Anda di halaman 1dari 21

Laporan Penyuluhan

PAP SMEAR

Oleh:
Yosua Richard Somba - 17014101106

Masa KKM
30 Oktober – 10 Desember 2017

Dosen Pembimbing

dr. Margareth R. Sapulete, M.Kes


dr. Frelly V. Kuhon, M.Kes

BAGIAN ILMU KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dikoreksi dan disetujui laporan penyuluhan :

“PAP SMEAR”

Oleh :

Yosua Richard Somba

Masa KKM
30 Oktober – 10 Desember 2017

Telah dilaksanakan pada tanggal 16 November 2017 di Puskesmas Minanga

Mengetahui,

Dokter Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Margareth R. Sapulete, M.Kes dr. Frelly V. Kuhon, M.Kes


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya

kelompok kami dapat menyelesaikan laporan penyuluhan ini yang berjudul

“Penyuluhan Pap Smear di Puskesmas Minanga”

Adapun laporan penyuluhan ini dibuat sebagai tugas penunjang selama

masa kepaniteraan klinik madya di Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas

Kedokteran Universitas Sam Ratulangi dan juga saat ditugaskan di Puskesmas

Minanga, sebagai tempat diadakannya penyuluhan Pap Smear.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan penyuluhan ini

masih terdapat beberapa kekurangan, maka diharapkan adanya kritik dan saran

yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan laporan penyuluhan ini.

Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih, semoga laporan

penyuluhan ini bermanfaat pembaca dan bagi kita semua.

Manado, November 2017

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan..................................................................................... 1
Bab II Tinjauan Pustaka............................................................................. 2
Bab III Kesimpulan…...………………..................................................... 14
Daftar Pustaka............................................................................................ 15
Lampiran…................................................................................................. 17
BAB I
PENDAHULUAN

Kanker leher rahim (serviks) merupakan kanker yang sering menyerang


wanita, ditandai adanya sel ganas di jaringan tersebut. Penyakit ini menduduki
urutan kedua sebagai penyebab utama kematian wanita di seluruh dunia. Di
Indonesia diperkirakan 90-100 kasus kanker baru diantara 100.000 penduduk per
tahunnya atau 180.000 kasus baru per tahunnya.1
Pap smear merupakan suatu cara deteksi dini kanker serviks sederhana
yang paling populer dan merupakan standar pemeriksaan untuk deteksi dini
kanker serviks. Pemeriksaan ini dianjurkan dilakukan rutin (0,5 – 1 tahun sekali).
Pada pemeriksaan ini bahan diambil dari dinding vagina atau dari serviks (endo-
dan ektoserviks) dengan spatel Ayre (dari kayu atau plastik).2
Sel-sel yang diambil pada Pap Smear kemudian diperiksa dibawah
mikroskop untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada sel. Sitologi
ginekologi pap smear adalah ilmu yang mempelajari sel-sel yang lepas atau
deskuamasi dari alat kandungan wanita, meliputi sel-sel yang lepas dari vagina,
serviks, endoservik, dan endometrium. Pap Smear merupakan suatu skrining
untuk mencari abnormalitas dari wanita yang tidak mempunyai keluhan sehingga
dapat mendeteksi perubahan sel sebelum berkembang menjadi kanker atau kanker
stadium dini. Tindakan ini sangat mudah, cepat dan tidak atau relatif kurang rasa
nyerinya.3
Selain menurunkan angka kematian, pemeriksaan Pap Smear secara rutin
dapat mempermudah pengobatan, karena kanker serviks lebih awal diketahui. Di
seluruh dunia, diperkirakan sebanyak 500.000 kasus baru kanker serviks dan
sebanyak 274.000 orang meninggal akibat kanker serviks tiap tahunnya. Hal ini
menjadikan kanker serviks sebagai penyebab kematian tersering kedua akibat
kanker pada wanita. Namun insiden kanker serviks telah mengalami penurunan
lebih dari 50 % dalam 30 tahun terakhir, hal ini disebabkan oleh peningkatan
skrining kanker serviks dengan sitologi servikal.4-6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Serviks


