SNAKE BITE
Disusun Oleh:
dr. Cut Ela Yani
Dokter Pembimbing;
dr. Muhammad Saidi Sp.B
Dokter Pendamping;
dr. Zulkarnaini ZA
Disusun oleh;
dr. Cut Ela Yani
Laporan Kasus (Yang Dipresentasikan)
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas internship
Pembimbing Pendamping
ii
PRESENTASI LAPORAN KASUS DALAM FORUM ILMIAH
RUMAH SAKIT
Kineja A/B/C
Pembimbing Pendamping
iii
ABSENSI KEHADIRAN PRESENTASI LAPORAN KHASUS
Hari/ Tanggal :
10
11
12
13
14
15
iv
16
17
18
19
20
Pembimbing
Pendamping
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya, tugas presentasi laporan kasus telah dapat diselesaikan.
Selanjutnya shalawat beserta salam penulis haturkan kepangkuan Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke
alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Adapun judul tugas ini adalah “Snake Bite” Tugas ini diajukan sebagai
salah satu tugas dalam menjalani Program Dokter Intersip Indonesia di RSUD
Teuku Umar. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yaitu dr.
Muhammad Saidi Sp.B yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan
arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada dokter pendamping RSUD Teuku Umar dr. Zulkarnaini ZA
yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penyelesaian laporan kasus
ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan.Penulis tetap terbuka terhadap kritik dan saran yang
membangun agar tercapai hasil yang lebih baik kelak. Harapan penulis semoga
laporan kasus ini dapat bermammfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga ALLAH SWT selalu
Memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya basgi kita semua.
vi
Aceh Jaya, 20 Juli 2022
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ ii
LEMBAR PENILAIAN................................................................................. iii
ABSENSI......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR.................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................... 1
vii
C. Riwayat Penyakit Sekarang............................................. 22
D. Riwayat Penyakit Dahulu................................................ 22
E. Riwayat Penyakit Keluarga............................................. 22
F. Riwayat Penggunaan Obat............................................... 23
3.3. Pemeriksaan Fisik................................................................. 23
A. Vital Sign......................................................................... 23
B. Pemeriksaan Fisik............................................................ 23
3.4. Pemeriksaan Penunjang........................................................ 26
3.5. Diagnosis Kerja.................................................................... 27
3.6. Tatalaksana........................................................................... 27
3.7. Follow-Up............................................................................ 27
3.8. Prognosis.............................................................................. 28
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................... 29
BAB V KESIMPULAN............................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 31
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
akibat gigitan ular. Prosedur ini sangat bermanfaat selama 12-24 jam untuk
dapat menilai kerusakan jaringan local dan pemberian antivenom.5 Prinsip
penanganan gigitan ular meliputi tatalaksana kausatif, tatalaksana suportif
dan pemcegahan komplikasi. Tatalaksana kausatif berupa pemberian dari
anti bisa ular. Tatalaksana suportif yakni mempertahankan fungsi
kardioresiprasi berupa bantuan patensi jalan nafas, terapi nafas artifisial, dan
menjaga stabilitas hemodinamik. Pencegahan komplikasi utamnya
mencegah terjadinya kejadian tetanus dan infeksi.1,5,6 Dari berbagai
pernyataan di atas, maka penulis tertarik untuk menulis laporan kasus yang
berjudul Snake Bite di RSUD Teuku Umar, Aceh Jaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gigitan ular adalah cedera yang disebabkan oleh gigitan dari ular baik
