BRONCHOPNEUMONIA
Oleh:
dr. Ninda Afrini
Dokter Pendamping:
dr. Zulkarnaini ZA
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat
dan hidayah-Nya, tugas presentasi laporan kasus telah dapat diselesaikan. Selanjutnya
shalawat beserta salam penulis haturkan kepangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Adapun judul tugas ini adalah “Bronchopneumonia” Tugas ini diajukan
sebagai salah satu tugas dalam menjalani Program Dokter Intersip Indonesia di RSUD
Teuku Umar. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dokter pendamping RSUD Teuku
Umar dr. Zulkarnaini ZA yang telah memberikan masukan dan arahan dalam
penyelesaian laporan kasus ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tuga sini masih jauh dari
kesempurnaan. Penulis tetap terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun agar
tercapai hasil yang lebih baik kelak. Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat
bermammfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran
khususnya. Semoga ALLAH SWT selalu Memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya basgi
kita semua.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 2
2.1 Definisi .................................................................................... 2
2.2 Fisiologi Impuls Saraf ............................................................. 2
2.3 Epidemiologi............................................................................ 4
2.4 Klarifikasi................................................................................ 5
2.5 Etiologi..................................................................................... 5
2.6 Patofisiologi............................................................................. 6
2.7 Manifestasi Klinis.................................................................... 7
2.8 Diagnosis................................................................................. 8
2.9 Tatalaksana.............................................................................. 8
BAB III LAPORAN KASUS..................................................................... 11
3.1Identitas Diri............................................................................. 11
3.2 Anamnesis................................................................................ 11
3.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................... 12
3.4 Pemeriksaan Penunjang........................................................... 14
3.5 Diagnosis................................................................................. 15
3.6 Tatalaksana.............................................................................. 15
3.7 Prognosis.................................................................................. 15
BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................... 16
4.1Analisa Kasus ............................................................................. 16
BAB VKESIMPULAN.............................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 19
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Bronchopneumonia menurut Smeltzer (2001) adalah radang paru-paru yang
mempunyai penyebaran bercak, teratur dalam satu area atau lebih yang berlokasi di
dalam bronki dan meluas ke parenkim paru. Bronchopneumonia merupakan
peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus,jamur, ataupun benda
asing yang ditandai dengan gejala panas yang tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan
dangkal, muntah, diare, serta batuk kering, dan produkti.1
Bronchopneumonia menurut smeltzer (2001) digunakan untuk
menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur
dalam satu atau lebih area terlokalisasi dalam bronki dan meluas ke parenkim paru
yang berdekatan disekitarnya. Pada bronchopneumonia terjadi konsolidasi area
bercak. Bronchopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas
sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru
melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen
sampai ke bronkus.1
2
dispisahkan oleh septum nasi, yang merupakan lempeng tulang yang terbuat
dari tulang etmoidalis dan vomer. Udara yang melewati kavitas nasalis
dihangatkan dan dilembabkan, sehingga udara yang dicapai paruparu hangat
dan lembab. Dalam kavitas nasalis bagian atas terdapat reseptorolfaktorius,
yang berfungsi mendeteksi adanya uap kimia di inhalasi (Marni, 2014).
2. Faring
Merupakan pipa yang memiliki otot, mulai dasar tengkorak sampai
esophagus, terletak dibelakang hidung (nasofaring). Faring terdiri atas
nasofaring, orofaring, fan laringofaring. Palatum molle terangkat pada saat
menelan untuk menutup nasofaring dan mencegah makanan saliva naik,
bukan turun. Nasofaring ini hanya untuk jalanya udara, faring juga
berfungsi untuk jalan udara dan makanan, tetapi tidak pada saat bersamaan.
Orofaring berada dibelakang mulut, merupakan kelanjutan rongga mulut.
Sedangkan laringofaring adalah bagian yang paling bawah faring, bagian
anterior menuju laring dan bagian posterior menuju esofagus
3. Laring
Saluran pernafasaan setelah faring yang terdiri atas bagian tulang
rawan, yang berfungsi untuk berbicara, sehingga sering disebut kotak suara.
Selain untuk berbicara, laring juga berfungsi sebagai jalan udara anatara
faring dan trakea
4. Epiglotis
Merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu menutup
laring ketika orang sedang makan, untuk mencegah makanan masuk
kedalam laring (Marni, 2014).
3
cincin. Trakea ini dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri epitelium bersilia
yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing (Marni, 2014).
2. Bronkus
Bronkus merupakan percabangan dari trakea, dimana bagian kanan
lebih pendek dan lebar dibanding bronkus kiri. Bronkus kanan memiliki tiga
lobus, yaitu lobus atas, dan lobus bawah. Sedangkan bronkhus kiri lebih
panjang, memiliki dua lobus, yaitu lobus atas dan lobus bawah. Kemudian
saluran setelah bronchus adalah bagian percabangan yang disebut
bronkhiolus.
