Anda di halaman 1dari 24

Dipresentasikan : Selasa, 09 Juni 2020

Case Report Session

Cara Pemeriksaan Kelainan Refraksi

Oleh:

Ismail Bin Abdullah 1840312404

Varinka Adellyn Humaira 1840312762

Febrina Adriani Purba 1840312769

Preseptor:

dr. Julita, Sp.M (K)

BAGIAN ILMU
KESEHATAN MATA
RSUP DR. M. DJAMIL
PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ANDALAS PADANG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelainan refraksi merupakan salah satu penyebab kebutaan di dunia.
Kelainan refraksi mata adalah suatu keadaan dimana bayangan tidak dibentuk tepat di
retina, melainkan di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada
satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam beberapa bentuk, yaitu: miopia,
hipermetropia, dan astigmatisma dan presbiopia.1

World Health Organization (WHO) menyatakan, terdapat 45 juta orang


yang menjadi buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision. Diperkirakan
gangguan refraksi menyebabkan sekitar 8 juta orang (18% dari penyebab kebutaan
global) mengalami kebutaan.2 Kelainan refraksi (0,14%) merupakan penyebab utama
kebutaan ketiga setelah katarak (0,78%) dan glaukoma (0,20%).3 Kelainan refraksi
memiliki prevalensi cukup tinggi di Indonesia, yaitu sebesar 24,7 dan pada anakanak
usia sekolah dasar sebesar 10% dari 66 juta anak Indonesia. Kelainan refraksi
merupakan kelainan kondisi mata yang paling sering terjadi.3

1.2 Batasan Masalah

Case Report Session ini membahas tentang Cara Pemeriksaan Kelainan


Refraksi

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk menambah wawasan mengenai Cara Pemeriksaan Kelainan Refraksi

1.4 Metode Penulisan

Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada


berbagai literatur.
1.5 Manfaat Penulisan
Case Report Session ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan
informasi dan pengetahuan tentang kelainan-kelainan refraksi dan cara
pemeriksaannya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kelainan refraksi mata adalah suatu keadaan dimana bayangan tidak
dibentuk tepat di retina, melainkan di bagian depan atau belakang bintik kuning dan
tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi secara umum dapat dibagi
menjadi 4 bentuk yaitu miopia, hipermetrofi, astigmatisma, dan presbiopia. Miopia
terjadi apabila cahaya dibiaskan di depan retina; hipermetropia terjadi apabila cahaya
dibiaskan di belakang retina; astigmatisma terjadi apabila sinar yang dibiaskan tidak
terletak pada satu titik fokus; sedangkan presbiopia adalah hilangnya daya
akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan. 1

Etiologi gangguan refraksi tergantung pada tipenya, misalnya miopia dan


hipermetropia kebanyakan disebabkan oleh kelainan axial length, presbiopia
disebabkan gangguan akomodasi degeneratif, dan astigmatisme disebabkan
deformasi media refraksi.1,4 Sebuah studi di India Selatan melaporkan bahwa
prevalensi miopia, hipermetropia, dan astigmatisme meningkat secara signifikan
seiring bertambahnya usia.5 Studi lainnya di Korea melaporkan bahwa risiko
gangguan refraksi meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat pendidikan dan
penurunan paparan sinar matahari.6 Studi lain yang dilakukan pada anak-anak usia 6-
12 tahun menunjukkan bahwa risiko gangguan refraksi meningkat pada anak dengan
riwayat keluarga menderita gangguan refraksi dan berkaitan dengan lama waktu
yang dihabiskan dalam aktivitas jarak dekat seperti membaca atau bermain
komputer.7