ular berbisa ataupun tidak berbisa. Akibat dari gigitan ular tersebut dapat
menyebabkan kondisi medis yang bervariasi, yaitu:1,2,6
1. Kerusakan jaringan secara umum, akibat dari taring ular.
2. Perdarahan serius bila melukai pembuluh darah besar.
3. Infeksi akibat bakteri sekunder atau patogen lainnya dan peradangan.
4. Pada gigitan ular berbisa, gigitan dapat menyebabkan envenomisasi.
B. Epidemiologi
Pria lebih sering digigit dibandingkan perempuan, kecuali tempat
kerja yang lebih didominasi oleh perempuan. Usia umumnya untuk gigitan
adalah anak-anak dan dewasa muda. Ada beberapa bukti bahwa beberapa
kasus kematian pada pada anak-anak dan orang tua. Pada wanita hamil,
gigitan ular membawa risiko untuk ibu dan janin, seperti perdarahan dan
aborsi. Kebanyakan gigitan ular terjadi pada kaki dan pergelangan kaki pada
pekerja pertanian. Pada negara-negara Regional SEA, risiko dari gigitan ular
ini sangat terkait dengan pekerjaan: pertanian (padi), bekerja perkebunan
(karet, kopi), menggiring, berburu, pemancing dan pertanian, penangkapan
dan penanganan ular untuk makanan (restoran ular), menampilkan dan
tampil dengan ular, kulit manufaktur (terutama ular laut), dan juga
pembuatan tradisional obat (Cina).1,2,7
C. Etiologi
Tidak semua spesies ular memiliki bisa sehingga pada kasus gigitan
ular perlu dibedakan atas gigitan ular berbisa atau gigitan ular tidak berbisa.
Ular berbisa yang bermakna medis memiliki sepasang gigi yang melebar,
yaitu taring, pada bagian depan dari rahang atasnya. Taring-taring ini
mengandung saluran bisa (seperti jarum hipodermik) atau alur, dimana bisa
3
4
dapat dimasukkan jauh menuju dalam jaringan dari korban. Selain melalui
taring, bisa dapat juga disemburkan seperti pada ular kobra yang meludah
dapat memeras bisanya keluar dari ujung taringnya dan membentuk
semprotan yang diarahkan pada mata korban. Efek toksik bisa ular pada saat
menggigit mangsanya tergantung pada jenis spesies, ukuranular, jenis
kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua
taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi.2
Dari ribuan jenis ular yang diketahui hanya sedikit yang berbisa, dan
dari golongan ini hanya beberapa yang berbahaya bagi manusia. Di seluruh
dunia dikenal lebih dari 2000 spesies ular, namun jenis yang berbisa hanya
sekitar 250 spesies.2,4 Di Asia Tenggara, terdapat 3 famili ular berbisa
yaitu:1,6,8
1. Elapidae: memiliki taring yang relatif pendek pada bagian depan.
Contoh yang termasuk famili ini adalah kobra. Elapidae berbentuk relatif
panjang, tipis dan memiliki warna yang relative sama dengan sisik lebar
dan halus pada bagian dorsal kepala. Beberapa dari spesies kobra dapat
mengeluarkan taringnya dari jarak 1 meter atau lebih ke arah yang
dianggap berbahaya.
D. Bisa Ular
Bisa adalah zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan
mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa
tersebut merupakan ludah termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar
khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi
kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di
belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal,
tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki
aktivitas enzimatik. Bisa ular mengandung lebih dari 20 unsur penyusun,
sebagian besar adalah protein, termasuk enzim dan racun polipeptida.
Berikut beberapa unsur bisa ular yang memiliki efek klinis:5
1. Enzim prokoagulan; viperidae dapat menstimulasi pembekuan darah
namun dapat pula menyebabkan darah tidak lagi dapat berkoagulasi. Bisa
dari ular Russel mengandung beberapa prokoagulan yang berbeda dan
mengaktivasi langkah berbeda dari kaskade pembekuan darah. Akibatnya
terbentuknya fibrin di aliran darah. Sebagian besar dapat dipecah secara
langsung oleh sistem fibrinolitik tubuh. Segera, dan juga terkadang
antara 30 menit setelah gigitan, tingkat faktor pembekuan darah menjadi
sangat rendah (koagulopati konsumtif) sehingga darah tidak dapat
membeku.
2. Haemorrhagins (zinc metalloproteinase) dapat merusak stuktur endotel
yang meliputi pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan sistemik
spontan (spontaneous systemic haemorrhage).
3. Racun sitolitik atau nekrotik – mencerna hidrolase (enzim proteolitik dan
fosfolipase A) racun polipentida dan faktor lainnya yang meningkatkan
permeabilitas membran sel dan menyebabkan pembengkakan setempat.
