Disusun oleh :
Pembimbing :
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Oleh:
KATA PENGANTAR
2
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nyalah, penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan
kasus ini dengan judul Massa Plica Vocalis. Pada kesempatan ini, penulis juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Lisa Apriyanti, Sp.
THT-KL, FICS, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan laporan kasus ini.
Demikianlah penulisan laporan kasus ini, semoga dapat berguna bagi kita
semua.
Penulis
DAFTAR ISI
3
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
PENDAHULUAN....................................................................................................1
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................2
LAPORAN KASUS...............................................................................................18
DISKUSI................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................22
LAMPIRAN
4
PENDAHULUAN
Massa plica vocalis adalah suatu kelainan yang terjadi pada jaringan yang
menyusun plica vocalis. Massa jinak pada plica vocalis dapat dibagi kembali
menjadi massa non-neoplastik dan massa neoplastik. Massa non-neoplastik plica
vocalis terdiri dari dari nodul plica vocalis, polip plica vocalis, dan kista plica
vocalis, sedangkan massa ganas pada plica vocalis yang paling sering terjadi
adalah karsinoma sel skuamosa.1,2,3
Berdasarkan epidemiologinya, sekitar 11% pasien yang datang dengan
keluhan disfonia didiagnosis mengalami gangguan vokal jinak. Nodul plica
vocalis sering terlihat pada anak-anak dan perempuan dewasa berusia 18-40 tahun
dan diperkirakan 1% suara parau pada pasien yang berobat ke dokter THT
disebabkan oleh nodul plica vocalis. Pada salah satu studi, sebanyak 43% guru
yang mengalami keluhan suara parau ditemukan nodul pada plica vocalis. Pasien
dengan polip plica vocalis umumnya berusia antara 30 sampai 50 tahun dan
menyerang baik pada laki-laki maupun perempuan. Kista plica vocalis lebih
jarang ditemukan dibandingkan massa jinak plica vocalis lainnya seperti nodul
maupun polip, dengan angka prevalensi mulai dari dibawah 1% hingga 4% kasus
yang ditangani di sejumlah pusat kesehatan suara utama.4,5,6,7,8
Umumnya gejala kardinal dari seluruh massa pada laring baik jinak
maupun ganas adalah suara parau yang persisten. Gejala pada polip yang sering
ditemukan adalah adanya suara parau, diplofonia, sedangkan pada nodul
terkadang juga ditemukan keluhan batuk. Kista jarang menimbulkan gejala
stridor, aspirasi, sensasi globus atau disfagia. Pada massa ganas laring sering
ditemukan gejala seperti rasa mengganjal, kebiasaan sering berdeham, disfagia,
distres pernapasan, hemoptisis. Gejala tersebut tergantung dari lokasi dan
perluasan dari massa.2,5,9
Penegakan diagnosis dini merupakan langkah utama dalam
penatalaksanaan massa pada laring. Penatalaksanaan primer massa pada plica
vocalis adalah tindakan pembuangan massa secara operatif berupa tindakan bedah
mikrolaring karena massa plica vocalis tidak dapat ditangani hanya dengan
tindakan konservatif semata yang selanjutnya harus dipastikan lagi dengan
1
pemeriksaan histopatologi untuk menentukan jenis massa. Tujuan utama operasi
pita suara secara umum untuk memperbaiki fungsi vibrasi pita suara dan ligamen
pita suara. Untuk penatalaksanaan selanjutnya maka disesuaikan dengan jenis
massa. Untuk penatalaksanaan massa ganas laring adalah dengan pembedahan,
radiasi, sitostatika ataupun kombinasi, tergantung stadium penyakit dan keadaan
umum penderita. Tatalaksana suportif dapat membantu proses pemulihan suara,
namun tidak dapat menghilangkan massa ini. Terapi wicara memiliki peran yang
terbatas dalam penatalaksaan massa jinak, namun dapat berguna pada kista jenis
epidermoid yang kemungkinan banyak disebabkan oleh penyalahgunaan vokal.
10,11,13,14,15
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Laring adalah bagian terbawah dari saluran pernafasan bagian atas yang
menyerupai limas segitiga terpancung dan terletak setinggi vertebra servicalis
IVVI. Pada sebelah kranial laring terdapat aditus laringeus yang berhubungan
dengan hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior kartilago krikoid
dan berhubungan dengan trakea, di sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot
sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid. Sedangkan di
sebelah posterior dipisahkan dari vertebra servikalis oleh otot-otot prevertebral,
dinding dan cavum laringofaring serta disebelah anterior ditutupi oleh fascia,
jaringan lemak, dan kulit. 1,2,8
2
Gambar 1. Topografi anatomi Laring9
Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang
rawan yang saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik
dan ekstrinsik serta dilapisi oleh mukosa. Struktur laring terdiri dari tulang dan
tulang rawan, yaitu os hyoid, kartilago tiroid, kartolago krikoid, kartilago
aritenoid, epiglotis, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis, kartilago tritesea.