2.2 Pemeriksaan Refraksi Subjektif dan Objektif


2.2.1 Pemeriksaan Visus
Ketajaman penglihatan sentral diukur dengan memperlihatkan sasaran
dengan berbagai ukuran yang terpisah pada jarak standar dari mata. Misalnya
menggunakan “Kartu Snellen” yang biasa terdiri dari deretan huruf yang tersusun
mengecil untuk menguji penglihatan jarak jauh. Setiap baris ditandai sebuah angka
yang disesuaikan jaraknya, dalam kaki ataupun meter. Ketajaman penglihatan dapat
diukur pada jarak jauh 6 meter, atau paling sedikit jarak 5 meter dari kartu snellen.
Untuk keperluan diagnosis, ketajaman jarak adalah standar untuk perbandingan dan
selalu diuji bagi masing-masing mata secara terpisah. Ketajaman diberi skor dengan
dua angka (misal 20/40). Nilai pertama adalah jarak tes dalam kaki antara “kartu
snellen” dan pasien, dan nilai kedua adalah baris huruf terkecil yang dapat dibaca
mata pada pasien normal.1.
Sebagai contoh, visus 6/6 berarti pada jarak 6 meter dapat melihat huruf
yang seharusnya dapat dilihat pada jarak 6 meter.Dan visus 6/10 berarti pada jarak 6
meter hanya dapat melihat huruf yang seharusnya dapat dilihat pada jarak 10 meter.
Visus 1/60 hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter, visus 1/300 hanya dapat
melihat gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1 meter, dan visus 1/∞ hanya dapat
membedakan gelap dan terang saja.

Cara pengukuran tajam penglihatan:


- Pemeriksaan dilakukan dengan monokuler (satu mata) dimulai dengan mata
kanan.
- Penderita/pasien diperintahkan untuk melihat obyek pada kartu Snellen dari
yang terbesar sampai dengan yang terkecil sesuai batas kemampuannya dengan
jarak antara pasien dan kartu Snellen 5-6 meter tergantung pada kartu Snellen
yang dipakai.
- Bila pasien tidak dapat melihat huruf yang terbesar (dengan visus 6/60) maka
dilakukan dengan cara finger counting yaitu menghitung jari pemeriksa pada
jarak 1 meter sampai 6 meter dengan visus 1/60 sampai 6/60.
- Bila tidak dapat melihat jari dari jarak 1 meter maka dilakukan dengan cara
hand movement dengan visus 1/300. Pasien harus dapat menentukan arah
gerakan tangan pemeriksa.
- Bila dengan hand movement tidak dapat juga, dilakukan dengan cara
penyinaran dengan pen light pada mata pasien, dikenal dengan istilah Light
Perception.
- Light Perception dinyatakan dengan visus 1/∞ proyeksi baik, bila pasien masih
dapat menentukan datangnya arah sinar dari berbagai arah (6 arah)
- Bila pasien tidak dapat menentukan arah datangnya sinar maka visusnya 1/∞
proyeksi buruk.
- Pasien dinyatakan buta total (visus 0) kalau pasien tidak dapat menentukan ada
atau tidak ada sinar (No Light Perception)
- Visus pasien adalah baris terkecil yang dapat dilihat dengan benar semuanya
tetapi baris dibawahnya tidak bisa terbaca. Contoh: visus 6/18.
- Apabila pasien bisa melihat huruf pada baris tersebut tetapi ada yang salah,
dinyatakan dengan f, contoh dapat membaca baris 6/18 tetapi terdapat satu
kesalahan, maka visus 6/18 f1.
- Kesalahan jumlahnya tidak boleh sampai ½ dari jumlah huruf yang ada di baris
tersebut.
- Kalau jumlah kesalahan ½ atau kebih maka visusnya menjadi visus di baris di
atasnya.

Gambar 1 : Berbagai macam chart untuk pemeriksaan visus


1. Pemeriksaan Refraksi

Penyebab penglihatan yang buram yang dikeluhkan oleh pasien


dapat berupa kelainan refraksi atau bukan, misalnya terdapat gangguan pada
nervus optikus. Tes Pin Hole dilakukan untuk membedakan apakah
gangguan disebabkan oleh refraksi atau bukan. Uji ini bertujuan untuk
mengetahui apakah tajam penglihatan yang kurang terjadi akibat kelainan
refraksi atau kelainan organik media penglihatan. Penderita duduk
menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter. Penderita disuruh melihat
huruf terkecil yang masih terlihat dengan jelas. Kemudian pada mata
tersebut ditaruh lempeng berlubang kecil (pinhole atau lubang sebesar 0.75
mm). Bila terdapat perbaikan tajam penglihatan dengan melihat melalui
lubang kecil berarti terdapat kelainan refraksi. Bila terjadi kemunduran tajam
penglihatan berarti terdapat gangguan pada media penglihatan.
Mungkin saja ini diakibatkan kekeruhan kornea, katarak, kekeruhan
badan kaca, dan kelainan makula lutea.1

