Anda di halaman 1dari 27

SKABIES

LAPORAN KASUS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Pelaksanaan Program Dokter Internsip

Disusun Oleh:
dr. Defi Widjaja

Dokter Pendamping;
dr. Hafizah, M.Kes

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PUSKESMAS SRI PADANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS SKABIES

Disusun oleh;
dr. Defi Widjaja
Laporan Kasus (Stase Puskesmas)
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat
Menjalani Program Dokter Internship Indonesia
Puskesmas Sri Padang
Tebing Tinggi, 2022

PUSKESMAS SRI PADANG


TEBING TINGGI

Tebing Tinggi, 15 Juni 2022


Pendamping

dr. Hafizah M.Kes

ii
PRESENTASI LAPORAN KASUS DALAM FORUM ILMIAH
PUSKESMAS

Judul : Skabies
Presentator : dr. Defi Widjaja
Tanggal/Tempat : / AULA Puskesmas Sri Padang
Waktu :
Jumlah yang hadir : …………….. Orang
a. Koordinasi Wahana/Kepala Puskesmas
b. Dokter Umum
c. Tenaga Kesehatan Lainnya
d. Peserta PIDI

Kineja A/B/C

Tebing Tinggi, 15 Juni 2022


Pendamping

dr. Hafizah, M.Kes

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur pada hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
juga karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini
dengan judul ‘Skabies’. Shalawat beriringkan salam penulis sampaikan kepada
baginda Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia ke masa yang
menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Laporan kasus ini merupakan salah satu dari
tugas dalam menjalankan Program Dokter Internship Indonesia pada Puskesmas
Sri Padang.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Hafizah, M.Kes yang
telah bersedia untuk membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas ini. Penulis mengharapkan kritik dan juga saran yang membangun dari
semua pihak terhadap laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini bermanfaat
bagi penulis dan orang lain.

Tebing Tinggi, 15 Juni 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ ii
LEMBAR PENILAIAN................................................................................. ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Tinjauan Teoritis.................................................................. 3
A. Definisi............................................................................ 3
B. Etiologi ........................................................................... 3
C. Patogenesis...................................................................... 5
D. Epidemiologi................................................................... 5
E. Faktor Risiko................................................................... 6
F. Jenis Histopatologi........................................................... 6
2.2. Tinjauan Klinis..................................................................... 9
A. Menifestasi Klinis............................................................ 9
B. Diagnosis......................................................................... 10
C. Tatalaksana...................................................................... 10

BAB III LAPORAN KASUS


3.1. Identitas Pasien..................................................................... 13
3.2. Anemnesis............................................................................ 13
A. Keluhan Utama................................................................ 13
B. Keluhan Tambahan.......................................................... 13
C. Riwayat Penyakit Sekarang............................................. 13
D. Riwayat Penyakit Dahulu................................................ 13
E. Riwayat Penyakit Keluarga............................................. 13
F. Riwayat Penggunaan Obat............................................... 13
3.3. Pemeriksaan Fisik................................................................. 14
A. Vital Sign......................................................................... 14
B. Pemeriksaan Fisik............................................................ 14
3.4. Diagnosis Kerja.................................................................... 17
3.5. Tatalaksana........................................................................... 17
3.6. Prognosis.............................................................................. 17

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan........................................................................... 18

v
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan............................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 20
LAMPIRAN.................................................................................................... 21

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Scabies merupakan penyakit yang disebabkan parasit serta diketahui paling