1,2,9
Os hyoid terletak paling atas dan berbentuk huruf U. Pada kedua sisi tulang
ini terdapat prosesus longus di bagian belakang dan prosesus brevis bagian depan.
Permukaan bagian atas tulang ini melekat pada otot-otot lidah, mandibula dan
tengkorak. Kartilago tiroid merupakan kartilago hialin pada laring yang terbesar
dan terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah
belakang. Kartilago krikoid merupakan kartilago hialin yang terletak di belakang
kartilago tiroid dan merupakan tulang rawan paling bawah dari laring. Disetiap
sisi tulang rawan krikoid melekat ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid
lateral dan di bagian belakang melekat otot krikoaritenoid posterior. N--Epiglotis
merupakan kartilago fibroelastik yang melekat pada kartilago tiroid.1,2,9
Kartilago kornikulata merupakan kartilago fibroelastik, diatas kartilago
aritenoid, kartilago ini mempertahankan kekakuan A-E folds. Kartilago
cuneiformis merupakan kartilago fibroelastik dengan A-E folds untuk
3
mempertahankan kekakuan. Terkadang kartilago tritesea dapat ditemukan dalam
ligamen tirohyoid. 1,2,9
Otot-otot laring terdiri dari 2 kelompok yaitu otot ekstrinsik yang terbagi
menjadi dua bagian yaitu otot elevator (m. digrasticus, m. stylohyoideus, m.
mylohyoideus, dan m. geniohyoideus) dan otot depressor (m. sternothyroideus, m.
sternohyoideus, dan m. omohyoideus. Kerja otot tersebut dibantu oleh daya pegas
trachea yang elastis). Otot intrinsik laring dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kelompok yang mengendalikan aditus laryngis dan kelompok yang menggerakkan
plica vocalis, berikut dapat dilihat pada Tabel 1. 1,2
4
Tabel 1. Otot intrinsik Laring2
5
daerah subglotis dan bagian atas trakea dan motoris pada semua otot laring
kecuali m. krikotiroid.1,2,3,14
Gambar 3. Persarafan laring (a) aspek anterior (b) aspek posterior (c) aspek lateral 9
Suplai arteri ke setengah bagian atas laring berasal dari ramus laringeus
superior a. thyroidea superior. Arteri laringeus superior berjalan bersama
ramus interna n. laringeus superior menembus membrana tirohyoid menuju
ke bawah diantara dinding lateral dan dasar sinus piriformis. Sedangkan
suplai arteri ke setengah bagian bawah laring berasal dari ramus laringeus
inferior a. thyroidea inferior. Arteri laringeus inferior berjalan bersama n.
laringeus inferior masuk ke dalam laring melalui area Killian Jamieson yaitu
celah yang berada di bawah m. konstriktor faringeus inferior, di dalam laring
beranastomose dengan a. laringeus superior dan memperdarahi otot-otot dan
mukosa laring. Darah vena dialirkan melalui v. laringeus superior dan inferior
ke v. tiroidea superior dan inferior yang kemudian akan bermuara ke v.
jugularis interna.1,2,14
6
Gambar 4. Vaskularisasi Laring9
7
Laring mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi
dan fonasi. Laring membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Saat
bernapas pita suara membuka, sedangkan saat berbicara atau bernyanyi akan
menutup sehingga udara meninggalkan paru-paru, bergetar dan menghasilkan
suara. Selain itu laring juga berfungsi untuk pembentukan suara. Tinggi rendahnya
nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Syarat suara nyaring yaitu anatomi
korda vokalis normal dan rata, fisiologis harus normal dan harus ada aliran udara
yang cukup kuat.2,5,12
Saat berbicara terdapat 3 fase yaitu fase pulmonal (paru), laringeal (laring)
,dan supraglotis/oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran energi dengan inflasi
dan ekspulsi udara. Hal ini memberikan kolom udara pada laring untuk fase
laringeal. Pada fase laringeal, pita suara bervibrasi pada frekuensi tertentu untuk
membentuk suara yang kemudian di modifikasi pada fase supraglotik/oral. Kata
yang terbentuk sebagai aktivitas faring (tenggorok), lidah, bibir, dan gigi.
