Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus Internsip:

MIOMA UTERI

Oleh:
dr. Ninda Afrini

Dokter Pendamping:
dr. Zulkarnaini ZA

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


KEMENTERIAN KESEHATANREPUBLIK INDONESIA
RSUDTEUKU UMAR
ACEH JAYA
2022

i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat
dan hidayah-Nya, tugas presentasi laporan kasus telah dapat diselesaikan. Selanjutnya
shalawat beserta salam penulis haturkan kepangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Adapun judul tugas ini adalah “Mioma Uteri” Tugas ini diajukan sebagai salah
satu tugas dalam menjalani Program Dokter Intersip Indonesia di RSUD Teuku Umar.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dokter pendamping RSUD Teuku Umar dr.
Zulkarnaini ZA yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penyelesaian laporan
kasus ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tuga sini masih jauh dari
kesempurnaan. Penulis tetap terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun agar
tercapai hasil yang lebih baik kelak. Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat
bermammfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran
khususnya. Semoga ALLAH SWT selalu Memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya basgi
kita semua.

Aceh Jaya,30 Juli 2022

dr. Ninda Afrini

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3
2.1 Definisi .................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi ........................................................................... 3
2.3 Klarifikasi................................................................................ 3
2.4 Etiopotogenesis........................................................................ 4
2.5 Manifestasi Klinis.................................................................... 5
2.6 Diagnosis................................................................................. 7
2.7 Diagnosis Banding................................................................... 8
2.8 Tatalaksana.............................................................................. 10
2.9 Komplikasi............................................................................... 13
2.10 Prognosis................................................................................ 14
BAB III LAPORAN KASUS..................................................................... 15
3.1Identitas Diri............................................................................. 15
3.2 Anamnesis................................................................................ 16
3.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................... 19
3.4 Pemeriksaan Penunjang........................................................... 19
3.5 Diagnosis................................................................................. 19
3.6 Tatalaksana.............................................................................. 19
3.7 Prognosis.................................................................................. 19
BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................... 20
4.1Analisa Kasus ............................................................................. 20

BAB VKESIMPULAN.............................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 22

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.


Mioma uteri merupakan tumor jinak yang muncul dari otot polos uterus.
Mioma uteri sering dikenal dengan leiomioma atau uterine fibroids. Kejadian mioma
sebesar 20 – 40% pada wanita usia diatas 35 tahun. Mioma lebih sering terdapat pada
wanita ras kulit hitam (afrika-amerika) dibandingkan wanita ras kulit putih.1,2
Penyebab pasti dari tumor ini hingga kini belum diketahui secara jelas. Mioma
biasanya tidak terdeteksi sebelum pubertas dan berespon terhadap hormon, umumnya
tumbuh hanya selama usia reproduksi. Tumor ini dapat tumbuh terisolasi atau tumbuh
dengan jumlah multipel, dengan berbagai variasi ukuran.3,4
Walaupun umumnya mioma bersifat asimtomatis, mioma dapat menimbulkan
berbagai komplikasi seperti metoragia dan menoragia, nyeri, retensi urin, nyeri
punggung bawah, konstipasi, bahkan infertilitas sehingga dapat memperburuk kualitas
hidup wanita. Mioma merupakan salah satu indikasi terbanyak dilakukan histerektomi
di Amerika Serikat dan Australia.1,3 Maka dari itu, penting untuk mengetahui lebih
dalam mengenai mioma sehingga penegakan diagnosis dan terapi dapat dilakukan
lebih dini.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang terdiri dari otot polos dan jaringan
ikat fibrus. Tumor ini sering juga disebut leiomioma atau fibromioma. Tumor ini
memiliki struktur padat yang mengandung matriks ekstraselular berupa kolagen,
fibronectin, dan proteoglikan.1,5 Tumor ini merupakan tumor jinak yang paling sering
ditemui pada pelvis wanita. Jumlahnya bisa muncul tunggal, tapi lebih sering dijumpai
multipel serta memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari ukuran mikroskopik (1 mm)
sampai dengan ukuran 20 cm dan mengisi hampir seluruh ruang abdomen.1,3 Mioma
dapat muncul di dalam uterus, pada permukaan luar uterus, atau didalam otot uterus
itu sendiri. Pertumbuhan mioma bervariasi, bisa tetap berukuran kecil selama
bertahun-tahun dan tiba-tiba tumbuh pesat atau tumbuh perlahan selama bertahun-
tahun.

