Disusun Oleh
dr. Paskalin Yohansyah
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
dunia setelah Ethiopia, dilaporkan pada Asia Pacific Academy
of Opthalmology di Sydney 2010. Dengan angka kebutaan Indonesia diatas 1
% menjadikan kebutaan tidak hanya menjadi masalah kesehatan tetapi
sudah menjadi masalah sosial. (Riskesdas, 2014)
Hasil kebutaan dan ganguan penglihatan pada Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2007 maupun 2013 oleh kalangan profesi kesehatan mata
dinilai tidak menunjukkan gambaran kebutaan dan gangguan
penglihatan di Indonesia karena beberapa hal, antara lain kemampuan
enumerator yang tidak memadai untuk mendeteksi kebutaan dan gangguan
penglihatan beserta penyebabnya. Hal ini diakui pada hasil Riskesdas
2013 yang dikeluarkan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia bahwa
hasil penilaian enumerator untuk menilai kebutaan dan gangguan kesehatan
tidak valid. Hal ini juga diperkuat dengan validasi penilaian
enumerator Riskesdas 2013 yang dilakukan oleh Perdami yang
mendapatkan hasil kappa 0,3 (penilaian enumerator dianggap valid
apabila kappa ≥ 0,6) (Riskesdas, 2014)
Hal tersebut juga disertai keterbatasan dalam pengumpulan data visus
yaitu tidak dilakukannya koreksi visus, tetapi dilakukan pemeriksaan
visus tanpa pin-hole dan jika visus tidak normal (kurang dari 6/6 atau
20/20) dilanjutkan dengan pemeriksaan pon-hole, seperti yang
dilakukan saat Riskesdas 2007.
Tiga kelainan refraksi yang paling sering dijumpai adalah miopia,
hipermetropia dan astigmatisme. Selain itu terdapat kelainan refraksi lain
yang disebut presbiopi. Presbiopi berbeda dengan ketiga jenis lainnya, yakni
berhubungan dengan proses penuaan dan terjadi hampir pada seluruh individu
(WHO, 2009). Dampak presbiopi terhadap kualitas hidup pada populasi
global telah menempatkan penanganan presbiopi di lini depan penelitian
secara signifikan. Selain itu, presbiopi merupakan tantangan
kesehatan masyarakat yang penting, karena dapat mempengaruhi kualitas
hidup orang tua (Patel dan West, 2007).
Presbiopi merupakan keadaan refraksi mata, dalam hal ini punctum
proksiumum telah begitu jauh, sehingga pekerjaan dekat yang halus
seperti membaca dan menjahit sukar dilakukan. Proses ini merupakan
keadaan
3
fisiologis, terjadi pada setiap mata, dan tidak dianggap sebagai
suatu penyakit. Sepanjang hidup terjadi pergeseran sedikit demi
sedikitpada lensa dimulai dari nukleus. Ini menyebabkan lensa mendapat
kesukaran dalam mengubah bentuknya pada penglihatan dekat untuk
menambah daya biasnya karena lensa tidak kenyal lagi. Dengan
demikian daya akomodasinya erkurang akibat proses pengendoran dari
zonula zinii menjadi tidak sempurna.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan suatu masalah yaitu:
Bagaimanakah Karakteristik Pasien Presbiopi di Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Tahun 2017-2018
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia
harapan hidup yang tinggi. Karena presbiopi berhubungan dengan usia,
5
prevalensinya berhubungan langsung dengan orang-orang lanjut usia dalam
populasinya.
6
Estimasi jumlah orang dengan gangguan penglihatan di seluruh
dunia pada tahun 2010 adalah 285 juta orang atau 4,24% populasi, sebesar
0,58% atau 39 juta orang menderita kebutaan dan 3,65% atau 246 juta
orang mengalami low vision. 65% orang dengan gangguan penglihatan
dan 82% dari penyandang kebutaan berusia 50 tahun atau lebih. (WHO,
2012)
Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopi karena
onsetnya yang lambat, namun dapat dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopi
terjadi pada usia 42 hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada tahun
2006 menunjukkan 112 juta orang di Amerika mempunyai kelainan
presbiopi. (American Academy of Ophthalmology, 2016)
2.3 Etiologi
Yang menjadi etiologi presbiopi adalah:
- Kelemahan otot akomodasi
- Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa
(Ilyas, 2010).
2.4 Patofisiologi
Presbiopi merupakan keadaan refraksi mata, dalam hal ini punctum
proksimum telah begitu jauh, sehingga pekerjaan dekat yang halus seperti
membaca dan menjahit sukar dilakukan. Proses ini merupakan keadaan
fisiologis, terjadi pada stiap mata, dan tidak dianggap sebagai suatu penyakit.
