ABSES PRETONSILAR
Oleh:
Ambarwulan S. Daniel
111 2021 2036
Pembimbing:
dr. Renato Vivaldi Kuhuwael, Sp.THT-KL
1
HALAMAN PENGESAHAN
Menyetujui,
2
KATA PENGANTAR
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... .2
KATA PENGANTAR...............................................................................3
DAFTAR ISI............................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN........................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................6
2.1 Anatomi.............................................................................................7
2.2 Definisi............................................................................................12
2.3 Epidemiologi....................................................................................12
2.4 Etiologi............................................................................................13
2.5 Patofisiologi.....................................................................................14
2.7 Klasifikasi........................................................................................10
2.8 Tanda dan Gejala............................................................................15
2.9 Tatalaksana.....................................................................................20
2.10 Diagnosis Banding........................................................................24
2.11 Komplikasi.................................................................................... 25
2.12Prognosis.......................................................................................25
BAB III KESIMPULAN..........................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................28
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
yang terdapat pada jaringan ikat longgar, diantara fossa tonsilaris dan
yang cukup tinggi dan dapat menimbulkan komplikasi, seperti dapat meluas
menimbulkan kematian. Hal ini bisa terjadi pada penanganan yang tidak tepat
dan terlambat.
mewakili sekitar 45.000 kasus baru tiap tahunnya. Di Indonesia belum ada
5
sekunder sering terjadi akibat pasien menghindari menelan makanan dan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Tonsil palatina adalah massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
Nasofaring merupakan bagian dari faring yang terletak diatas pallatum molle,
orofaring yaitu bagian yang terletak diantara palatum molle dan tulang hyoid,
sedangkan laringofaring bagian dari faring yang meluas dari tulang hyoid
pada pilar anterior faring. Pallatum molle (vellum palati) terdiri dari serat otot
yang ditunjang oleh jaringan fibrosa yang dilapisi oleh mukosa. Penonjolan
7
Gambar 1. Anatomi Rongga Mulut
Medial : Mukosa yang dibentuk oleh epitel selapis gepeng, kripta dan
mikrokripta.
8
Posterior : pilar posterior yang dibentuk oleh palatopharingeus yang
molle
molle.
molle dan berakhir pada sisi lateral lidah. Palatofaringeus merupakan otot
yang tersusun vertikal dan di atas melekat pada palatum molle. Palatoglosus
mempunyai origo seperti kipas dipermukaan oral palatum molle dan berkahir
pada sisi lateral lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun vertikal
dan diatas melekat pada palatum molle, tuba eustachius dan dasar
tengkorak. Otot ini lebih penting dari pada palatoglosus dan haris
diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak melukai otot ini. Kedua pilar
berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan lateral dinding faring.
9
ukurannya bervariasi yang terletak diatas tonsil diantara pilar anterior dan
posterior. Celah atau ruangan ini terjadi karena tonsil tidak mengisi penuh
fossa tonsil. tonsil palatina lebih padat dibandingkan jaringan limfoid lain,
berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, permukaan sebelah dalam tertutup
lateralnya ditutupi oleh kapsul tipis dan dipermukaan medial terdapat kripta.
Kripta tonsil berbentuk saluran tidak sama panjang dan masuk ke bagian
Permukaan kripta ditutupi oleh epitel yang sama dengan epitel permukaan
infeksi, baik lokal maupun umum karena dapat terisi sisa makanan, epitel
10
Gambar 2. Anatomi Rongga Mulut
juga menekan tonsil. Selama masa mbrio, tonsil terbentuk dari kantong
lahir, tonsil tumbuh secara irregular dan sampai mencapai ukuran dan
nl.cervicales profundi. Nodus paling penting pada kelompok ini adalah nodus
mandibulae.5,6
sebelah anterior dengan pilar anterior dan sebelah posterior dengan pilar
posterior.
konstriktor pharynx. Pillar anterior dan posterior, torus tubarius (superior), dan
11
2.2 Definisi
Abses peritonsil adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada
bagian kepala dan leher. Gabungan dari bakteri aerobic dan anaerobic di
2.3 Epidemiologi
Abses peritonsil dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling
sering terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali
ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Bukti
12
antibiotik oral untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi pada orang untuk
2.4 Etiologi
Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang
bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman
dan anaerob.
dan anaerobic.