2.2 Epidemiologi
Mioma merupakan tumor jinak paling sering terjadi pada wanita usia
reproduktif.2 Mioma terdeteksi pada 20 – 25% wanita usia reproduktif dan 30 – 40%
wanita usia diatas 40 tahun.3 Pada wanita berkulit hitam ras afrika – amerika, kejadian
mioma lebih sering dan gejala mioma yang lebih buruk dibandingkan dengan wanita
berkulit putih. Pertumbuhan mioma uteri tergantung pada hormon estrogen dan
progesteron sehingga tumor ini hampir tidak terdeteksi sebelum pubertas, cenderung
membesar selama kehamilan, dan setelah masa menopause, ukuran mioma mulai
mengecil.1,4

2.3 Klasifikasi
Berdasarkan lokasinya pada uterus, mioma dapat dibedakan menjadi beberapa
macam, yakni : 1,2
A. Mioma intramural :
Bentuk yang paling umum. Mioma ini terdapat di dinding uterus di
antara serabut miometrium, berbentuk nodul berkapsul yang terisolasi dalam
berbagai ukuran. Tumor ini dapat menimbulkan distorsi dari ruang uterus atau

2
permukaan luar uterus. Jika tumor ini muncul dalam jumlah tunggal dapat
menyebabkan pembesaran uterus yang simetris.
B. Mioma submukosum :
Mioma jenis ini berada di bawah endometrium dan tumbuh menonjol
ke dalam rongga uterus, serta mengadakan perlekatan dengan uterus melalui
pedicle/tangkai dan dapat tumbuh menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui
saluran serviks (myoma geburt). Tumor ini sering dihubungkan dengan
abnormalitas dari susunan endometrium dan dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan.
C. Mioma subserosum :
Mioma jenis ini tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosum ini dapat tumbuh di
antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter. Bila
mioma subserosum ini tumbuh pada jaringan disekitar struktur pelvis, dikenal
dengan istilah parasitic leiomyoma.

Diluar organ uterus, hanya sekitar 0,4% mioma dapat tumbuh di serviks.
Mioma sangat jarang ditemukan pada ovarium, tuba, vagina, vulva. Jenis mioma
berdasarkan lokasi dapat dilihat pada Gambar 2.1.6

Gambar 2.1. Klasifikasi mioma berdasarkan lokasinya pada uterus 6

3
Sewaktu-waktu mioma dapat mengalami proses degenerasi dan nekrosis akibat
lemahnya suplai darah menuju mioma. Mioma dapat berdegenerasi menjadi beberapa
bentuk, yaitu degenerasi hialin, kalsifikasi, kistik, merah, myxoid, dan lemak.

2.4 Etiopatogenesis
Penyebab pasti dari terjadinya mioma uterus sampai saat ini belum diketahui
dengan jelas. Transformasi neoplastik dari myometrium menjadi mioma melibatkan
mutasi somatik myometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks
dan beberapa protein faktor pertumbuhan lokal. Hormon estrogen dan progesteron
sering dikaitkan dalam perkembangan mioma uteri, namun mekanisme patogenesisnya
masih belum diketahui secara pasti. Estrogen memicu pembentukan matriks
ekstraseluler sehingga membuat tumor membesar. Progesteron meningkatkan aktivitas
mitotik pada wanita muda dan memungkinkan terjadi down regulation apoptosis
tumor.2
Terdapat faktor risiko dan protektif dari mioma uteri secara terinci dapat dilihat
pada Tabel 1. Faktor risiko major pada perkembangan mioma yaitu peningkatan usia
dan ras keturunan afrika.

Tabel 1. Faktor yang dapat memengaruhi terjadinya mioma uteri 1


Faktor risiko Faktor protektif
- Nulipara - Jumlah paritas
- Menarche awal (< 10 tahun) - Menarche lambat (> 16 tahun)
- Riwayat keluarga yang memiliki - Penggunaan kontrasepsi oral
mioma
- Obesitas
- Usia > 40 tahun
- Ras afrika – amerika

Mekanisme pengaruh variasi ras dalam kejadian mioma uteri masih belum
diketahui pasti. Beberapa studi menunjukkan penyebabnya diduga akibat perbedaan
biosintesis dan atau metabolisme estrogen masing-masing ras serta perbedaan ekspresi
dan fungsi reseptor hormo steroid masing-masing ras. Menarche awal diduga
meningkatkan risiko mioma uteri karena makin muda menarche, makin lama terpapar

4
hormon steroid ovarium. Hubungan obesitas dengan mioma uteri dalam beberapa
literature masih inkonsisten. Obesitas dapat meningkatkan risiko mioma uteri karena
resistensi insulin bersamaan dengan meningkatnya kadar androgen dan Insulin Growth
Factor-1 (IGF-1). Selain itu, kadar estrogen yang meningkat pada wanita obesitas
yang disebabkan oleh peningkatan aromatisasi androgen (konversi androgen menjadi
estrogen) oleh jaringan lemak perifer.3
Terdapat hubungan berbanding terbalik antara risiko mioma dengan jumlah
paritas meskipun mekanismenya belum jelas. Diduga adanya paritas artinya terdapat
penurunan siklus menstruasi dan kehamilan menyebabkan perubahan pada hormon
ovarium, faktor pertumbuhan, kadar reseptor estrogen, dan perubahan jaringan uterus.
Involusi uterus selama masa postpartum dapat mengurangi ukuran mioma. Melahirkan
anak pada usia 25 – 29 tahun memiliki efek protektif paling besar dalam
perkembangan mioma uteri. Penggunaan kontrasepsi oral dari beberapa literature
masih menimbulkan hasil yang inkonsisten.3