Disfungsi pada setiap stadium dapat menimbulkan perubahan suara, yang dapat
diinterpretasikan sebagai hoarseness oleh seseorang/penderita.2,18
Perbedaan frekuensi suara dihasilkan oleh kombinasi kekuatan ekspirasi
paru dan perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan ketegangan pita suara. Otot
yang bekerja dalam memodifikasi panjang pita suara adalah otot adduktor
laringeal. Kerja otot ini meyebabkan kedua pita suara akan merapat (aproksimasi),
dan tekanan dari udara yang bergerak menyebabkan vibrasi dari pita suara yang
elastik. Laring berperan sebagai penggetar (vibrator), sedangkan pita suara
sebagai benda yang bergetar. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke
arah tengah dari glotis. Pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh
beberapa otot spesifik pada laring itu sendiri. 2,18
DEFINISI
Massa plica vocalis adalah suatu kelainan yang terjadi pada jaringan yang
menyusun plica vocalis. Massa pada plica vocalis berdasarkan perkembangannya
dapat dibagi menjadi massa benigna (jinak) dan massa maligna (ganas). Suatu
massa dikatakan jinak apabila secara makroskopik dan mikroskopik massa akan
8
tetap terlokalisir dan tidak menyebar ke tempat lain. Hal ini dapat dilihat dengan
adanya kapsul yang memisahkan jaringan jinak dan jaringan lainnya yang sehat
dan sel yang berdiferensiasi baik yang sangat mirip dengan padanannya yang
normal. Massa dikatakan ganas apabila secara makroskopik dan mikroskopik,
terdapat tanda-tanda bahwa massa dapat menyerbu dan merusak struktur di
dekatnya dan menyebar ke tempat jauh (metastasis). Hal ini terjadi karena sel-sel
massa ganas dapat melepaskan diri dari kelompoknya. Sel-sel tersebut dapat
mengeluarkan enzim yang dapat menghancurkan protein atau matriks di
sekitarnya, lalu bergerak secara amuboid dan menginvasi jaringan sekitarnya. Sel-
sel ini dapat masuk kedalam aliran darah dan limfe, kemudian menempel dan
tumbuh pada jaringan lainnya. 1,2,3
EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan epidemiologinya, sekitar 11% pasien yang datang dengan
keluhan disfonia didiagnosis mengalami gangguan vokal jinak. Nodul plica
vocalis sering terlihat pada anak-anak dan perempuan dewasa berusia 18-40 tahun
dan diperkirakan 1% suara parau pada pasien yang berobat ke dokter THT
disebabkan oleh nodul plica vocalis. Pada salah satu studi, sebanyak 43% guru
yang mengalami keluhan suara parau ditemukan nodul pada plica vocalis. Pasien
dengan polip plica vocalis umumnya berusia antara 30 sampai 50 tahun dan
menyerang baik pada laki-laki maupun perempuan. Kista plica vocalis lebih
jarang ditemukan dibandingkan massa jinak plica vocalis lainnya seperti nodul
maupun polip, dengan angka prevalensi mulai dari dibawah 1% hingga 4% kasus
yang ditangani di sejumlah pusat kesehatan suara utama. 2,4,5,6,7,8
ETIOLOGI
Setiap massa jinak plica vocalis memiliki penyebab yang berbeda, tetapi
ada faktor-faktor umum yang berkontribusi terhadap perkembangan massa
tersebut. Umumnya, massa jinak plica vocalis terjadi sebagai respon terhadap
cedera, tetapi juga dikenal memiliki beberapa penyebab. Cedera awal mungkin
disebabkan oleh penggunaan atau penyalahgunaan suara, misalnya penggunaan
9
suara nyaring yang berlebihan yang berlangsung dalam jangka waktu lama,
seperti penggunaan suara untuk mengajar atau bernyanyi, penyalahgunaan vokal
akut, misalnya berteriak pada pertandingan sepak bola atau batuk yang tidak
terkendali selama infeksi saluran pernapasan atas, lalu trauma akibat infeksi, atau
trauma dari refluks asam lambung yang melukai mukosa laring. Faktor-faktor lain
yang berkontribusi terhadap iritasi kronis laring, contohnya post-nasal drip dari
yang dihasilkan dari rinitis alergi, sinusitis kronis, atau iritasi zat kimia seperti
penggunaan tembakau.2,8
KLASIFIKASI
Massa pada plica vocalis berdasarkan perkembangannya dapat dibagi
menjadi massa benigna (jinak) dan massa maligna (ganas). Massa jinak pada plica
vocalis dapat dibagi kembali menjadi massa non-neoplastik dan massa neoplastik.
