Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Informasi


yang diterima otak sekitar 95% masuk melalui panca indera
penglihatan tersebut. Penurunan tajam penglihatan merupakan
kelainan refraksi yang terdiri dari miopia, astigmatisma, dan
hipermetropia yang disebabkan akibat berkas cahaya jatuh tidak tepat
pada retina. Diantara kelainan refraksi tersebut, miopia merupakan
kelainan refraksi yang paling banyak terjadi (Kistianti, 2008).
Rabun jauh atau miopia adalah suatu kondisi penglihatan yang
saat melihat objek dekat akan terlihat jelas, tetapi saat melihat objek
yang jauh tampak kabur. Miopia terjadi jika bola mata teralu panjang
atau kornea yang terlalu cembung. Akibatnya cahaya yang masuk ke
mata tidak terfokus tepat di retina dan objek yang jauh terlihat kabur
(Yu, Li, Gao, Liu, & Xu, 2011).
Miopia merupakan masalah kesehatan yang prevalensinya
semakin meningkat pada 50 tahun terakhir. Diperkirakan 1,6 miliar
manusia terkena miopia dan kemungkinan akan meningkat hingga
2,5 miliar pada tahun 2020. Prevalensi dan insidensi miopia
tergantung dari usia, jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan,
dan faktor-faktor lainnya. Prevalensi miopia pada orang dewasa di
Amerika saat ini 20-50% dan di beberapa negara Asia prevalensinya
sekitar 85-90%. Prevalensi miopia pada anak-anak di negara barat
sangat kecil (kurang dari 5%), sedangkan anak-anak di Asia
memiliki prevalensi yang tinggi sekitar 29%. (Yu, Li, Gao, Liu, &
Xu, 2011).

1|Mataku kabur
Meskipun penyebab pasti miopia masih belum jelas, namun
bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa penyebab multifaktorial
yang berhubungan dengan faktor keturunan (genetik) dan faktor
lingkungan (Dirani et al., 2009). Faktor genetik dapat menurunkan
sifat kelainan refraksi ke keturunannya, baik secara autosomal
dominan maupun autosomal resesif. Anak dengan orang tua yang
mengalami kelainan refraksi cenderung juga mengalami kelainan
refraksi. Prevalensi miopia pada anak yang kedua orang tuanya
miopia adalah 32,9 %, sedangkan pada anak dengan hanya salah satu
orang tuanya yang mengalami miopia adalah sekitar 18,2%, dan
kurang dari 8,3% pada anak dengan orang tua tanpa miopia
(Komariah & A, 2014).
Peneliti dari Chinese University of Hong Kong mengamati
anak yang banyak menghabiskan waktunya pada aktivitasaktivitas
jarak dekat (nearwork activity) seperti belajar, membaca,
menggunakan komputer, bermain video game, dan menonton televisi
akan lebih beresiko terkena miopia (Huang, Chang, & Wu, 2015).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui identifikasi kelainan yang berkaitan dengan
keluhan pada skenario dari definisi, etiologi, dan gejala klinis.
2. Untuk mengetahui korelasi klinis dari Diagnosis
Diferensial/Bandimg (DD).
3. Untuk mengetahui identifikasi Diagnosis Definitif/Kerja(DX)
dari pathofisiologi, cara mendiagnosis, terapi, komplikasi, dan
prognosis.

2|Mataku kabur
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini, yaitu:
1. Agar mengetahui identifikasi kelainan yang berkaitan dengan
keluhan pada skenario dari definisi, etiologi dan gejala klinis.
2. Agar mengetahui korelasi klinis dari Diagnosis
Diferensial/Banding (DD).
3. Agar mengetahui identifikasi Diagnosis Definitif/Kerja(DX) dari
pathofisiologi, cara mendiagnosis, terapi, komplikasi, dan
prognosis.
1.4

3|Mataku kabur
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data tutorial

Hari / Tanggal Sesi 1 : Senin, 23 September 2019

Hari / Tanggal Sesi 2 : Rabu, 25 September 2019

Tutor : dr. SukandrianiUtami, S. Ked

Moderator : Romdani Puji Widya Sari

Sekretaris : Lifia Nuni wulandari

2.2 Skenario LBM

LBM 3

MATAKU KABUR

Seorang perempuan berusia 45 tahun dating kepuskesmas dengan keluhan


kabaru pada kedua mata sejak 11 tahun yang lalu. Mata kabur timbul
perlahan , awalnya mata kabur dirasakan tidak terlalu mengganggu
kemudan lama kelaman dirasakan mengganggu kegiatan hariannya seperti
menonton TV, membaca. Mata terasa kabur jika membaca agak jauh. Mata
kanan dirasakan lebih kabur dari mata kiri. Pasien pernah membali
kacamata 2 bulan yang tahun yang lalu setelah memakai kacamata ia
,erasa lebih baik. Kacamata hanya dipakai selama 2 bulan.

Dokter melakukan pemeriksaan mata dari pemeriksaan inspeksi ODS


secara umum tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan visus
didapatkan hasil VOD 6/60 dikoreksi dengan S(-) 2,25 C (-) 0,75 Axixs
175 mejadi 6/6 dan VOS 4/6 dikoreksi dengan S(-) 2,50 C (-) 0,75 Axis

4|Mataku kabur
175 menjadi 6/6, jarak kedua pupil 58 mm. pemeriksaan dengan
olftalmoskopi pada ODS didapatkan reflex fundus (+) uniform, batastegas,
warna vital, macula dan retina dalam batas normal.

2.3 PEMBAHASAN LBM

I. Klarifikasi Istilah

1. VOS : Merupakan singkatan dari


visus okulis sinistra
merupakan salah satu
pemeriksaaan opthamologi
dengan menutup salah satu
mata yaitu mata kanan
(Ilyas,2014).

2. VOD : Merupakan singkatan dari


visus okulis sinistra
merupakan salah satu
pemeriksaaan opthamologi
dengan menutup salah satu
mata yaitu mata kanan
(Ilyas,2014).
3. S : Merupakan singkatan dari
“sphere”. Ini menunjukkan
jumlah kekuatan lensa yang
dibutuhkan oleh mata, bisa
lensa plus atau lensa minus
(Ilyas,2014).
4. C : Merupakan singkatan dari
“cylinder”. Ini menunjukkan
apakah pasien mempunyai
mata silinder atau tidak,

5|Mataku kabur
beserta dengan jumlah
kekuatan lensa untuk
silinder(Ilyas,2014).
5. Oftalmoskopi : merupakansuatu alat yang
digunakan untuk
memeriksakan bagian
belakang dan dalam mata
(fundus), termasuk cakrma
optic,retina dan pembuluh
darah (Ilyas,2014).

II. Identifikasi Masalah


1. Apakah ada kaitannya usia, jenis kelamin, dan genetic dengan
mata kabur dan timbul secara perlahan?
2. Apakan yang menyebabkan mata kabur lebih kabur dari mata
kiri dan apakah ada kaitannya mata kabur dengan kegiatan
sehari-hari yang dilakukan pada scenario?
3. Apakah ada hubungan mengenai mata kabur dengan kacamata
yang dipakai hanya 2 bulan?
4. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan yang dilakukan ?

I. BrainStorming
1. Apakah ada kaitannya usia, jenis kelamin dan genetik
dengan mata kabur yang timbul perlahan?
Jawaban :
Seiring bertambahnya usia tentunya sistem kekebalan
tubuh seseorang juga akan menurun sehingga usia sangat
mempengaruhi penglihatan seseorang, hampir 80% ketika
terjadinya peningkatan usia makan cenderung akan

6|Mataku kabur
mengalami mata tua disebabkan oleh faktor daya akomodasi
lensa mata yang tak bekerja dengan baik akibatnya lensa
mata tidak dapat menfokuskan cahaya yang masuk ke bintik
kuning dengan tepat.
Jenis kelamin baik laki-laki atau perempuan keduanya
sangat beresiko terjadinya mata kabur yang timbul perlahan
apabila diikuti dengan pola hidup dan kebiasaan yang kurang
baik dan sehat(Fatika, 2015)
Anak dengan orang tua yang memiliki keadaan rabun,
salah satu contohnya miopia maka anaknya cenderung
mengalami miopia (P= 0,001). Hal ini cenderung mengikuti
pola dose-dependent pattern. Prevalensi miopia pada anak
dengan kedua orang tua miopia adalah 32,9% namun jika
anak dengan salah satu orang tua miopia maka berkurang
menjadi 18,2% dan kurang dari 6,3% pada anak dengan
orang tua tanpa miopia. (Fatika, 2015)
Ada dua hipotesis yang berkembang untuk menunjukkan
hubungan antara miopia pada orang tua dan miopi pada anak.
Yang pertama adalah teori dari kondisi lingkungan yang
diwariskan. Tendensi untuk miopia dalam suatu keluarga
lebih mungkin disebabkan lingkungan yang mendorong
untuk melakukan kegiatan yang berjarak dekat dengan intens
dalam keluarga, daripada karena faktor genetik. Orang tua
dengan miopia biasanya akan menetapkan standar akademik
yang tinggi atau mewariskan kesukaan membaca pada anak-
anak mereka daripada mewariskan gen itu sendiri. Penelitian
di Tanzania menunjukkan bahwa orang tua yang memiliki
status pendidikan tinggi, terutama ayahnya, lebih banyak
mempunyai anak yang menderita miopia. (Fatika, 2015)

7|Mataku kabur
2. Apakah yang menyebabkan mata kanan lebih kabur dari
mata kiri dan apakah ada kaitannya mata kabur dengan
kegiatan sehari hari?
Jawaban :
Penurunan tajam pengliatan merupakan kelainan reflaksi
atau cacat mata. Miopi dan astiqmatisme yang disebabkan
akibat berkas cahaya tidak jatuh tepat diretina.diantara cacat
mata tersebut miopi merupakan cacat mata paling banyak.
Miopi merupakan kelainan reflaksi yang disebabkan berkas
cahaya berada didepan retina. Untuk beberapa menifestasi
klinis dari miopi itu sendiri biasanya didapatkan pada sala
satu mata yang diikuti dengan mata satunya. Tetapi hal
tersebut tidak selalu terjadi tergantung dari etiologi dan
beberapa factor resiko yang terjadi. Adapun beberapa fakto
kebiasaan yang menyebabkan gejalah yang ada
diskenario(Suhardjo, 2007).