2.7 Manifestasi Klinis


Gejala dari mioma bervariasi tergantung dari ukuran, jumlah, dan lokasinya.
Kebanyakan wanita dengan mioma bersifat asimtomatis; gejala muncul dalam 10 –
40% wanita yang menderita penyakit ini. Adapun gejala yang mungkin timbul antara
lain :1,2,4
a. Perdarahan uterus abnormal (AUB)
AUB merupakan gejala yang paling sering dihubungkan dengan mioma
uteri, muncul hingga > 30% wanita yang menderita penyakit ini. Tipe
perdarahan yang muncul adalah menoragia (perdarahan berlebih saat periode
menstruasi yaitu > 80 ml), metoragia, atau kedua-duanya. Mekanisme pasti
terjadinya peningkatan perdarahan belum jelas. Tekanan fibroid terhadap
dinding uterus dapat menyebabkan jaringan endometrium mengalami
perdarahan lebih dari normal. Normalnya ketika periode menstruasi, otot
uterus mengalami kontraksi sehingga mengurangi perdarahan akibat
menstruasi. Adanya mioma dapat menganggu kontraksi uterus penuh sehingga
memicu perdarahan. Mioma dapat memicu terjadinya pembentukan pembuluh
darah baru menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus, sehingga
memicu keluhan haid yang berat. Perdarahan abnormal ini dapat menyebabkan
penderita mengalami anemia defisiensi besi.

5
b. Nyeri
Mioma yang tidak berkomplikasi biasanya tidak menyebabkan nyeri.
Nyeri akut dihubungkan dengan mioma, biasanya disebabkan oleh torsi mioma
yang bertangkai (peduncle) atau infark yang progresif menjadi degenerasi
dalam mioma. Nyeri bisa timbul akibat kontraksi miometrium yang disebabkan
oleh mioma subserosum. Beberapa pasien dengan mioma intramural
mengeluhkan dismenore yang muncul lagi setelah beberapa tahun periode
menstruasi bebas nyeri. Nyeri akibat mioma bisa muncul saat berhubungan
seksual (dispareunia).
c. Penekanan
Begitu mioma membesar, akan memberi sensasi seperti rasa berat pada
pelvik atau gejala tekanan pada organ-organ penting disekitarnya. Mioma yang
menekan saluran kencing dapat menimbulkan pasien sering kencing bahkan
bisa terjadi retensi urin. Bila menekan saluran pencernaan, dapat menimbulkan
konstipasi dan disfungsi saluran cerna. Bila menekan vena pada pelvik, dapat
menimbulkan kongesti dan edema pada ekstrimitas bawah.
d. Gangguan reproduksi
Infertilitas akibat adanya mioma tidak biasa terjadi. Adapun mekanisme
mioma dapat menimbulkan infertilitas sebagai berikut : (1) mioma dapat
tumbuh di kornu dapat menimbulkan oklusi transportasi tuba normal atau
implantasi ovum yang terfertilisasi. (2) gangguan kontraksi ritmis uterus
dimana kontraksi ritmis ini diperlukan untuk motilitas sperma dalam uterus.
(3) Perubahan histopatologi endometrium dan kavum uteri sehingga
menganggu implantasi embrio.
e. Kelainan berhubungan dengan kehamilan
Kehamilan memiliki efek yang bervariasi dan tidak terprediksi pada
pertumbuhan mioma, tergantung dari genetik individu, faktor pertumbuhan,
dan reseptor mioma lokal. Sebagian besar mioma tidak bertambah ukurannya
selama kehamilan. Jarang keberadaan mioma dalam kehamilan menimbulkan
luaran yang tidak diinginkan. Adapun beberapa efek yang dapat ditimbulkan
mioma dalam kehamilan seperti abortus, persalinan preterm, ketuban pecah
dini (KPD), pertumbuhan janin terhambat (PJT), plasenta previa, solusio
plasenta, perdarahan post partum (HPP), rest placenta. Kehamilan dengan
adanya mioma meningkatkan risiko untuk operasi sesar.5