Sepanjang hidup terjadi pengerasan lensa sedikit demi sedikit pada lensa
dimulai dari nukleus. Ini menyebabkan lensa mendapat kesukaran dalam
mengubah bentuknya pada penglihatan dekat untuk menambah daya
biasnya karena lensa tak kenyal lagi. Dengan demikian daya akomodasinya
berkurang akibat proses sklerosis ini. Ditambah lagi dengan adanya kontraksi
dari otto siliar yang berkurang sehingga pengendoran dari zonula Zinii
menjadi tidak sempurna (Buku Ilmu Kesehatan Mata FK UGM Edisi 3)
Pada presbiopi, sifat fisiologik lensa yang berupa kelenturan berkurang,
mengakibatkan lensa tidak dapat mencembung sebagaimana fungsinya dalam
memfokuskan objek (Ilyas, 2010). Kelenturan lensa berkurang seiring
meningkatnya usia. Hal ini disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada
7
protein lensa seiring bertambahnya usia, sehingga menyebabkan
lensa menjadi keras dan kurang elastis. Keadaan ini menimbulkan
manifestasi berupa gangguan akomodasi. Selain berkurangnya
kelenturan lensa, gangguan akomodasi pada usia lanjut juga disebabkan
oleh kelemahan otot akomodasi (Ilyas, 2010). Kelenturan lensa dan
kelemahan otot akomodasi yang menurun menyebabkan semakin
jauhnya titik dekat penglihatan sehingga kemampuan akomodasi
berkurang (Ganong, 2002).
Titik dekat penglihatan adalah titik terdekat ke mata yang masih dapat
memfokuskan suatu benda dengan jelas oleh akomodasi. Titik dekat
akan semakin jauh seiring dengan pertambahan usia, dari sekitar 9 cm pada
usia 10 tahun menjadi 83 cm pada usia 60 tahun. Kelengkungan
lensa dapat ditingkatkan, namun sifatnya terbatas (batas akomodasi
maksimum). Hal tersebut menyebabkan berkas sinar dari suatu benda
yang letaknya kurang dari titik penglihatan yang dimiliki tidak dapat
difokuskan di retina walaupun telah dilakukan akomodasi maksimum
(Ganong, 2002).
8
klorpromazin, hidroklorotiazid, antidepresan, antipsikotik, antihistamin,
diuretik).
9
- Lain-lain: Kurang gizi, penyakit dekompresi. (American Academy of
Ophthalmology, 2016)
2.6 Klasifikasi
2.6.1. Presbiopi Insipien
Presbiopi insipien merupakan tahap awal di mana gejala
atau temuan klinis yang mulai menunjukkan gejala awal
gangguan penglihatan dekat. Pada presbiopi insipien dibutuhkan
usaha yang lebih untuk membaca tulisan kecil. Biasanya, pasien
membutuhkan bantuan kacamata, namun tidak tampak kelainan
bila dilakukan pemeriksaan dan pasien lebih memilih untuk
menolak diberikan kacamata baca.
2.6.2. Presbiopi Fungsional
Ketika dihadapkan dengan amplitudo akomodasi yang
berangsur–angsur menurun, pasien dewasa mengeluhkan adanya
gangguan penglihatan serta ditemukan kelainan pada saat
dilakukan pemeriksaan.
2.6.3. Presbiopi Absolut
Sebagai akibat dari penurunan akomodasi yang bertahap dan
terus menerus, presbiopi fungsional dapat berkembang menjadi
presbiopi absolut. Presbiopi absolut adalah kondisi di
mana kemampuan mata unduk berakomodasi.
2.6.4. Presbiopi Prematur
Presbiopi premature adalah berkurangnya kemampuan
akomodasi penglihatan jarak dekat mata yang lebih cepat
dari perkiraan. Presbiopi ini terjadi dini pada usia sebelum 40 tahun,
dan berhubungan dengan lingkungan, gizi, penyakit atau obat–
obatan, hipermetropia yang tidak terkoreksi, prematur sklerosis
dari lensa kristalin, dan glaukoma simpleks kronik.
2.6.5. Presbiopi Nokturnal
Presbiopi nokturnal adalah kondisi dimana terjadi kesulitan
untuk melihat jarak dekat yang disebabkan oleh penurunan amplitudo
akomodasi pada saat cahaya redup. Peningkatan ukuran pupil, dan
10
penurunan kedalaman menjadi penyebab berkurangnya jarak
penglihatan dekat dalam cahaya redup (American Academy of
Ophthalmology, 2016).