 Cacat mata miopi dapat disebabkan oleh factor


genetic dan kebiasaan penggunaan mata yang tidak
semestinya seperti membaca dalam posisi terbaring
dan menonton tv dalam jarak yang dekat dan terlalu
lama didepan layar computer sehingga mata lelah
termasuk diantaranya membaca ditempat gelap.
Akibat penggunaan mata yang berlebihan, mata
menjadi sayu dan kadang berair, membaca lebih dari
30 menit tampa istirahat dan posisi lampu yangh
tidak sesuai mempercepat progresif derajat myopia
(Suhardjo, 2007).
 Dari hasil perhitungan jika jarak menonton tv adalah
kurang dari 3 meter mengakibatkan kelelahan mata
yeng menyebabkan cacat mata miopi jarak yang

8|Mataku kabur
telah ditentukan bertujuan untuk mengurangi dampak
buruk dari pajanan sinal ultravioloert oleh mata.
Selain itu jarak terlalu dekat akan membuat mata
berakomodasi lebih kuat agar bayangan tetap jatuh
diretina sehingga objek yang dilihat terlihat jelas,
kekuatan akomodasi meningkay sesuai dengan
kebutuhan, makin dekat benda makin kuat
akomodasi mata (Suhardjo, 2007).
 Membaca saat posis tiduran membuat adanya
kecendrungan mata tidak bekerja secara
seimbang,sehingga akan cenderung memaksa otot
mata bekerja secara maksimal. Pada satu sisi dapat
merusak mata. Posisi tidur membuat otot mata akan
menarik bola mata kearah bawah untuk bias melihat
kearah bawah sehingga otot bola mata tidk rileks
(Suhardjo, 2007).

Mengistirahatkan mata setelah membaca atau


menonton tv akan mengembalikan mata dalam keadaan
seimbang . hal ini dengan mengistirahatkan mata dalam
beberapa menit akan memulihkan sel sel retina yang
rusak akibat terpapar sinar ultraviolet. Melihat jarak yang
dekat dan objek yang kontras akan mengurahi varisi
gerakan dan pemfokusan dari mata. Frekuensi kontras
yang berlebih menyebabkan otot siliaris mengatur ukuran
pupil sesuai penerangan/kontras sehingga akan membuat
otot mata kelelahan.

Apabila dalam jangka waktu yang lama lensa mata


dipaksa secara terus menerus berakomodasi untuk
memfokuskan jatuhnya sudut benda tepat diretina, maka
menyebabka n lensa menjadi cembung,kecembungan

9|Mataku kabur
lensa ini apabila mata tidal dalam akomodasi maksimal
sudut jatuh bayangan difikuskan tidal pada retina
sehingga menyebabkan mata mengalami rabun
jauh/myopia (Suhardjo, 2007).

3. Apakah ada hubungan mengenai mata kabur dengan


kacamata yang dipakai hanya 2 bulan?
Jawaban :
Salah satu kelainan refraksi dan aomodasi yang
sudah dikenal saat ini adalah myopia, dimana pada waktu
otot siliaris relaksasi (tidak berakomodasi), cahaya dari
objek jauh difokuskan di depan retina. Miopi dapat terjadi
karena bola mata yang terlalu panjang atau karena
kelengkungan kornea yang terlalu besar sehingga cahaya
yang masuk tidak difokuskan secara baik dan objek jauh
tampak buram.

Beberapa hal yang dikaitkan atau diperkirakan sebagai


penyebab mata kabur (miopia) adalah:
 Nutrisi
Nutrisi diduga terlibat pada perkembangan
kelainan-kelainan refraksi. Penelitian di Afrika
menunjukkan bahwa pada anak-anak dengan
malnutrisi yang berat terdapat prevalensi kelainan
refraksi (ametropia, astigmatisma, anisometropia)
yang tinggi. (Komariah & A, 2014).
 Tekanan Intraokuler
Peningkatan tekanan intraokuler atau peningkatan
tekanan vena diduga dapat menyebabkan jaringan
sklera teregang. Penyebab panjangnya bola mata
dapat diakibatkan beberapa keadaan :

10 | M a t a k u k a b u r
1. Tekanan dari otot ekstra okuler selama
konvergensi yang berlebihan.
2. Radang, pelunakan lapisan bola mata bersama-
sama dengan peningkatan tekanan yang
dihasilkan oleh pembuluh darah dari kepala
sebagai akibat dari posisi tubuh yang
membungkuk.
3. Bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang
menyebabkan konvergensi yang berlebihan.
(Komariah & A, 2014).
 Aktivitas jarak dekat
Aktivitas melihat jarak dekat yang terlalu berlebihan
akan menyebabkan mata menjadi mudah lelah,
sayu, dan kadang berair. Aktivitas melihat jarak
dekat menjadi faktor penyebab terjadinya miopia
melalui efek fisik langsung akibat akomodasi yang
terjadi secara terus menerus sehingga menyebabkan
tonus otot siliaris menjadi tinggi dan lensa menjadi
cembung. Jarak yang semakin dekat akan
menyebabkan semakin kuatnya akomodasi mata.
(Komariah & A, 2014).
Penderita penyakit ini tidak dapat melihat jarak
jauh dan dapat ditolong dengan menggunakan
kacamatakonkaf (cekung/negatif). Secara umum
salah satu penatalaksaan miopia adalah penggunaan
alat optik seperti kacamata dengan lensa konkaf
(negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu
lensa cekung akan menyebar. Bila permukaan
refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi
atau bila bola mata terlalu panjang seperti pada
miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan

11 | M a t a k u k a b u r
meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata.
Lensa cekung yang akan mendivergensikan berkas
cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian
fokus bayangan dapat dimundurkan ke arah retina  .
Kacamata juga dapat membantu melindungi mata
dari sinar ultraviolet yang berbahaya. (American
Academy of Opthalmology, 2010).

4. Bagaimana hasil interpretasi pemeriksaan yang


dilakukan?
Jawaban :
InspeksiODS (OculliDekstra et Sinistra) secara
umum dalam keadaan normal
Pada pemeriksaan visus, didapat hasil yaitu :
a. VODpasien 6/60 (tidak normal),artinya
pasien dapat membaca huruf pada jarak 6
meter yang dimana oleh orang normal dapat
dilihat pada jarak 60 meter, kemudian
dikoreksi denganS(-) 2,25 C(-) 0,75 Axis 175
0
menjadi 6/6 (normal).
b. VOSpasien 4/60 (tidak normal),artinya pasien
dapat melihat atau menghitung jumlah jari
pada jarak 4 meter yang dimana oleh orang
normal dapat dilihat pada jarak 60 meter,
kemudian dikoreksi denganS(-) 2,50 C(-)
0,75 Axis 175 0 menjadi 6/6 (normal).
c. Jarakkedua pupil 58 mm (normal).
d. Jarak pupil normalnya rata – rata 62 mm.
Tetapi sebagian besar orang dewasa
mempunyai jarak pupil 54 mm-74 mm.

12 | M a t a k u k a b u r
Pemeriksaan oftalmoskopi ODS, diperoleh hasil
yaitu :
a. Refleks fundus (+) bilarefleks fundus akan
bewarna merah kekuningan pada seluruh
lingkaran pupil serta refraksi dalam keadaan
jernih (normal).
b. Sedangkan untuk refleks fundus (-) bila
refleks fundus terlihat adanya bercak hitam
didepan latar belakang yang merah
kekuningan serta media refraksi keruh.
c. Refleks fundus uniformata seragam dan itu
masih dalam kondisi normal.
d. Batas tegas dan warna vital serta retina masih
dalam keadaan normal

13 | M a t a k u k a b u r
II. Rangkuman Permasalahan

III. LearningIssue
1. Identifikasi kelainan yang berkaitan dengan keluhan pada
skenario dengan diagnosis differential/banding dari definisi,
etiologidan gejala klinis!
2. Jelaskan korelasi klinis dari Diagnosis Diferensial/Banding
(DD)!
3. Identifikasi Diagnosis Definitif/Kerja(DX) dari
a. Epdemiologi
b. Faktor resiko
c. Pathofisiologi
d. Pemeriksaan fisik dan pemriksaan penunjang
e. Terapi
f. komplikasi dan prognosis
4. bagaiman cara menulis dan membaca resep kacamata/

14 | M a t a k u k a b u r
IV. Referensi
A. Kelainan Refraksi
Miopia (Rabun Jauh)

Miopia merupakan kelainan refraksi dengan


bayangan sinar dari suatu objek yang jauh difokuskan di
depan retina pada mata yang tidak berakomodasi, yang
terjadi akibat ketidaksesuaian antara kekuatan optik
(optical power) dengan panjang sumbu bola mata (axial
length) (Ilyas,2014).
Hipermetropia (Rabun Dekat)
Hipermetropia adalah kelainan refraksi dimana
dalam keadaan mata tidak berakomodasi, semua sinar
sejajar yang datang dari benda-benda pada jarak tak
hingga dibiaskan dibelakang retinadan sinar divergen
yang datang dari benda-benda pada jarak dekat
difokuskan (secara imajiner) lebih jauh lagi di belakang
retina (Ilyas, 2014).
Astigmatisma
Astigmatisma merupakan kelainan refraksi mata
dimana berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik

15 | M a t a k u k a b u r
dengan tajam penglihatan pada retina, akan tetapi pada
2 garis titik api yang saling tegak lurus (Ilyas, 2014).
B. Kelainan Akomodasi
 Presbiopia
Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa
kehilangan fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak
dapat focus pada benda yang dekat. Presbiopi adalah
suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin
berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai
dengan makin meningkatnya umur (Ilyas, 2014).