Massa non-neoplastik plica vocalis terdiri dari dari nodul plica vocalis, polip plica
vocalis, dan kista plica vocalis, sedangkan Massa ganas pada plica vocalis yang
paling sering terjadi adalah karsinoma sel skuamosa.2,3
Adapun berdasarkan lokasi massanya, massa plica vocalis dapat dibagi
menjadi massa epitelial, massa lamina propria, dan massa vaskular. Edema Reinke
tidak termasuk dalam ketiga jenis massa ini dan tergolong dalam kategorinya
sendiri (Tabel 1).5
1. Massa epitelial
- Massa keratotik (keratosis)
o Leukoplakia
o Erythroplakia
- Massa maligna
- Papilomatosis
- Infeksi
2. Massa lamina propria
- Massa plica vocalis midmembranosa
o Nodul plica vocalis
o Polip plica vocalis
o Kista subepitelial plica vocalis
10
o Kista ligamen plica vocalis
o Massa fibrosa subepitelial
o Massa fibrosa ligamen
o Massa plica vocalis reaktif
o Massa plica vocalis nonspesifik
o Pseudocyst
- Skar plica vocalis
- Sulcus vocalis
3. Massa vaskular
- Varises
- Ektasis
- Telangiektasis
4. Edema Reinke
11
Gambar 6. Nodul plica vocalis9
12
Gambar 6. Polip plica vocalis9
13
Patogenesis kedua jenis kista ini berbeda. kista epidermoid berkembang
ketika sel epitel secara congenital tertimbun dibawah lapisan subepitel atau bisa
juga dari penyembuhan mukosa setelah penyalahgunaan vocal diatas sel epitel
yang tertimbun. Kista retensi mukus terbentuk ketika kelenjar mukosa mengalami
obstruksi akibat beberapa kondisi seperti infeksi saluran nafas atas, penggunaan
suara secara berlebihan dan refluks cairan asam lambung.9,10
Pasien dengan kista plica vocalis memiliki gejala yang mirip dengan
pasien dengan nodul plica vocalis. Pola getaran abnormal akibat adanya kista
dapat menyebabkan "diplophonia" atau suara dengan dua suara. Kista sering
terjadi secara unilateral, namun kista besar dapat menyebabkan pembengkakan
reaktif yang timbul pada kontralateral plica vocalis yang terlibat. Massa plica
vocalis dapat menghasilkan suara serak, hilangnya jangkauan vokal, kelelahan
vokal atau kehilangan suara.9
Umumnya, pasien dengan massa intrakordal memiliki disfonia yang
menjadi lebih berat seiring penggunaan suara. Mereka juga dapat memiliki
periode afonia saat berbicara. Kista jarang menimbulkan gejala stridor, aspirasi,
sensasi globus atau disfagia. Pasien mungkin serak atau mungkin memiliki suara
normal. Pada laringoskopi direk, kista dapat memenuhi lipat pita suara atau hanya
sebagai garis berkilau yang terlihat di bawah mukosa. Massa intrakordal harus
dicurigai pada pasien disfonia bila tidak ada massa yang jelas ditemukan pada
laringoskopi langsung.10
14
Penatalaksanaan primer kista plica vocalis adalah tindakan pembuangan
massa secara operatif berupa tindakan bedah mikrolaring karena kista plica
vocalis tidak dapat ditangani hanya dengan tindakan konservatif semata.
Tatalaksana suportif dapat membantu proses pemulihan suara, namun tidak dapat
menghilangkan massa ini. Terapi wicara memiliki peran yang terbatas dalam
penatalaksaan massa ini, namun dapat berguna pada kista jenis epidermoid yang
kemungkinan banyak disebabkan oleh penyalahgunaan vokal.15,19
Massa yang berasal dari pita suara umumnya memiliki tanda awal berupa
suara serak persisten. Keluhan lain yang terjadi pada pasien dengan keganasan
pita suara dapat berupa dispnea, stridor, disfagia, odinofagia, hemoptisis,
penurunan berat badan disebabkan oleh nutrisi yang buruk, dan halitosis
disebabkan oleh nekrosis tumor, yang menandakan penyakit sudah berada pada
tahap lanjut. Pasien dengan karsinoma dapat datang dengan massa di leher akibat
metastasis ke kelenjar getah bening regional. Temuan laringoskopik konsisten
dengan gambaran tumor berbentuk jamur yang rapuh dengan tepi yang
menumpuk dan penampilan granular dengan beberapa daerah nekrosis pusat atau
daerah hiperemia (erythroplasia) atau hiperkeratosis (leukoplakia). Trakeostomi
15
darurat kadang-kadang diperlukan jika tumor cukup besar untuk menyebabkan
obstruksi saluran napas atas. Pada tahap awal KSS dapat diobati dengan terapi
radiasi atau laser cordectomy dengan persentase tingkat kesembuhan lebih dari
90%. Pasien dengan penyakit yang lebih lanjut mungkin menjadi kandidat untuk
dikombinasikan kemoterapi / radiasi terapi (protokol konservasi laring) atau
laryngectomy parsial atau total. 18,17
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis dimulai menanyakan riwayat lengkap
masalah suara dan evaluasi metode berbicara. Umumnya keluhan utama dari
seluruh massa pada laring baik jinak maupun ganas adalah suara parau yang
persisten. Gejala pada polip yang sering ditemukan adalah adanya suara parau,
diplofonia, sedangkan pada nodul terkadang juga ditemukan keluhan batuk. Kista
jarang menimbulkan gejala stridor, aspirasi, sensasi globus atau disfagia. Pada
massa ganas laring sering ditemukan gejala seperti rasa mengganjal, kebiasaan
sering berdeham, disfagia, distres pernapasan, hemoptisis. Gejala tersebut
tergantung dari lokasi dan perluasan dari massa.2,5,9
16
Seorang klinisi harus menelusuri waktu onset terjadinya disfonia, faktor-
faktor yang berhubungan dengan onset seperti infeksi saluran pernapasan atas,
apakah keluhan suara serak memburuk di pagi hari, sore atau sepanjang hari,
adanya kelelahan vokal, adanya nyeri apabila menggunakan suara terus menerus,
adanya keterbatasan bernyanyi, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat pengobatan
dan alergi obat.15
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan kepala dan leher lengkap.