sering terjadi ditengah masyarakat. Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan
oleh infestasi Sarcoptes scabei var. Hominis. Scabies juga dikenal dengan nama
the itch, gudik, budukan, gatal agogo dan ini sangat mudah menular. Penularan
scabies bisa terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung
misalnya ibu yang menggendong anak yang menderita scabies atau bergandengan
tangan dengan temannya. Secara tidak langsung misalnya melalui tempat tidur,
handuk, pakaian dan lain-lain. Masa inkubasinya sangat bervariasi.1
Penyakit scabies ini sangat mudah sekali menular dan sangat gatal terutama
di malam hari.1 Predileksi dari scabies ialah biasanya pada axilla, areola mammae,
sekitar umbilikus, genital, bokong, pergelangan tangan bagian volar, sela-sela jari
tangan, siku flexor, telapak tangan dan telapak kaki. 2,3 Scabies yang terjadi pada
anak balita biasanya terdapat pada leher, kepala, telapak tangan dan telapak kaki
sehingga sering dikelirukan dengan gambaran eksema atopik. Karena sifatnya
yang sangat menular, maka penyakit ini populer dikalangan masyarakat padat.
Distribusi epidemiologisnya kosmopolitan terutama di penduduk dengan keadaan
sosial ekonomi rendah.2
Adapun empat tanda cardinal gejala penyakit scabies sendiri yakni pruritus
nokturna, menyerang manusia secara berkelompok, ada terowongan (kunikulus)
pada tempat predileksi, dan ditemukannya tungau. Diagnosis dapat dibuat dengan
menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut. Efluoresensinya berupa papula atau
vesikel dimana atasnya terdapat gambaran yang sebenarnya merupakan lorong-
lorong rumah sarcoptes yang biasanya disebut kunikulus. 3,4 Pada populasi yang
memiliki imunitas yang rendah ataupun pada usia tua akan lebih mudah terjadi
bentuk yang lebih berat dari scabies yang disebut Norwegian scabies ataupun
skabies berkrusta yang lebih menular serta susah untuk diobati. 3 Banyak sekali
faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kejadian dari scabies, salah satunya
adalah perilaku sehari-hari dari masyarakat. Untuk itu, pembuatan makalah ini
ditujukan mempelajari penyakit skabies, dari awal anamnesis hingga diagnosis,

1
2

dan menyingkirkan diagnosis banding lainnya hingga rencana penatalaksanaan di


Puskesmas Sri Padang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

A. Definisi
Pertama kali, dasar pengetahuan dasar penyakit ini diletakkan oleh Bapak
Dermatologi, Von Herbra. Sementara penemu tungau penyebabnya pertama kali
adalah Benomo. Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis dan pengaruh pada tubuh. 1,5
Penyakit ini kerap dikenal juga dengan istilah budukan, gudik, dan gatal agogo.

B. Etiologi
Penyebab scabies adalah tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis yang
termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordoacarina, super-famili
Sarcoptoidea, famili Sarcoptidae, genus Sarcoptes.3

Gambar 2.1 Tungau Sarcoptes scabiei


Morfologi
Secara morfologi tungau Sarcoptes scaibiei berbentuk oval atau lonjong dan
gepeng, berwarna putih kotor, punggungnya cembung dan bagian dadanya rata,
dan tidak memiliki mata. Ukuran betinanya lebih besar dibandingkan jantan,
yakni 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan jantan berkisar antara 200-
240 mikron x 150-200 mikron. Stadium dewasa memiliki 4 pasang kaki, 2 pasang
kaki di bagian depan dan 2 pasang kaki di bagian belakang. Pada betina, 2 pasang
kaki belakang dilengkapi dengan cambuk/rambut. Sedangkan pada jantan hanya
pasangan kaki ketiga yang berakhir dengan cambuk, pasangan kaki keempatnya

3
4

dilengkapi oleh ambulakral (perekat). Alat reproduksi betinanya berbentuk celah


pada bagian ventral tubuh, pada jantan alat reproduksinya berbentuk huruf Y
yang terletak diantara pasangan kaki keempat.2

Kebiasaan dan siklus hidup


Sarcoptes scabiei varietas hominisini hidup pada lapisan terluar epidermis
manusia, mereka menggali permukaan epidermis hingga terbentuk terowongan
dan kemudian bertelur. Karena lapisan kulit epidermis terus menerus mengelupas
dan juga tumbuh secara cepat, dimana terowongan yang dibuat tungau ini hanya
terdapat pada bagian epidermis yang mengeras. Tungau melakukan pembuahan di
permukaan kulit ataupun di dalam terowongan. Setelah dibuahi, sang betina akan
mencari lapisan kulit yang memilik stratum korneum tebal seperti telapak tangan
dan kemudian mulai menggali terowongan. Setelah itu, sang betina akan bertelur
di dalam terowongan selama hidupnya. Telur dapat mencapai jumlah 40 hingga
50. Kemudian telur menetas menjadi larva yang memiliki 3 pasang kaki dan juga
terus tumbuh berkembang hingga menjadi nimfa yang memiliki 4 pasang kaki.
Nimfa akan menjadi tungau dewasa dalam waktu tiga hari. Keseluruhan siklus
hidup ini dialami selama kurang lebih 8-12 hari.5