Racun ini juga dapat menghancurkan membran sel dan jaringan.
4. Phospholipase A2 haemolitik and myolitik – memerankan perana penting
pada hemolisis sekunder untuk efek eritrolisis pada membrane sel darah
merah dan menyebabkan nekrosis otot.
7
E. Klasifikasi
Derajat berat kasus gigitan ular berbisa umumnya dibagi dalam empat
skala, yaitu derajat 1 (minor); tidak ada gejala, derajat 2 (moderate); gejala
lokal, derajat 3(severe); gejala berkembang pada daerah regional, derajat 4
(major); sistemik. Tabel 1 ini adalah tabel skor dari derajat beratnya kasus
gigitan ular berbisa dari famili Crotalidae dan famili Elapidae. Pada
umumnya gejala yang ditimbulkan oleh bias ular terjadi dalam 2-6 jam
setelah gigitan. Infark serebri sering terjadi karena gigitan ular dari family
Crotalidae/ Viperidae, terjadi dalam waktu 7 jam sampai 1 minggu setelah
gigitan. Lalloo DG dkk, pada tahun 1992 melaporkan bahwa gejala klinis
timbul mulai 15 menit sampai 6 jam (dengan median 1 jam) setelah
gigitan.1,8,9
9
F. Patofisiologi
Bisa ular terdiri dari campuran beberapa unsur polipeptida, enzim dan
protein. Jumlah bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari
spesies dan usia ular. Bisa ular bersifat stabil serta resisten terhadap
perubahan temperatur. Secara mikroskop electron dapat terlihat bahwa bisa
ular merupakan protein yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel
endotel dari dinding pembuluh darah, sehingga menyebabkan kerusakan
membran plasma. Komponen peptida bias ular dapat berikatan dengan
reseptor-reseptor yang ada pada tubuh korban. Bradikinin, serotonin dan
histamin adalah sebagian hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular. Enzim
yang terdapat pada bisa ular misalnya Larginine esterase menyebabkan
pelepasan bradikinin sehingga menimbulkan rasa nyeri, hipotensi, mual dan
muntah serta seringkali menimbulkan keluarnya keringat yang banyak
setelah terjadi gigitan.1,5,8
Enzim protease akan menimbulkan berbagai variasi dari nekrosis
jaringan. Phospholipase A menyebabkan terjadi hidrolisis dari membran sel
10
A. Manifestasi Klinis
Racun merupakan zat ataupun senyawa yang masuk ke dalam tubuh
dengan berbagai cara yang menghambat respon pada sistem biologi dan
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan sampai kematian. Di
sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan
hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di
daerah tropis dan subtropis. Bisa adalah suatu zat atau substansi yang
berfungsi melumpuhkan mangsa dan sekaligus berperan pada sistem
pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang
dihasilkan kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan
suatu modifikasi kelenjar parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi
kepala di belakang mata. Bisa Ular tidak hanya terdiri atas satu substansi
tunggal, tetapi merupakan suatu campuran kompleks, terutama protein, yang
memiliki aktivitas enzimatik.1,7,8
Efek toksik bisa ular saat menggigit tergantung spesies, ukuran ular,
jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan: apakah hanya satu atau
kedua taring menusuk kulit, serta banyaknya serangan yang terjadi. Saat
menggigit, jumlah bisa ular yang masuk pada tubuh tergantung jenis ular,
efisiensi secara mekanis, penetrasi taring pada kulit dan juga frekuensi
gigitan. Inefisiensi mekanik dan ketidakmampuan ular mengontrol
11
B. Diagnosis
Diagnosis definitif gigitan ular berbisa ditegakkan melalui identifikasi
ular yang menggigit dan juga adanya gejala klinis. Ular yang menggigit
12
sebaiknya dibawa dalam keadaan hidup atau mati, baik sebagian ataupun
seluruh tubuh ular. Perlu juga dibedakan apakah gigitan berasal dari ular
yang tidak berbisa atau binatang lainnya, dari pemeriksaan fisik pada luka
gigitan yang ditinggalkan. Bila tidak dapat mengidentifikasi ular yang
menggigit, manifetasi klinis menjadi hal yang utama dalam menegakkan
diagnosis.1,9,10
Anamnesis yang tepat seputar gigitan ular serta progresifitas gejala
dan tanda baik lokal dan sistemik merupakan hal yang sangat penting.1,9,10
Empat pertanyaan awal yang bermanfaat:1,9,10
1. Pada bagian tubuh mana anda terkena gigitan ular? Dokter dapat melihat
secara cepat bukti bahwa pasien telah digigit ular (misalnya, adanya
bekas taring) serta asal dan perluasan tanda envenomasi lokal.