V. Pembahasan LearningIssue
1. Identifikasi kelainan yang berkaitan dengan keluhan
pada skenario dengan diagnosis differential/banding dari
definisi, etiologidan gejala klinis!
Jawaban :
 Miopia (Rabun Jauh)
a. Definisi

16 | M a t a k u k a b u r
Miopia merupakan kelainan refraksi dengan
bayangan sinar dari suatu objek yang jauh
difokuskan di depan retina pada mata yang tidak
berakomodasi, yang terjadi akibat ketidaksesuaian
antara kekuatan optik (optical power) dengan
panjang sumbu bola mata (axial length)
(Ilyas,2014)..
b. Etiologi
Miopia disebabkan karena terlalu kuat
pembiasan sinar di dalam mata untuk panjangnya
bola mata akibat :
1. Kornea terlalu cembung.
2. Lensa mempunyai kecembungan yang kuat
sehingga bayangan dibiaskan kuat.
3. Bola mata dan sumbu mata (jarak kornea
retina) terlalu panjang, dinamakan miopia
sumbu. Daya bias kornea, lensa atau akuos
humor terlalu kuat, dinamakan miopia
pembiasan.
4. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal,
misalnya pada diabetes mellitus. Kondisi ini
disebut miopia indeks.

17 | M a t a k u k a b u r
5. Miopi karena perubahan posisi lensa. Misal
pasca operasi glaukoma mengakibatkan posisi
lensa lebih ke anterior.Secara fisiologik sinar
yang difokuskan pada retina terlalu kuat
sehingga membentuk bayangan menjadi kabur
atau tidak tegas pada makula lutea. Titik fokus
sinar yang datang dari benda yang jauh terletak
di depan retina. Titik jauh (pungtum remotum)
terletak lebih dekat atau sinar datang tidak
sejajar (Kanski, 2010).
c. Gejala Klinis
Pasien miopia mempunyai pungtum
remotum yang dekat sehingga mata selalu
dalam atau berkedudukan konvergensi yang
akan menimbulkan keluhan astenopia
konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap,
maka penderita akan terlihat juling ke dalam
atau esoptropia. Penderita miopia menyenangi
membaca, apakah hal ini disebabkan
kemudahan untuk membaca dekat tidak
diketahui dengan pasti (Riordan, 2009).
 Gejala subyektif :
o Kabur bila melihat jauh.
o Membaca atau melihat benda kecil
harus dari jarak dekat.
o konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi), astenovergens.
 Gejala obyektif :
1) Miopia simpleks
o Pada segmen anterior ditemukan bilik
mata yang dalam dan pupil yang relatif

18 | M a t a k u k a b u r
lebar. Kadang-kadang ditemukan bola
mata yang agak menonjol.
o Pada segmen posterior biasanya terdapat
gambaran yang normal atau dapat disertai
cresen miopia (myopia crescent) yang
ringan di sekitar papil saraf optik (Duker,
2008).
2) Miopia patologik
o Gambaran pada segmen anterior serupa
dengan miopia simpleks
o Gambaran yang ditemukan pada segmen
posterior berupa kelainan kelainan pada:
 Badan kaca: dapat ditemukan
kekeruhan berupa perdarahan atau
degenerasi yang terlihat sebagai
floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca.
Kadang-kadang ditemukan ablasi
badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan miopia.
 Papil saraf optik: terlihat pigmentasi
peripapil, kresen miopia, papil terlihat
lebih pucat yang meluas terutama ke
bagian temporal. Kresen miopia dapat
ke seluruh lingkaran papil, sehingga
seluruh papil dikelilingi oleh daerah
koroid yang atrofi dan pigmentasi yang
tidak teratur.
 Makula: berupa pigmentasi di daerah
retina, kadang-kadang ditemukan

19 | M a t a k u k a b u r
perdarahan subretina pada daerah
makula.
 Retina bagian perifer: berupa
degenerasi sel retina bagian perifer.
 Seluruh lapisan fundus yang tersebar
luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan retina ini
maka bayangan koroid tampak lebih
jelas dan disebut sebagai fundus
tigroid.
d. Klasifikasi
Secara klinis dan berdasarkan kelainan
patologi yang terjadi padamata, miopia dapat
dibagi menjadi duayaitu:
 Miopia simpleks yaitu terjadinya
kelainan fundus ringan.Kelainan
fundus yang ringan ini berupa kresen
miopia yang ringan dan berkembang
sangat lambat.Biasanya tidak terjadi
kelainan organik dan dengan koreksi
yang sesuai bisa mencapai tajam
penglihatan yang normal.Berat
kelainan refraksi yangterjadi biasanya
kurang dari -6,00 D. Keadaan ini
disebut juga dengan miopia fisiologi
(Suhardjo, 2007).
 Miopia patologis disebut juga sebagai
miopia degeneratif, miopia maligna
atau miopia progresif.Keadaan ini
dapat ditemukan pada semua umur
dan terjadi sejak lahir. Tanda-

20 | M a t a k u k a b u r
tandamiopia maligna adalah adanya
progresivitas kelainan fundus yang
khaspada pemeriksaan oftalmoskopik.
Pada anak-anak diagnosis ini sudah
dapat dibuat jika terdapat peningkatan
tingkat keparahan miopia dengan
waktu yang relatif pendek. Kelainan
refrasi yang terdapat padamiopia
patologik biasanya melebihi-6,00 D
(Ilyas, 2014).
o Miopia secara klinis dapat terbagi lima yaitu:
 Miopia simpleks merupakan miopia yang
disebabkan oleh dimensi bola matayang
terlalu panjang atau indeks bias kornea
maupun lensa kristalina yang terlalu tinggi.
 Miopia nokturnal merupakan miopia yang
hanya terjadi pada saat kondisi disekeliling
kurang cahaya.Sebenarnya,fokus titik jauh
mata seseorang bervariasi terhadap tahap
pencahayaan yang ada. Miopia ini
dipercaya penyebabnya adalah pupil yang
membuka terlalu lebar untuk memasukkan
lebih banyak cahaya,sehingga
menimbulkan aberasi dan menambah
kondisi miopia.
 Pseudomiopia merupakan mioipia yang
diakibatkan oleh rangsangan yang
berlebihan terhadap mekanisme akomodasi
sehingga terjadi kekejangan pada otot-otot
siliar yang memegang lensa kristalina.
memberikan lensa koreksi.

21 | M a t a k u k a b u r
 Miopia degeneratif disebut juga sebagai
miopia degeneratif, miopia maligna atau
miopia progresif. Biasanya merupakan
miopia derajat tinggi dan tajam
penglihatannya juga dibawah normal
meskipun telah mendapat koreksi. Miopia
jenis ini bertambah buruk dari waktu ke
waktu.
 Miopia induksi merupakan miopia yang
diakibatkan oleh pemakaian obat–
obatan,naik turunnya kadar gula
darah,terjadinya sklerosis pada nukleus
lensa dan sebagainya (American
Optometric Association,2006).
o Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa
yang dibutuhkan untuk mengkoreksikannya yaitu:
 Miopia ringan menggunakan lensa koreksi-
0,25 sampaidengan-3,00 dioptri.
 Miopia sedang menggunakan lensa koreksi-
3,25 sampai dengan-6,00dioptri.
 Miopia berat menggunakan lensa koreksi>-
6,00 dioptri (Ilyas, 2014).
o Klasifikasimiopia berdasarkan umur ada 4yaitu:
 Miopia kongenital merupakan miopia yang
terjadi sejak lahir dan menetap pada masa
anak-anak.
 Miopia onset anak-anak merupakan
mioipia yang terjadi di bawah umur 20
tahun.

22 | M a t a k u k a b u r
 Miopia onsetawal dewasa merupakan
miopia yang terjadi diantara umur 20
sampai 40 tahun.
 Miopia onset dewasa merupakan miopa
yang terjadi diatas umur 40 tahun (Ilyas,
2014).