C. Patogenesis
Kelainan kulit pada kondisi ini disebabkan oleh siklus hidup tungau yang
membentuk terowongan dan juga akibat dari garukan pasien. Gatal yang terjadi
disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang akan muncul
kira-kira satu bulan sesudah adanya infestasi. Kelainan kulit yang muncul mirip
dermatitis dengan efloresensi yakni papul, vesikel, serta urtika. Selain itu, karena
garukan muncul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder.5
5

Gambar 2.2 Patogenesis

D. Epidemiologi
Pada negara berkembang dilaporkan bahwa prevalensi scabies mencapai 6-
27% dengan insidens terbesar pada kalangan anak-anak dan remaja. Berdasarkan
penelitian Ma’rufi pada tahun 2005 mengenai “Faktor Sanitasi Lingkungan yang
Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Scabies”, ditemukan bahwa prevalensi
dari scabies pada tempat yang padat penduduk seperti pesantren pada kelompok
yang higiene-nya buruk mencapai angka 73,7%. Sedangkan pada kelompok yang
higiene-nya baik, angka prevalensi scabies hanya berkisar antar 2-3 %.2 Scabies
ditemukan diseluruh dunia dengan angka prevalensi bervariasi yang disebabkan
karena faktor-faktor berhubungan. Beberapa faktor tersebut antara lain higiene
perseorangan yang buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, kebiasaan berganti-ganti
pasangan seksual, dan kepadatan penduduk. Diantara faktor tersebut yang paling
mempengaruhi adalah faktor kepadatan penduduk.4
6

E. Faktor Risiko
Penularan terjadi melalui 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Adapun yang termasuk faktor internal adalah kebersihan diri, perilaku, dan yang
termasuk faktor eksternal adalah lingkungan, budaya dan sosial ekonomi.1,3,5

Kebersihan Diri
Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan serta
kesehatan diri sesorang untuk kesejahteraan fisik dan juga psikisnya. Seseorang
dikatakan memiliki kebersihan diri baik apabila, orang tersebut dapat menjaga
kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, tangan dan kuku, kebersihan
kaki dan juga kebersihan genitalia. Banyak manfaat yang dapat dipetik dengan
merawat kebersihan diri, memperbaiki kebersihan diri, mencegah penyakit dan
meningkatkan kepercayaan diri serta menciptakan keindahan.1,3,5

Kebersihan Kulit
Kebersihan individu yang buruk ataupun bermasalah akan mengakibatkan
berbagai dampak baik fisik atau psikososial. Dampak fisik yang sering dialami
seseorang tidak terjaga dengan baik adalah gangguan integritas kulit Kulit yang
pertama kali menerima rangsangan seperti rangsangan sentuhan, sakit, maupun
pengaruh buruk dari luar. Kulit berfungsi untuk melindungi permukaan tubuh,
memelihara suhu tubuh dan juga mengeluarkan kotoran-kotoran tertentu. Kulit
juga penting bagi produksi vitamin D oleh tubuh yang berasal dari ultraviolet.
Mengingat pentingnya kulit sebagai pelindung organ-organ tubuh didalammnya,
maka kulit perlu dijaga kesehatannya. Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur,
virus, kuman, parasit hewani dan lain sebagainya. Salah satu penyakit kulit yang
disebabkan oleh parasit adalah scabies. Sabun dan air adalah hal yang penting
untuk mempertahankan kebersihan kulit. Mandi yang baik adalah: 1). Satu sampai
dua kali sehari, khususnya di daerah tropis. 2). Bagi yang terlibat dalam kegiatan
olah raga ataupun pekerjaan lain yang mengeluarkan banyak keringat dianjurkan
untuk segera mandi setelah selesai kegiatan tersebut. 3). Gunakan sabun yang
lembut. Germicidal ataupun sabun antiseptik tidak dianjurkan untuk mandi sehari-
hari. 4). Bersihkan anus dan genitalia dengan baik karena pada kondisi tidak
bersih, sekresi normal dari anus dan juga genitalia akan menyebabkan iritasi dan
7

infeksi. 5). Bersihkan badan dengan air setelah memakai sabun dan handuk yang
sama dengan orang lain.1,3,5