Evaluasi laring dapat dilakukan dengan menggunakan cermin, cermin laring
dimasukkan ke bagian belakang mulut dan laring dilihat dengan menggunakan
lampu. Cara ini baik untuk mengevaluasi warna mukosa, tetapi terbatas untuk
visualisasi. Flexible nasopharyngolaryngoscope (NPL) dapat dilakukan setelah
mengaplikasikan anastesi topikal, flexibel teleskop dimasukkan melalui hidung
ke bagian belakang tenggorok untuk memvisualisasikan laring. Rigid endoscopy,
teleskop berbentuk batang dengan ujung siku yang memungkinkan untuk melihat
setiap sudut laring. Videostroboscopy dapat dilakukan dengan NPL atau Rigid
endoscopy. Selama pemeriksaan mikrofon ditempatkan pada leher pasien untuk
mengambil frekuensi suara. Sebuah lampu strobo yang telah disinkronasikan
dengan frekuensi suara kemudian melintas di laring. Gambaran histologi pita
suara termasuk lapisan multipel dengan unsur mekanikal yang berbeda dan
gelombang mukosa dihasilkan selama fonasi. Lampu strobo yang telah
disinkronasikan menangkap berbagai tahap getaran laring dan pada video akan
muncul gambar gelombang mukosa dalam gerakan lambat. Videostroboscopy
diperlukan untuk menjelaskan sifat massa selain itu juga dapat mrmbantu dalam
program perawatan, mengetahui indikasi operasi dan prognosis.9
PROGNOSIS
Massa plica vocalis jila ditatalaksana dengan adekuat umumnya memiliki
prognosis yang baik. Penelitian yang dilakukan Zitels dkk (2002) pada 185 pasien
yang berprofesi sebagai penyanyi dan artis yang menjalani phonomicrosurgery
pada 365 massa lamina propia superfisial plica vocalis menunjukkan perbaikan
fungsi suara setelah operasi. Bequiqnon dkk. (2013) menyatakan bahwa nodul
17
pada plica vocalis memiliki kemungkinan untuk kambuh rata-rata 5 tahun setelah
pengangkatan nodul. Terapi suara post operatif akan dapat menurunkan risiko
kekambuhan nodul plica vocalis. 21,22
LAPORAN KASUS
7 bulan yang lalu Tn. I usia 58 tahun mengeluh suara parau. Suara parau
semakin lama semakin memberat, rasa menganjal ditenggorokan (-), sesak nafas
(-), nyeri menelan (-), sulit menelan (-), batuk (+) berdahak warna putih sebanyak
1 sdt, pilek (-), rasa terbakar di tenggorokan dan di dada (-), mengi (-), mengorok
(-), demam (-), penurunan berat badan (-).Os kemudian berobat ke dokter umum
dan diberi obat batuk dan obat radang, os lupa nama obatnya, keluhan batuk
berkurang, tapi suara parau masih ada. Kemudian os dirujuk ke RS swasta
dilakukan laringoskop indirek dengan teleskop dan terdapat massa pada pita suara
sebelah kanan kemudian os dirujuk ke RSMH untuk dilakukan operasi.
