjuk atau suatu benda yang warnanya menyolok

(misalnya ballpen yang ujungnya berwarna merah, dsb).

Cara Pemeriksaan :

- Pemeriksa memberikan instruksi pemeriksaan kepada pasien dengan jelas.

- Penderita menutup mata kiri dengan telapak tangan kiri, telapak tangan tidak boleh

menekan bola mata.

- Pemeriksa duduk tepat di depan pasien dalam jarak antara 60 cm, berhadapan, sama

tinggi. Pemeriksa menutup mata kanan dengan telapak tangan kanan. Lapang pandang

pemeriksa sebagai referensi (lapang pandang pemeriksa harus normal). Mata pasien melihat

mata pemeriksa.

- Objek atau ujung jari pemeriksa digerakkan perlahan-lahan dari perifer ke sentral (sejauh

rentangan tangan pemeriksa kemudian digerakan ke central)dari delapan arah pada bidang

di tengah-tengah penderita dan pemeriksa. - Lapang pandang pasien dibandingkan dengan

lapang pandang pemeriksa.

- Kemudian diperiksa mata sebelahnya.


- Menyebutkan hasilnya:  Lapang pandang penderita luasnya sama dengan lapang

pandang pemeriksa.  Lapang pandang penderita lebih sempit dari lapang pandang

pemeriksa (sebutkan di daerah mana yang mengalami penyempitan)

2.3 PEMERIKSAAN TAMBAHAN

1. Pemeriksaan Lacrimal Sac Compression (kompresi sakus lakrimal)

a. Terangkan yang akan saudara lakukan pada penderita dan minta persetujuan penderita

untuk dilakukan pemeriksaan

b. Cuci tangan sesuai prosedur

c. Letakkan cotton buds atau ujung jari diatas fosa lakrimal disamping inferomedial

orbita rim

d. Lalu tekan tekan fosa lakrimal (bukan menekan tulang nasal)

e. Catat material yang keluar dari kanalikuli atau pungtum lakrimalis (mucus atau

mukopurulen)

f. Apabila terjadi refluks berarti terdapat obstruksi total duktus nasolakrimalis.

Jika tidak terjadi refluks dilanjutkan dengan dye disapperent test (DDT)

PEMERIKSAAN TES HIRSCHBERG

a. Terangkan yang akan saudara lakukan pada penderita dan minta persetujuan

penderita untuk dilakukan pemeriksaan


b. Cuci tangan sesuai prosedur

c. Menghadapkan senter sebagai fiksasi dengan jarak 30 cm setinggi mata pasien

d. Menyalakan senter dan melihat reflex sinar pada kedua kornea mata secara

bersamaan

e. Menilai jatuhnya reflek sinar pada kornea, menggambar dan

menginterpretasikan

• Eksotropia jika :

 Jika reflek cahaya jatuh ditepi pupil nasal  15° eksotropia

 Jika reflek cahaya jatuh ditepi pupil sampai limbus nasal  30° eksotropia

 Jika reflek cahaya jatuh diluar limbus bagian nasal  45° eksotropia

• Esotropia jika :

 Jika reflek cahaya jatuh ditepi pupil temporal  15° esotropia

 Jika reflek cahaya jatuh ditepi pupil sampai limbus temporal 30°

esotropia

 Jika reflek cahaya jatuh diluar limbus bagian temporal  45° esotropia

Pemeriksaan Cover uncover tes

a. Terangkan yang akan saudara lakukan pada penderita dan minta persetujuan

penderita untuk dilakukan pemeriksaan

b. Cuci tangan sesuai prosedur


c. Pasien duduk berhadapan didepan pemeriksa dengan jarak sejangkauan lengan

d. Meminta pasien untuk fiksasi jauh

e. Tutup mata yang fiksasi dengan okluder atau telapak tangan kemudian lihat

pergerakan pada mata yang tidak ditutup. Catat arah pergerakannya

f. Buka okluder dan biarkan kedua mata terbuka selama 3 detik

g. Mata yang sebelahnya bergantian ditutup kemudian catat pergerakan mata

yang tidak ditutup

h. Pastikan pasien berfiksasi pada obyek yang tetap (tidak melirik-lirik)

i. Lakukan pemeriksaan diatas tetapi dengan obyek yang dekat

j. Ulangi pemeriksaan jarak jauh dan jarak dekat dengan menggunakan koreksi

kacamata jika didapatkan refraksi eror.

2.4 TATALAKSANA DAN TINDAKAN SEDERHANA PADA MATA

1. Penatalaksanaan Hordeolum

TERAPI KONSERVATIF

• Kompres hangat selama 10 - 15 menit, 3 - 4 kali sehari.

• Antibiotika topikal (neomycin, polirnyxin B, gentamycin) selama 7 -10 hari, bila


dipandang perlu dapat ditambahkan antibiotika sistemik, misal Ampisillin 4 x 250 mg per-
ora/hari.