Cara pemeriksaannya adalah sebagai berikut :


1. Pasien diminta duduk dengan jarak yang ditentukan (umumnya 6 meter
atau 20 kaki) dari kartu pemeriksaan.
2. Tutup mata yang akan diperiksa dengan okluder Pin Hole, bila
berkacamata, pasang koreksi kacamatanya.
3. Langkah selanjutnya sama dengan pemeriksaan tajam penglihatan.
4. Catat sebagai tajam penglihatan pin hole.

Teknik pemeriksaan refraksi terdiri dari teknik pemeriksaan secara


subjektif dan objektif.

a. Pemeriksaan Refraksi Subjektif

Teknik pemeriksaan refraksi subjektif tergantung kepada respon pasien


dalam menentukan koreksi refraksi.
1) Pemeriksaan trial and error
Merupakan kombinasi dari lensa koreksi kelainan refraksi yang
digunakan untuk mendapatkan koreksi visual terbaik (BCVA). Cara
melakukan pemeriksaan trial and error pada pasien adalah sebagai berikut:9
a) Pasien tetap duduk pada jarak 5 atau 6 meter dari Snellen chart.
b) Pada mata dipasang trial frame.
c) Satu mata ditutup dengan okluder.
d) Dimulai pada mata sebelah kanan terlebih dahulu
e) Pasang lensa sferis positif. Setelah diberi lensa sferis positif visus
membaik, berarti hipermetropia.
f) Koreksi dilanjutkan dengan cara menambah atau mengurangi lensa
sferis sampai didapatkan visus 6/6.
g) Koreksi yang diberikan pada hipermetropia adalah koreksi lensa
sferis positif terbesar yang memberikan visus sebaik-baiknya.
h) Jika diberi lensa sferis positif bertambah kabur, berarti miopia. Maka
lensa diganti dengan lensa sferis negatif.
i) Koreksi dilanjutkan dengan cara menambah atau mengurangi lensa
sferis sampai didapatkan visus 6/6
j) Koreksi yang diberikan pada miopia adalah koreksi lensa sferis
negatif terkecil yang memberikan visus sebaik-baiknya.
k) Jika visus tidak bisa mencapai 6/6, maka dicoba dengan memakai
pinhole
l) Bila visus membaik setelah diberi pinhole, berarti terdapat
astigmatisma maka dilanjutkan dengan koreksi astigmatisma
m) Setelah visus menjadi 6/6, kemudian dilakukan pemeriksaan
binokularitas :
1) Duke elder test
Pasien disuruh melihat optotipe snellen dengan
menggunakan lensa koreksi, kemudian ditaruh lensa sferis +0,25D
pada kedua mata. Jika pasien merasa kabur berarti lensa koreksi
sudah tepat, apabila menjadi jelas berarti pasien masih
berakomondasi.
2) Alternating cover test
Dilakukan dengan cara menutup kedua mata secara
bergantian. Pasien membandingkan kedua mata mana yang paling
jelas. Pada mata miopia, mata yang paling jelas koreksinya
dikurangi. Pada mata hipermetropia, mata yang paling jelas
koreksinya ditambah.
3) Distortion test
Pasien disuruh berjalan sambil memakai lensa koreksi.
Jika saat berjalan lantai tidak goyang-goyang dan tidak merasa
pusing maka koreksi sudah tepat.
4) Reading test
Untuk pasien yang berusia 40 tahun atau lebih, perlu
dilakukan test penglihatan dekat. Diberi lensa sferis positif sesuai
umur kemudian membaca kartu jaeger.
2) Uji Pengkabutan (Fogging Test).
Uji pemeriksaan astigmatisma dengan memakai prinsip
mengistirahatkan akomodasi dengan memakai lensa positif. Dengan mata
istirahat pasien disuruh melihat astigmatism dial (juring astigmatisma). Bila
garis vertikal yang terlihat jelas berarti garis ini telah terproyeksi baik pada
retina sehingga diperlukan koreksi bidang vertikal dengan memakai lensa
silinder negatif dengan sumbu 180 derajat. Penambahan kekuatan silinder
diberikan sampai garis pada juring astigmatisma.8
Gambar 2 : Astigmatism Dial.