Riwayat Kebiasaan :
Riwayat merokok (+) selama 20 tahun
Riwayat alkohol (-)
Riwayat terpapar insektisida (+) selama 28 tahun
Riwayat berteriak setiap hari (+) selama bekerja sebagai petugas keamanan
18
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum dan vital sign dalam batas
normal, kecuali didapatkannya tekanan darah yang meningkat, yaitu 150/90
mmHg dan os mengaku memang memiliki riwayat hipertensi dan rutin
mengkonsumsi obat antihipertensi. Pemeriksaan laringoskop indirek didapatkan
dasar lidah tidak ada kelainan, tonsila lingualis eutropi, valekula tidak ada
kelainan, fossa piriformis tidak ada kelainan, epiglotis tenang, aritenoid
hiperemis, plica vocalis terdapat massa di plica vocalis anterior dextra, gerak
simetris, plica vestibularis tidak ada kelainan, rima glottis lapang, trakea tidak ada
kelainan. Pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan dalam batas normal.
Berdasarkan keterangan di atas, pasien didiagnosis dengan massa plica
vocalis dextra sepertiga anterior. Pada penatalaksanaan direncanakan dilakukan
biopsi dengan laringoskop direk dan ekstirpasi massa plica vocalis dextra dengan
bedah mikrolaring. Selain itu, penderita diberi obat antihipertensi yaitu amlodipin
1x5 mg PO. Kemudian direncanakan dilakukan pemeriksaan histopatologi pada
jaringan biopsi untuk mengetahui jenis massa.
DISKUSI
Dilaporkan pasien laki-laki usia 58 tahun dengan pekerjaan sebagai
petugas keamanan dengan riwayat kebiasaan berteriak, merokok, serta sering
terpapar insektisida tanpa memakai masker saat berkebun didiagnosis dengan
massa plica vocalis dextra sepertiga anterior dan direncanakan untuk dilakukan
tindakan operatif berupa laringoskop direk biopsi dan ekstirpasi massa dengan
mikrolaring.
Berdasarkan penelitian Siddapur dkk. (2015) dan Sharma dkk. (2015),
faktor usia pasien kista plica vocalis tidak secara signifikan mempengaruhi risiko
kista plica vocalis, namun paling banyak dialami pada usia 30-40 tahun. Pada
kasus ini diagnosis massa plica vocalis dextra sepertiga anterior ditegakkan
berdasarkan anamnesis gejala klinis dan pemeriksaan fisik pasien. Dari anamnesis
didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan suara parau sejak 7 bulan yang
lalu. Suara parau semakin lama semakin berat yang menandakan gangguan dalam
getaran, ketegangan, dan adduksi kedua plica vocalis dextra dan sinistra. Pasien
19
juga mengaku tidak ada rasa menganjal di tenggorokan, nyeri menelan yang
menyingkirkan gangguan pada faring, tidak ada sulit menelan menyingkirkan
gangguan faring dan supraglotis, tidak ada sesak nafas yang menyingkirkan
gangguan pada subglotis dan saluran nafas lainnya. Selain itu, pasien mengaku
pernah mempunyai riwayat penyakit yang sama tahun 1991 dan sudah dilakukan
operasi, tapi pasien tidak mengetahui jenis massa di pita suara tersebut. Pasien
juga memiliki kebiasaan berteriak, merokok, serta sering terpapar insektisida
tanpa memakai masker saat berkebun sebagai faktor predisposisi yang
mengakibatkan terjadinya iritasi kronis pada pita suara dan berdasarkan Boies
dkk, (1997) degenerasi polipoid di sepanjang korda vokalis biasanya berkaitan
dengan penggunaan vokal yang lama, merokok, dan radang yang menetap. 2,5,18
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum dan vital sign dalam
batas normal, kecuali didapatkannya tekanan darah yang meningkat, yaitu 150/90
mmHg dan os mengaku memang memiliki riwayat hipertensi dan rutin
mengkonsumsi obat antihipertensi sehingga dapat didiagnosis bahwa pasien
menderita hipertensi derajat I. Pemeriksaan laringoskop indirek didapatkan
hiperemis pada aritenoid dan massa di plica vocalis sepertiga anterior dextra,
pemeriksaan ini mendukung pada diagnosis massa plica vocalis yang
menyebabkan disfonia pada pasien, ditambah dari pemeriksaan lainnya tidak
ditemukan kelainan lain yang dapat menyebabkan disfonia seperti tidak ada
gerakan plica vocalis yang asimetris menyingkirkan gangguan pada saraf dan/atau
otot pengerak plica vocalis (paralisis plica vocalis). Lokasi massa plica vocalis
yang terletak di 1/3 anterior memberi kemungkinan bahwa massa ini bersifat
jinak.2,22
Pemeriksaan penunjang berupa rontgen soft tissue AP lateral cervicalis
juga menunjukan tidak terdapat massa pada region leher yang dapat mendorong
atau dapat menyebabkan kelainan pada plica vocalis, sedangkan pada CT-Scan
laring menunjukan adanya massa pada supraglotis. Pada pemeriksaan
laboratorium juga tidak didapatkan kelainan. Tujuan dari pemeriksaan pencitraan
adalah untuk mengetahui penyebaran tumor, karakteristik pola invasi submukosa
dan implikasinya terhadapat stadium tumor dan rencana terapi, oleh karena itu
20
pada kasus ini tidak didapatkan penyebaran massa ke struktur jaringan lain di
leher dan tidak ada pembesaran kelenjar getah bening23.