Serviks adalah bagian uterus yang terendah dan menonjol ke vagina
bagian atas. Terbagi menjadi dua bagian, bagian atas disebut bagian supravaginal
dan bagian bawah disebut bagian vaginal (portio). Serviks merupakan bagian
yang terpisah dari badan uterus dan biasanya membentuk silinder, panjangnya
2,5-3 cm, mengarah ke belakang bawah. Bagian luar dari serviks pars vaginalis
disebut ektoserviks dan berwarna merah muda. Di bagian tengah portio terdapat
satu lubang yang disebut ostium uteri eksternum yang berbentuk bundar pada
wanita yang belum pernah melahirkan dan berbentuk bulan sabit bagi wanita yang
pernah melahirkan.7
Ostium uteri internum dan ostium uteri eksternum dihubungkan oleh
kanalis servikalis yang dilapisi oleh epitel endoserviks. Biasanya panjang kanalis
servikalis adalah 2,5 cm, berbentuk lonjong, lebarnya kira-kira 8 mm dan
mempunyai lipatan mukosa yang memanjang. Serviks sendiri disusun oleh sedikit
otot polos (terutama pada endoserviks), jaringan elastik, dan banyak jaringan ikat
sehingga kanalis servikalis mudah dilebarkan dengan dilator. Jika terjadi infeksi
pada kanalis servikalis, dapat terjadi perlekatan dan pembengkakan lipatan-lipatan
mukosa sehingga spekulum endoserviks sulit ataupun tidak mungkin dimasukkan
sehingga tidak dapat dilakukan penilaian kanalis servikalis.7
Pembuluh darah serviks berada pada bagian kanan kirinya. Arteri terutama
berasal dari cabang servikovaginalis arteri uterina, dari arteri vaginalis, dan secara
langsung dari arteri uterina. Serviks diinervasi oleh susunan saraf otonom baik
susunan saraf simpatis maupun saraf parasimpatis. Susunan saraf simpatis berasal
dari daerah T5-L2 yang mengirimkan serat-serat yang bersinaps pada satu atau
beberapa pleksus yang terdapat pada dinding abdomen belakang atau di dalam
pelvis sehingga yang sampai di serviks adalah serat post ganglionik. Serat
parasimpatis berasal dari daerah S2-S4 dan bersinaps dalam pleksus dekat atau
dinding uterus. Karena otot lebih banyak terdapat di sekitar ostium uteri internum,
maka inervasi di daerah tersebut lebih banyak daripada di ostium uteri eksternum.
Saraf sensorik serviks sangat erat hubungannya dengan saraf otonom dan
memasuki susunan saraf pusat melalui daerah torakolumbal dan daerah sakral.
Serat-serat dalam stroma terlihat berjalan sejajar dengan serat otot walaupun
ujung-ujung saraf sensorik belum pernah ditemukan.7
Histologi Serviks
Epitel Serviks terdiri dari dua macam epitel : bagian ektoserviks dilapisi
oleh sel-sel yang sama dengan sel-sel pada vagina yaitu epitel skuamosa,
berwarna merah muda dan tampak mengkilat. Bagian endoserviks atau kanalis
servikalis dilapisi oleh epitel kolumner, yang berbentuk kolom atau lajur, tersusun
selapis dan terlihat berwarna kemerahan. Batas kedua epitel tersebut disebut
sambungan skuamokolumner (SSK).7
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologik pada epitel
serviks dimana epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa, proses ini
disebut metaplasia. Metapalsia terjadi karena pH vagina yang rendah. Pada
keadaan Ph vagina berada pada pH terendah pada saat pra pubertas dan pra
menopause. Hal ini dikarenakan pada saat tersebut terjadi peningkatan esterogen.
Peningkatan esterogen menyebabkan peningkatan glikogen di vagina yang
kemudian diubah oleh bakteri lactobacillus döderlein. Pada proses metaplasia
terjadi proliferasi sel-sel cadangan yang terletak di bawah sel epitel kolumnar
endoserviks dan secara perlahan-lahan akan mengalami pematangan menjadi
epitel skuamosa. Jordan mengemukakan proses metaplasia sebagai berikut:7,8
 Fase pertama
Sel cadangan subkolumnar berproloferasi menjadi beberapa lapis, sel-sel
belum berdiferensiasi dan proses ini biasanya dimulai dari puncak jonjot.
 Fase kedua

Pembentukan beberapa lapis sel yang belum berdiferensiasi meluas ke


bawah dan ke samping sehingga menjadi satu.