• Bila tidak terjadi resorbsi dengan pengobatan konservatif dianjurkan insisi.

• Perbaikan higiene dapat mencegah terjadinya infeksi kembali.

TERAPI OPERATIF (INCISI)


• Terangkan yang akan saudara lakukan pada penderita dan minta persetujuan penderita
untuk dilakukan pemeriksaan

• Cuci tangan sesuai prosedur

• Diberikan anestesi setempat dengan tetes mata Pantokain.

• Kalau perlu diberikan anestesi umum, misal pada anak-anak atau orang-orang yang
sangat takut sebelum diberi anestesi umum.

• Untuk lokal anestesi bisa dipakai prokain 2% dilakukan secara infiltratif dan tetes
mata Pantocain 2%.

• Pada hordeolum internum insisi dilakukan pada konjungtiva, kearah muka dan tegak
lurus terhadapnya (vertikal) untuk menghindari banyaknya kelenjar-kelenjar yang terkena.

• Pada bordeolum ekstrnum arah insisi horisontal sesuai dengan lipatan kulit.

• Setelah insisi lakukan kuretase dengan kuret hordeolum untuk mengeluarkan pus
dengan cara memutar kuret

• Kuretase dilakukan sampai keluar darah segar

• Oleskan salep antibiotic pada bekas insisi

• Tutup dengan kasa steril

2. Penatalaksaan benda asing konjungtiva

a. Terangkan yang akan saudara lakukan pada penderita dan minta persetujuan penderita
untuk dilakukan pemeriksaan

b. Cuci tangan sesuai prosedur

c. Diberikan anestesi setempat dengan tetes mata Pantokain.

d. Ambil benda asing menggunakan irigasi.

e. Irigasi conjungtive dengan aqubidest

f. Setelah pengambilan selesai, berikan salep antibiotic

g. Tutup mata dengan kasa steril

3. Tatalaksana Trauma Kimia

a. First aid pada situs kecelakaan (dapat dilakukan oleh coworkers / family members):

• Terangkan yang akan saudara lakukan pada penderita dan minta persetujuan penderita
untuk dilakukan pemeriksaan

• Cuci tangan sesuai prosedur


• Tahan blefarospasme dengan memegang kelopak mata terbuka

• Irigasi mata dalam beberapa detik seteIah cedera menggunakan tap water, mineral
water, soft drinks, coffee, tea, atau cairan serupa (Susu sebaiknya dihindari karena
meningkatkan penetrasi luka bakar dengan membuka barier epitel.).

• Secara hati-hati buang partikel-partikel kasar dari bursa konjungtiva

• Hubungi ambulans/tim SAR

• Transport pasien ke oftalmologis terdekat atau klinik mata

b. Terapi di Rumah sakit

• Terangkan yang akan saudara lakukan pada penderita dan minta persetujuan penderita
untuk dilakukan pemeriksaan

• Cuci tangan sesuai prosedur

• Berikan anestetik Pantokain untuk meredakan nyeri dan menetralisasi blefarospasme.

• Dengan kelopak mata atas dan bawah yang dieversikan secara penuh, secara hati-hati
ambil partikel kecil dari forniks konjungtiva superior dan inferior di bawah mikroskop
menggunakan moist cotton swab.

• Iirigasi/flush/guyur mata dengan solusi buffer (Ringer Lactat) sebanyak 2000 ml


menggunakan selang infus

2.5 Tujuan pemeriksaan mata

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui fokus penglihatan dan jarak pandang,
untuk mengetahui ada tidaknya kelainan refraksi pada mata.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kateterisasi uretra adalah memasukkan kateter kedalam buli-buli melalui uretra. Istilah

kateterisasi ini sudah dikenal sejak zaman Hipokrates yang pada waktu itu menyebutkan

tentang tindakan instrumentasi untuk mengeluarkan cairan dari tubuh. Bernard

memperkenalkan kateter yang terbuat dari karet pada tahun 1779, sedangkan Foley

membuat kateter menetap pada tahun 1930. Kateter Foley ini sampai saat ini masih

dipakai secara luas di dunia sebagai alat untuk mengeluarkan urine dari buli-buli.

Tindakan kateterisasi ini dimaksudkan untuk tujuan diagnosis untuk tujuan, tcrapi.

Indikasi pemasangan kateter ada tiga, yaitu: sementara, jangka pendek, dan jangka

panjang.
DAFTAR PUSTAKA

 Budiasthra, P, Yuliawati, P, Andayani,A, dkk. 2017. Ilmu Kesehatan Mata. Bali:

Udayana University Press

 Ilyas, S. 2014. Ilmu Penyakit Mata edisi ke 5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

 Modul Panduan Keterampilan Klinik Blok Cerebropanca 1. 2020. Fakultas

Kedokteran, UMM.

Anda mungkin juga menyukai