Tatalaksana pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan biopsi dengan
laringoskop direk dan ekstirpasi massa plica vocalis dan kemudian dilakukan
pemeriksaan histopatologi untuk mengetahui secara pasti jenis massa dan
tindakan apa yang harus dilakukan untuk pengobatan selanjutnya. Kemudian
dilakukan edukasi, yaitu mengurangi pengunaan suara yang berlebihan, seperti
berteriak dan menyanyi, hindari allergen bila ada yang dapat menyebabkan iritasi,
hindari kontak dengan insektisida, gunakan pelindung mulut dan hidung ketika
berpergian2,7,11,13,15,22.
21
DAFTAR PUSAKA
22
15. Siddapur GK, Siddapur KR. Comparative study of benign vocal fold
massaons in a tertiary health centre. Int J Otorhinolaryngol Head Neck
Surg. 2015(1):65-8.
16. Wareing M., Obholzer R. Benign Laryngeal Massaons. Dalam: A.K.
Lalwani (Ed), CURRENT Diagnosis & Treatment in Otolaryngology
Head & Neck Surgery. Chapter 29. 2008.
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=2827547 diakses pada
26 November 2016.
17. Adams, George L., Boies. Buku Ajar Penyakit THT (Boies fundamentals
of otolaryngology) Edisi 6. Jakarta: EGC. 1997.
18. Akif Kilic M, Okur E, Yildirim I, et al. The prevalence of vocal fold
nodules in school age children. Int J Pediatr Otorhinolaryngol.
2004(4):409-12.
19. Benjamin B, Croxson G. Vocal nodules in children. Ann Otol Rhinol
Laryngol. 1987 (5):530-3.
20. Zeitels SM, Hillman RE, Desloge R, Mauri M, Doyle PB.
Phonomicrosurgery in Singers and Performing Artist: Treatment Outcome
Management Theories and Future Directions. Ann Otol Rhinol Laryngol
Suppl. 2002(190):21-40.
21. Bequiqnon E. Bach C., Fugain C, Guillere L, Blumen M, Chabolle F,
Wagner I. Long-term result of surgical treatment of vocal cord nodules.
Laryngoscope Epub. 2013 (8):1926-1930.
22. Steven S, Michael U. Benign Vocal Fold Lesions. Grand Rounds
Presentation, The University of Texas Medical Branch in Galveston,
Department of Otolaryngology, 2013 : 1-8
23. Minerva B, Karim B, Pavel D, Abdelkarim A. Imaging of the larynx and
hypopharynx. European Journal of Radiology 66 (2008) 460479
23
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
STATUS PENDERITA
Nama Mahasiswa :
NIM :
Dokter Instruktur:
Tanggal : 21-8-2016
IDENTITAS PENDERITA
Pekerjaan : Petugas keamanan kebun sawit Alamat : Jl. Pembangunan Kampung Sawah,
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Suara parau semakin memberat sejak 7 bulan yang lalu
Keluhan Tambahan : -
7 bulan yang lalu Tn. I usia 58 tahun mengeluh suara parau. Suara parau semakin lama
semakin memberat, rasa menganjal ditenggorokan (-), sesak nafas (-), nyeri menelan (-), sulit
menelan (-), batuk (+) berdahak warna putih dan kental sebanyak 1 sdt , pilek (-), rasa terbakar
1
di tenggorokan dan di dada (-),mengi (-), mengorok (-), demam (-), penurunan berat badan. Os
kemudian berobat ke dokter umum dan diberi obat batuk dan obat radang, os lupa nama obatnya,
keluhan batuk berkurang, tapi suara parau masih ada. Kemudian os dirujuk ke RS swasta
dilakukan laringoskop indirek dengan teleskop dan terdapat massa pada pita suara sebelah kanan
kemudian os dirujuk ke RSMH untuk dilakukan operasi.
Riwayat operasi benjolan pada pita suara tahun 1991, os lupa diagnosisnya.