 Fase ketiga
Penyatuan beberapa jonjot menjadi lengkap sehingga didapatkan daerah
yang licin permukaannya.
Gambar 1. Anatomi dan Histologi Serviks
Fase berikutnya adalah fase pematangan atau maturasi, sel-sel akan
mengalami pematangan dan stroma jonjot yang terdahulu akan menghilang,
sehingga terbentuk epitel skuamosa metaplastik. Akibat proses metaplasia ini
secara morfogenetik terdapat dua sambungan skumokolumnar. Pertama adalah
SSK original dimana epitel skuamosanya asli yang menutupi portio vaginalis
bertemu dengan epitel kolumner endoserviks. Pertemuan antara kedua epitel
berbetas jelas. Kedua adalah SSK fungsional yang merupakan pertemuan epitel
skuamosa metaplastik dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SSK
tersebut disebut daerah transformasi.7
Pembentukan daerah transformasi ini sebenarnya tidak saja melalui proses
metaplasia, tetapi juga melalui proses pembentukan langsung dari epitel skuamosa
yang berhubungan langsung dengan epitel kolumnar. Pemeriksaan histopatologi,
kolkoskopi, dan mikroskop elektron menunjukkan bahwa lidah-lidah epitel
skuamosa asli tumbuh ke bawah dan menyusup di antara sel-sel epitel kolumnar.
Sel-sel tersebut selanjutnya mengalami maturasi dan secara bertahap akan
mengantikan sel-sel epitel kolumnar diantaranya.7

2.2 Definisi Pap Smear


Pada tahun 1924, George N Papanicolaou seorang ahli anatomi secara
tidak sengaja mengganti tingginya sel-sel abnormal pada sediaan yang diambil
dari pasien kanker serviks. Penggunaan materi seluler dari serviks dan vagina
untuk diagnosis kanker serviks ini kemudian dipublikasikan pada tahun 1928 dan
selanjutnya teknik pengumpulan sel-sel dari vagina mengalami perbaikan dari
penghapusan vagina, spatula ayre, dan cytobrush.9,10
Terminologi dan sistem pelaporan sitologi sangat beraneka ragam. Sejak
50 tahun terakhir terminologi sitologi mengalami perubahan terutama setelah
berkembangnya pengertian intraepitelial neoplasia serviks. Sistem pelaporan
sitologi pertama kali menggunakan klasifikasi Papaniculoau, kemudin Reagen
mengusulkan sistem pelaporan sitologi dengan memakai istilah neoplasia
intraepitel serviks (NIS). Sistem ini tidak terlalu disukai karena menggunakan
istilah neoplasia. Tidak semua perubahan awal menjadi neoplastik dan tidak
semua lesi berlanjut menjadi karsinoma.9-11
Pap Smear atau tes Pap adalah suatu prosedur untuk memeriksa kanker
serviks pada wanita. Pap Smear meliputi pengumpulan sel-sel dari leher rahim
dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk mendeteksi lesi kanker atau
prakanker. Tes Pap merupakan tes yang aman, murah dan telah dipakai bertahun-
tahun lamanya untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel leher
rahim.12,13

2.3 Manfaat Pap Smear


Pemeriksaan Pap Smear bermanfaat sebagai pemeriksaan penyaring
(skrining) dan pelacak adanya perubahan sel ke arah keganasan secara dini
sehingga kelainan prakanker dapat terdeteksi serta pengobatannya menjadi lebih
murah dan mudah.14 Pap Smear mampu mendeteksi lesi prekursor pada stadium
awal sehingga lesi dapat ditemukan saat terapi masih mungkin bersifat kuratif.15
Manfaat Pap Smear secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut:16
a. Diagnosis dini keganasan
Pap Smear berguna dalam mendeteksi dini kanker serviks, kanker
korpus endometrium, keganasan tuba fallopi, dan mungkin
keganasan ovarium
b. Perawatan ikutan dari keganasan
Pap Smear berguna sebagai perawatan ikutan setelah operasi dan
setelah mendapat kemoterapi dan radiasi
c. Interpretasi hormonal wanita
Pap Smear bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi dengan
ovulasi atau tanpa ovulasi, menentukan maturitas kehamilan, dan
menentukan kemungkunan keguguran pada hamil muda
d. Menentukan proses peradangan
Pap Smear berguna untuk menentukan proses peradangan pada
berbagai infeksi bakteri dan jamur.