Kebersihan tangan dan kuku


Indonesia adalah negara yang sebagian besar masyarakatnya menggunakan
tangan untuk makan, mempersiapkan makanan, bekerja dan lain sebagainya. Bagi
penderita scabies akan sangat mudah penyebaran penyakit ke wilayah tubuh yang
lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk kebersihan tangan dan kuku
sebelum dan sesudah beraktivitas. 1). Cuci tangan sebelum dan sesudah makan,
setelah ke kamar mandi dengan menggunakan sabun. Menyabuni dan mencuci
harus meliputi area antara jari tangan, kuku dan punggung tangan. 2). Handuk
yang digunakan untuk mengeringkan tangan sebaiknya dicuci dan diganti setiap
hari. 3). Jangan menggaruk atau menyentuh bagian tubuh seperti telinga, hidung,
dan lain-lain saat menyiapkan makan. 4). Pelihara kuku agar tetap pendek, jangan
memotong kuku terlalu pendek sehingga mengenai pinch kulit.1,3,5

Kebersihan Genitalia
Karena minimnya pengetahuan tentang kebersihan genitalia, banyak kaum
remaja putri maupun putra mengalami infeksi di alat reproduksinya akibat
garukan, apalagi seorang anak tersebut sudah mengalami scabies diarea terterntu
maka garukan pada area genitalia akan sangat mudah terserang penyakit kulit
scabies, karena area genitalia merupakan tempat yang lembab dan kurang sinar
matahari. Salah satu contoh pendidikan kesehatan di dalam keluarga, misalnya
bagaimana orang tua mengajarkan anak cebok secara benar. Seperti penjelasan,
bila ia hendak cebok harus dibasuh dengan air bersih. Caranya menyiram dari
depan ke belakang bukan belakang ke depan. Apabila salah, pada alat genital anak
perempuan akan lebih mudah terkena infeksi. Penyebabnya karena kuman dari
belakang (dubur) akan masuk ke dalam alat genital. Jadi hal tersebut, harus
diberikan ilmunya sejak dini. Kebersihan genital lainnya, selain cebok, yang harus
diperhatikan pemakaian celana dalam. Apabila mengenakan celana pun, pastikan
celananya dalam keadaan kering. Selain kebersihan genital, peningkatan gizi juga
adalah hal yang penting untuk tumbuh kembang anak. Apabila alat reproduksi
8

lembab dan basah, maka keasaman meningkat dan memudahkan pertumbuhan


jamur. Oleh karena itu seringlah menganti celana dalam.1,3,5

Perilaku
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kebiasaan untuk menerapkan
kebiasaan yang baik, bersih dan sehat secara berhasil guna dan berdaya guna baik
dirumah tangga, institusi maupun tempat umum. Kebiasaan menyangkut pinjam
meminjam yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit menular seperti baju,
sabun mandi, handuk, sisir haruslah dihindari. Salah satu penyebab dari kejadian
scabies adalah pakaian kurang bersih dan saling bertukar pakaian dengan teman
satu kamar.1,3,5

Lingkungan
Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tempat bekerja,
dan berbagai sarana umum. Kebersihan pada tempat tinggal dilakukan dengan
cara membersihkan jendela dan perabot santri, menyapu dan mengepel lantai,
mencuci peralatan makan, membersihkan kamar dan juga membuang sampah.
Kebersihan lingkungan dimulai dari menjaga kebersihan halaman, selokan, dan
membersihkan jalan depan asrama dari sampah. Penularan dari penyakit scabies
terjadi bila kebersihan pribadi dan kebersihan lingkungan tidak terjaga dengan
baik. Faktanya, sebagian dari pesantren tumbuh dalam lingkungan yang kumuh,
tempat mandi dan WC yang kotor, lingkungan yang lembab, dan sanitasi buruk.
Ditambah lagi dengan perilaku yang tidak sehat, seperti menggantung pakaian di
kamar, tidak membolehkan pakaian santri wanita dijemur di bawah terik matahari,
dan saling bertukar pakai benda pribadi, seperti sisir dan handuk.1,3,5