Astigmat dial adalah tes menggunakan chart dengan garis – garis yang
tersusun secara radial yang digunakan untuk menentukan aksis dari
astigmatisma.

Berikut merupakan langkah – langkah yang dilakukan dalam


pemeriksaan dengan menggunakan astigmat dial :

 Ketajaman visus dipertahankan dengan menggunakan sferis.


 Lakukan fogging atau pengaburan pada mata kurang lebih 20/50
dengan menambahkan sferis positif.
 Minta pasien untuk memperhatikan garis pada astigmat dial yang
paling tajam dan hitam.
 Tambahkan silinder minus dengang axis tegak lurus kea rah garis yang
paling hitam dan tajam tersebut hingga garis terlihat sama.
 Kurangi sferis positif atau tambahkan minus hingga ketajaman visual
yang terbaik diperoleh pasien dengan menggunakan chart.

b. Pemeriksaan Refraksi Objektif

Dilakukan dengan retinoskopi. Seberkas cahaya yang dikenal sebagai


intercept, diproyeksikan ke mata pasien untuk menghasilkan pantulan
berbentuk sama, yang disebut refleks retinoskopik di pupil. Kesejajaran
antara intercept dan refleks retinoskopik menandakan hanya ada kelainan
sferis, atau terdapat kelainan silindris tambahan dengan intercept yang
bersesuaian dengan salah satu meridian utama.8

1) Retinoskopi

Retinoskopi adalah teknik untuk menentukan obyektif kesalahan bias


mata (rabun dekat, rabun jauh, Silindris) dan kebutuhan untuk kacamata. Tes
cepat, mudah, akurat dan membutuhkan kerjasama minimal dari pasien.
Ketika cahaya tersebut akan dipindahkan secara vertikal dan horizontal
di mata, pemeriksa mengamati gerakan refleks merah dari retina. Pemeriksa
kemudian meletakkan lensa di depan mata sampai gerakan
dinetralkan. Kekuatan lensa yang diperlukan untuk menetralkan gerakan
adalah kesalahan bias mata dan menunjukkan kekuatan lensa yang
diperlukan untuk mengoptimalkan penglihatan dengan kacamata dan / atau
lensa kontak (practical opth)

Gambar 2.3:Retinoskopi menghasilkan pantulan cahaya pada saat pemeriksaan

Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada anak-anak, orang yang tidak


dapat membaca, karena tidak dibutuhkan kerjasama dengan penderita.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan tepat, dilakukan di dalam
kamar gelap. Jarak pemeriksa dengan penderita 1 meter. Sumber cahaya
terletak di atas penderita agak kebelakang supaya muka penderita dalam
keadaan gelap. Cahayanya ditujukan pada pemeriksa yang memegang
cermin, oleh cermin ini cahaya dipantulkan kearah pupil penderita sehingga
pemeriksa melalui lubang yang terdapat di tengah-tengah cermin dapat
melihat reflek fundus di pupil penderita. Kemudian cermin digerak-
gerakkan, perhatikan gerakan dari reflek fundus pada mata penderita.
Arah gerak cermin sama dengan arah gerak reflek fundus didapatkan
pada hipermetrop, emetrop, myopia kurang dari 1 D. Gerak reflek fundus
yang berlawanan dengan arah gerak cermin didapatkan pada myopia
lebihdari 1 D.
Selain geraknya juga perhatikan terangnya, bentuknya, dan kecepatan
gerak dari reflek fundus. Reflek yang terang, pinggirnya yang tegas dan
gerak cepat menunjukkan kelainan reflek yang ringan. Bila refleknya suram,
pinggirnya tidak tegas dan geraknya lamban, didapatkan pada kelainan
refraksi yang tinggi. Bila pinggirnya tegak, tanda ada astigmatisme.
Sedangkan pada hipermetrop, miop, atau emetrop mempunyai pinggir yang
melengkung (crescentie).
Kemudian di depan mata penderita diletakkan lensa koreksinya, yang
dapat menimbulkan gerakan yang sebaliknya, pada jarak 1 meter. Untuk
jarak tak terhingga, perlu ditambahkan lagi -1 D untuk semua hasil
pemeriksaan akhir .Jadi untuk myopia menjadi bertambah kuat 1 D
sedangkan pada hipermetrop berkurang 1 D.9,10
Contoh :