6
2.6 Diagnosis
a. Pemeriksaan fisik
Diagnosis mioma uteri dapat ditegakkan 95% dari hasil pemeriksaan fisik
bimanual. Ukuran uterus diukur sesuai dengan ukuran gestasi dan ditentukan
dengan pemeriksaan abdomen dan pelvik.1
 Pemeriksaan Abdominal
Mioma uteri dipalpasi teraba massa padat, batas jelas, dapat
digerakkan, dan tanpa nyeri
 Pemeriksaan Pelvik
Temuan yang paling sering adalah pembesaran uterus; ukuran
uterus biasanya asimetris dan ireguler. Uterus biasanya bergerak bebas
kecuali bila ada residu Pelvic Inflammatory Disease (PID). Pada mioma
submukosum, pembesaran uterus biasanya simetris. Beberapa mioma
subserosum, sangat berbeda dari korpus uteri dan dapat bergerak bebas,
biasanya sering menunjukkan adanya tumor adneksa/ekstra pelvis.
Diagnosa mioma cervical atau mioma submukosum pedunculated dapat
dibuat pada tumor yang ekstensi ke kanalis cervicalis; biasanya suatu
mioma submukosum dapat dilihat pada cervical os atau introitus.

b. Evaluasi dan studi diagnostik1


Studi diagnostik tambahan lain didasarkan pada presentasi individual dan
pemeriksaan fisik. Pada pasien asimtomatis dengan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan mioma, tidak perlu dilakukan studi diagnosis tambahan lain.
- Hemoglobin/Hematokrit (Hb / Hct)
Dilakukan pada pasien dengan perdarahan vaginal yang berlebihan.
Untuk mengetahui tingkat kehilangan darah dan penggantian yang
adekuat.
- Profil koagulasi dan waktu perdarahan
Dilakukan bila ada riwayat diathesis perdarahan
- Biopsi endometrium
Dilakukan pada pasien dengan perdarahan uterus abnormal yang
diperkirakan anovulasi atau berisiko tinggi untuk hiperplasia
endometrium.

7
- Ultrasonografi (USG)
Secara akurat digunakan untuk menilai dimensi uterus, lokasi
mioma, interval pertumbuhan, dan anatomi adneksa. Namun USG rutin
tidak meningkatkan luaran dibandingkan dengan hanya pemeriksaan fisik
saja. USG pelvik dilakukan pada situasi dimana pengambilan kesimpulan
dengan pemeriksaan fisik sulit atau kurang pasti; bila pemeriksaan fisik
suboptimal seperti dalam kasus obesitas atau adneksa patologi, tidak dapat
dibedakan dengan pemeriksaan fisik saja. USG transvaginal (TVS) dapat
membantu membedakan mioma uteri dengan masalah pelvik lainnya,
namun terkadang mioma kecil atau tipe subserosal bisa tidak terdeteksi.
Mioma yang ukurannya cukup besar dapat menggunakan kombinasi TVS
dan USG transabdominal. Tampilan USG mioma dapat bervariasi,
biasanya tampak simetris, batas tegas, hipoekoik dan masa heterogen.
Namun, area kalsifikasi atau perdarahan dapat tampak hiperekoik dan
degenerasi kistik dapat terlihat anekoik. Penggunaan histeroskopi dapat
meningkatkan sensitivitas dalam mendeteksi mioma tipe submukosal.
- Evaluasi cavitas endometrium dengan hysteroscopy atau
hydrosalfingografy bisa digunakan pada pasien dengan mioma uteri dan
infertilitas atau abortus berulang.

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding untuk mioma uteri antara lain:
a. Kehamilan
Pada fibroid dengan degenerasi kistik, uterus membesar dan lunak
sehingga memiliki penampakan klinis yang sama dengan kehamilan.
Berdasarkan penampakan payudara, serviks yang lunak, tes kehamilan, dan
USG menyingkirkan keraguan.3
b. Hematometra
Disebabkan oleh stenosis servikal dengan gejala uterus membesar,
amenore sekunder. USG dan tes kehamilan dapat menyingkirkan
hematometra.3

c. Adenomiosis

8
Gejala klinis hampir sama dengan mioma uteri. Uterus dengan ukuran
12 minggu atau pembesaran ireguler uterus mengarah pada diagnosis fibroma.
Adenomiosis cenderung lebih lunak. USG dapat menegakkan diagnosis.3
d. Uterus bikornus
Untuk menegakkan diagnosa dipakai histerogram, histeroskopi, dan
USG.3
e. Endometriosis
Gejala klinis hampir sama, tapi uterus dalam ukuran normal dan
melekat dengan massa pelvis.3
f. Kehamilan ektopik
Ektopik yang kronik dengan pelvic hematocele dapat memberikan
kesan fibroid, dengan anamnesa yang baik dan USG dapat menyingkirkan
keraguan.3
g. Penyakit Radang Panggul Kronik
Riwayat dan gejala klinis mungkin sama, tapi massa radang lebih lunak
dan uterus terfiksir dengan ukuran normal.3
h. Tumor jinak ovarium
Subserus atau pedunculated mioma mirip dengan tumor ovarium. USG
dapat menunjukkan asal tumor tapi asal tumor yang sebenarnya diketahui dari
laparotomi.4
i. Tumor ganas ovarium
Fibroid dapat didiagnosa sebagai tumor ganas ovarium. Laparotomi
perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosa.4
j. Karsinoma Endometrium
Dapat timbul bersamaan dengan mioma pada perempuan lanjut usia.
Perlu dilakukan kuretase untuk menyingkirkan keganasan.4
k. Miomatous polip
Penonjolan ke dalam ostium uteri dapat menyerupai produk konsepsi
dan kanker serviks. Riwayat penyakit dan biopsi dapat menegakkan diagnosa.4

