Anda di halaman 1dari 9

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO 4

MATA

“Semakin Lama Semakin Kabur”

NAMA : PUTRI ASWARIYAH RAMLI


STAMBUK : N 101 20 045
KELOMPOK :4

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2023

Putri Aswariyah Ramli


Modul 2 : Mata

“Semakin Lama Semakin Kabur”


Seorang pasien perempuan Nn. Y berusia 23 tahun datang berobat ke RS
Tadulako dengan keluhan penglihatan kabur pada kedua mata. Keluhan dialami
sudah sejak lama dan semakin memberat sejak enam bulan terakhir. Penglihatan
kabur dirasakan saat melihat jauh. Riwayat mata merah, air mata berlebih dan
kotoran mata berlebih disangkal. Riwayat trauma pada mata tidak ada. Riwayat
keluarga menggunakan kacamata tidak ada. Riwayat penyakit sistemik disangkal.
Riwayat menggunakan kacamata sebelumnya disangkal. Selama satu tahun
terakhir ini, pasien banyak menghabiskan waktunya di depan komputer karena
mengikuti pembelajaran daring.
Dokter M melakukan pemeriksaan oftalmologi dengan hasil didapatkan
Visus Oculus Dextra : 20/40, dilakukan uji pinhole membaik, koreksi S-1,00 D
visus mencapai 20/20. Visus Oculus Sinistra : 20/40, dilakukan uji pinhole
membaik, koreksi S-1,00 D visus mencapai 20/20. Tekanan Intraocular : 12/14
mmHg. Hasil Pemeriksaan segmen anterior dan segmen posterior (funduskopi)
dalam batas normal. Dokter M untuk meresepkan kacamata terhadap Nn. Y sesuai
dengan hasil pemeriksaan.
Learning Objective

1. Prognosis miopia
2. Dasar diagnosis
3. Diagnosis banding
4. Tatalaksana berdasarkan klasifikasi
5. Cara meresepkan kacamata
6. Klasifikasi kelainan mata
a) Mata merah dengan visus turun
b) Mata merah dengan visus tidak turun
c) Mata tenang dengan visus turun
7. Hubungan pemeriksaan tekanan intraocular dengan kasus pada skenario

Putri Aswariyah Ramli


1. Prognosis miopia
Jawab :
d) Ad vitam : Bonam
e) Ad functionam : Bonam
f) Ad sanationam : Bonam
Sumber :
Zainuddin, A., et al. 2014. Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Klinis. Jakarta : IDI Indonesia.

2. Dasar diagnosis
Jawab :
Dasar diagnosis miopia dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (Zainuddin, 2014).
a. Hasil Anamnesis
 Keluhan
Penglihatan kabur jika melihat jauh, mata cepat lelah, pusing dan
mengantuk, cenderung memicingkan mata jika melihat jauh. Tidak
terdapat riwayat kelainan sistemik, seperti DM, hipertensi, serta buta
senja.
 Faktor Resiko
Gentik dan faktor lingkungan meliputi kebiasaan melihat/membaca
dekat, kurangnya aktivitas luar rumah, dan tidak pendidikan yang
lebih tinggi.
b. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana
Pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan visus menggunakan snellen chart,
dapat juga dilakukan uji pinhole.
c. Penegakkan Diagnostik
Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan refraksi.
Sumber :
Zainuddin, A., et al. 2014. Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Klinis. Jakarta : IDI Indonesia.

Putri Aswariyah Ramli


3. Diagnosis banding
Jawab :
a. Hipermetropi
Hipermetropia (rabun dekat) adalah keadaan gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup kuat dibiaskan
sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina.kelainan ini menyebar
merata di berbagai geografis, etnis, usia, dan jenis kelamin. Pada
hipermetropia pasien datang dengan keluhan sebagai berikut (Zainuddin,
2014) :
 Penglihatan kurang jelas untuk objek yang dekat
 Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan
mata yang lama dan membaca dekat. Penglihatan tidak enak terutama
jika melihat pada jarak yang tetao dan diperlukan penglihatan jelas
pada jangka waktu yang lama, misalnya menonton TV dan lain-lain.
 Mata sensitif terhadap sinar
 Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia. Mata
juling dapat terjadi karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti
konvergensi yang berlebihan pula.
b. Astigmatisme
Astigmatisme adalah keadaan di mana sinar sejajar tidak dibiaskan pada
satu titik fokus yang sama pada semua meridian. Hal ini disebabkan oleh
kelengkungan kornea atau lensa yang tidak sama pada berbagai meridian.
Pasien biasanya datang dengan keluhan penglihatan kabur dan sedikit
distrosi yang juga menimbulkan sakit kepala. Pasien memicingkan mata,
atau head tilt untuk dapat melihat lebih jelas (Zainuddin, 2014).
c. Glaukoma Akut
Glaukoma akut adalah glaukoma yang diakibatkan peninggian tekanan
intraokular yang mendadak. Glaukoma akut dapat bersifat primer atau
sekunder. Glaukoma primer timbul dengan sendirinya pada orang yang
mempunyai bakat bawaan glaukoma, sedangkan glaukoma sekunder