 Hipermetropia (Rabun Dekat)

a. Definisi
Hipermetropia adalah kelainan refraksi dimana
dalam keadaan mata tidak berakomodasi, semua
sinar sejajar yang datang dari benda-benda pada
jarak tak hingga dibiaskan dibelakang retinadan
sinar divergen yang datang dari benda-benda
pada jarak dekat difokuskan (secara imajiner)
lebih jauh lagi di belakang retina (Ilyas, 2014).

b. Etiologi
Penyebab utama hipermetropia adalah
panjangnya bola mata yang lebih pendek. Akibat
bola mata yang lebih pendek bayangan benda

23 | M a t a k u k a b u r
akan difokuskan di belakang retina atau selaput
jala. Sebab atau jenis hipermetropia:
1. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia
aksial merupakan kelainan refraksi akibat
bola mata pendek atau sumbu
anteroposterior yang pendek.
2. Hipermetropia kurvatur, dimana
kelengkungan kornea atau lensa kurang
sehingga bayangan difokuskan di belakang
retina.
3. Hipermetropia indeks refraktif, dimana
terdapat indeks bias yang kurangpada
system optik mata, misalnya pada usia lanjut
lensa mempunyai indeks refraksi lensa yang
berkurang (Kanski, 2010).

c. Gejala klinis
Gejala dari hipermetropi yang belum dikoreksi
antara lain adalah.
1. Penurunan visus. Ini terjadi pada
hipermetrop tinggi atau lebih 3 D dan pada
pasien tua. Pada pasien tua penurunan visus
terjadi karena penumnan amplitudo
akomodasi, yang menyebabkan kegagalan
untuk mengkompensasi kelainan
refraksinya. Pada anak anak hipermetrop
ringan sampai sedang biasanya masih
mempunyai visus yang normal, mereka
mengeluh kabur dan asthenopia jika
kebutuhan visual rneningkat (Kanski, 2010).

24 | M a t a k u k a b u r
2. Asthenopia. Individu muda dengan
hipermetrop umunnya mempunyai cadangan
akomodasi yang cukup untuk menjaga
penglihatan tetap jelas tanpa menyebabkan
asthenopia. Jika derajat hipermetrop terlalu
besar atau cadangan akomodasi tidak cukup
karena usia atau kelelahan, keluhan
asthenopia dan kabur muncul (Kanski,
2010).
3. Sensitif terhadap cahaya merupakan keluhan
yang cukup sering.
4. Ambliopia Hipermetrop tinggi pada anak
anak dikaitkan dengan peningkatan resiko
nmbliopia dan strabismus. Ambliopia
isoametrop terjadi pada anak anak dengan
hipermetrop yang lebih dari +4,50D.
Sebagian besar pasien anak dengan
hipermetrop tinggi, akomodasi menimbulkan
ambliopia strabismik (Kanski, 2010).
5. Strabismus Mayoritas pasien dengan
esotropia dini adalah hipermetrop. Anak
anak yang mempunyai +3,50 D atau lebih
pada bayi, mempunyai kemungkinan l3x
lipat menjadi strabismus dan 6 x lipat
mengalami penumnan visus dalam 4 tahun,
dibandingkan dengan bayi emetrop dan
hipermetrop ringan. Pemakaian kacamata
koreksi parsial mengurangi resiko dengan
rasio berturut turut adalah 4: I dan 2,5:7
(Riordan, 2009).

25 | M a t a k u k a b u r
6. Mata merah dan berair, sering mengedip,
mengedipkan mata dan perubahan wajah
ketika membaca, gangguan memfokuskan,
penunrnan koordinasi gerakan tangan-mata,
dan binokularitas, kesulitan atau enggan
membaca (Riordan, 2009).
7. Akibat akomodasi terus menerus, timbul
hipertrofi otot siliaris yang disertai dengan
terdorongnya iris ke depan, sehingga camera
oculi anterior (COA) menjadi dangkal. Trias
melihat dekat terdiri dari akomodasi, miosis,
dan konvergensi. Maka pada orang
hiperopia, karena selalu berakomodasi,
pupilnya menjadi miosis. Fundus okuli
akibat akomodasi ini menjadi hiperemis,
juga terdapat hyperemia dari papil N. II,
seolah-olah meradang yang disebut
pseudopapilitis atau pseudineuritis (Duker,
2008).
d. Klasifikasi

Berikut merupakan klasifikasi hipermiotropia :

1. Hipermetropia aksialBerkurangnya
panjang sumbu bola mata
2. Hipermetropia refraktifMenurunnya
indeks refraksi seperti pada afakia (Riordan, 2009).

 Astigmatisma

26 | M a t a k u k a b u r
a. Definisi
Astigmatisma merupakan kelainan refraksi mata
dimana berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik
dengan tajam penglihatan pada retina, akan tetapi pada
2 garis titik api yang saling tegak lurus (Ilyas, 2014).

b. Etiologi
Penyebab umum astigmatisma adalah kelainan
bentuk kornea. Lensa kristalina juga dapat berperan
untuk timbulnya astigmatisma. Astigmatisma paling
sering disebabkan oleh terlalu besarnya lengkung
kornea pada salah satu bidangnya. Astigmatisma pasca
operasi katarak dapat terjadi bila jahitan terlalu erat
(Riordan, 2009).

c. Gejala klinis
Tanda dan gejala astigmatisma berbeda
manfestasinya antara satu orang dengan yang lainnya.
Tanda dan gejala astigmatisma adalah pandangan
kabur atau berbayang, kelelahan mata, nyeri kepala,
usaha menyipitkan mata untuk dapat melihat dengan
jelas, kesulitan melihat gambar secara utuh , garis lurus
tampak miring (Ilyas, 2014).

d. Klasifikasi

 Klasifikasi astigmatisma berdasarkan axis meridian


utama yaitu :
1. Astigmatisma reguler
merupakan tipe astigmatisma yang memiliki

27 | M a t a k u k a b u r
dua meridian utama dengan orientasi dan
kekuatan konstan disepanjang lubang pupil
sehingga terbentuk dua garis fokus.
Selanjutnya astigmatisma reguler dapat
dibagi lagi menjadi tiga tipe yaitu:
 Astigmatisma with the rule dimana daya
bias yang lebih besar terletak pada
meridian vertikal
 Astigmatisma gainst the rule dimana
daya bias yang lebih besar terletak di
meridian horizontal
 Astigmatisma oblik yang merupakan
astigmatisma reguler yang meridian-
meridian utamanya tidak terletak dalam
20 derajat horizontal dan vertikal.
2. Astigmatisma ireguler merupakan
astigmatisma yang daya atau orientasi
meridian-meridian utamanya berubah di
sepanjang lubang pupil (Riordan, 2009).

 Klasifikasi berdasarkan titik focus meridian


utama dalam keadaan tanpa akomodasi
3. Astigmastigma Simpleks
- Astigmatisma hipermteropi simpleks
merupakan titik fokus pertama berada
pada tepat diretina, sedangkan ttik fokus
lainnya berada dibelakang retina.
- Astigmatisma miopia simpleks titik
fokus pertama berada tepat diretina
sedangkan titik fokus lainnya ada di
depan retina.

28 | M a t a k u k a b u r
4. Astigmatisma Kompositus
- Astigmatisma Hipermetropi kompositus
semua titik fokus berada dibelakang
retina.
- Astimastisma Miopi Kompositus semua
titik fokus berada didepan retina.
- Astigmastisma Mikstus kedua titik
fokus berada masing- masing didepan
dan dibelakang retina(Suhardjo, 2007).
-
 Presbiopia
a. Definisi

Presbiopi merupakan kondisi mata dimana


lensa kehilangan fleksibilitanya sehingga
membuatnya tidak dapat focus pada benda yang
dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan
refraksi, dimana makin berkurangnya

29 | M a t a k u k a b u r
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan
makin meningkatnya umur (Ilyas, 2014).
b. Etiologi
1. Gangguan akomodasi pada usia lanjut
dapat terjadi akibat
2. Kelemahan otot akomodasi.
3. Lensa mata tidak kenyal atau berkurang
elastisitasnya akibat sklerosis lensa (Ilyas,
2014).
c. Gejala klinis
1. Kesulitan membaca dengan cetakan huruf
halus / kecil.
2. Setelah membaca mata merah berair,
perih, bias juga disertai dengan kelelahan
otot mata yang akan menyebabkan sakit
kepala.
3. Suakar mengerjakan pekerjaan dengan
melihat dekat teruta malam hari.
4. Memerlukan sinar lebih terang untuk
membaca.
5. Terganggu secara emosional dan fisik.
6. Membaca dengan cara mejauhkan kertas
yang dibaca karena tulisan tampak kabur
pada jarak baca yang normal (Suhardjo,
2007).
d. Klasifikasi
Presbiopi memiliki beberapa klasifikasi
1. Presbiopi Insipien: awal perkembang
presbiopi dari anamnesa pasien
memerlukan kacamata untuk membaca
2. dekat.

30 | M a t a k u k a b u r
3. Presbiopi Fungsional: amplitude akomodasi
yang semakin menurun dan akan didapakan
kelainan ketika diperiksa.
4. Presbiopi Absolut : peningkatan derajat
presbiopi dari presbiopi fungsional
didapakan kelainan ketika diperiksa.
5. Presbiopi Absolut : peningkatan derajat
presbiopi dari presbiopi fungsional yaitu
proses akomodasi sudah tidak terjadi sama
sekali.
6. Presbiopi Prematur : yang terjadi sejak dini
sebelum usia 40 tahun dan biasanya
berhubungan dengan lingkungan, nutrisi,
penyakit, dan obat-obatan.
7. Presbiopi Nokturnal : merupakan kesulitan
untuk membaca dekat pada kondisi gelap
disebabkan oleh peningkatan diameter pupil
(Suhardjo, 2007).