2.8 Tatalaksana

9
Tatalaksana ideal mioma uteri mencakup 4 hal, yaitu : meredakan tanda dan
gejala, mengurangi ukuran mioma secara berkelanjutan, menjaga fertilitas, dan
menghindari komplikasi.1 Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah,
55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk
apapun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan
atau asimptomatik. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan evaluasi setiap 6 –
12 bulan.7 Ketika menopause, sebagian mioma dapat terhenti pertumbuhannya atau
menjadi lisut. Apabila terlihat adanya suatu perubahan yang berbahaya dapat
terdeteksi dengan cepat, agar dilakukan tindakan segera. 1
A. Pengobatan Konservatif
Hormon seks berperan penting dalam pertumbuhan mioma. Penggunaan
hormon sebagai terapi memungkinkan dalam mengecilkan mioma dan meredakan
gejala dari pasien. Beberapa terapi hormon dapat digunakan untuk meredakan
perdarahan menstruasi berat dan nyeri menstruasi sementara. Terapi tersebut
dapat juga mengecilkan mioma, tetapi tidak dapat menghilangkan sepenuhnya.
Terapi hormon biasanya digunakan dalam jangka waktu singkat karena risiko
efek samping dan terapi ini memiliki efek selama obat ini digunakan, bila
dihentikan akan kambuh kembali seketika. Beberapa pilihan terapi hormon yaitu :
GnRH agonis, progestin (dalam bentuk pil atau AKDR), pil kombinasi estrogen-
progesteron. 1,5,6
GnRH agonis bekerja memicu siklus menstruasi baru pada hipotalamus.
Normalnya, GnRH ini diproduksi dari hipotalamus menuju kelenjar pituitari
memicu sekresi hormon FSH dan LH dimana kedua hormon tersebut
menstimulasi ovarium untuk menghasilkan estrogen dan progesteron. Obat ini
bekerja pada tempat yang sama seperti GnRH, tetapi menghasilkan efek yang
berlawanan dengan hormon alami GnRH. Kadar estrogen dan progesteron akan
menurun, menstruasi berhenti, sehingga pertumbuhan mioma berhenti dan
ukurannya berkurang, dan anemia sering membaik sementara waktu. Dengan kata
lain, obat ini menimbulkan efek menopause sementara. 1,5,6
GnRH agonis biasa digunakan sebagai obat untuk mengecilkan ukuran
mioma sebelum prosedur operasi. Obat ini dapat menghentikan atau mengecilkan
ukuran mioma, mengurangi perdarahan menstruasi dan nyeri, memperbaiki
anemia. Obat ini tidak bisa digunakan dalam jangka panjang (kurang dari 6 bulan)
karena efek samping yang dihasilkan seperti efek menopause. Obat ini

10
meningkatkan risiko osteoporosis bila digunakan lebih dari setahun. Selain itu,
produksi estrogen yang menurun sehingga wanita yang menggunakan obat ini
tidak dapat hamil. Beberapa efek samping lain yang dapat ditimbulkan seperti
sensasi panas (hot flashes), berkeringan, dan infeksi vagina. Bila penggunaan obat
ini dihentikan, kadar hormon dapat kembali normal sehingga dapat hamil
kembali. 1,5,6
Kontrasepsi hormonal dalam bentuk oral (progestin atau kombinasi
estrogen-progesteron) atau AKDR hormonal (levonorgestrel), keduanya secara
signifikan dapat mengurangi AUB dalam 12 bulan. Berdasarkan hasil studi
eksperimen didapatkan levonorgestrel (Mirena) secara signifikan mengurangi
AUB lebih besar dibandingkan kontrasepsi oral dalam 12 bulan (reduksi rerata
91% vs 13% per siklus ; p < 0,001). Tidak seperti GnRH agonis, kontrasepsi
hormonal lainnya tidak dapat mengecilkan ukuran mioma, hanya sebagai obat
meredakan gejala yang ditimbulkan oleh mioma. AKDR hormonal dapat
menimbulkan efek samping berupa nyeri abdominal, jerawat, bertambahnya berat
badan, dan payudara tegang. Kontrasepsi oral dapat menimbulkan efek samping
berupa pusing, mual, retensi cairan, dan payudara tegang. Kontrasepsi oral dapat
meningkatkan risiko trombosis, khususnya pada wanita tua yang merokok. 1,5,6
Beberapa pilihan obat lain yang digunakan dalam kasus mioma adalah
Asam traneksamat dan NSAID. Asam traneksamat merupakan agen
antifibrinolitik nonhormonal yang secara signifikan dapat menurunkan jumlah
AUB. Obat ini dapat digunakan sebagai pilihan bila pasien masih menginginkan
memiliki keturunan. NSAID merupakan obat antiinflamasi dan antiprostaglandin
yang bisa digunakan dalam mengatasi nyeri akibat mioma dan menurunkan
jumlah perdarahan. Efek penurunan jumlah perdarahan dari NSAID kurang
efektif bila dibandingkan efek dari levonorgestrel atau asam traneksamat dalam
tiga bulan. Sama seperti kontrasepsi oral, NSAID dan asam traneksamat tidak
dapat mengurangi ukuran mioma uteri, hanya mengontrol jumlah perdarahan
akibat mioma uteri serta meredakan nyeri. 1,5,6
B. Pengobatan Operatif
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
dan American Society of Reproductive Medicine (ASRM), indikasi tindakan
operatif pada mioma uteri yaitu : (1) Perdarahan uterus yang tidak respon
terhadap terapi konservatif, (2) curiga adanya keganasan pada uterus, (3) mioma