3. Paru-paru
Paru merupakan organ utama dalam sistem pernafasaan. Paru
terletak dalam rongga torak setinggi selangka sampai dengan diagfragma.
Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis dan
pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan
surfaktan. Paru sebagai alat pernafasaan utama terdiri atas dua bagian, yaitu
paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung
beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak
disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang elastis, berpori, serta berfungsi
sebagai tempat pertukaran gasoksegen dan karbon dioksida.5
2.3 Epidemiologi
Selama kurun waktu yang panjang, angka cakupan penemuan pneumonia
balitatidak mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar antara 20%-30%. Namun
sejak tahun 2015 hingga saat ini terjadi peningkatan cakupan dikarenakan adanya
perubahan angka perkiraan kasus dari 10% menjadi 3,55%. Selain itu terdapat
peningkatan kelengkapan pelaporan dari 94,12% pada tahun 2016 menjadi 100% pada
tahun 2019.4
Pada tahun 2019 angka kematian akibat pneumonia pada balita sebesar
0,12%.Angka kematian akibat Pneumonia pada kelompok bayi lebih tinggi hampir
dua kalilipat dibandingkan pada kelompok anak umur 1–4 tahun. Pada tahun 2019,
prevalensi terjadinya pneumonia pada balita mencapai 4,46% dengan jumlah
mortalitas mencapai 10 pada anak di bawah usia1 tahun.4
4
2.4 Klasifikasi
Pneumonia diklasifikasikan berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis
sebagai berikut:2
a. pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan
opasitas lobus atau lobularis.
b. Pneumonia atipikal,ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat
dengan gambaran infiltrate paru bilateral yang difus.
c. Pneumonia aspirasi, sering pada bayi dan anak
Klasifikasi pneumonia berdasarkan kuman penyebab adalah sebagai berikut:
1. Pneumonia bakteralis /topical,dapat terjadi pada semua usia,beberapa
kumantendensi menyerang semua orang yang peka,misal :
a. klebsiela pada orang alkoholik.
b. stapilokokus pada influenza.
2. Pneumonia atipikal,sering mengenai anak dan dewasa muda dan disebabkan
oleh Mycoplasma dan Clamidia.
3. Pneumonia karena virus,sering pada bayi dan anak.
4. Pneumonia karena jamur,sering disertai imfeksi sekunder terutama
5. pada orang dengan daya tahan lemah dan pengobatannya lebih sulit.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan prediksi infeksi adalah sebagai berikut:
1. Pneumonia lobaris mengenal satu lobus atau lebih,disebabkan karena obstruksi
bronkus,misalnya aspirasi benda asing,proses keganasan.
2. Bronchopneumonia, adanya bercak-bercak infiltrate pada paru dan disebabkan
oleh virus atau bakteri
2.5 Etiologi
Secara umum bronchopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme pathogen. Orang normal dan sehat
mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas:
reflek glottis dan batuk,adanya lapisan mucus, gerakan silia yang menggerakkan
kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat. Timbulnya
bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri,
mikoplasma, dan riketsia, antara lain:
a. Bakteri : streptococcus, staphylococcus, H. influenza, Klebsiella.
b. Virus : legionella Pneumoniae
5
c. Jamur : aspergillus Spesies,Candida Albicans
d. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru
Terjadi karena kongesti paru yang lama. Penyebab tersering
bronchopneumonia pada anak adalah pneumoniakokus sedang penyebab
lainnya antara lainya antara lain: Streptococus pneumonia, stapilokokus aureus
haemophillus influenza, jamur (seperti candida albicans), dan virus. Pada bayi
dan anak kecil ditemukan staphylococcus aureus sebagai penyebab yang berat,
serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi.
2.6 Patofisiologi
Saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-
paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahananan atomis dan
mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa
filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan
lanjut berupa sekresi IgA lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit,
komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang
diperantarai sel.6
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau
bilavirulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian
bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan
jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya
infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan
dan responimun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri
6
didahului dengan infeksi virus. Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia,
yaitu3:
a. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Yaitu hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler ditempa tinfeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan selimun dan cedera jaringan.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian
dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit dialveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan
kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
7
Anak sangat gelisah dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk
yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut.
Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi dan wheezing.
Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mucus yang menyebabkan
atelektasis absorbs.
2.8 Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan pneumonia, pada inspeksi dapat
ditemukan adanya peningkatan frekuensi nafas, nafas cuping hidung, retraksi otot
(epigastrik, interkostal, suprasternal), pada auskultasi paru ditemukan adanya crackles.