a. Kalau dengan cermin dari retinoskop didapatkan reflex yang bergerak


berlawanan dengan arah gerak cermin, jadi myopia lebihdari 1 D,
dengan -1D, masih berlawanan geraknya, juga dengan -2 D, tetapi
dengan -2,5 D timbul gerak yang berlawanan, dengan gerak yang
pertama, maka koreksinya adalah (-2,5) + (-1) = -3,5 D.
b. Dengan cermin retinoskop didapatkan reflek yang bergerak sama
dengan arah gerak cermin. Mata penderita mungkin hipermetrop,
emetrop atau miop kurangdari 1 D.
 Bila diletakkan lensa +0,5 D menyebabkan gerak yang berlawanan,
menunjukkan penderita miop -0,5 D, karena (+0,5 D) – (-1 D) = -0,5
D.
 Bila pemberian +0,5 D arah gerak tidak berubah, tetapi pada
pemberian +1 D, menyebabakan pupil seluruhnya terang atau
seluruhnya gelap, ini menunjukkan mata penderita emetrop.
 Jika pemberian +1 D tidak menimbulkan perubahan gerak,
menunjukkan matapenderita hipermetrop, maka lensa itu kekuatannya
diperbesar sampai menimbulkan kebalikan gerak, umpamanya pada
pemberian +4 D, maka derajat hipermetropnya adalah (+4) + (-1) = +3
D.

Pada contoh di atas, hasil yang sama didapatkan bila cermin


digerakkan horizontal ataupun vertikal. Pada astigmatisme, koreksi pada
meridian vertikal tidak sama dengan koreksi pada meridian horizontal.

Contoh :
Dengan retinoskop didapatkan reflek yang bergerak kearah yang sama
dengan retinoskop, di kedua meridian, tetapi pada meridian yang satu,
bayangannya lebih terang dan geraknya lebih cepat. Ini menunjukkan adanya
astigmatisme. Kemudian ternyata pada meridian vertical memerlukan
koreksi +1 D untuk timbul gerakan yang berlawanan, sedang pada meridian
yang horizontal diperlukan +2 D untuk gerakan ini. Pada kedua hasil
ditambahkan -1 D, maka pada meridian vertikal didapatkan (+1 D) – (-1 D)
= 0, sedang pada meridian horizontal (+2 D) – (-1 D) = +1 D. Jadi
didapatkan astigmatisma hipermetropikus simpleks yang memerlukan lensa
koreksi silindris +1 D dengan aksisnya vertikal.

Bila untuk timbul arah yang berlawanan, meridian horizontal


memerlukan lensa koreksi -2 D, dan meridian vertical -4 D, maka setelah
ditambahkan -1 D, untuk meridian horizontal didapatkan -3 D sedang pada
meridian vertikal didapatkan -5 D, kelainan refraksinya adalah astigmatisma
miopikus kompositus, dengan koreksi S-3D = C-2D aksis horizontal.

Contoh untuk astigmatisma mikstus :


Disini didapatkan reflek yang bergerak berlawanan pada satu meridian,
sedang pada meridian yang lainnya pergerakannya sama arahnya dengan
arah gerak cermin retinoskop. Bila pada meridian vertikal gerakannya sama
arahnya dengan cermin dan memerlukan lensa koreksi +2 D untuk timbulkan
gerak yang berlawanan, sedang gerak reflek pada meridian horizontal
berlawanan dengan gerak cermin dan memerlukan lensa koreksi -2 D untuk
timbulkan gerak yang kebalikannya, maka setelah ditambahkan -1 D
didapatkan untuk meridian vertikal +1 D dan untuk horizontal -3 D. Jadi
lensa koreksinya adalah S+1 = C-4 D (aksis vertikal).

