PEMERIKSAAN MATA
BLOK 4.2
LEARNING OBJEKTIF:
1. mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan visus dengan benar
2. mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan test konfrontasi
dengan benar
3. mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan gerakan ekstraokuler
dengan benar
4. mahasiswa mampu melakukan inpeksi adneksa mata dan segmen
anterior mata dengan benar
5. mahasiswa mampu melakukan test sensibilitas kornea dengan
benar
6. mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tekanan bola mata
digital dengan benar
7. mahasiswa mampu melakukan irigasi mata dengan benar
PEMERIKSAAN MATA
Tujuan pemeriksaan mata adalah untuk mengetahui kondisi mata
seseorang yang diperlukan dalam rangka chek up medik atau untuk
persyaratan administratif suatu bidang pekerjaan. Mencari penyebab
yang mendasari keluhan mata pasien, untuk menegakkan diagnosis dan
selanjutnya memberikan pangobatan atau tindakan yang rasional.
Urutan pemeriksaan pencatatan sistematik berkaitan dengan fungsi :
1. kelainan tajam penglihatan.
2. posisi bola mata
3. fungsi otot-otot penggerak bola mata
4. kelainan adneksa mata
5. kelainan pada bola mata : bentuk, simetris, tekanan intra okular,
konjungtiva, sklera, kornea, kamera okuli anterior, iris, pupil,
lensa, retina dan saraf optik.
6. kelainan pada fungsi lapangan pandang, penglihatan binokular,
serta stereopsis dilakukan sesuai keperluan
7. bila ada riwayat sakit, tindakan operasi mata, dilakukan
pemeriksaan silang tentang kondisinya saat ini
Urutan pemeriksaan dan pencatatan sistematik berkaitan dengan mencari
penyebab :
1. pengamatan saat pasien masuk ruang periksa sangat menolong alur
pikir dokter untuk memfokuskan serta menelusuri bagian mata
mana yang akan diperiksa
2. usia pasien seringkali penting untuk membantu pemikiran suatu
penyakit yang biasanya terdapat kelompok umur tertentu.
3. keluhan dan riwayat penyakit penderita perlu dicermati dengan
anamnesis yang mengarah pada diagosis atau differensial diagnosa.
Keluhan dan gejala penderita dikelompokkan ke dalam 5 hal yaitu
- keluhan mengenai tajam penglihatan atau visus
- mata berair atau mengeluarkan kotoran
- rasa sakit atau tidak enak
- perubahan penampilan yang berbeda dari biasanya pada
kelopak, orbita atau bola mata
3
Fig. 1.4a One eye is covere with the palm of the hand
without pressure, so that the far and near sight in the felloweye can be tested separately.
2. Posisi bola mata yang normal adalah ortho, hal ini terlihat dari
pemberian cahaya dan refleknya pada kornea. Bila kesannya
juling perlu diperiksa dengan pemberian sinar sentolop dan
perhatikan reflek cahaya pada kornea kanan dan kiri, selanjutnya
nilai simetrinya. Pada juling palsu yaitu oleh adanya pelebran kulit
bagian nasal (epikantus) refleks cahaya pada kedua kornea adalah
simetris.
3. Inspeksi dan Palpasi
Kelainan yang mencolok berupa ukuran bola mata seperti
mikroftalmus atau buftalmos, adanya penonjolan bola mata
(eksoftalmos) atau penekanan bola mata oleh tumor perlu
diperhatikan. Penonjolan bola mata diukur dengan alat Hertel
Alis mata
Bulu mata : Arah tumbuh silia, lihat akar bulu mata
Palpebra
Diperhatikan mulai dari silia (trikisis, entropion palpebra),
margo dan fissura palpebra (normal lebar fissura adalah 10
sampai 12 mm di bagian tengah, fissura dapat mengecil pada
edema palpebra, blefaritis, ptosis, pseudoptosis, blefarofimosis.
Fisura melebar terdpat pada hipertiroid dan tumor bola mata),
ptosis, lagoftalmus, blefaritis, adanya keropeng atau skuama
atau xantelasma.
Sistem Air Mata
Dinilai dari keadaan pungtum lakrimal yang sempit atau
tersumbat. Tekan daerah sakus, amati kalau ada keluar lendir
atau nanah dari pungtum lakrimal.
Uji Schirmer adalah untuk mengetahui sekresi air mata oleh
kelenjar air mata dengan menggunakan kertas filter Whatman.
Uji ini tidak menilai kualitas air mata yang berhubungan
dengan kadar musin yang dikeluarkan oleh sel goblet.
Uji Anel dilakukan untuk mengetahui adanya sumbatan pada
sistem ekskresi air mata dengan menggunakan jarum anel dan
alat suntik.
Konjungtiva tarsalis dan bulbi
7
Fig. 1.11 Corneal Sensitivity can be evaluated with a distended cotton swab. The patient looks straight
ahead
while the examiner touches the cornea anteriorly
Saraf Optik
Pemeriksaan menggunakan oftalmoskop. Penilaian papil
dilakukan atas batas, warna dan pembuluh darah papil seta
cekungan papil yang normal 0,2-0,3 dari diameter papil. Warna
normal papil adalah kemerahan,warna pucat menunjukkan
atrofi.