Sedangkan pada kasus, pada pemeriksaan fisik juga ditemukan adanya frekuensi napas
yang meningkat dan terlihat retraksi pada daerah intercostalis pada kedua regio thorax
pasien, pada auskultasi ditemukan suara ronkhi dan wheezing pada seluruh lapang
paru pasien. Hasil pemeriksaan rontgen thorax pada kasus pneumonia pada umumnya
ditemukan adanya gambaran infiltrate pada lapang paru, dan pada pemeriksaan darah
lengkap ditemukan peningkatan sel darah putih (leukositosis).4
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri
dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus.3
1. Penatalaksaan Umum
2. Penatalaksanaan Khusus
8
antibiotik awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotik berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Anak-anak dengan pneumonia pernapasan cepat tanpa
penarikan dada atau tanda bahaya umum harus diobati dengan
amoksisilin oral: setidaknya 40mg/ kg/ dosis dua kali sehari (80mg/ kg/
hari) selama lima hari. Didaerah dengan prevalensi HIV rendah, berikan
amoksisilin selama tiga hari. Anak-anak dengan pneumonia pernapasan
cepat yang gagal pada pengobatan lini pertama dengan amoksisilin harus
memiliki pilihan rujukan ke fasilitas di mana terdapat pengobatan lini
kedua yang sesuai. Anak-anak usia 2-59 bulan dengan pneumonia
tarikan dada harus diobati dengan amoksisilin oral: setidaknya 40mg/ kg/
dosis dua kali sehari selama lima hari. Anak-anak berusia 2-59 bulan
dengan pneumonia berat harus diobati dengan ampisilin parenteral (atau
penisilin) dan gentamisin sebagai pengobatan lini pertama.7
• Ampisilin
Ampisilin 50 mg/kg, atau penisilin benzil: 50.000 unit per kg
IM/IV setiap 6 jam selama setidaknya lima hari
• Gentamisin
Gentamisin 7,5 mg/kg IM/IV sekali sehari selama setidaknya
lima hari Ceftriaxone harus digunakan sebagai pengobatan lini kedua
pada anak-anak dengan pneumonia berat yang gagal pada pengobatan
lini pertama.
Ampisilin (atau penisilin bila ampisilin tidak tersedia) ditambah
gentamisin atau seftriakson direkomendasikan sebagai rejimen
antibiotik lini pertama untuk bayi yang terinfeksi dan terpajan HIV dan
untuk anak di bawah usia 5 tahun dengan pneumonia yang ditarik ke
dalam dada atau pneumonia berat. Untuk bayi yang terinfeksi HIV dan
terpajan danuntuk anak-anak dengan pneumonia tarikan dada atau
pneumonia berat,yang tidak menanggapi pengobatan dengan ampisilin
atau penisilin plusgentamisin, ceftriaxone saja direkomendasikan untuk
digunakan sebagai pengobatan lini kedua.7
Pengobatan kotrimoksazol empiris untuk dugaan Pneumocystis jirovecii
9
(sebelumnya Pneumocystis carinii) pneumonia (PCP) direkomendasikan sebagai
pengobatan tambahan untuk bayi yang terinfeksi HIVdan terpajan berusia dari 2
bulan sampai 1 tahun dengan penarikan dada atau pneumonia berat. Pengobatan
kotrimoksazol empiris untuk Pneumocystis jirovecii pneumonia (PCP) tidak
direkomendasikan untuk anak yang terinfeksi HIV dan terpajan diatas usia1 tahun
dengan penarikan dada kedalam atau pneumonia berat.7
10
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Qhania Silvia
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 11 Bulan
Alamat : Bate Roo
Agama : Islam
No. MR : 06 33 90
TMRS : 17 Juni 2022
Tanggal Pemeriksaan : 17 Juni 2022
3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama : Deman
2. Keluhan Tambahan : Batuk berdahak, Pilek, Sesak nafa
3. Riwayat penyakit sekarang :Pasien dibawa kedua orang tuanya ke IGD RSUD
Teuku Umar dengan keluhan demam 3 hari SMRS. Demam semakin meninggi
setiap harinya dan mencapai suhu 38˚C. Demam turun saat minum obat tetapi naik
lagi setelah beberapa saat. Demam disertai dengan batuk dan pilek. Batuk
berdahak, tetapi pasien tidak bisa mengeluarkan sputum dengan baik sehingga
orang tua pasien tidak tahu karakteristik sputum. Pasien mengalami sesak napas
sebelum dibawa kerumah sakit. Napas pasien cepat dan terdapat gerakan dinding
dada yang dalam karena sesak. Mual tidakada. Muntah tidak ada. BAB dan BAK
kesan normal.