11
saat menopause, (4) infertilitas karena oklusi tuba atau gangguan pada cavum
uteri, (5) nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu, (6) gangguan berkemih
maupun obstruksi traktus urinarius, (7) anemia akibat perdarahan. Tindakan
operatif yang dapat dilakukan yaitu miomektomi, histerektomi. 1,2
Miomektomi adalah pengambilan mioma tanpa pengangkatan uterus.
Tindakan ini menjadi pilihan bila pasien masih ingin memiliki keturunan atau
mempertahankan rahim. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma
submukosum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina.
Pengambilan mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor
bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh
anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%.1,2
Perlu disadari bahwa 25-35% dari penderita tersebut akan masih
memerlukan histerektomi. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang
umumnya merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan per
abdominam atau pervaginam. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus
lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya
prolaps uteri akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total
umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis
uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran
teknis dalam mengangkat uterus keseluruhannya. 1,2
Salah satu pilihan lain terapi pada mioma uteri yaitu embolisasi arteri
uterina. Tindakan ini menjadi pilihan bila pasien tidak mau rahimnya diangkat
atau menghindari operasi karena komorbid kesehatan atau pilihan pribadi.
Tindakan ini merupakan tindakan radiologi intervensi dimana agen oklusi
diinjeksikan pada satu atau dua arteri uterina sehingga menimbulkan emboli arteri
uterina, menurunkan suplai darah pada rahim dan mioma. Kontraindikasi tindakan
ini yaitu hamil, infeksi rahim atau adneksal aktif, alergi terhadap kontras
intravena, dan insufisiensi ginjal. 1,2

2.9 Komplikasi

12
Komplikasi yang dapat timbul pada pasien mioma uteri antara lain:
a. Torsi.
Subserosum pedunculated myoma dapat mengalami rotasi pada
perlekatannya dengan uterus, sehingga vena mengalami oklusi dan tumor
dipenuhi oleh darah. Nyeri abdomen yang berat sering dijumpai dan
memerlukan tindakan operatif secepatnya. Sangat jarang terjadi, tumor
mendapatkan suplai darah dari perlekatannya dengan organ di dekatnya dan
akhirnya melekat pada organ tersebut, yang disebut wandering fibroid atau
parasitic fibroid. 5,6

Gambar 2.2. Algoritma Manajemen Mioma Uteri1

b. Perdarahan kapsular.
Jika vena besar pada permukaan tumor pecah, perdarahan
intraperitonial yang profuse dapat menyebabkan syok hemoragik akut.5,6
c. Infeksi.
Infeksi dapat terjadi jika massa tumor keluar dari kavum uteri dan
kontak dengan vagina yang dapat menyebabkan perdarahan postpartum atau
sepsis, sehingga harus segera dioperasi.5,6
d. Karsinoma Endometrium

13
Ca endometrium dihubaungkan dengan fibromioma pada wanita
dengan umur diatas 40 tahun yang didapatkan pada 3% kasus. 5,6
e. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-
0,65% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma
uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi
uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma
uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran mioma saat menopause.
5,6

2.10 Prognosis
Histerektomi dengan pengangkatan seluruh mioma bersifat kuratif. Seteleh
miomektomi, uterus dan cavitasnya dapat kembali ke bentuk yang normal. Satu hal
yang penting diperhatikan adalah adanya resiko rekuren setelah miomektomi.
Penelitian menunjukkan adanya insiden sekitar 2-3% pertahun dari symptomatic
myoma setelah miomektomi.3