2.4 Petunjuk pemeriksaan Pap Smear


American Cancer Society merekomendasikan semua wanita sebaiknya
memulai skrining 3 tahun setelah pertama kali aktif secara seksual. Pap Smear
dilakukan setiap tahun. Wanita yang berusia 30 tahun atau lebih dengan hasil tes
Pap Smear normal sebanyak tiga kali, melakukan tes kembali setiap 2-3 tahun,
kecuali wanita dengan risiko tinggi harus melakukan tes setiap tahun.17
Selain itu wanita yang telah mendapat histerektomi total tidak dianjurkan
melakukan tes Pap Smear lagi. Namun pada wanita yang telah menjalani
histerektomi tanpa pengangkatan serviks tetap perlu melakukan tes Pap atau
skrining lainnya sesuai rekomendasi di atas.
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists,
merekomendasikan setiap wanita menjalani Pap Smear setelah usia 18 yahun atau
setelah aktif secara seksual. Bila tiga hasil Pap Smear dan satu pemeriksaan fisik
pelvik normal, interval skrining dapat diperpanjang, kecuali pada wanita yang
memiliki partner seksual lebih dari satu.18
Pap Smear tidak dilakukan pada saat menstruasi. Waktu yang paling tepat
melakukan Pap Smear adalah 10-20 hari setelah hari pertama haid terakhir. Pada
pasien yang menderita peradangan berat pemeriksaan ditunda sampai pengobatan
tuntas. Dua hari sebelum dilakukan tes, pasien dilarang mencuci atau
menggunakan pengobatan melalui vagina. Hal ini dikarenakan obat tersebut dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Wanita tersebut juga dilarang melakukan
hubungan seksual selama 1-2 hari sebelum pemeriksaan Pap Smear.
2.5 Prosedur pemeriksaan Pap Smear
Prosedur pemeriksaan Pap Smear adalah:
1. Persiapan alat-alat yang akan digunakan, meliputi spekulum bivalve (cocor
bebek), spatula Ayre, kaca objek yang telah diberi label atau tanda, dan
alkohol 95%.

2. Pasien berbaring dengan posisi litotomi.

3. Pasang spekulum sehingga tampak jelas vagina bagian atas, forniks


posterior, serviks uterus, dan kanalis servikalis.
4. Periksa serviks apakah normal atau tidak.

5. Spatula dengan ujung pendek dimasukkan ke dalam endoserviks, dimulai


dari arah jam 12 dan diputar 360˚ searah jarum jam.
6. Sediaan yang telah didapat, dioleskan di atas kaca objek pada sisi yang
telah diberi tanda dengan membentuk sudut 45˚ satu kali usapan.

7. Celupkan kaca objek ke dalam larutan alkohol 95% selama 10 menit.


8. Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam wadah transpor dan dikirim ke
ahli patologi anatomi.
Pada gambar dibawah ini, terdapat ilustrasi dari pemeriksaan Pap Smear.

Gambar 2. Prosedur Pemeriksaan Pap Smear

2.6 Syarat Pengambilan Bahan


Penggunaan pap smear untuk mendeteksi dan mendiagnosis lesi prakanker
dan kanker leher rahim, dapat menghasilkan interpretasi sitologi yang akurat bila
memenuhi syarat yaitu:
1. Bahan pemeriksaan harus berasal dari porsio leher rahim.
2. Pengambilan pap smear dapat dilakukan setiap waktu diluar masa haid,
yaitu sesudah hari siklus haid ketujuh sampai dengan masa pramenstruasi.
3. Apabila klien mengalami gejala perdarahan diluar masa haid dan dicurigai
penyebabnya kanker leher rahim, sediaan pap smear harus dibuat saat itu
walaupun ada perdarahan.
4. Pada peradangan berat, pengambilan sediaan ditunda sampai selesai
pengobatan.
5. Klien dianjurkan untuk tidak melakukan irigasi vagina (pembersihan
vagina dengan zat lain), memasukkan obat melalui vagina atau melakukan
hubungan seks sekurang-kurangnya 24 jam, sebaiknya 48 jam.
6. Klien yang sudah menopause, pap smear dapat dilakukan kapan saja.8