4. Jelaskan korelasi klinis dari Diagnosis Diferensial/Banding (DD)!


Jawaban

Gejala klinis sesuai skenario Presbiopia Astigmatisma Myopia Hipermetropia

31 | M a t a k u k a b u r
Mata kabur perlahan ++ ++ ++ ++
Kabur ketika membaca jauh +/- + ++ -
Mengganggu kegiatan harian
menonton tv, membaca buku ++ ++ ++ ++

ODS tidak ditemukan


+/- +/- +/- +/-
kelainan
Pemeriksaan visus
VOD 6/60 dikoreksi dengan
S(-) 2,25 C (-) 0,75 Axis 175 0 +/- + ++ -
menjadi 6/6
VOS 4/60 dikoreksi dengan
S(-) 2,50 C (-) 0,75 Axis 175 0 +/- + ++ -
menjadi 6/6
Jarak kedua pupil 58 mm +/- +/- +/- +/-
Pemeriksaan oftalmoskopi
Refleks fundus + uniform +/- +/- +/- +/-
Berbatas tegas +/- +/- +/- +/-
Warna vital +/- +/- +/- +/-
Macula dan retina normal +/- +/- +/- +/-

Keterangan :

++ = sangat mungkin

+ = mungkin

+/- = mungkin iya / mungkin tidak

- = tidak mungkin

5. Identifikasi DX dari epidemiologi, faktor resiko,


pathofisiologi, cara mendiagnosis, tatalaksana,
komplikasi, dan prognosis!
Jawaban:

32 | M a t a k u k a b u r
Sesuai hasil diskusi kami yang berdasarkan korelasi
klinis yang telah dibahas sebelumnya, diagnosis definitif
(DX) sementarapasien adalah Astigmatisma miopi
kompositus, sehingga selanjutnya akan dibahas
epidemiologi, faktor resiko pathofisiologi,pemeriksaan fisik
dan penunjang, tatalaksana , komplikasi, dan prognosis
diagnosis tersebut (Denniston, 2018; Ilyas, 2014; Riordan-
Eva, 2009).

a. Epidemiologi
 MIOPIA
Miopia merupakan kelainan refraksi yang
prevalensinya semakin meningkat dalam 50 tahun
terakhir. Miopia merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang cukup menonjol dan penyebab
utama kelainan penglihatan di dunia. Kelainan ini
terdapat pada 25% penduduk di Amerika dan
persentase yang lebih tinggi didapatkan di Asia, yang
bahkan mencapai 70%-90% populasi di beberapa
negara Asia. Prevalensi miopia di Eropa sebesar 30-
40% dan di Afrika 10%-20%. (Fredrick DR, 2002)
Prevalensi miopia pada anak-anak meningkat seiring
dengan pertambahan umur. Frekuensi miopia pada
anak-anak di Amerika adalah 3% pada usia 5-7 tahun,
8% pada usia 8-10 tahun, 14% pada usia 11-12 tahun,
dan 25% pada usia 12-17 tahun. Penelitian di Taiwan
menemukan frekuensi miopia sebesar 12% pada anak-
anak usia 6 tahun dan 84% pada usia 16-18 tahun.
Angka yang hampir sama juga diperoleh di Singapura
dan Jepang. Data di Jepang mendapatkan peningkatan
prevalensi miopia pada anak usia 12 tahun sebesar

33 | M a t a k u k a b u r
43,5% menjadi 66% pada anak usia 17 tahun.
Penelitian lain di Hongkong mendapatkan insiden
miopia pada anak usia sekolah kira-kira 37%, dengan
perbandingan yang sama antara anak laki-laki dan
perempuan. Anak yang berusia 11 tahun mempunyai
resiko menderita miopia sebesar 15 kali dibandingkan
anak berusia kurang dari 7 tahun. (Basri, 2014)
 ASTIGMATISMA
Kebanyakan anak secara fisiologis adalah
hipermetropi pada waktu lahir, tetapi sejumlah
bermakna, terutama bayi lahir prematur, adalah
miopi, dan sering ada sedikit astigmatisma. Dengan
pertumbuhan keadaan refraksi cenderung untuk
berubah dan harus di evaluasi secara perodik.
Sekitar 80% anak anak berusia antara 2 dan 6 tahun
bersifat hipermetropi, 5% miopi, dan 15% emitropik.
Astigmatisma relatif lebih sering terjadi pada bayi
tapi prevalensinya berkurang selama bertahun tahun
pertama kehidupan. Selain itu, prevalensi dan derajat
astigmatisma relatif konstan. (Sukamto, 2018)
b. Faktor resiko
 Miopia
Faktorfaktor yang diduga menjadi faktor risiko
terjadinya miopia antara lain:
a. Miopia pada orang tua
Faktor yang penting pada miopia yaitu
faktor keturunan. Anak dengan orang tua yang
mengalami kelainan refraksi cenderung juga
mengalami kelainan refraksi. Prevalensi
miopia pada anak yang kedua orang tuanya
miopia adalah 32,9 %, sedangkan pada anak

34 | M a t a k u k a b u r
dengan hanya salah satu orang tuanya yang
mengalami miopia adalah sekitar 18,2%, dan
kurang dari 8,3% pada anak dengan orang tua
tanpa miopia (Komariah& A, 2014).
Pada tahun 2008, Kathryn A. Rose
membandingkan prevalensi dan faktor risiko
miopia pada anakanak etnis Cina di Sydney
dan Singapura dengan kriteria inklusi kedua
orang tua memiliki etnis Cina. Prevalensi
miopia pada anak dari etnis Cina lebih tinggi
di Singapura (29,1%) daripada di Sydney
(Rose et al., 2008).
Beberapa kromosom yang terkait dengan
miopia antara lain 22q12, 14q, 4q22-28,
8q22.2, 10q22, 11q23, 13q22, 14q23, dan
17qter. Gen PAX6 yang ada pada kromosom
11q23 menunjukkan adanya keterkaitan
dengan 5 SNP (Young, 2009). Suatu studi
yang dilakukan oleh Shu Min Tang
menyatakan bahwa gen PAX6 memiliki
keterkaitan dengan miopia yang tinggi dan
ekstrim (Tang et al., 2014).
b. Aktivitas jarak dekat
Aktivitas melihat jarak dekat yang terlalu
berlebihan akan menyebabkan mata menjadi
mudah lelah, sayu, dan kadang berair.
(Kistianti, 2008). Anak-anak yang banyak
menghabiskan waktunya untuk melakukan
aktivitas aktivitas jarak dekat seperti
membaca, menggunakan komputer, bermain
video games, menonton televisi akan lebih

35 | M a t a k u k a b u r
berisiko untuk terjadi miopia. Semakin banyak
waktu yang dihabiskan untuk aktivitas jarak
dekat, maka semakin besar risiko terjadinya
miopia (Huang et al., 2015).
Aktivitas melihat jarak dekat menjadi faktor
penyebab terjadinya miopia melalui efek fisik
langsung akibat akomodasi yang terjadi secara
terus menerus sehingga menyebabkan tonus
otot siliaris menjadi tinggi dan lensa menjadi
cembung. Jarak yang semakin dekat akan
menyebabkan semakin kuatnya akomodasi
mata (Kistianti, 2008). Aktivitas melihat jarak
dekat pada monitor 16 dengan jarak yang tidak
sesuai akan memberikan dampak buruk akibat
pajanan sinar ultraviolet. Selain itu menurut
teori lain, lamanya aktivitas melihat jarak
dekat akan menyebabkan terbentuknya
bayangan buram di retina. Bayangan buram ini
akan memulai proses kimia pada retina untuk
menstimulasi perubahan perubahan biokimia
dan struktural pada sklera dan koroid yang
menyebabkan elongasi aksial (Ramamurthy,
Lin Chua, & Saw, 2015).
c. Tingkat kecerdasan
Ada banyak penelitian yang telah
menunjukkan IQ yang lebih tinggi pada anak-
anak dengan miopia. Sebuah penelitian di
Inggris mempelajari 6871 anak dengan
orangtua miopia didapatkan hubungan yang
kuat antara performa yang tinggi saat tes
standard berbasis sekolah dengan faktor risiko

36 | M a t a k u k a b u r
miopia. Penelitian telah menunjukkan
hubungan yang kuat antara peningkatan skor
kecerdasan dan risiko terjadinya miopia
(Williams, Miller, Gazzard, & Saw, 2008).
d. Aktivitas di luar Ruangan
Menurut suatu penelitian, kurangnya
aktivitas di luar ruangan merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya miopia. Suatu
penelitian di Australia meneliti 124 anak dari
etnis Cina yang tinggal di Sydney dan 683
anak dari etnis Cina di Singapura. Didapatkan
prevalensi miopia di Sydney sebesar 3,3% dan
di Singapura 29%, padahal anak-anak di
Sidney lebih banyak melakukan aktivitas jarak
dekat. Tetapi anak anak di Sidney juga
menghabiskan waktu di luar ruangan lebih
lama daripada anak anak di Singapura
(McCredie, 2008). Penelitian lain
mengungkapkan bahwa lamanya waktu yang
dihabiskan di luar ruangan dapat mengurangi
risiko terjadinya miopia (Dirani et al., 2009).
Aktivitas di luar ruangan merupakan suatu
faktor protektif yang dapat mencegah
terjadinya miopia, namun hingga kini
mekanismenya masih belum terlalu jelas
(Muhamedagic et al., 2014). Sebuah hipotesis
yang dapat diterima secara luas adalah
paparan cahaya yang terang akan
menstimulasi pelepasan dopamin yang dapat
menghambat elongasi bola mata (French,
Ashaby, Morgan, & Rose, 2013).