2) Refraktor

Refraktor, atau photoroptor, alternatif dari kacamata uji coba, terdapat


lensa-lensa spheris, dan silindris yang dapat langsung di ganti dengan cepat.

Gambar 2.4 : Refraktor

3) Distometer

Alat ini digunakan untuk mengukur jarak vertex, jarak antara garis
mata tertutup dan permukaan belakang lensa refraksi.
Gambar 2.5: Pemeriksaan dengan Distometer

4) Autorefraktometer

Refraktor otomatis yang dapat dengan cepat menentukan refraksi


objektif, tetapi alat ini kurang bermanfaat pada anak atau orang dewasa
dengan penyakit segmen anterior yang cukup berat (vaughan).

Gambar 2.6: Pemeriksaan dengan menggunakan autorefraktometer

2.3 Tatalaksana kelainan refraksi


1. Kacamata
Kacamata merupakan pilihan yang paling aman untuk mengoreksi
kelainan refraksi. Pada miopi diberikan kacamata dengan lensa sferis negative
(cekung) yang terkecilyang memberikan visus sebaik-baiknya. Lensa yang
cekung akan mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata,
sehingga focus bayangan dapat dimundurkan kea rah retina. Pada hipermetropi
diberikan kacamata dengan lensa sferis positif (cembung) terbesar yang
memberikan ketajaman pengelihatan sebaik-baiknya. Pada astigmatisme dapat
diberikan kacamata silinder yang mempunyai kekuatan refraksi hanya pada
bidang tertentu yang ditentukan oleh axisnya. Presbiopi dikoreksi dengan
menggunakan lensa positif yang sesuai dengan usia penderita. Karena jarak
baca biasanya 33 cm, maka adisi +3,0 dioptri adalah lensa positif terkuat yang
dapat diberikan pada seseorang.9
Tabel 1. Lensa positif yang ditambahkan pada ukuran jauhnya pada presbiopi
Usia Kekuatan Lensa Positif yang
(tahun) dibutuhkan

40 +1.00 D

45 +1.50 D

50 +2.00 D

55 +2.50 D

60 +3.00 D

Terdapat beberapa jenis lensa, yaitu: 8


a. Single vision lens
Lensa ini memiliki kekuatan koreksi yang sama pada seluruh permukaan
lensa. Lensa ini biasa dipakai untuk mengoreksi miopi, hipermetropi,
astigmatisme, dan presbiopi
b. Bifocal lens
Lensa ini memiliki dua kekuatan koreksi, dimana bagian atas untuk
koreksi pengelihatan jauh dan bagian bawah untuk koreksi pengelihatan
dekat.
c. Trifocal lens
Lensa ini memiliki tiga kekuatan koreksi, bagian atas untuk koreksi
pengelihatan jauh, bagian tengah untuk koreksi jarak intermediate, bagian
bawah untuk koreksi pengelihatan dekan
d. Multifocal lens
Disebut juga lensa progresif yang memiliki banyak porsi dari kekuatan
koreski yang berbeda-beda.
2. Lensa kontak
Lensa kontak merupakan lensa sklera berisi cairan yang diletakkan
dipermukaan depan kornea. Lensa ini tetap ditempatnya karena adanya lapisan
tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa kontak dan permukaan depan
mata. Sifat khusus dari lensa kontak adalah menghilangkan hampir semua
pembiasan yang terjadi dipermukaan anterior kornea, penyebabnya adalah air
mata mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan kornea sehingga
permukaan anterior kornea tidak lagi berperan penting sebagai dari susunan
optik mata. Sehingga permukaan anterior lensa kontaklah yang berperan
penting. Lensa ini sulit dipakai untuk jangka panjang serta menyebabkan edema
kornea dan rasa tidak enak pada mata.9
Kontak lensa dapat diindikasikan pada pasien dengan kelainan refraksi
dan pada pasien yang memiliki tujuan kosmetik. Terdapat beberapa keuntungan
menggunakan lensa kontak:9
a. Astigmatisme irregular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata dapat
dikoreksi dengan lensa kontak
b. Lensa kontak memberikan bidang pengelihatan yang normal
c. Hujan dan kabut tidak akan berpengaruh dalam penggunaan lensa kontak
dibandingkan dengan kacamata
d. Baik secara kosmetik