2.7 Interpretasi Hasil Pap Smear

Terdapat banyak sistem dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan


Pap Smear, sistem Papanicolaou, sistem Cervical Intraepithelial Neoplasma
(CIN), dan sistem Bethesda.
Klasifikasi Papanicolaou membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas, yaitu:
1. Kelas I : tidak ada sel abnormal.
2. Kelas II : terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada
indikasi adanya keganasan.
3. Kelas III : gambaran sitologi yang dicurigai keganasan, displasia
ringan sampai sedang.
4. Kelas IV : gambaran sitologi dijumpai displasia berat.
5. Kelas V : keganasan.

Sistem CIN pertama kali dipublikasikan oleh Richart RM tahun 1973 di


Amerika Serikat Pada sistem ini, pengelompokan hasil uji Pap Smear terdiri dari:
1. CIN I merupakan displasia ringan dimana ditemukan sel neoplasma pada
kurang dari sepertiga lapisan epitelium.
2. CIN II merupakan displasia sedang dimana melibatkan dua pertiga
epitelium.
3. CIN III merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang dimana
telah melibatkan sampai ke basement membrane dari epitelium.

Klasifikasi Bethesda pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988. Setelah


melalui beberapa kali pembaharuan, maka saat ini digunakan klasifikasi Bethesda
2001. Klasifikasi Bethesda 2001 adalah sebagai berikut :
1. Sel skuamosa
a. Atypical Squamous Cell of Undetermined Significance (ASC-US) yaitu sel
skuamosa atipikal yang tidak dapat ditentukan secara signifikan. Sel
skuamosa adalah datar, tipis yang membentuk permukaan serviks.
b. Low-grade Squamous Intraephitelial Lesion (LSIL) , yaitu tingkat rendah
berarti perubahan dini dalam ukuran dan bentuk sel. Lesi mengacu pada
daerah jaringan abnormal, intaepitel berarti sel abnormal hanya terdapat
pada permukaan lapisan sel-sel.

c. High-grade Squamosa Intraepithelial (HSIL) berarti bahwa terdapat


perubahan yang jelas dalam ukuran dan bentuk abnormal sel-sel
(prakanker) yang terlihat berbeda dengan sel-sel normal.
d. Squamous Cells Carcinoma

2. Sel glandular
a. Atypical Glandular Cells (AGC), specify endocervical, endometrial or not
otherwise specified (NOS)
b. Atypical Endocervical Cells, favor neoplastic, specify endocervical or not
otherwise specified (NOS)
c. Endocervical Adenocarcinoma In situ (AIS)
d. Adenocarcinoma.7
2.8. Kelebihan Pap Smear:
 Bisa dilakukan di berbagai rumah sakit dan bahkan ada di tingkat
Puskesmas
 Biaya pemeriksaan relatif murah dan terjangkau

2.9. Kekurangan Pap Smear:


 Sampel yang diambil tidak dari seluruh bagian serviks sehingga ada
bagian yang bisa jadi tidak terdeteksi
 Mungkin tidak memperlihatkan kondisi sel yang sebenarnya
 Akurasi antara 80% hingga 90%

2.10. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi jarang, hal ini berupa perdarahan ringan dan infeksi.
Pasien harus diedukasi tentang kemungkinan bercak darah yang keluar dari vagina
segera setelah pap smear dilakukan, karena hal ini dianggap normal.
Gambar 3. Alur penatalaksanaan hasil pap smear
BAB III
KESIMPULAN