37 | M a t a k u k a b u r
Teori lainnya yaitu teori mengenai vitamin
D. Paparan radiasi ultraviolet B (UVB) dapat
menstimulasi pelepasan vitamin D. Vitamin D
berperan dalam pembentukan kolagen yang
merupakan komponen utama sklera
(Ramamurthy et al., 2015). Penelitian The
Collaborative Longitudinal Evaluation of
Ethnicity and Refractive Error (CLEERE)
mengatakan bahwa pada mata emetropia
pemanjangan aksis bola mata dikompensasi
dengan peregangan 18 dari otot siliaris,
zonula, dan lensa yang menyebabkan kekuatan
refraksi lensa berkurang atau lebih pipih.
Namun, jika kompensasi tersebut berhenti,
maka mata akan mulai mengalami miopia.
Hilangnya kompensasi tersebut diduga karena
adanya perubahan pada otot siliaris. Ketika
teregang, otot-otot polos pada tubuh
cenderung menjadi hipertrofi. Otot siliaris
yang tebal akan menghambat pemipihan lensa
untuk menyesuaikan dengan pemanjangan
aksis bola mata. Di sinilah peran dari vitamin
D, dimana vitamin D diduga memiliki peran
anti hipertrofi pada otot siliaris, seperti
perannya untuk mencegah hipertrofi otot polos
lainnya seperti kantung kemih. Sinar matahari
dapat membantu sintesis vitamin D dari pro
vitamin D yang ada di dalam tubuh (Mutti,
2013).
Terdapat mekanisme lain yang mendukung
aktivitas di luar ruangan sebagai faktor

38 | M a t a k u k a b u r
protektif yaitu meningkatnya depth of focus
dan kejernihan retina yang menyebabkan
konstriksi pupil karena intensitas cahaya yang
tinggi dan berkurangnya permintaan untuk
melihat jarak dekat saat berada di luar
ruangan. Semakin tinggi intensitas cahaya,
tingkat perlindungan terhadap miopia juga
semakin meningkat (Ramamurthy et al.,
2015).
 Astigmatisma
a. Genetik
Apabila dihubungkan dengan astigmatisma,
banyak penelitian yang menemukan hasil
berupa teori dan dugaan sementara tentang
hubungan faktor genetik dengan
astigmatisma. Sebuah studi keluarga yang
dilakukan para peneliti menunjukkan bahwa
genetik berperan penting dalam astigmatisma.
Anak yang memiliki orang tua dengan
astigmatisma memiliki risiko dua kali lebih
besar untuk menderita astigmatisma daripada
anak-anak dengan orang tua yang tidak
menderita astigmatisma. Hubungan genetik
dengan astigmatisma mencapai 63%, dengan
pengaruh gen dominan hingga 54%.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan pada populasi kembar yang
menunjukkan bahwa heretabilitas
astigmatisma adalah sebesar 60% hingga
71% (Dirani, et al., 2008)

39 | M a t a k u k a b u r
Sebuah lokus gen yang rentan telah
diidentifikasi dengan polimorfisme
nukelotida tunggal rs3771395 pada
kromosom 2p13.3 pada gen VAX2. Gen
VAX2 berperan penting dalam
perkembangan aksis dorsoventral mata
(Lopes, et al., 2013). Variasi pada gen
PDGFRA pada kromosom 4q12 telah
diidentifikasi sebagai hal yang berhubungan
secara signifikan dengan corneal
astigmatisma karena menunjukkan efek yang
konsisten pada semua studi kohort yang
dilakukan (Dirani, et al., 2008)
b. Gaya Hidup
Bila dihubungkan dengan astigmatisma,
gaya hidup yang tidak baik dapat
mengganggu kesehatan, salah satunya
penurunan tajam penglihatan. Aktivitas
melihat dekat yang terlalu banyak seperti
membaca dapat menyebabkan kelainan
refraksi (Fachrian, et al., 2009). Hal ini
disebabkan karena akomodasi mata yang
terus-menerus dan radiasi cahaya berlebihan
yang diterima oleh mata (Gondhowiardjo,
2009). Kebiasaan tersebut dapat
menimbulkan efek tunda (bergejala beberapa
bulan atau tahun setelah paparan) dan efek
stokastik (kelainan yang disebabkan karena
perubahan sel akibat pengaruh radiasi
gelombang elektromagnetik). Manifestasi
klinis dari efek radiasi ini dapat berupa

40 | M a t a k u k a b u r
gangguan refraksi pada anak-anak (Wiyoso,
2010). Di samping itu, membaca dan aktivitas
visual lainnya yang melibatkan tatapan mata
ke bawah dapat mempengaruhi astigmatisma
karena mengubah kelengkungan kornea
akibat tekanan pada kelopak mata. Hal
tersebut dapat dilihat dari perubahan
topografi kornea (Read, et al., 2007). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Noor (2012)
menunjukkan bahwa bermain online game
berpengaruh sebesar 11,3% terhadap
timbulnya astigmatisma pada anak. Risiko
astigmatisma meningkat hingga dua kali lebih
besar pada kelompok anak yang bermain
online game antara dua sampai enam jam per
hari atau lebih dari enam jam per hari.

c. Patofisiologi

Astigmatisma merupakan kelainan refraksi


matayang menyebabkan bayangan penglihatan padasatu
bidang difokuskan pada jarak yang berbeda dari bidang
yang tegak lurus terhadap bidang tersebut.Hal ini paling
sering disebabkan oleh terlalu besarnya lengkung kornea
pada salah satu bidang di mata. Kelainan yang didapat
misalnya pada berbagai penyakit kornea seperti ulkus
kornea, trauma pada kornea bahkan trauma bedah pada
operasi katarak. Contoh lensa astigmatisma adalah
permukaan lensa seperti telur yang terletak pada sisi
datangnya cahaya. Derajat kelengkungan bidang yang
melalui sumbu panjang telur tidak sama besar dengan

41 | M a t a k u k a b u r
derajat kelengkungan pada bidang yang melalui sumbu

Gambar 1 Astigmatisma, memperlihatkan berkas cahaya


difokuskan pada satu jarak fokus pada satu bidang (bidang AC),
dan pada jarak fokus lain pada bidang yang tegak lurus terhadap
bidang pertama (bidang BD)
pendek. Oleh karena lengkung lensa astigmatisma pada
satu bidang lebih kecil dari pada lengkung pada bidang
yang lain, cahaya yang membentur bagian perifer lensa
pada satu sisi tidak dibelokkan sama kuatnya dengan
cahaya yang membentur bagian perifer bidang yang lain.
Hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 1, yang
memperlihatkan berkas cahaya yang berasal dari titik
sumber dan berjalan melalui lensa astigmatisma yang
lonjong (Ilyas,2014).

Cahaya dalam bidang vertikal, yang ditandai oleh bidang BD, dibiaskan
dengan kuat oleh lensa astigmatisma karena kelengkungan pada bidang vertikal
lebih besar dari pada bidang horizontal. Sebaliknya, cahaya dalam bidang
horizontal, yang ditandai oleh bidang AC dibelokkan tidak sekuat cahaya yang
melewati bidang vertikal BD. Jelaslah bahwa cahaya yang melalui lensa
astigmatisma tidak seluruhnya dibiaskan menuju satu titik fokus, karena cahaya
yang melalui satu bidang lensa terfokus lebih jauh di depan dari cahaya yang
melalui bidang yang lain. Daya akomodasi mata tidak dapat mengompensasi
kelainan astigmatisma karena selama akomodasi, lengkung lensa mata berubah
kurang lebihs ama kuatnya di kedua bidang. Oleh karena itu, pada astigmatisma,
kedua bidang memerlukan derajat akomodasi yang berbeda. Dengan demikian,

42 | M a t a k u k a b u r
tanpa bantun kacamata, seorang dengan astigmatisma tidak pernah melihat dengan
fokus tajam. (ilyas, 2014).

d. Pemeriksaan fisik dan pemriksaan penunjang

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Astigmatisme

1) Pemeriksaan pin hole

Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui


apakah berkurangnya tajam penglihatan
diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan
pada media penglihatan, atau kelainan retina
lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah
setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien
tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum
dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan
berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan
media penglihatan atau pun retina yang
menggangu penglihatan (Ilyas,2014).

2) Uji refraksi

a. Subjektif (Optotipe dari Snellen & Trial


lens)
Metode yang digunakan adalah dengan
Metoda, “trial and error‟ Jarak pemeriksaan 6
meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu
Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita, Mata diperiksa satu persatu
dibiasakan mata kanan terlebih dahulu
Ditentukan visus/tajam penglihatan masing-
masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi
dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa
sferis positif tajam penglihatan membaik atau

43 | M a t a k u k a b u r
mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien
dikatakan menderita hipermetropia, apabila
dengan pemberian lensa sferis positif
menambah kabur penglihatan kemudian
diganti dengan lensa sferis negatif
memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau
20/20 maka pasien menderita miopia.Bila
setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak
tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin
pasien mempunyai kelainan refraksi
astigmatisma. Pada keadaan ini lakukan uji
pengaburan (fogging technique) (Ilyas,2014).
b. Objektif
Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau
besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer.Penderita
duduk di depan autorefractor, cahaya
dihasilkan oleh alat dan respon mata
terhadap cahaya diukur. Alat ini
mengukur berapa besar kelainan
refraksi yang harus dikoreksi dan
pengukurannya hanya memerlukan
waktu beberapa detik.
Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang
bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea. Keratometer
dipakai klinis secara luas dan sangat
berharga namun mempunyai
keterbatasan (Ilyas,2014).