Retina dan Koroid
Pantulan warna merah jingga dari retina yagn cerah dan bersih
menunjukkan retina koroid yagn sehat. Pada oftalmoskop retina
diperhatikan adanya perdarahan, eksudat, pembuluh darah retina
(arteri yagn spastik, crossing phenomene) atau adanya ghost
vessel. Perlu diperhatikan pula adanya penampakanpenampakan lain di retina misal bone spicules.
4. Pemeriksaan Tekanan Bola Mata
Pemeriksaan sederhana dengan digital namun hasil tidak akurat
dan sangat tergantung pada pengalaman pemeriksa. Tekanan
intraokuler tinggi pada perabaan seperti lidah yang didesakkkan ke
pipi.
Fig. 1.15 The examiner uses both index fingers to palpate the eye through the upper
eyelid.
Teknik :
- mata ditutup
- pandangan kedua mata menghadap ke bawah
- jari-jari lainnya bersandar pada dahi dan pipi pasien
11
12
13
Fig. Confrontation test: the patient faces the examiner at a distance of 1m with his or her
eyes at the same level as the examiners. Each focuses on the others opposite eye while
covering their contralateral eye with the palm of the hand. The examiner moves a pen from
the periphery toward the midline in all four quadrants in the nasal and temporal fields and in
the superior and inferior fields.
14
15
III.
Pemeriksaan Khusus
1. Placido Test/ Keratoskop Placido
Sumber cahaya dari belakang penderita, keratoskop placido
dihadapkan pada penderita dan pemeriksa mengintip dari
lubang yang ada di tengah keratoskop placido ( dapat dengan
bantuan lensa spheris + 10 dioptri) maka akan tampak
gambaran keratoskop placido di permukaan kornea. Mata
kanan pemeriksa memeriksa mata kanan penderita.
Interprestasi :
a. gambaran konsentris seperti keratoskop palcido : permukaan
kornea rata
b. gambaran bergelombang : oedem kornea
c. gambaran terputus : infiltrat defek kornea
d. gambaran tidak konsentris : permukaan kornea tidak rata
2. Tes Fluoresin
Untuk mengetahui terdapatnya kerusakan epitel kornea. At
warna fluoresein akan berubah berwarna hijau pada media
alkali.. Zat warna fluoresein bila menempel pada epitel
kornea yang defek akan memberiakn warna hiaju karena
jaringan epitel rusak bersifat lebih basa.
Alat : zat warna fluoresein 0,2-2% tetes mata atau kertas
fluoresein
Obat tetes mata anestetikum pantokain
Teknik :
- mata ditetes pantokain 1 tetes
- zat warna fluoresein ditetedkan pada amta atau kertas
fluoresein ditaruh pada forniks inferior selama 20
detik.
- Zat warna diirigasi dengan garam fisiologik sampai
seluruh air mata tidak berwarna hijau lagi
- Dilihat bagian pada kornea yang berwarna hijau
17
Teknik Pemeriksaan :
- Pasien duduk menghadap kartu snellen pada jarak 6
meter
- Pada mata dipasang bingkai percobaan
- Satu mata ditutup
- Pasien diminta membaca akrtu snellen mulai huruf
terbesar dan diteruskan pada baris bawahnya samapi
pada huruf terkecil yang masih dapat dibaca
- Lensa positif terkecil ditambah pada amta yang
diperiksa dan bila tampak lebih jelas oleh penderita
lensa positif tersebut ditambah kekuatannya perlahanlahan dan diminta membaca huruf-huruf pada baris
lebih bawah
- Ditambah kekuatan lensa sampai terbaca huruf-huruf
padabaris 6/6
- Ditambah lensa positif + 0.25 lagi dan ditanyakan
apakah masih dapat meliaht huruf-huruf di atas.
- Mata yang lai dilakukan dengan cara yang sama
Penilaian :
- Bila dengan S+2.00 tajam pengliahtan 6/6, kemudian
dengan S+ 2.25 tajam pengliahtan 6/6 sedang dengan
S + 2.50 tajam penglihatan 6/6-2 maka pada keadaan
ini derajat hipermetropia yang diperiksa S+ 2.25 dan
kaca amta dengan ukuran ini diberikan pada penderita
- Pada pasien hipermetropia selamanya diberikan lensa
sferis positif terbesar yang memberikan tajam
penglihatan terbaik.
c. Astigmat
Dasar : pada mata dengan kelaianan refraksi, astigmat
didapatkan 2 bidang utama dengan kekuatan pembiasan pada
satu bidang lebih besar dibanding dengan bidang lain.
Alat : kartu snellen, bingkai percobaan, sebuah set lensa coba
dan kipas astigmat
19
Teknik Pemeriksaan :
- Pasien duduk menghadap kartu snellen pda jarak 6
meter
- Pada mata dipasang bingkai percobaan
- Satu mata ditutup
- Dengan mata yang terbuka pada pasien dilakukan
terlebih dahulu pemeriksan dengan lensa + atau sampai tercapai ketajaman penglihtan terbaik, dengan
lensa positif atau negatif tersebut.
- Pada mata tersebut dipasang lensa + yang cukup
besar (misal S + 3.00) untuk membuat pasien
mempunyai kelainan refraksi astigmat miopikus
- Pasien diminta melihat kartu kipas astigmat
- Pasien ditanya tentang garis pada kipas yang paling
jelas terliaht
- Bila belum terlihat perbedaan tebal garis kipas
astigmat maka lensa S+3.00 diperlemah sedikit demi
sedikit sehingga pasien dapat menentukan garis mana
yang terjelas dan mana yang terkabur
- Lensa silinder negatif diperkuat sedikit demi sedikit
dengan sumbu tersebut hingga pada satu saat tampak
garis yang mula-mula terkabur sama jelasnya dengan
garis yang sebelumnya terlihat jelas
- Bila sudah tampak sama jelas garis pada kipas
astigmat, dilakukan tes melihat kartu snellen
- Bila pengliahtan belum 6/6 sesuai kartu snellen, maka
mungkin lensa + yang diberikan terlalu berat,
sehingga perlu secara perlahan-lahan dikurangi
kekuatan lensa positif tersebut atau ditambah lensa
negatif
- Pasien diminta membaca kartu snellen pada saat lensa
negatif ditambah perlahan-lahan sampai tajam
penglihatan menjadi 6/6
20
21
4. Cover tes
Tes untuk melihat adanya heterotropia pada satu mata. Mata
yagn heterotropia akan terus menerus berusaha untuk fiksasi
dengan matanya yang amta dominan
Kartu snellen, penutup mata
Teknik :
- Bila pasien pakai kaca amta, maka kaca mata dipasang
- Pasien duduk 6 meter dari kartu uji baca atau optotip
atau 30 cm kertas baca dengan addisi S+3.00
- Pasien meliaht pada satu titik tau pada baris 20/40
kartu snellen
- Pemeriksa menutup dalah satu mata
- Dilihat sifat gerakan yagn mungkin terjadi mata yang
tidak ditutup, untuk melakukan fiksasi
Nilai : mata yang terbuka mungkin :
- Bergerak ke luar berarti mata ini sebelumnya
esotropia
- Bergerak ke dalam berarti amta ini sebelumnya
eksotropia
- Bila mata yagn berfiksasi yang terbuka maka tidak
akan terjadi pergerakan.
22
Skor
0
Skor
0
pemeriksaan visus
No. Kriteria
Melakukan sambung rasa
Menjelaskan tujuan dan teknik pemeriksaan
Pasien duduk menghadap kartu snellen chart dengan jarak 6
M
Pasien menutup mata kiri dengan telapak tangan kiri
Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan dengan optotipe
snellen (mata kanan)
jika tidak bisa membaca huruf paling besar di kartu
snellen lanjutkan dengan hitung jari
jika bisa membaca huruf di kartu snellen tentukan
visus tanpa melanjutkan hitung jari, lambaian
tangan dan persepsi cahaya
Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan hitung jari
23
pemeriksaan konfrontasi
0
24
3
4
5
6
26
skor
0
Memberikan salam
Menjelaskan tujuan dan procedural tindakan kepada
pasisen
Menyiapkan alat dan bahan
(hanscoon, RL, selang infuse, kassa, bengkok, kertas
lakmus)
Posisikn pasien telentang(supinasi) atau duduk dengan
kepala dicondongkan ke belakang dan sedikit miring
kesamping
Bila pasien duduk bengkok dapat dipegang oleh pasien,
bila pasien berbaring dekatkan mangkuk ke pasien
sehingga dapat menampung cairan dan sekret
Cuci tangan
Memasang handscoen
Lakukan topical anestesi (pantocain)
Memegang kelopak mata dengan ibu jari dan satu jari
tangan
bersihkan kelopak mata dengan teliti untuk
mengangkat debu, sekresi dan keropeng dengan
lembut
Bilas mata dengan lembut mengarahkan cairan menjauhi
hidung dan kornea
Keringkan pipi dan mata dengan kapas
Evaluasi tindakan (periksa PH forniks konjungtiva, --> pH
normal mata 7.4 jika hasil pengukuran tidak normal ulangi
irigasi. Jika pH normal lakukan pengukuran 20 menit
kemudian.
Total
Keterangan :
Mohon fasilitator menilai kesiapan, sikap dan prilaku setiap mahasiwa dalam mengikuti skill lab
Kurang: 60-65
Cukup: 66-70
Baik: 71-75
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidarta ilyas. Dasar teknik pemeriksaan dalam ilmu
panyakit mata edisi
kedua. Balai penerbit fakultas
kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006
2. Vaughan, Asbury, Riordan-Eva. Oftalmologi Umum edisi 14.
widya medika. Jakarta: 2000
3. G.Lang, pocket text book atlas ophthamology edisi 2.thieme.
New york: 2006
28