Terdapat beberapa kontraindikasi terhadap pemakaian lensa kontak, yaitu:8


a. Tidak kompeten secara mental dan motivasi yang kurang
b. Dacryocystitis kronik
c. Blepharitis kronik
d. Konjungtivitis kronik
e. Sindrom mata kering
f. Distrofi kornea dan degenerasi
g. Penyakit berulang seperti episkleritis, skleritis, iridocyclitis

3. Pembedahan
Terdapat beberapa pilihan pembedahan untuk menatalaksana kelainan
refkraktif seperti radial keratotomy, laser ablation corneal procedures yang
terdiri dari photorefractive keratectomy (PRK) dan laser in-situ keratomileusis
(LASIK), dan Refractiove lens exchange.8

BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. IP
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 22 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Perintis kemerdekaan no.1, Jati
3.2 Anamnesis
Seorang pasien perempuan berumur 22 tahun datang ke Poliklinik Mata
RSUP dr. M. Djamil Padang pada tanggal 8 Juni 2020, dengan:

Keluhan Utama

Pengelihatan yang semakin kabur saat melihat jauh sejak 6 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit sekarang

• Penglihatan kabur yang semakin kabur saat melihat jauh sejak 6 bulan yang
lalu. Keluhan mata kabur dirasakan berangsur-angsur tanpa adanya nyeri.
Keluhan dirasakan saat melihat jauh dan memicingkan mata untuk melihat
jauh.
• Pasien masih mampu melihat dalam jarak dekat. Keluhan tidak disertai
adanya penglihatan yang ditutupi bayangan berawan.
• Pasien menggunakan kacamata sejak 3 tahun yang lalu dengan kekuatan S
-1/2D dan digunakan hanya untuk membaca. Namun sejak 6 bulan terakhir
pasien merasa pandangan semakin kabur menjadi lebih berat. Pasien
merasakan menjadi mudah lelah disertai pusing apabila melihat jarak jauh
dalam waktu yang lama.
• Pasien mempunyai kebiasaan menonton TV dan membaca sambil tidur dalam
keadaan gelap sejak 4 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit dahulu
• Riwayat trauma mata sebelumnya tidak ada.
• Riwayat operasi mata sebelumnya tidak ada.
• Riwayat DM dan hipertensi tidak ada.
• Pasien sudah menggunakan kacamata sebelumnya dengan kekuatan S -1/2D
ODS.

Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu pasien juga menggunakan kacamata dengan kekuatan S -3D ODS

3.3 Pemeriksaan Fisik

Vital Sign

 Keadaan umum : Baik

 Kesadaran : Komposmentis kooperatif

 Pernapasan : 20 x/ menit

 Nadi : 84 x/ menit

 Tekanan darah: 120/80 mmHg

 Suhu : 37oC

Status Generalisata : dalam batas normal

Status Optalmikus :

Status ophtalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi 20/50 20/50
Visus dengan koreksi ƪ -1,5  20/20 ƪ -0,75  20/20
Refleks fundus (+) (+)
Silis/supersilia Trichiasis (-), Madrosis (-) Trichiasis (-), Madrosis (-)
Palpebra superior Edema (-) Edema (-)
Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)
Margo palpebra Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Aparat lakrimalis Lakrimalisasi normal Lakrimalisasi normal
Konjungtiva tarsalis Hiperemis (-), folikel (-), Hiperemis (-), folikel (-),
papil (-) papil (-)
Konjungtiva forniks Hiperemis (-), folikel (-) Hiperemis (-), folikel (-)
Konjungtiva bulbi Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Injeksi silia (-) Injeksi silia (-)

Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)


Sklera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Kamera okuli anterior Cukup dalam Cukup dalam
Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Pupil Bulat, reflex +/+ Bulat, reflex +/+
Lensa Bening Bening
Korpus vitreum Jernih Jernih
Fundus Bulat, batas tegas Bulat, batas tegas

- Papil optikus Cup/disc 0,3 Cup/disc 0,3

- Media Jernih Jernih

- Retina Perdarahan (-) Perdarahan (-)

Eksudat (-) Eksudat (-)