2. Kapan dan pada saat apa anda terkena gigitan ular?; Perkiraan tingkat
keparahan envenomasi bergantung pada berapa lama waktu berlalu sejak
pasien terkena gigitan ular. Apabila pasien tiba di rumah sakit segera
setelah terkena gigitan ular, bisa didapatkan sebagian kecil tanda dan
juga gejala walaupun sejumlah besar bisa ular telah diinjeksikan. Apabila
pasien digigit ular saat sedang tidur, kemungkinan ular yang menggigit
adalah Kraits (ular berbisa), bila di daerah persawahan, kemungkinan
oleh ular kobra atau russel viper (ular berbisa), bila terjadi saat memetik
buah, pit viper hijau (ular berbisa), bila terjadi saat berenang atau saat
menyebrang sungai, kobra (air tawar), ular laut (laut atau air payau).
3. Perlakuan terhadap ular yang telah menggigit anda?; Ular yang telah
menggigit pasien seringkali langsung dibunuh dan dijauhkan dari pasien.
Apabila ular yang telah menggigit berhasil ditemukan, sebaiknya ular
tersebut dibawa bersama pasien saat ke rumah sakit, untuk memudahkan
identifikasi apakah ular tersebut berbisa atau tidak. Apabila spesies
terbukti tidak berbahaya (atau bukan ular sama sekali) pasien dapat
segera ditenangkan dan dipulangkan dari rumah sakit.
4. Apa yang anda rasakan saat ini?; Pertanyaan ini dapat membawa dokter
pada analisis sistem tubuh yang terlibat. Gejala gigitan ular yang biasa
terjadi di awal adalah muntah. Pasien yang mengalami trombositopenia
13
C. Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan terbagi menjadi tata laksana di tempat gigitan
dan di rumah sakit. Tata laksana di tempat gigitan termasuk mengurangi
atau mencegah penyebaran racun dengan cara menekan tempat gigitan dan
prosedur imobilisasi ekstremitas. Selain itu diusahakan transportasi yang
cepat untuk membawa pasien ke rumah sakit terdekat, pasien tidak
diberikan makan atau minum. Saat ini eksisi dan penghisapan bisa tidak
dianjurkan bila dalam 45 menit pasien dapat sampai di rumah sakit.1,9,10
Di rumah sakit diagnosis harus ditegakkan dan segera pasien dipasang
dua jalur intravena untuk memasukkan cairan infus dan juga jalur yang lain
disiapkan untuk keadaan darurat. Segera kemudian dilakukan pemeriksaan
laboratorium seperti darah perifer lengkap, PT, APTT, fibrinogen, elektrolit,
urinalisis dan kadar ureum serta kreatinin darah. Pasien diberikan suntikan
17
Derajat Venerasi Luka gigit Nyeri Ukuran zona edema/ Gejala sistemik
eritemato kulit (cm)
3.2. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Bengkak pada bekas gigitan ular
B. Keluhan Tambahan
Nyeri dan badan terasa lemas
22
23
A. Vital Sign
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/90 mmHg
Nadi : 86 kali/menit
Frekuensi Nafas : 22 kali/menit
Suhu Tubuh : 36.50 C
SpO2 : 98% tanpa O2
B. Pemeriksaan Fisik
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Baik
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Oedema : (-)
Kepala
Bentuk : Normocepali
Rambut : Hitam, sukar dicabut
Mata : Reflek cahaya (+/+), sklera ikterik (-/-), konjungtiva
palpebra inferior pucat (-/-), RCL (+/+), RCTL (+/+)
Telinga : Sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), perdarahan (-/-), NCH (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), dianosis (-), kering (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Lidah : Papil atrofi (-), Beslag (-), Tremor (-), Kotor (-)
Mukosa : Kering (-)
24
Tenggorokan : T1/T1
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
KGB : Kesan simetris, Pembesaran (-)
Malar Rush : Tidak ditemukan