44 | M a t a k u k a b u r
3) Uji pengaburan

Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang


ada, maka tajam penglihatannya dikaburkan
dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan
berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya
dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien
diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan
ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat.
Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak
lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder,
atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu
180°. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder
negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi
astigmat vertikal samategasnya atau kaburnya
dengan juring horizontal atau semua juring sama
jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder
ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien
diminta melihat kartu Snellen dan perlahanlahan
ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas
(Ilyas,2014).

a
m
b
a
r

45 | M a t a k u k a b u r
4) Keratoskop

Keratoskop atau placido digunakan untuk


pemeriksaan astigmatime. Pemeriksaan ini
memerihatikan imej “ring” pada kornea pasien
(Ilyas,2014).

5) Javal ophtalmometer

Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan


sentral dari kornea, dimana akan menentukan
kekuatan refraktif dari kornea(Ilyas,2014).

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang pada Miopia

Untuk menegakan diagnosa pada pasien miopia,


dapat dilakukan melalui 3 tahap, yaitu: Riwayat
pasien, Pemeriksaan klinis dan Pemeriksaan tambahan
(Ilyas,2014).

46 | M a t a k u k a b u r
Riwayat pasien

Komponen utama dari riwayat pasien yaitu


identifikasi masalah dan keluhan keluhan utama seperti
keluhan visual, okular, dan riwayat kesehatan umum
pasien, riwayat keluarga dan perkembangan, dan alergi
obat -obatan.

a. Miopia sederhana
Gejala yang terdapat pada miopia sederhana yaitu
penglihatan yang tidak jelas atau kabur. Dalam hal ini
pemeriksa harus menanyakan apakah penglihatan
yang tidak jelas tersebut menetap atau hanya
sementara. Klinisi harus menyadari bahwa pada
miopia pada anak -anak sulit didiagnosa karena anak-
anak sulit menyampaikan penglihatan yang kabur
(Ilyas,2014).
b. Miopia nokturnal
Gejala utama pada miopia nokturnal adalah
penglihatan kabur pada jarak yang jauh dengan
pencahayaan yang redup. Pasien mungkin
mengeluhkan sulit untuk melihat rambu-rambu lalu
lintas saat berkendara pada malamhari.
c. Pseudomiopia
Pandangan kabur yang bersifat sementara,
terutama setelah bekerja dalam jarak dekat, mungkin
di indikasikan adanya daya akomodasi yang tidak
adekuat atau pseudomiopia.
d. Miopia degeneratif
Dalam miopia degeneratif, didapati pandangan
kabur yang dipengaruhi oleh jarak karena derajat

47 | M a t a k u k a b u r
miopia biasanya signifikan. Pasien harus menahan
“nearpoint-objects” sangat dekat dengan mata,
karena miopia yang tidak terkoreksi (Ilyas,2014).

Pemeriksaan Kelainan Refraksi


‘ Melakukan pemeriksaan refraksi ada 2 cara, yaitu :

1. Refraksi subjektif

Memeriksa kelainan pembiasan mata pasien dengan


memperlihatkan kartu lihat jauh dan memasang lensa yang
sesuai dengan hasil pemeriksaan bersama pasien.

Dilakukan pemriksaan optotipe snellen, adapun tekmik


pemeriksaan yaitu:

a. Penderita duduk menghadap kartu snellen pada


jarak 6 meter.
b. Pada mata dipasang bingkai percobaan dan satu
mata ditutup
c. Penderita disuruh untuk membaca kartu snellen
mulai huruf terbesar dan diterusakan sampai huruf
terkecil yang masih dapat dibaca.
d. Lensa negative terkecil dipasang pada tempatnya
dan bila tajam pengelihatan menjadi lebih baik
ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan hingga
dapat di baca huruf pada baris terbawah.
e. Sampai terbaca 6/6 (Ilyas,2014).

Mata yang biasa diperiksa terlebih dahulu adalah mata


kanan.

a. Letakkan bingkai uji coba (trial frame) pada posisi


yang tepat

48 | M a t a k u k a b u r
b. Dilihat apakah titik tengah terletak tepat di depan
mata
c. Pasang penutup (occluder) pada mata yang tidak
diperiksa (matakiri)
d. Catat tajam penglihatan mata yang
dibuka(Ilyas,2014).
2. Refraksi Objektif

Melakukan pemeriksaan kelainan pembiasan mata


pasien dengan alat tertentu tanpa perlunya kerjasama
dengan pasien.

Pemeriksaan objektif dipakai alat :

a. Pemeriksaan oftalmoskopi direk bertujuan untuk


melihat kelainan dan keadaaan fundus okuli dengan
dasarnya cahaya masuk kedalam fundus akan
memberikan reflex fundus dan terlihat gambaran
fundus.
b. Refrationometer apa yang disebut pemeriksaan
dengan komputer
c. Streak retinoskopi menggunakan retinoskopi
dengan lensa kerja alat +200 D. Pemeriksaan
mengamati reflex fundus bergerak berlawanan arah
dengan gerakan retinoskopi (Ilyas,2014).

Untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan khusus untuk


miopia.Selanjutnya pada mata miopia dilakukan
pemeriksaan berikut:

1. Bila penglihatan kurang dari 6/6 diletakan lensa


pada bagian ka ca mata coba-coba dengan kekuatan
S +0,5 atau S -0,5.

49 | M a t a k u k a b u r
2. Ditanyakan dengan lensa mana yang terlihat lebih
jelas. Tajam penglihatan dapat lebih kurang dari
6/10 sehingga penambahan lensa diberikan yang
lebih berat.
3. Penambahan lensa lanjut, bila lebih terang de ngan
lensa S - 0,5 maka pemeriksaan selanjutnya
dilakukan dengan lensa S – yang dinaikanperlahan
sehingga terdapat penglihatan yang paling jelas.
4. Lensa ditambahkan perlahan sampai tajam
penglihatan maksimal (Ilyas,2014).
Resep kaca mata yang diberikan adalah lensa neg atif
yang paling tidak berat. Pemeriksaan miopia pada anak
diperlukan rujukan berikut :

1. Pemeriksaan dengan sikloplegik harus dilakukan


pada pemeriksaan mata anak, anak dengan juling
esotropia dan miopia sangat tinggi (>10 D).
2. Koreksi sebaiknya dilakukan secara total pada
kelainan refraksi dan astigmatismatnya.
3. Rencana koreksi kurang (under correction) pada
miopia dengan juling ke dalam atau esotropia untuk
mengurangi esotropia sudut tidaklah begitu
ditoleransi.
4. Koreksi lebih (over correction) dapat dilakukan
untuk memperbaikideviasi juling ke dalam
(esotropia).
5. Pada anak dengan miopia tinggi dan anisometropia
yang mengakibatkan aniseikonia dapat
dipertimbangkan (Ilyas,2014).

50 | M a t a k u k a b u r
Pemeriksaan Tambahan

Pemeriksaan tambahan dapat dibutuhkan untuk


mengidentifikasi kondisi yang berkaitan dengan perubahan
retina pada pasien dengan miopia degeneratif. Pemeriksaan
tambahan tersebut dapat berupa : Fotografi fundus,
Ultrasonografi A- dan B-scan, Lapangan pandang, Tes
seperti gula darah puasa (misalnya untuk mengidentifikasi
penyebab dari miopia yang didapat) (Ilyas,2014).

e. Tatalaksana
 Astigmatisme

1) Koreksi lensa

Astigmatismusdapat dikoreksi kelainannya


dengan bantuan lensa silinder. Karena dengan
koreksi lensa cylinder penderita
astigmatismusakan dapat membiaskan sinar
sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan
bertambah jelas (Ramamurthy, 2015).

2) Orthokeratology

Orthokeratology adalah cara pencocokan dari


beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu
minggu atau bulan, untuk membuat kornea
menjadi datar dan menurunkan myopia.
Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai
dengan standar. Pada astigmatismus
irregulardimana terjadi pemantulan dan
pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran
permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi

51 | M a t a k u k a b u r
dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai
lensa kontak maka permukaan depan kornea
tertutup rata dan terisi oleh film air mata
(Ramamurthy, 2015).

3) Bedah refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan
terdiri dari:
Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar
dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian
yang lemah dan curam pada permukaan
kornea dibuat rata. Jumlah hasil
perubahan tergantung pada ukuran zona
optik, angka dan kedalaman dari insisi.
Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan
kornea ditekan dengan ablasi laser pada
pusat kornea. Kornea yang keruh
adalah keadaan yang biasa terjadi
setelah photorefractive keratectomy dan
setelah beberapa bulan akan kembali
jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi
kadang-kadang.
Pada astigmatisma berkas sinar
tidak difokuskan pada satu titik dengan
tajam pada retina akan tetapi pada 2
garis titik api yang saling tegak lurus
yang terjadi akibat kelainan
kelengkungan permukaan kornea. Pada
mata dengan astigmat lengkungan jari-

52 | M a t a k u k a b u r
jari meredien yang tegak lurus padanya
(Ramamurthy, 2015).
Bayi yang baru lahir biasanya
mempunyai kornea yang bulat atau
sferis yang di dalam perkembangannya
terjadi keadaan apa yang disebut
sebagai astigmatisma with the rule
(astigmat lazim) yang berarti
kelengkungan kornea pada bidang
vertical bertambah atau lebih kuat atau
jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-
jari kelengkungan kornea dibidang
horizontal. Pada keadaan astigmat
lazim ini diperlukan lensa silinder
negative dengan sumbu 180 derajat
untuk memperbaiki kelainan refraksi
yang terjadi.Pada usia pertengahan
kornea menjadi lebih sferis kembali
sehingga astigmat menjadi against the
rule (astigmat tidak lazim). Astigmat
tidak lazim (astigmatisme against the
rule) adalah suatu keadaan kelainan
refraksi astigmat dimana koreksi
dengan silinder negative dilakukan
dengan sumbu tegak lurus lurus (60-
120 derajat) atau dengan silinder positif
sumbu horizontal
(30150derajat).Keadaan ini terjadi
akibat kelengkungan kornea pada
meredien horizontal lebih kuat
dibandingkan kelengkungan kornea

53 | M a t a k u k a b u r
vertical. Hal ini sering ditemukan pada
usia lanjut (Ramamurthy, 2015).