Putri Aswariyah Ramli


timbul sebagai penyulit penyakit mata lain ataupun sistemik. Pada
glaukoma akut pasien datang dengan keluhan mata merah, tajam
penglihatan turun mendadak, rasa sakit atau nyeri pada yang dapat
menjalar ke kepala, mual dan muntah (pada tekanan bola mata yang sangat
tinggi) (Zainuddin, 2014).
d. Keratitis
Peradangan pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea yang akan
mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan
menurun. Gejala yang biasanya terdapat pada pasien yaitu mata merah,
terasa benda asing di mata, terdapat cairan mukoropurulen, fotobia, mata
berair, dan blefarospasme (Arifputra, 2014).
Sumber :
Zainuddin, A., et al. 2014. Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Klinis. Jakarta : IDI Indonesia.
Arifputra, A., et al. 2014. Kapita Selektra Kedokteran. 4 th ed. Jakarta :
Media Aesculapius.

4. Tatalaksana berdasarkan klasifikasi


Jawab :
Miopia dapat dikoreksi dengan lensa sferis negatif terkecil yang
memberikan visus 6/6. Untuk miopia ringan sampai sedang, diberikan koreksi
penuh yang harus dipakai terus menerus baik untuk penglihatan jauh maupun
dekat. Pada miopia tinggi, mungkin untuk penglihatan jauh diberikan
❑❑
pengurangan sedikit dari koreksi penuh (2/3 dari koreksi penuh) untuk ❑ ❑

mengurangi efek prisma dari lensa yang tebal. Untuk penderita > 40 tahun,
harus dipikirkan derajat presbiopianya, sehingga diberikan kacamata dengan
koreksi penuh untuk jauh, untuk dekatnya dikurangi dengan derajat
presbiopianya.
Sumber :
Hartono., Suhardjo. 2017. Ilmu Penyakit Mata. 1 th ed. Yogyakarta : Bagian
Ilmu Penyakit Mata Universita Gadjah Mada.

Putri Aswariyah Ramli


5. Cara meresepkan kacamata
Jawab :
 Kekuatan lensa diukur dalam dioptri (D). Bagian lensa terdiri dari lensa
plus (cembung positif), lensa plus tipe lenticular untuk mengurangi berat
benang lensa positif, dan lensa minus (cekung negatif).
 Untuk mengetahui ukuran kekuatan refraksi lensa (dioptri)
Rumus :
1
jarak baca(m)
Contoh : seperti anda ketahui anak yang masih ada penglihatannya itu
memiliki jarak baca dari alat optiknya ke teks 5 cm, berapa kekuatan
lensanya?
1 100 cm
Jawab : = =20 D
0,05 5
 Kekuatan pembesaran
Dioptri
Rumus :
4
Contoh : seperti anda ketahui anak yang masih ada penglihatannya itu
memiliki kekuatan lensa 20 D berapa kali pembesarannya?
20
Jawab : =5 x pembesaran
4
 Jarak baca
100
Rumus :
Dioptri
Contoh : Seperti anda ketahui anak yang masih ada penglihatannya itu
memiliki kekuatan lensa 20 D berapa jarak bacanya ?
100
Jawab : =5 cm
20
Sumber :

6. Klasifikasi kelainan mata

Putri Aswariyah Ramli


Jawab :
a) Mata merah dengan visus normal
 Skleritis
 Episkleritis
 Pterigium
 Konjungtivitis
 Perdarahan subkonjungtiva
 Pterigium
 Dry eye
b) Mata merah dengan visus turun
 Keratitis akut
 Ulkus kornea
 Uveitis anterior
 Glaukoma akut
 endoftalmitis
c) Mata putih (tenang)
1) Visus turun perlahan
 Katarak
 Retinopati diabetik
 Retinopati hipertensi
 Kelainan refraksi
2) Visus turun mendadak
 Oklusi arteri/vena sentral
 Ablasio retina
 Uveitis posterior
 Perdarahan vitreous
 Neuritis optik
Sumber :
Arifputra, A., et al. 2014. Kapita Selektra Kedokteran. 4 th ed. Jakarta :
Media Aesculapius.