13
Gambar 3. Etiologi bakteri aerobic dan anaerobic
2.5 Patofisiologi
Abses peritonsil atau Quinsy adalah suatu infeksi akut dan berat di
akut berulang atau bentuk abses dari kelenjar Weber pada kutub atas tonsil.
Infeksi yang terjadi akan menembus kapsul tonsil (umumnya pada kutub atas
tonsil) dan meluas ke dalam ruang jaringan ikat di antara kapsul dan dinding
jaringan peritonsil dan dapat menembus kapsul tonsil. Hal ini kemudian akan
dalamnya lalu dievakuasi dan dicerna. Jika terjadi infeksi berulang, dapat
terjadi gangguan pada proses tersebut lalu timbul sumbatan terhadap sekresi
14
tidak diobati secara maksimal, akan terjadi infeksi berulang selulitis peritonsil
atau infeksi kronis pada kelenjar Weber dan sistem saluran kelenjar tersebut
superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh
timbul trismus. Abses dapat pecah spontan, mungkin dapat terjadi aspirasi ke
paru
Gejala yang dikeluhkan pasien antara lain panas sub febris, disfagia
dan odinofagia yang menyolok dan spontan, “hot potato voice”, mengunyah
terasa sakit karena m. masseter menekan tonsil yang meradang, nyeri telinga
15
palatum molle (udem dapat terjadi karena infeksi menjalar ke radix lingua dan
teraba fluktuasi. Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral. Tonsil
16
2.7 Diagnosis
disertai dengan tanda dan gejala yang mengarah pada abses peritonsil
Pemeriksaan penunjang
Aspirasi jarum dari abses peritonsillar harus hanya dilakukan oleh dokter
17
berupa aspirasi nanah dan darah, serta perdarahan. Jika absesnya
Gambar 6. Aspirasi
atau jika ada komplikasi yang melibatkan ruang leher lateral. Pada
18
pemeriksaan CT scan akan tampak kumpulan cairan hypodense di
19
Gambar 8. Gambar USG
2.8 Tatalaksana
Gold standard adalah insisi dan drainase abses. Pus yang diambil dilakukan
20
Pasien dengan abses peritonsillar dapat dirawat sebagai pasien rawat
jalan, tetapi sebagian kecil mungkin memerlukan rawat inap. Alasan paling
asupan cairan oral, masalah jalan napas dan kegagalan manajemen rawat
1. Antibiotik
asam klavulanat
21
2. Insisi dan Drainase
Tindakan ini dapat mengurangi rasa sakit yang efektif dan cepat.
22
supratonsilar (kutub atas). Forsep sinus dimasukkan melalui insisi
3. Tonsilektomi
23
tonsilektomi “a tiede” dan bila tonsilektomi dilakukan 4-6 minggu
4. Kortikosteroid
ini disebabkan kemiripan gejala utama pada abses leher bagian dalam
24
Untuk membedakan abses peritonsil dengan penyakit leher dalam lainnya,
diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang jeli. Selain itu diagnosis
peritonsil.
2.10 Komplikasi
2.11 Prognosis
kemudian. Bila pasien tetap mengeluh sakit tenggorok setelah insisi abses,
lebih muda dari 30 tahun lebih tinggi terjadi, demikian juga bila sebelumnya
25
Reevaluasi dari semua pasien yang diobati dengan aspirasi jarum
berulang atau insisi dan drainase. Pasien harus segera kembali apabila
insisi
26
BAB III
KESIMPULAN
hasil dari supuratif tonsilitis. Gejala klinis meliputi odinofagia (nyeri menelan)
yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga (otalgia),
faring sampai dehidrasi dan sepsis. Didapatkan pembesaran dan nyeri tekan
terapi yang selama ini dikenal adalah pemberian antibiotika dosis tinggi dan
obat simptomatik, pungsi dan aspirasi disertai antibiotik parenteral, insisi, dan
tonsilektomi
27
DAFTAR PUSTAKA
28
10. Nave, H., Gebert, A., & Pabst, R. (2001). Morphology and
immunology of the human palatine tonsil. Anatomy and
embryology, 204(5), 367-373.
11. Galioto, N. J. (2017). Peritonsillar abscess. American family
physician, 95(8), 501-506.
12. Johnson, R. F., & Stewart, M. G. (2005). The contemporary
approach to diagnosis and management of peritonsillar abscess.
Current opinion in otolaryngology & head and neck surgery, 13(3),
157-160.
13. Corbridge, R. (2011). Essential Ent. CRC Press
29