Riwayat hipertensi (+) 10 tahun yang lalu rutin minum amlodipin 1x5 mg
Riwayat sakit maag (+) 20 tahun yang lalu rutin minum ranitidin
Riwayat Kebiasaan :
Riwayat berteriak setiap hari (+) selama bekerja sebagai petugas keamanan
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Nadi : 76 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
2
Suhu : 36,50 C
Berat Badan : 66 Kg
Thorax
Status Lokalis
Telinga
3
Regio Retroaurikula
Regio Zigomatikus
Aurikula
4
-Bekuan darah Tidak ada Tidak ada
II.Membran Timpani
-Refleks cahaya + +
5
III. Tes Khusus Kanan Kiri
Tes Rinne + +
Audiogram
6
3.Tes Fungsi Tuba Kanan Kiri
-Tes Toynbee
Hidung
-Tes penciuman
Kopi
Tembakau
7
II.Hidung Luar Kanan Kiri
1. Rinoskopi Anterior
a.Vestibulum nasi
b.Kolumela
8
-Utuh/tidakutuh Utuh Utuh
c. Kavumnasi
d. Konka Inferior
e. Konka media
(basah/kering)
-Tumor
9
f.Konka superior
(basah/kering)
(licin/taklicin)
Sulit dinilai Sulit dinilai
-Warna (merah muda/hiperemis/pucat/livide)
-Tumor
g. Meatus Medius
-Lapang/ sempit
-Polip
-Tumor
h. Meatus inferior
-Lapang/ sempit
-Polip
-Tumor
i. Septum Nasi
(kanan/kiri)
(superior/inferior)
10
(anterior/posterior)
(bentuk C/bentuk S)
-Mukosa (licin/taklicin)
(merah muda/hiperemis)
-Adenoid
-Koana (sempit/lapang)
(carcin/tidak)
-Nyeri tekan/ketok
-regio infraorbitalis
12
-regio palatum durum
Tenggorok
(mikroglosia/makroglosia)
(leukoplakia/gumma)
(papilloma/kista/ulkus)
(vesikel/ulkus/mukokel)
(hiperemis/ulkus)
(pembengkakan/abses/tumor)
(rata/tonus carcinoma)
(striktur/ranula)
(anodontia/supernumeri)
(kalkulus/karies)
(pembengkakan/ulkus)
13
-Pilar posterior (hiperemis/udem/perlengketan) Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
(pembengkakan/ulkus)
14
Rumus gigi-geligi
-Fosa piriformis (benda asing/tumor) Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
15
-Pita suara palsu (hiperemis/udem) Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Pemeriksaan Penunjang
X-RAY THORAX
- Massa (-)
- Tak tampak klasifikasi
- Trakea di tengah . Tak tampak penyempitan trakea
- Tulang- tulang baik
Kesan : tak tampak kelainan radiologis pada cervical soft tissue
CT-SCAN LARING
17
Hasil pemeriksaan CT-SCAN Larynx tanpa kontras irisan axial sbb :
- Tampak massa dengan batas yang tidak tegas, tepi yang tidak rata, terletak di dinding latynk di
supraglotis sebelah kanan. Massa ini masih di dalam larynk tetapi massa ini meluas melewati garis
tengah. Glottis dan infraglottis baik. Pita suara baik.
- Tulang-tulang baik, pembesaran kelenjar limfe tak dapat dievaluasi karena tidak memakai kontras.
Kesan : Ca di dinding supraglotis sebelah kanan
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Konvensional
Jenis Pemeriksaan
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 14,9 13,48-17,40 g/dL
Eritrosit 5.04 4,40-6,30 106/mm3
Leukosit 7.9 4,73-10,89 103/mm3
Hematokrit 45 41-51 %
3
Trombosit 231 170-396 10 /mcg
HITUNG JENIS LEUKOSIT
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 3 1-6 %
Netrofil 64 50-70 %
Limfosit 21 20-40 %
Monosit 12 2-8 %
FAAL HEMOSTATIS
Waktu perdarahan 2 1-3 Menit
Waktu pembekuan 8 9-15 Menit
KIMIA KLINIK 6,8 6,4-8,3 g/dL
HATI
18
Protein Total
Albumin 4,4 3,5-5,0 g/dL
Globulin 2,4 2,6-3,6 g/dL
METABOLISME KARBOHIDRAT
mg/dL
Glukosa Sewaktu 96 <200
GINJAL
30 16,6-48,5 mg/dL
Ureum
Kreatinin 1,11 0,50-0,90 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 143 135-155 mEq/L
Kalium 3,1 3,5-5,5 mEq/L
IMUNOSEROLOGI
HEPATITIS
HbsAg Non-reactive Non-reactive
Tidak dilakukan
DIAGNOSA BANDING
DIAGNOSA KERJA
PENGOBATAN
III. Medikamentosa
19
b.Sistemik : Amlodipin 1x5 mg
IV. Operatif
Pemeriksaan Histopatologi
VII. PROGNOSIS
Instalasi THT
Dokter
Residen/ko-ass Palembang,30-11-16
Pro : Tn I 20
Usia : 58 tahun
Alamat: Betung ,Kab.Banyuasin