4. Riwayat penyakit dahulu : Tidak ada
5. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga mengeluhkan keluhan yang sama
6. Riwayat Pengobatan : Paracetamol syr
7. Riwayat Alergi : Pasien tidak pernah memiliki riwayat alergi sebelumnya
8. Riwayat Imunisas : Tidak lengkap
9. Riwayat Kehamilan dan Persalinan : Pasien merupakan anak ke-2 dari 2
bersaudara. Pasien lahir cukup bulan, berat badan lahir 3700 gram. Pasien
menangis kuat dan kulit pasien tidak kebiruan. Setelah lahir, pasien bisa dibawa
pulang.
11
3.3 Pemeriksaan Fisik
A. Status Present
1. Keadaan umum : Sakit sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
3. Pengukuran Tanda vital
Nadi : 123 kali/menit, reguler
Respirasi : 45 kali/menit
Suhu : 38,2 ° C
B. Status Generalis
1.Kulit : Warna : Sawo matang (tidak ada petekie)
Sianosis : tidak ada
Turgor : normal
Kelembaban : cukup
Pucat : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
2.Kepala :Bentuk : normosefali
Rambut : Warna : hitam
Mata : Bentuk : Eksoftalmus (-/-)
Palpebra : edem (-/-)
Alis & bulu mata : tidak mudah dicabut
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : Diameter : isokor, normal
Reflek cahaya : (+/+)
Kornea : jernih/jernih
Telinga : Bentuk: simetris
Sekret : tidak ada
Serumen : tidak ada
Nyeri : tidak ada
Hidung : Bentuk : simetris
Pernafasan : cuping hidung (-)
Epistaksis : tidak ada
Sekret : tidak ada
Mulut : Bentuk : simetris
12
Bibir : mukosa bibir basah
Gusi : pembengkakan tidak ada, berdarah tidak ada
Gigi-geligi : normal
Lidah : Bentuk : normal
Pucat/tidak : tidak pucat
Tremor/tidak : tidak tremor
Kotor/tidak : tidak kotor
Warna : kemerahan
Faring : Hiperemi : tidak ada
Edema : tidak ada
Tonsil : Warna : kemerahan
Pembesaran : tidak ada
Abses/tidak : tidak ada
Membran/pseudomembran : (-)
3.Leher :
Vena Jugularis, Pulsasi : R+2 cmH2O
Pembesaran kelenjar : pembesaran KGB (-)
Pembesaran Tiroid (-)
4. Toraks :
1. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : simetris
Retraksi : Sela Iga
Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri normal
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi :
Suara Napas Dasar :Vesikuler (+/+)
Suara Napas Tambahan : Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)
2. Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi :
Batas Atas : ICS II linea parasternal sinistra
Batas Kanan : ICS V linea parasternal dekstra
Batas Kiri : ICS VI 2 jari lateral linea axilla anterior sinistra
13
Auskultasi : BJ 1 > BJ 2, bising (-)
5.Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : datar, simetris, benjolan (-)
Palpasi :Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Massa : tidak ada
14
RDW 13,5 11,5 – 14,5 %
Eosinofil 0 0–6 %
Basofil 0 0–2 %
NeutrofilBatang 2 2–6 %
NeutrofilSegmen 55 50 – 70 %
Limfosit 30 20 – 40 %
Monosit 2 2–8 %
3.5 Diagnosis
Bronchopneumonia
3.6 Tatalaksana
1. Farmakologi
IVFD Nacl 15 gtt/i
Nebul ventolin ½ respul + 3 cc Nacl 0.9% / 8 jam
Gentamicin 25 mg / 12 jam IV
Cefotaxime 250 mg /12 jam IV
Paracetamol drop 3 x 0,5 cc
Cetirizin syr1 cc/24jam/PO
2. Planing
Rontgen Thoraxs AP
3.7 Prognosis
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Fungsionam: Dubia ad Bonam
15
BAB IV
PEMBAHASAN
16
jam IV dan Cefotaxime 250 mg/ 12 jam/IV. Hal ini sesuai dengan panduan
WHO di mana anak-anak berusia 2-59 bulan dengan pneumonia berat harus
diobati dengan ampisilin parenteral (atau penisilin) dan gentamisin sebagai
pengobatan lini pertama. Selain itu,terapi suportif juga diberikan pada pasien, di
mana IVFD Nacl 0,9% 15 gtt/ menit diberikan untuk memastikan cukupnya
pasokan cairan dalam tubuh pasien. Paracetamol drop 3 x 0,5 cc diberikan
untuk meredakan gejala demam pada pasien. Cetirizin Syr 1 cc/ 24 jam/PO
diberikan untuk mengatasi kongesti padapasien.Serta Nebul Ventolin ½ respul / 8
jam untuk meredakan sesak nafas pasien
17
BAB V
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19