 Miopia

Penatalaksaan miopi terdiri dari :


a. Koreksi refraksi
Langkah pertama yang dilakukan adalah
koreksi dengan lensa oftalmik atau lensa
kontak (Basri, 2014).
b. Modifikasi lingkungan
Beberapa penelitian mendukung efektivitas
diet dalam pengelolaan miopia, dianjurkan
pada penderita miopia yang terpapar secara
genetik untuk meningkatkan konsumsi
protein hewani, mengurangi karbohidrat dan
gula. Duke Elder menyarankan diet kaya
vitamin D dan kalsium untuk penderita
miopia ini. Aktivitas yang dianjurkan adalah
olahraga luar ruang misalnya jogging,
namun aktivitas lain yang cenderung
meningkatkan tekanan intra kranial dan
stress sebaiknya dihindari, misal angkat
berat. Tindakan operatif. Tindakan operatif
kornea tidak disarankan pada penderita
miopia patologi, misal tindakan LASIK,
namun implantasi IOL merupakan tindakan
bedah refraksi yang disarankan (Basri,
2014).
c. Fotokoagulasi laser
Bila terdapat choroidal neovascularization
membran dilakukan argon laser

54 | M a t a k u k a b u r
photokoagulasi, tetapi harap
dipertimbangkan bahwa pada miopia
patologi ini terdapat pemanjangan dan
peregangan bola mata sehingga sikatrik
yang diakibatkan oleh laser akan menambah
peregangan bola matatersebut(Basri, 2014).

d. Pengawasan Tekanan Intra Okuler (TIO)


Tekanan intra okuler (TIO) harus dipantau
secara cermat. Curtin melaporkan bahwa
TIO ini berperan secara mekanik dalam
pemanjangan aksial bola mata. Black
merekomendasikan bahwa TIO dibawah 20
mmHg (Basri, 2014).

e. Komplikasi dan prognosis


 Komplikasi
1. Ablasio retina
Merupakan komplikasi tersering biasanya timbul
didahului dengan timbulnya holepada daerah perifer
retina akibat proses-proses degenerasi dari daerah
ini (Kanski, 2010).
2. Vitreal liquefaction dan Detachment
Badan viterus yang berada diantara lensa dan retina
mengandung 98% air dan 2% serat kolagen yang
seiring pertumbuhan usia akan mencair secara
perlahan-lahan, namun proses ini akan
meningkatkan pada penderita miopi tinggi. Hal ini
berhubungan dengan hilangnnya struktur normal
kolagen. Pada awal, penderita akan melihat

55 | M a t a k u k a b u r
bayangan-bayangan kecil. Pada keaadaan lanjut,
dapat terjasdu kolaps badan viterus sehingga
kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini
nantinya akan menimbulkan resiko untuk
terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan
retina (Kanski, 2010).
3. Glukoma
Resiko terjadinya glukoma pada mata normal
adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2% dan pada
miopi tinggi 4,4%. Glukoma pada miopi terjadi
karena stres akomodasi dan konvergensi serta
kelainan struktur jaringan ikat penyambung
trabekula (Kanski, 2010).
4. Trombosis dam pndarahan koroid
Sering terjadi pada obliterasi dini pembuluh darah
kecil. Biasanya terjadi didearah sentral, sehingga
timbul jaringan parut yang mengakibatkan tajam
pengelihatan (Kanski, 2010).

5. Katarak
Transparasi lensa berkurang. Dilaporkan bahwa
pada orang dengan miopi onset katarak muncul
lebih mudah (Kanski, 2010).

 Prognosis

Apabila segera didiagnosis dan diberikan tatalaksan


yang sesuai dengan baik, gangguan refraksi memiliki
prognosis bonam (Ilyas,2014).

56 | M a t a k u k a b u r
3. Bagaman cara menulis dan membaaca resep kacamata?
Jawaban :

Resep Kaca Mata

Pada kolom dan baris paling kiri, biasanya tertulis OD dan OS


atau R dan L. OD merupakan singkatan dari Oculus Dextra yang
merupakan istilah Latin untuk mata kanan. Ini sama artinya dengan R,
yang merupakan singkatan dari Right (kanan dalam bahasa Inggris).
Sedangkan OS merupakan singkatan dari Oculus Sinistra, yaitu istilah
Latin untuk mata kiri. Dan, ini sama artinya dengan L untuk Left (kiri).
Terkadang, ditemukan tulisan OU, yang merupakan singkatan dari
Oculus Uterque dan mempunyai arti kedua mata (Komariah, 2014).

 SPH
Merupakan singkatan dari “sphere”. Ini menunjukkan
jumlah kekuatan lensa yang dibutuhkan oleh mata, bisa
lensa plus atau lensa minus. Jika angka dituliskan dalam
kolom tersebut memiliki tanda minus (-), artinya rabun
jauh. Jika angka yang dituliskan dalam kolom diikuti
dengan tanda plus (+), artinya rabun dekat. Semakin besar
angka yang dituliskan (terlepas dari tanda minus atau plus),
maka semakin tebal juga lensa yang dibutuhkan
mata(Komariah, 2014).

57 | M a t a k u k a b u r
 CYL
Merupakan singkatan dari “cylinder”. Ini menunjukkan
apakah pasien mempunyai mata silinder atau tidak, beserta
dengan jumlah kekuatan lensa untuk silinder. Jika tidak ada
angka dituliskan dalam kolom ini, artinya pasien tidak
mempunyai mata silinder atau silinder sangat sedikit
sehingga tidak perlu diberikan kacamata dengan lensa
silinder. Jika dalam kolom ini dituliskan angka yang diikuti
dengan tanda minus (-), artinya kekuatan lensa untuk
silinder rabun jauh. Dan, jika angka diikuti dengan tanda
plus (+) artinya untuk silinder rabun dekat(Komariah,
2014).
 AXIS
Merupakan orientasi dari silinder, yang ditunjukkan dari
angka 0 sampai 180 derajat. Jika mata Anda silinder, nilai
axis juga harus dituliskan dengan mengikuti kekuatan
silinder. Biasanya nilai axis dituliskan dengan didahului
oleh “x”. Contoh: x120, artinya sudut kemiringan lensa
silinder adalah 120 derajat untuk mengoreksi mata
silinder(Komariah, 2014).
 ADD
Merupakan kekuatan pembesar yang ditambahkan di bagian
bawah lensa multifokal untuk mengoreksi presbiopia (rabun
tua) atau untuk kebutuhan baca. Angka yang dituliskan
dalam kolom ini selalu dalam kekuatan plus (walaupun
mungkin tidak dituliskan tanda plus). Umumnya berkisar
antara +0,75 sampai +3. Dan, biasanya kekuatannya sama
pada setiap mata(Komariah, 2014).
 PRISM
Ini menunjukkan jumlah koreksi yang mungkin diperlukan
pada beberapa orang untuk menyelaraskan mata sehingga

58 | M a t a k u k a b u r
penglihatan terlihat lurus. Bila ada, jumlah prism akan
dituliskan dalam pecahan atau desimal dan diikuti dengan
arah prism. Terdapat empat singkatan arah prism, yaitu BU
(base up= atas), BD (base down= bawah), BI (base in= ke
arah hidung pemakai), dan BO (base out= ke arah telinga
pemakai)(Komariah, 2014).

59 | M a t a k u k a b u r
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari hasil diskusi LBM 2 ini dapat disimpulkan bahwa,
keluhanmata kabur pada kedua mata sejak 1 tahun yang lalu
yang diderita oleh seorang perempuan 45 tahun ini orang
merupakansalahsatu cirri adanyakelainan pada proses refraksi
pada kedua matanya.
Kelainan refraksi dibagi menjadi tiga dan kelainan
akomodasi, namun berdasarkan keluhan yang lain seperti hasil
pemeriksaan yang didapatkan pada VOD dan VOS nya.
Sehingga untuk diagnosis sementara kami lebih memilih DX
astigmatisme miopi kompositus. Yang dimana astigmatisma
merupakan kelainan refraksi mata yang berkas sinarnya tidak
difokuskan pada satu titik dengan tajam penglihatan pada retina,
akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus.
Kemudian miopia merupakan kelainan refraksi dengan
bayangan sinar dari suatu objek yang jauh difokuskan di depan
retina pada mata yang tidak berakomodasi, yang terjadi akibat
ketidaksesuaian antara kekuatan optik (optical power) dengan
panjang sumbu bola mata (axial length).

60 | M a t a k u k a b u r
61 | M a t a k u k a b u r

Anda mungkin juga menyukai