Pap Smear merupakan suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil


dari leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pap Smear
merupakan tes yang aman dan murah dan telah dipakai bertahun-tahun lamanya
untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel leher rahim.
Pemeriksaan pap smear bertujuan sebagai evaluasi sitohormonal,
mendiagnosis peradangan, identifikasi organisme penyebab peradangan,
mendiagnosis kelainan prakanker (displasia) leher rahim dan kanker leher rahim
dini atau lanjut (karsinoma/invasif) dan memantau hasil terapi.
Wanita yang dianjurkan untuk melakukan tes pap smear biasanya mereka
yang tinggi aktivitas seksualnya. Namun tidak menjadi kemungkinan juga wanita
yang tidak mengalami aktivitas seksualnya memeriksakan diri.
Tindakan pap smear sangat mudah, cepat dan tidak atau relatif kurang rasa
nyerinya. Dengan dilakukannya pap smear dapat menurunkan angka kematian
akibat kanker serviks karena tes ini dapat secara akurat mendeteksi 90% dari
kanker serviks, bahkan sebelum gejalanya muncul.
Daftar Pustaka

1. Diananda, R. 2009. Panduan Lengkap Mengenai Kanker. Yogyakarta: Mirza

Media Pustaka.

2. Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. In: Pemeriksaan Ginekologik.


Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,164-165.
3. Price & Wilson. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Volume 2. Edisi6. Jakarta: EGC.

4. Ries LA, Melbert D, Krapcho M, Stinchcomb DG, Howlander N, Horner MJ,

et al. 2009. SEER cancer statistics review. Bethesda (MD): National Cancer

Institute.

5. U.S. Cancer Statistics Working Group. 2010. United States Cancer Statistics:

1999-2007 Incidence and Mortality Web-based Report. Atlanta (GA):

Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and

Prevention, and National Cancer Institute.

6. Cervical cancer, human papillomavirus (HPV), and HPV vaccines: Key points

for policy-makers and health professionals. 31 December 2008. World Health

Organization.

7. Romauli, S. dan Vindari, A. 2011. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Nuha

Medik.

8. Manuaba, Ida Ayu Chandranita. Memahami Kesehatan Reproduksi

Perempuan. Jakarta; EGC. 2009. Hal. 61-62.

9. Wijaya I. Tindak Lanjut Pap’s smear yang abnormal. Semarang : Badan

penerbit Universitas Diponegoro, 1993.


10. Kartodarsono S. Skriming kanker genekologi, suatu usulan. Dalam : Wijaya I.

Tindak lanjut Pap’s smear yang abnormal. Semarang : Badan penerbit

Universitas Diponegoro, 1993.

11. Soepardiman HM. Terminilogi sitologi. Dalam : Sjamsudin S, Indarti J eds.

Kolposkopi dan neoplasia intrepitel serviks ed. 1. Jakarta : Perkumpulan

parologi serviks dan kolposkopi Indonesia, 2000.

12. Mayo Clinic. 2011. (http://www.mayoclinic.com/health/pap-smear/MY00090

diakses 18 Juli 2012).

13. Karjane NW, Chelmow D. Pap Smear. Medscape Medical News; 2012.
(http://emedicine.medscape.com/article/1947979-overview#showall diakses 18
Juli 2012).

14. Dalimartha, S., 2004. Kanker Serviks. In: Dalimartha, S., ed. Deteksi Dini
Kanker & Simplisia Antikanker. Jakarta: Penebar Swadaya, 14-18.
15. Crum, C.P., Lester, S.C., Cotran, R.S., 2007. Sistem Genitalia Perempuan dan
Payudara. In: Hartanto, H., et al., ed. Buku Ajar Patologi (vol. 2),7th ed. Jakarta:
EGC. 767-770.
16. Manuaba, I.B.G., 2005. Pemeriksaan Pap Smear. In: Rusmi & Sari, L., eds.
Dasar-Dasar Teknik Operasi Ginekologi. Jakarta: EGC, 100-104.
17. American Cancer Society, 2009. Cervical Cancer. Available from
http://www.cancer.org/docroot/CRI/content/CRI_2_2_2x_Can_Cancer_of_the_
Cervix_Be_Prevented.asp?rnav=cri [Accessed 25 March 2010]
18. Feig, R.L., et al., 2001. First Aid For The Obstetrics & Gynecology Clerkship.
US: McGraw-Hill.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai