ODINOFAGIA
Oleh :
Preceptor :
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat
Departemen Ilmu Penyakit THT pada RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.
Proses penulisan referat ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima
menyelesaikan referat ini. Terima kasih juga kepada segenap staff poli THT
RSUD Ahmad Yani yang senantiasa memberikan bekal ilmu pengetahuan dan
Metro.
Penulis menyadari bahwa penulissan referat ini masih jauh dari akan
kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................2
2.1 Anatomi Larynx...................................................................................................................3
2.2 Stuktur Penyangga Larynx.................................................................................................3
2.3 Struktur Otot Larynx..........................................................................................................9
2.4 Fisiologi Larynx..................................................................................................................10
2.5 Definisi Carcinoma Larynx...............................................................................................13
2.6 Etiologi Carcinoma Larynx...............................................................................................13
2.7 Faktor Resiko Carcinoma Larynx....................................................................................14
2.8 Patofisiologi Carcinoma Larynx.......................................................................................15
2.9 Manifestasi Carcinoma Larynx........................................................................................16
2.10 Penentuan Stadium (Staging) Carcinoma Larynx........................................................18
2.11 Pencegahan Carcinoma Larynx.....................................................................................22
2.12 Macam Pemeriksaan Carcinoma Larynx......................................................................22
2.13 Tatalaksana Carcinoma Larynx.....................................................................................25
BAB III PENUTUP......................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
iii
4
BAB I
PENDAHULUAN
ringan, seperti flu biasa. Dalam kasus seperti itu, nyeri saat menelan akan hilang
dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Nyeri saat menelan yang kronis
menyebabkan 10 hingga 25% dari semua kasus odinofagia pada orang dewasa
glomerulonefritis, abses).
sehingga pasien menolak menelan makanan padat atau cair apa pun dan
sehingga pasien hanya menyadari lokasi bolus yang ditelan. Odynophagia dapat
disebabkan oleh keterlibatan mukosa oleh refluks, radiasi, infeksi virus atau
jamur, atau dapat merupakan manifestasi dari karsinoma, cincin dan jaring
Schatzki, atau ulkus lokal yang disebabkan oleh tablet yang tersangkut.
2
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang
besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak
rongga mulut melalui ismus orofaring, seddngkan dengan laring di bawah berhubungan
melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding
posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupa- kan bagian
dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar)
a. Mukosa
Memiliki berbagai bentuk yang ergantung pada letaknya. Pada nasofaring yang
berfungsi sebagai saluran respirasi, mukosanya memiliki silia dan epitel thorax yang
mengandung sel goblet. Pada orofaring dan laringofaring yang berfungsi sebagai saluran
rangkaian jaringan ikat dan termasuk dalam sistem retikuloendotelial. Hal ini
Terletak diatas sillia dan bergerak sesuai dengan arah gerak sillia. Dan berfungsi
untuk menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang terhirup. Palut lendir
c. Otot
6
Tersusun atas otot sirkular ( terdiri dari musculus konstriktor faring superior,
media dan inferior) terletak dibagian luar yang membentuk kipas bagian bawahnya
menutup sebagian otot atas dan akan bertemu dibagian depan. Otot ini berfungsi sebagai
konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot bagian ini dipersarafi oleh nervus
vagus (N.X)
Otolotot yang longitudinal adalah m.stilo- faring dan m.palatofaring. Letak otot-
otot ini di sebelah dalam. M.stilofaring gunanya untuk melebarkan faring dan menarik
bagian bawah faring dan laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja
kedua otot itu penting p'ada waktu menelan. M.stilofaring dipersarafi oleh n:lX
Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung
fasia dari mukosa yaitu m.levator veli palatini, m.tensor veli palatini, m.palatoglosus,
M. levator veli palatini membentuk seba- gian besar palatum mole dan
kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius.
Otot ini dipersarafi oleh n X. M.tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan
kerjanya untuk mengen- cangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba
Eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n.X. M.palatoglosus membentuk arkus anterior
faring dan kerjanya menyempitkan ismus fa- ring. Otot ini dipersarafi oleh n.X. M
palatofaring membentuk arkus poste- rior faring Otot ini dipersarafi oleh n.X M.azigos
uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan menaikkan uvula ke
d. Pendarahan
Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama
berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang fausial) serta dari cabang
a.maksila interna yakni cabang palatina superior.
e. Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang eks- tensif. Pleksus
ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus, cabang dari n.glosofaring dan serabut simpatis. Cabang
faring dari n.vagus berisi serabut motoJik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang
untuk otot- otot faring kecuali m.stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang n.glosofaring (n.lX).
f. Kelenjar Getah Bening
Aliran limfa dad dinding faring dapat me- lalui 3 saluran, yakni superior, media dan infe- rior.
Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal
dalam atas. Saluran limfa rnedia mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan kelenjar
8
servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam
bawah.
Berdasarkan letaknya faring dibagi atas :
1. NASOFARING
Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah adalah palatum mole, ke
depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal. Nasofaring yang relatif
kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan
lim- foid pada dinding lateral fanng dengan resesus faring yang disebut fosa Rosenmuller, kantong
Rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus lubarius, suatu refleksi
mukosa faring di alas penonjolan kartlago fuba Euslachius, koana, forarnen jugulare, yang dilalui oleh
n.glosofaring, n.vagus dan n.asesorius spinal saraf kranial dan v.jugularis interna, bagian petrosus os
temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius
2. OROFARING
Orofanng disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya adalah palatum mole, balas bawah adalah
tepi atas epiglotis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal.
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina, fosa tonsil
serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.
Secara klinik dinding poslerior faring pen- ting karena ikut terlibat pada radang akut atau radang kronik
fanng, abses retrofaring, serta gangguan\otot-otot di bagian lersebut. Gang- guan otot \posterior faring bersama-
sama de- ngan otot palatum mole berhubungan dengan gangguan n.vagus.
- FOSA TONSIL
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Eatas lateralnya adalah m.konstnktor faring
superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fosa
supra tonsil Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila
terjadi abses Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasra bukofaring, dan disebut kapsul yang
- TONSIL
Tonsil adalah massa yang terdiri dari ringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikal dengan kriptus di
dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil fa- dngal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketrga-
tiganfa membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja
terlelak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas lonsil seringkali ditemukan celah intralonsil yang merupakan sisa
9
kantong faring yang kedua Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah Permukaan medial tonsil
bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel
skuamosa yang;uga meliputi kriptus. Di dalSm kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas,
bakteri dan sisa makanan Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul
tonsil Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilek- tomi Tonsil
mendapat darah dan a. palatina minor, a palatina asendens, cabang tonsil a. maksila eksterna, a. faring asendens
dan a lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glodoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut
yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus
dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus
tiroglosus.
3. LARINGGOFARTNG (HIPOFARING)
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior ialah laring, batas inferior
ialah esofagus, serta batas posterior ialah vertebra servikal. Bila laringo- faring diperiksa dengan kaca tenggorok
pada pemeriksaan ladng tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka
struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupa- kan dua buah cekungan
yang dibentuk oleh ligarnentum glosoepiglotika medial dan liga- mentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi.
Valekula disebut luga 'kantong gil' (pill pock- et9,'sebab pada beberapa orang, kadang- kadang bila menelan pil
Di bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan pada perkembangannya
akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (ben- tuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam
perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan
laringoskopi tidak langsung tam- pak menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi)
glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke
esofagus. Nervus laring superior berjalan di bawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringo faring. Hal ini
penting untuk diketahui pada pemberian analgesia lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.
RUANG FARINGAL
Ada dua ruang yang berhubungan de- ngan faring yang secara klinik mempunyai arti penting, yaitu ruang
1
Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia
faringobasilaris dan otototot faring. Ruang iri bedsijaringan ikat jararp dan hsia prevertebralis. Ruang ini mulai
dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah dari fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di
garis tengah mengikatnya pada vertebra..Di sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila.
Abses retrofaring sering di- temukan pada bayi atau anak. Kejadiannya ialah karena di ruang retrofanng terdapat
kelenjar-kelenjar limfa. Pada peradangan kelen- jar limfa itu, dapat terjadi supurasi, yang bilamana pecah,
nanahnya akan terlumpah di dalam ruang retrofaring. Kelenjar limfa di ruang retrofaring ini akan banyak
Ruang ini berbentuk kerucut dengan da- samya yang tedetak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis
dan puncaknya pada komu mayus os hioid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh m.konstnktor faring superior,
batas .luamya adalah ramus asenden man- dibula yang melekat dengan m.pterigoid intema dan bagian posterior
kelenjar parotis.
Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besamya oleh os stiloid dengan otot yang melekat
padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif sebagai
akibat tonsil yang meradang, beberapa bentuk mastoiditis atau petrositis, atau dari karies dentis.
Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi a.karotis interna, v.jugularis intema,
n.vagus, yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis (carotid sheath). Bagian ini
dipisahkan dari ruang relro- faring oleh suatu lapisan fasia yang tipis.
FUNGSI FARING
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara dan untuk artikulasi.
FUNGSI MENELAN
Terdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase faringal dan fase esofagal. Fase oral, bolus
makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disini disengala (voluntary). Fase faringal yaitu pada waktu
transpor bolus makanan melalui faring. Gerakan disini tidak sengaja (involuntary). Fase esofagal. Di sini
gerakannya tidak disengaja, yaitu pada waktu bolus makanan bergerak secara peristaltik di esofagus menuju
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring Gerakan ini antara
lain berupa pendekatan palatum mole ke arah dinding belakang faring Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat
dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m. palatofaring, kemudian m.levator veli palatini bersama-sama
m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole
ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold o f)
Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring
sebagai hasil gerakan m.palatofaring (bersama m sal-pingofaring) dan oleh kontraksi aktif m konstrik- tor faring
superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang bersamaan.
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi, tetapi ada pula pendapat
yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.
2.2 Odinofagia
2.2.1 Definisi
Odinofagia adalah nyeri tajam pada daerah substernal pada saat menelan dan reflek dari penyakit
2.2.2 Etiologi
Esofagitis karena kandida, virus herpes, cytomegalovirus, luka korosif karena benda tajam, obat
1. Faringitis
Faring memiliki tiga divisi antara lain, nasofaring, orofaring, dan hipofaring. Divisi ini berkaitan
satu dengan yang lainnya tetapi berisikan perbedaan jaringan limfoid dan struktur. faringitis adalah
peradangan pada mukosa faring. Jaringan limfoid, muskular dan lemak sekitar dan jaringan fascial.
Faringitis dapat bersifat infeksisus atau noninfeksius dan dapat berkaitan dengan penyakit sistemik
seperti, human imunodefisiensi virus (HIV). Infeksi virus lebih sering menyebabkan faringitis pada
anak-anak dan dewasa, tetapi pasien anak lebih tinggi karena infeksi bakteri dibanding dewasa.
Anamnesis Faringitis :
Nyeri tenggorokan
1
Odinofagia
Demam
Malaise
Nyeri kepala
Pembesaran limfanodus cervikal antara lain : posterior cervical, submandibular, jugular, dan
linfadenopati axila.
Examinasi faring terlihat eritem pada mukosa orofaring termasuk kemerahan pada uvula dan peteki
Tonsil dapat juga terlihat eritem dan inflamasi, dapat juga terdapat whitish spot dan eksudat
creamy.
Pada beberapa pasien dapat juga terlihat “scarlet fever” rash, yang terdiri dari papul eritematous
yang bermula pada leher dan menyebar ke ekstremitas kecuali telapak tangan dan kaki.
Faringitis akut
Faringitis virus atau bakterialis akut adalah penyakit yang sangat sering:
Etilogi :
Gejala : faringitis ringan, rasa tidak nyaman di tenggorokan, malaise dan demam ringan, tidak ada
limfadenopati. Infeksi sedang dan berat rsa sakit di tenggorokan, disfagia, sakit kepala, malaise dan
demam tinggi. Faring dalam kasus ini menunjukan eritema, eksudat dan pembesaran tonsil dan
folikel limfoid di dinding posterior faring. Pada kasus yang sangat parah dapat menunjukan edema
uvula.
1
Penatalaksanaan
250.000 unit peroral empat kali sehari selama 10 hari atau penisilin benzatin G 600.000 unti i.m untuk
pasien Dengan berat badan lebih dari 60 kg. Eritromisin 20-40 mg/kgBBsetiap hari.
Faringitis kronis
Adalah kondisi peradangan kronis dari faring. Secara patologis, hal ini ditandai dengan hipertrofi
mukosa, kelenjar seromucinous, folikel limfoid subepitel dan bahkan otot faring.
Etiologi :
Dalam rhinitis dan sinusitis kronis, purulen discharge terus menetes ke baawah faring sumber infeksi.
2. iritasi kronis
Merokok berlebihan, mengunyah tembakau, minum atau makanan yang sangat dibumbui semua bisa
3. Pencemaran lingkungan
Gejala
1. Ketidaknyamanan atau nyeri di tenggorokan. Hal ini terutama pada pagi hari.
2. Sensasi benda asing di teggorokan. Pasien memiliki konstanta keinginan untuk menelan atau
3. Kelelahan suara. Pasien tidak dapat berbicara lama dan harus melakukan upaya yang tidak
semestinya untuk berbicara sebagai tenggorokan mulai sakit. Suara juga mungkin kehilangan kualitas.
4. Batuk
1
1
1
aerodigestive atas yang berupa massa abnormal dalam jaringan dan struktur
termasuk dalam lima besar dari semua keganasan di dunia. Carcinoma larynx
abnormal pada jaringan dan struktur larynx dengan pertumbuhan berlebih dan
2021).
larynx, sekitar 70% hingga 95% dari semua kasus. Hubungan dengan konsumsi
alkohol berat juga merupakan faktor resiko dari carcinoma larynx, meskipun efek
dari alkohol masih belum jelas. Berbeda dengan carcinoma kepala dan leher
1
lainnya, peran human papillomavirus (HPV) sebagai agen penyebab juga masih
Faktor risiko utama yang umumnya dikaitkan dengan carcinoma kepala dan leher
A. Tembakau
bukan perokok, sementara perokok pipa dan cerutu memiliki risiko yang
bersamaan, berada pada risiko tertinggi terjadi carcinoma kepala dan leher
dengan merokok.
B. Alkohol
4% dari kasus squamous cell carcinoma kepala dan leher secara global.
pada individu yang mengonsumsi lebih dari tiga minuman beralkohol per
C. laryngopharyngeal reflux
pharynx dari isi lambung, asam lambung, and enzim pankreas. Substansi
pharyngeus, suara serak, laryngitis posterior, edema pita suara, polip pita
suara, dan carcinoma larynx. Walaupun sampai saat ini refluks belum
memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang asal neoplasma
yang beragam dari sel parenkim, dari yang berdiferensiensi baik (well
yang terjadi atas sel tidak berdiferensiensi disebut anapilastik (Septiana, 2020).
dilakukan pengangkatan jaringan normal disekitar secara luas apabila suatu tumor
tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi fonasi larynx.
Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah glotik, besar pita suara,
ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran dan ketegangan pita suara. Pada
tumor ganas larynx, pita suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh
ketidak teraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya
menyerang saraf, adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun
2
getaran kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi
kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa. Kadang-
Hubungan anatara serak dengan tumor larynx tergantung pada letak tumor.
Apabila tumor tumbuh pada pita suara, serak merupakan gejala dini dan menetap.
ventrikularis atau di batas inferior pita suara, serak akan timbul kemudian. Pada
tumor supraglottis dan subglottis, serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak
timbul sama sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan subjektif,
seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di tenggorokan. Tumor
Dispnea dan stridor adalah gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan
napas dan dapat timbul pada tiap tumor larynx. Gejala ini disebabkan oleh
gangguan jalan napas oleh tumor, penumpukan kotoran atau sekret, maupun oleh
fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik atau transglotik terdapat kedua gejala
pasien. Pada umumnya dispnea dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang
baik.
goresan sampai rasa nyeri yang tajam pada tenggorokan. Disfagia adalah ciri khas
tumor pangkal lidah, supraglotik, hipopharynx dan sinus piriformis. Keluhan ini
merupakan keluhan yang paling sering pada tumor ganas postcricoid. Rasa nyeri
mengenai struktur ekstra larynx. Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik,
dalam larynx. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan tumor supraglotik.
stadium lanjut. Nyeri tekan larynx adalah gejala lanjut yang disebabkan oleh
Supraglottis
T1: Tumor terbatas pada satu subsite dari supraglottis dengan pergerakan pita
suara normal.
T2: Tumor menginvasi mukosa lebih dari satu subsite di supraglottis atau glottis
atau diluar supraglottis (seperti mukosa pangkal lidah, valekula, atau dinding
T3: Tumor terbatas pada larynx dengan fiksasi pita suara dan/ atau menginvasi
postcricoid, ruang pre-epiglottis, ruang paraglottis dan/ atau korteks dalam dari
cartilago tiroid.
tulang rawan tiroid dan/ atau meluas ke jaringan ekstra larynx (trachea,
cartilago cricoid, jaringan lunak leher termasuk otot ekstrinsik dalam dari
Glottis
T1: Tumor terbatas pada pita suara/ plica vokalis (bisa melibatkan komisura
T2: Tumor meluas sampai ke supraglottis dan/ atau subglottis dan atau dengan
T3: Tumor terbatas pada larynx dengan fiksasi pita suara dan/ atau menginvasi
tulang rawan tiroid dan/ atau meluas ke jaringan ekstra larynx (trachea,
cartilago cricoid, jaringan lunak leher termasuk otot ekstrinsik dalam dari
Subglottis
T2: Tumor meluas ke pita suara dengan atau tanpa gangguan pergerakan.
T3: Tumor terbatas pada larynx dengan fiksasi pita suara dan/ atau menginvasi
tulang rawan tiroid dan/ atau meluas ke jaringan ekstra larynx (trachea,
cartilago cricoid, jaringan lunak leher termasuk otot ekstrinsik dalam dari
N1: Metastasis pada satu kelenjar limfe ipsilateral dengan ukuran diameter
N2a: Metastasis pada satu kelenjar limfe ipsilateral dengan ukuran diameter
terpanjang lebih dari 3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm dan ENE (-) .
terpanjang tidak lebih dari 6 cm dan ENE (-). N2c: Metastasis bilateral atau
N3a: Metastasis kelenjar limfe dengan diameter terpanjang lebih dari 6 cm dan
ENE(-)
Stadium
Stadium 0 : Tis N0 M0
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0
*ENE: Extra Nodular Extension (jurnal Diagnosis Dini Tumor Ganas Larynx).
2
1. Berhenti merokok
Pemeriksaan fisik
1. Indirect laryngoscopy
bergagang panjang dan ditaruh pada langit langit mulut lalu sorotkan
4. Panendoscopy
Macam-macam biopsi
1. Endoscopy biopsy
2. FNAB
untuk
digunakan untuk biopsi lalu diperiksa di lab. Apabila pada hasil FNAB
kelenjar limpa. FNAB juga digunakan pasien yang sudah diketahui terkena
carcinoma larynx apakah sudah tertangani oleh operasi atau terapi radiasi
1. Ct scan
2. MRI scan
3. Chest X-ray
4. PET scan
bersifat ganas.
5. Bone scan
6. Barium swallow
atau pun kombinasi daripadanya, tergantung pada stadium penyakit dan keadaan
lokasi dan penjalaran tumor, serta dilakukan juga diseksi leher radikal bila
keadaan umum memburuk, disamping harga obat ini yang relatif mahal , sehingga
beserta pita suara yang ada didalamnya, maka pasien akan menjadi afonia dan
2
terhadap pasien baik yang bersifat umum yakni agar pasien dapat mandiri
kembali, maupun rehabilitasi khusus yakni rehabilitasi suara agar pasien dapat
dengan suarayang dihasilkan dari esofagus melalui proses belajar. Banyak faktor
disimpulkan menjadi 2 faktor utama, ialah faktor fisik dan faktor psikososial.
Suatu hal yang sangat membantu adalah pembentukan wadah perkmpulan guna
menghimpun pasien - pasien tuna larynx guna menyokong aspek psikis dalam
lingkup yang luas dari pasien, baik sebelum maupun sesudah operasi. (Soepardi
et.all, 2012)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tumor ganas larynx merupakan salah tumor ganas di kepala dan leher
yang sering terjadi, untuk diagnosis tumor ini lebih dini memerlukan peningkatan
perluasan tumor serta penentuan stadium tumor yang bermanfaat untuk rencana