Putri Aswariyah Ramli


Setiati, S., et al. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna
Publishing.

7. Hubungan pemeriksaan tekanan intraocular dengan kasus pada


skenario
Jawab :
Kelainan refraksi adalah keadaan yang terjadi ketika bentuk mata
mencegah bayangan benda dari luar memfokuskan tepat pada belakang retina.
Panjang bola mata (lebih panjang atau lebih pendek), perubahan bentuk
kornea, atau penuaan lensa dapat menyebabkan kelainan pembiasan sinar,
berupa miopia, hipermetropia, presbiopia, dan astigmatisma. Miopia sendiri
merupakan kondisi organ mata lebih panjang dari ukuran normal sehingga
bayangan sinar jatuh didepan retina (Duarsa, 2018).
Kondisi refraksi miopia dapat disebabkan karena panjang bola mata
lebih dari rata-rata (miopia aksial) atau dapat juga terjadi karena kekuatan
refraksi mata yang terlalu besar (miopia refraktif). Kedua kondisi ini sama-
sama dapat menyebabkan bayangan jatuh pada titik fokus didepan retina
(Duarsa, 2018). Pada penderita miopia, tekanan intraokular cenderung
meninggi sesuai tingkat keparahan miopia. Mata miopia lebih rentang
terhadap efek peningkatan tekanan intraokular dibandingkan mata normal dan
terutama merupakan resiko tinggi terjadinya glaukoma (Rayidah, 2018)
Tekanan intraokular (TIO) adalah tekanan yang dihasilkan oleh bola
mata terhadap dinding bola mata (Duarsa, 2018). Pengukuran tekanan
intraokular adalah pemeriksaan rutin yang penting pada mata dan merupakan
salah satu tanda untuk mengetahui kondisi mata seseorang dalam menilai
dinmika humor aquous. TIO diatur oleh dinamika cairan humor aquous
termasuk produksi cairan aquos, aliran cairan, dan pembuangan humor aquos
(Rasyidah, 2018).
Tekanan ini dianggap normal ketika produksi atau drainase dari
aqueous humor seimbang antara produksi dan pengeluarannya. Ketidak-
seimbangan yang terjadi akan menyebabkan peningkatan TIO dan dapat

Putri Aswariyah Ramli


menimbulkan disfungsi pada mata. Peningkatan TIO pada mata miopia
karena peningkatan stress dinding bola mata dan penurunan fleksibilitas dari
okular. Sirkulasi ke diskus optik pada miopia yang berkurang juga
menyebabkan miopia lebih rentang terhadap peningkatan TIO (Duarsa,
2018).
TIO adalah komponen resiko utama untuk resiko kejadian glaukoma
sudut terbuka. Pada orang dewasa yang menderita miopia kerap berhubungan
dengan kejadian glaukoma sudut terbuka. Miopia dikaitkan dengan glaukoma
sudut terbuka pada orang dewasa. Hal ini dapat disebabkan karena pada
miopia kepala syaraf optic secara struktural lebih sensitif terhadap kejadian
glaukoma dikarenakan sifat dari struktur jaringan itu sendiri. Selain itu, pada
miopia hal yang dapat mengembangkan terjadinya resiko glaukoma karena
berkurangnya ketebalan dari RNFL (Retinal Nerve Fiber Layer). Nervus
optikus pada penderita miopia secara struktural lebih peka terhadap kejadian
gluakoma akibat peningkatan TIO yang lebih dari normal dibandingkan mata
normal (Duarsa, 2018).
Sumber :
Duarsa., A. A.P., Berawi, K.N., Bustomi, E. C.2018. Peningkatan Tekanan
Intraokular (TIO) Pada Miopia. Jurnal Majority. Vol. 7 (3) : 241-
244. Viewed on 23 Februari 2022. From : juke. kedokteran. unila.
ac.id.
Rasyidah, M., Setyandriana, Y. 2018. Pengukuran Tekanan Intraokular pada
Mata Normal Dibandingkan dengan Mata Penderita Miopia
Sebagai Faktor Risiko Glaukoma. Mutiara Medika. Vol. 11 (3) :
189-194. Viewed on 23 Februari 2022. From : journal.umy.ac.id.

Putri Aswariyah Ramli

Anda mungkin juga menyukai