BAB III

14
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : Kamila
Umur : 53 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status Perkawinan : Sudah menikah
Alamat : Krueng Sabe
TMRS : 08 Agustus 2022

3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama : Menstruasi sudah 2 bulan
2. Keluhan Tambahan : Nyeri pada pinggang
3. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang dengan keluhan perdarahan
pervaginam, dialami sejak 2 bulan terakhir SMRS, darah yang keluar banyak dan
kadang bergumpal, pasien mengeluh nyeri pada pinggang terutama saat duduk dan
nyeri perut juga dialami pasien sesekali sejak perdarahan. Pasie juga sering merasa
pusing.
4. Riwayat penyakit dahulu : Tidak ada
5. Riwayat Menstruasi: Menarche: 15 tahun, siklus teratur setiap 27 hari dan lamanya
3 hari. Gangguan siklus haid tidak ada. Dismenore disangkal. HPHT sejak Mei
2018. Volume kurang lebih 25 cc
6. Riwayat Persalinan :

Ha Umur Berat Sex/ Cara Abortus Lahir


Umur Penolong Tempat
mil Keha Badan Persal Hidup/
Persalinan persalinan Ya Tdk
Ke: milan Lahir L P inan Mati

Hidup
Rumah
1. Aterm 3000 L pspt Nakes I Usia
Sakit
25 th
Hidup
Rumah
2. Aterm 3200 L pspt Nakes I Usia
Sakit
21 th

15
Hidup
Rumah
3. Aterm 3300 P pspt Nakes I Usia
Sakit
18 th
7. Riwayat Penyakit dalam Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai
keluhan yang sama.
8. Riwayat Pernikahan : Pasien sudah menikah sekali selama 25 tahun. Usia pasien
saat menikah 28 tahun
9. Riwayat Penggunaan Kontrasepsi : Pasien mengaku belum pernah menggunakan
kontrasepsi.

3.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Present
1. Keadaan umum : Sakit sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
3. Pengukuran Tanda vital
Nadi : 123 kali/menit, reguler
Respirasi : 45 kali/menit
Suhu : 38,2 ° C
B. Status Generalis
1. Kulit : Warna : Sawo matang (tidak ada petekie)
Sianosis : tidak ada
Turgor : normal
Kelembaban : cukup
Pucat : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
2. Kepala :Bentuk : normosefali
Rambut : Warna : hitam
Mata : Bentuk : Eksoftalmus (-/-)
Palpebra : edem (-/-)
Alis & bulu mata : tidak mudah dicabut
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : Diameter : isokor, normal
Reflek cahaya : (+/+)

16
Kornea : jernih/jernih
Telinga : Bentuk: simetris
Sekret : tidak ada
Serumen : tidak ada
Nyeri : tidak ada
Hidung : Bentuk : simetris
Pernafasan : cuping hidung (-)
Epistaksis : tidak ada
Sekret : tidak ada
Mulut : Bentuk : simetris
Bibir : mukosa bibir basah
Gusi : pembengkakan tidak ada, berdarah tidak ada
Gigi-geligi : normal
Lidah : Bentuk : normal
Pucat/tidak : tidak pucat
Tremor/tidak : tidak tremor
Kotor/tidak : tidak kotor
Warna : kemerahan
Faring : Hiperemi : tidak ada
Edema : tidak ada
Tonsil : Warna : kemerahan
Pembesaran : tidak ada
Abses/tidak : tidak ada
Membran/pseudomembran : (-)
3. Leher :
Vena Jugularis, Pulsasi : R+2 cmH2O
Pembesaran kelenjar : pembesaran KGB (-)
Pembesaran Tiroid (-)
4. Toraks :
1. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : simetris
Retraksi : Sela Iga
Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri normal
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru

17
Auskultasi :
Suara Napas Dasar :Vesikuler (+/+)
Suara Napas Tambahan : Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)
2. Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi :
Batas Atas : ICS II linea parasternal sinistra
Batas Kanan : ICS V linea parasternal dekstra
Batas Kiri : ICS VI 2 jari lateral linea axilla anterior sinistra
Auskultasi : BJ 1 > BJ 2, bising (-)
5. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : datar, simetris, benjolan (-)
Palpasi :Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Massa : tidak ada

Perkusi :Timpani/pekak : timpani


Asites : Tidak ada
Auskultasi :Bising usus (+) normal
6. Status Ginekologi
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat
Distensi (-), bising usus (+) N
Inspekulo : flx (-), fl (-)
Pembukaan Ø (-), livide (-)
VT : flx (-), fl (-)
Pembukaan Ø (-), slinger pain (-)
CuAF b/c normal
Massa adneksa -/- , nyeri -/-
Cavum douglas bulging (-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium

18
Pemeriksaan 17 Juni 2022 NilaiRujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,4 12,0 – 14,5 g/dL
Hematokrit 41 37 – 47 %
Eritrosit 5,4 4,2 – 5,4 106/mm3
Trombosit 272 150 – 450 103/mm3
Leukosit 14,2 4,5 – 10,5 103/mm3

Pemeriksaan USG
USG (TAS) : vesika urinaria terisi cukup
CuRF 7,10 cm x 5,95 x 4,1 cm, tampak massa multipel Ø 3,18 x 3,5 cm ;
2,38 cm x 2,3 cm ; 1,75 cm x 2,06 cm dengan densitas gema
hiperekogenik, batas tidak tegas, neovaskularisasi (-)
Kesan adenomiosis dd = multipel mioma

3.5 Diagnosis
 Mioma Uteri

3.6 Tatalaksana
1. Farmakologi
 IVFD Nacl 20 gtt/i
 Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 Drip paracetamol 1 gr (Exstra)

2. Planing
 Op besok pagi

3.7 Prognosis
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Fungsionam: Dubia ad Bonam

BAB IV
PEMBAHASAN
19
4.1 Analisa Kasus
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan mioma uteri karena sebelumnya
pasien datang rencana evaluasi supervisor dengan mioma uteri. Pasien sudah pernah
periksa di poli kebidanan sebelumnya tanggal 3 Mei 2018. Temuan saat ini, dari
anamnesis pasien mengeluhkan nyeri pada panggul yang merupakan salah satu gejala
dari mioma uteri. Pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran uterus dengan tinggi
fundus uteri mencapai 2 jari bawah pusat, tidak ditemukan perdarahan pervaginam,
pembukaan, dan sisanya dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang memperkuat
hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis berupa tampak masa hiperekoik multipel.
Rencana terapi mioma uteri berupa total abdominal hysterectomy (TAH) merupakan
terapi definitif mioma uteri sekaligus akan menyebabkan pasien tidak akan menstruasi
lagi. Rencana ini sesuai dengan Panduan Praktik Klinik SMF Obgyn RSUP Sanglah
tahun 2015.7 TAH dipilih dengan beberapa pertimbangan, yaitu usia pasien 53 tahun
dimana rata-rata wanita pada usia tersebut sudah mengalami menopause. Pasien sudah
memiliki 3 orang anak dengan anak terakhir berusia 18 tahun. Bila pasien menolak
untuk diangkat rahimnya, maka alternatif bisa dilakukan miomektomi, tetapi ada
risiko untuk muncul mioma kembali. Penatalaksanaan berupa terapi hormon, NSAID,
asam traneksamat efektif dalam meredakan gejala yang ditimbulkan mioma, tetapi
tidak mengecilkan atau menghilangkan mioma tersebut.1,2

BAB V
KESIMPULAN

20
Berdasarkan kajian literatur pada kasus ini, didapatkan pasien dengan
diagnosis mioma uteri. Diagnosis ini dibuat berdasarkan dari data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang. Rencana penatalaksanaan pasien dalam kasus ini
sudah sesuai dengan teori. Secara garis besar penanganan dari mioma uteri terdiri dari
observasi berlanjut, terapi simptomatik, hingga definitif. Pertimbangan penanganan
mioma uteri dibagi menjadi tiga, yaitu : apakah pasien masih menginginkan anak
(ingin hamil lagi), apakah pasien ingin mempertahankan rahimnya, dan tidak masalah
terhadap dua hal tersebut. Pemberian informasi dan edukasi bagi pasien dan
keluarganya penting untuk dilakukan terkait dengan diagnosis, penanganan,
pencegahan, dan prognosis dari mioma uteri.

DAFTAR PUSTAKA

21
1. Cruz MSDD La, Buchanan EM. Uterine Fibroids: Diagnosis and Treatment. Am
Fam Physician. 2017;95(2):100–7.
2. Hadibroto RB. Mioma uteri. Maj Kedokt Nusant. 2005;38(3):255–60.
3. Evans P, Brunsell S. Uterine fibroid tumors: Diagnosis and treatment. Am Fam
Physician. 2007;75(10):1503–8.
4. Sparic R, Mirkovic L, Malvasi A, Tinelli A. Epidemiology of uterine myomas: A
review. Int J Fertil Steril. 2016;9(4):424–35.
5. Parker WH. Etiology, symptomatology, and diagnosis of uterine myomas. Fertil
Steril. 2007;87(4):725–36.
6. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Spong CY, Dashe J. Williams Gynecology 3rd
ed. New York: McGraw Hilll; 2014. 234-7 p.
7. RSUP Sanglah. Panduan Praktek Klinis SMF Obstetri dan Ginekologi. Denpasar:
SMF Obgyn RSUP Sanglah Denpasar; 2015. 378-85 p.

22

Anda mungkin juga menyukai