- Makula Reflek fovea (+) Reflek fovea (+)

- aa/vv retina Aa:vv 2:3 Aa:vv 2:3

Tekanan bulbus okuli Normal (palpasi) Normal (palpasi)


Posisi bola mata Orthoforia Orthoforia
Gerakan bulbus okuli Bebas Bebas
Sensibilitas Kornea Sensibilitas Normal Sensibilitas Normal

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
3.5 Diagnosis Kerja
Miopia simpleks ODS
3.6 Diagnosis Banding
Tidak ada diagnosis banding
3.7 Penatalaksanaan
Kacamata sferis -1,5 OD
Kacamata sferis -0,75 OS
3.8 Anjuran pada pasien
- Kurangi penggunaan hp dan computer
- Kontrol setidaknya sekali setahun untuk pemeriksaan refraksi
3.9 Prognosis
- Quo ad vitam : Bonam
- Quo ad sanctionam : Bonam
- Quo ad functionam : Bonam

BAB 4

PENUTUP

Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan


didepan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Miopia dapat
diakibatkan terjadinya perubahan indeks bias dan kelainan panjang sumbu bola mata.
Miopia dikenal atas beberapa bentuk yaitu miopia refraktif karena bertambahnya
indeks bias media penglihatan dan miopia aksial akibat panjangnya sumbu bola mata.
Menurut derajatnya miopia terbagi atas 3 yaitu miopia ringan dimana miopia
kecil daripada 1-3 dioptri, miopia sedang dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri, dan
miopia berat dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri. Sedangkan menurut perjalanan
miopia, miopia dikenal dengan bentuk yaitu miopia stasioner dimana merupakan
miopia yang menetap setekah dewasa, miopia progresif dimana merupakan miopia
yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambahnya panjang bola mata,
miopia maligna dimana merupakan miopia yang sifatnya progresif dan dapat
mengakibatkan ablasi retina bahkan kebutaan.
Keluhan yang sering dirasakan oleh pasien miopia adalah memberikan
keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak mata yang
sempit. Seseorang dengan miopia mempunyai kebiasaan menyerinyitkan matanya
untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).
Miopia dapat dengan mudah dideteksi, diobati dan dievaluasi dengan
pemberian kaca mata. Pengobatan pasien dengan miopia dengan memberikan
kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.
Namun demikian miopia menjadi masalah serius jika tidak cepat ditanggulangi. Oleh
karena itu setiap pasien wajib dilakukan pemeriksaan visus sebagai bagian dari
pemeriksaan fisik mata umum.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: Badan Penerbit
Fakulas Kedokteran Universitas Indonesia;2014.

2. American Academy of Ophthalmology. Basic Clinical Science and Course


2005-2006. New York: American Academy of Ophthalmology. 2009.
3. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Decreased Vision in Infants and Children.
Pediatric Ophthalmology and Strabismus. USA: American Academy of
Ophthalmology. 2015. pp. 189- 194.
4. Schiefer U, Kraus C, Baumbach P, et al. Refractive error : epidemiology,
effect, treatment options. Dtsch Arztebl Int, 2016. 113 (41): 693-702.
5. Khrisnaiah S, Srinivas M, Khanna RC, Rao GN. Prevalence and risk factor
of refractive error in South Indian adult population. Clin Ophtalmol, 2009.
3:17-27.
6. Kim EC, Morgan IG, Kakizaki H, Kang SB, Lee DH. Prevalence and risk
factors of refractive error : korean national health and nutrition examination
survey 2008-2011. PLOS One, 2013. 8(11): e80361.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.008036
7. Yingyong P. risk factor for refractive errors in primary school children in
Nakhon Pathom Province. J Med Assoc Thai, 2010. 93(11): 1288-93.
8. Khurana A. Comprehensive Ophthalmology. New Delhi: New Age International
Publisher; 2007.
9. Vaughan D, T A, Riodan Eva P. General Ophthalmology. 19th ed. Utah: Lange
Medical Publications; 2018.
10. Gerhard K, Lang M., Amann J. Ophthalmology. A Short Textbook. New
York: Thieme; 2000. doi:10.1016/s0002-9394(14)75046-9

Anda mungkin juga menyukai