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1. Kacamata
Presbiopi dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk
mengatasi daya fokus otomatis lensa yang hilang. Pada pasien
presbiopi, kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat
yang berkekuatan tertentu:
+ 1.0 D untuk usia 40 tahun
11
+ 1.5 D untuk usia 45 tahun
+ 2.0 D untuk usia 50 tahun
+ 2.5 D untuk usia 55 tahun
+ 3.0 D untuk usia 60 tahun
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3.0 dioptri
adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada
seseorang. Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan
kebutuhan jarak kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat
subjektif sehingga angka–angka di atas bukan merupakan angka yang
tetap.
Kacamata baca memiliki koreksi-dekat di seluruh aperture
kacamata sehingga kacamata tersebut baik untuk membaca,
tetapi membuat benda-benda jauh menjadi kabur. Untuk mengatasi
gangguan ini, dapat digunakan kacamata yang bagian atasnya
terbuka dan tidak terkoreksi untuk penglihatan jauh. Kacamata
bifokus melakukan hal serupa tetapi memungkinkan untuk koreksi
kalainan refraksi yang lain. Kacamata trifokus mengoreksi
penglihatan jauh disegmen atas, penglihatan sedang di segmen
tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah. Lensa progresif juga
mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh tetapi dengan
perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat (Whitcher
dan Paul, 2009)
2.8.2. Pembedahan
Terdapat beberapa teknik bedah untuk mengoreksi presbiopi,
namun keselamatan, keberhasilan dan kepuasan pasien masih belum
bisa ditetapkan:
o Multifocal intraocular lens implants
o Accommodating intraocular lens implants
o Small-diameter corneal inlays
o Modified corneal surface techniques to create multifocal corneas
o Conductive keratoplasty (CK)
o Moldable intraocular lens implants (IOLs) to develop pseudophakic
accommodation. (American Academy of Opthalmology, 2016)
12
2.9 Prognosis
Hampir semua pasien presbiopi dapat berhasil dalam menggunakan
salah satu pilihan penatalaksanaan. Dalam beberapa kasus (misalnya, pasien
presbiopi yang baru menggunakan kacamata, pemakai lensa kontak,
pasien yang memiliki riwayat kesulitan beradaptasi dengan koreksi
visual), tambahan kunjungan untuk tindak lanjut mungkin diperlukan.
Selama kunjungan tersebut, dokter mata dapat memberikan anjuran kepada
pasien, verifikasi resep lensa dan penyesuaian bingkai. Kadang-kadang,
perubahan dalam desain lensa diperlukan. (American Academy of
Opthalmology, 2010)
13
BAB III
KONSEP PENELITIAN
Jenis Kelamin
Usia
Presbiopi Hiperopia
Penyakit Sistemik
Trauma
Keterangan:
= Variabel Dependen
= Variabel Independen
14
2. Kartu baca dekat
3. Satu set lensa coba
3.2.3. Usia
Definisi : Lamanya penderita hidup, sejak dilahirkan sampai
sekarang yang dinyatakan dalam satuan tahun.
Umur dalam penelitian ini adalah umur yang tercatat
dalam rekam medik pasien.
15
5. > 60 tahun
3.2.4. Hiperopia
Definisi : Hiperopia (Hipermetropia) atau long-sightedness
adalah suatu keadaan mata dimana sinar sejajar dari
jarak tak terhingga difokuskan di belakang retina tanpa
akomodasi. Oleh karena itu, orang tersebut akan
melihat gambaran yang buram.
Hasil Ukur :
1. Lensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksa
dan bila tampak lebih jelas oleh pasien lensa positif
tersebut ditambah kekuatannya perlahan-lahan dan
diminta membaca huruf-huruf pada baris lebih bawah.
2. Pada pasien hipermetropia selamanya diberikan lensa sferis
positif terbesar yang memberikan tajam penglihatan
terbaik.
16
3.2.6. Trauma
Definisi : Trauma mata adalah rusaknya jaringan pada bola
mata, kelopak mata, saraf mata dan atau rongga orbita
karena adanya benda tajam atau tumpul yang mengenai
mata dengan keras/cepat ataupun lambat
17
BAB IV
METODE PENELITIAN
18
yang dipilih sebagai sampel, dikumpul dan dilakukan pencatatan tabulasi sesuai
dengan variabel yang akan diteliti.
19
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidarta, 2005. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit
Mata Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.
20
Waring GO. Correction of presbyopia with a small aperture corneal inlay.
J Refract Surg Thorofare NJ 1995. 2011;27(11):8425.doi:10.3928/1081597X-
20111005-04.
Whitcher JP, Paul RE. 2009. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Jakarta: EGC.;20:392-393
21