Discoid Rush : Tidak ditemukan
Axilla : Pembesaran KGB (-)
Thorax
Thorax Anterior
Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan : Abdominal Thoracal
Retraksi : (-)
Auskultasi :
Suara Pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara Tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Thoraks Posterior
Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe pernafasan : Abdominal Thoracal
Retraksi : (-)
25
Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor
Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Jantung
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
Palpasi : Soepel (+), nyeri (-) epigastrium
Perkusi : Tympani (-), asites (-)
Auskultasi : Peristaltik usus kesan normal
Ekstremitas : CRT > 2 Detik, Venerasi dan Eritem ar Pedis S
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - - +
Ikterik - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus otot N N N N
Sensibilitas N N N N
26
- Snake Bite
3.6. Tatalaksana
3.7. Follow-Up
Tanggal Evaluasi P
19/05/2022 S/ Nyeri di kaki kiri - O2 Nasal Canul 4 Lpm
- Nacl 0.9% + 1 Vial SABU
O/ 28 gtt/menit
TD: 130/80 - Inj. Ceftriaksone 1 gr/12
N: 92 x/i Jam
RR: 22 x/i - Inj. Dexketoprofen 1 amp/8
T: 36,5 Jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/12
A/ Snake Bite Jam
3.8. Prognosis
4.1 Pembahasan
29
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Gigitan ular adalah cedera yang disebabkan oleh gigitan dari ular baik
ular berbisa atau tidak berbisa. Gigitan ular dapat menjadi keadaan yang
mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan benar. Korban dapat
mengalami reaksi yang ekstrim terhadap racun (bisa ular) dan hanya dalam
hitungan menit saja, dapat menyebabkan kematian. Diagnosis gigitan ular
dapat ditegakkan dari anamnesis dan juga pemeriksaan fisik. Akan tetapi
tetap dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium
untuk mengetahui komplikasi lain yang terjadi akibat gigitan ular.
Pemberian serum anti bisa ular harus diberikan dengan cepat dan tepat.
Pengobatan serum anti bisa ular merupakan terapi yang paling efektif untuk
kasus gigitan ular berbisa karena penggunaan serum anti bisa ular mampu
menurunkan tingkat mortalitas korban gigitan ular.
30
DAFTAR PUSTAKA
31
1. Warrel, David A. Guidelines for the management of snake bites.
WHO Regional Office for South East Asia; 2010.
2. Holve S. Envenomation. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-16.
Philadelphia : WB Saunders company,2000. h. 2174-8
3. Gold BS, Dart RC, Barish RA. Bites of venomous snakes.N Engl J
Med, 2002; 347:347-56.
4. Malik GM. Snake bites in adults from the Asia region of Southern
Saudi Arabia. Am J Trop Med Hyg 1995; 52:314-7.
5. Numeric P, Moravie V, Didier M, Chatot0Henry D, Cirille S, Bucher
B, dkk. Multiple cerebral infarctions following a snikebite by bothrops
caribbaeaus. Am J Trop Med Hyg 2002; 67:287-8.
6. Sudoyo, A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006.
7. Daley.B.J. Snakebite. Department of Surgery, Division of Trauma and
Critical Care.USA: University of Tennessee School of Medicine;
2006.
8. Seneviratne U, Dissanayaka S. Neurological manifestation of snake
bite in Sri Lanka. Journal of Postgraduate Medicine 2002; 48:275-9.
9. Depkes. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen
POM Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit. Jakarta:
Depkes RI; 2001.
10. WHO. Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The
South East Asia Region; 2008.
32