Budaya
Pada sebagian masyarakat apabila individu sakit tertentu maka tidak boleh
dimandikan. Sehingga scabies sangat mudah berkembang pada tempat disela-sela
tubuh karena tidak dibersihkan. Padahal apabila rajin mandi kemungkinan besar
scabies akan susah berkembang ditubuh manusia. Seharusnya apabila sebagian
budaya tidak membolehkan mandi bagi orang yang sakit maka dapat dibersihkan
9

dengan cara mengelap bagian tubuh dengan handuk yang basah. Terutama pada
tempat-tempat yang mudah dihinggapi scabies.1,3,5

Sosial Ekonomi
Kebersihan diri memerlukan alat dan juga bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, sampo, alat mandi yang memerlukan uang untuk menyediakannya.
Yang menjadi penghambat saat pencegahan scabies adalah keterlambatan atau
kurangnya uang kebutuhan yang dikirim orangtua untuk para santri.1,3,5

2.2. Tinjauan Klinis

A. Manifestasi Klinis
Keluhan umumnya dirasakan di awal masa infestasi tungau penyakit scabies
adalah rasa gatal yang terjadi di malam hari, cuaca panas dan badan berkeringat.
Rasa gatal biasanya dirasakan di sekitar lesi namun pada tahap kronis maka rasa
gatal dapat dirasakan hingga pada seluruh tubuh. Gatal ini disebabkan karena
sensitisasi kulit terhadap ekskret dan sekret tungau yang dikeluarkannya pada saat
membuat terowogan. Lesi pada kulit berupa terowongan halus sedikit meninggi,
berkelok dengan warna putih keabu-abuan. Pada daerah yang beriklim tropis
jarang ditemukan terowongan. Biasanya Sarcoptes scabiei akan memilih tempat
tertentu untuk membuat terowongan seperti sela jari, pergelangan tangan dan kaki,
penis, areola mammae, umbilikus, dibawah payudara wanita dan aksila.2
Pada orang dewasa, scabies jarang menyerang leher, muka, kulit kepala
yang berambut, punggung bagian atas, telapak kaki dan tangan tetapi pada anak
kecil dan juga bayi daerah-daerah ini sering terinfestasi dan dapat pula menyerang
seluruh badan. Lesi kulit dapat berupa vesikel, papul, dan urtika. Berat ringannya
kerusakan kulit yang dialami tergantung pada derajat sensitisasi, lamanya infeksi,
higiene perorangan dan riwayat pengobatan sebelumnya. Tahap kronik, scabies
dapat mengakibatkan penebalan kulit (likenifikasi) dan juga berwarna lebih gelap
(hiperpigmentasi).1,2
10

B. Diagnosis
Terdapat empat tanda kardinal dari scabies. Diagnosis dapat ditegakkan bila
memnuhi dua dari empat tanda kardinal.1,2,6
1) Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
tungau penyebabnya lebih aktif di malam hari, suhu yang lebih lembab, dan
panas.
2) Penyakit ini akan menyerang kelompok. Misalnya dalam sebuah keluarga
ataupun kelompok bermain terdapat satu anak yang terkena scabies, maka
biasanya akan ada anggota kelompok lain yang menderita penyakit tersebut.
Terdapat istilah pembawa (carrier) yakni penderita yang terkena infestasi
tungau scabies tetapi tidak memberikan gejala klinis.
3) Terdapat terowongan atau yang dikenal juga sebagai kanlikulus. Biasanya
pada tempat predileksi tertentu yang stratum korneumnya tipis, misal sela
jari tangan, pergelangan tangan pada bagian volar, lipat ketiak bagian depan,
bokong, genitelia eksterna, dan juga perut bagian bawah. Pada bayi dapat
ditemukan di telapak tangan dan kaki. Kanalikuli berbentuk terowongan
berwarna keabu-abuan atau putih, rata-rata dari panjang 1 cm, dan biasanya
ujungnya dapat ditemukan papul atau vesikel.
4) Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik tetapi paling
sulit pula. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

C. Tatalaksana
Pengobatan scabies dilakukan dengan dua cara yaitu terapi medikamentosa
dan non-medikamentosa. Untuk terapi medikamentosa dapat digunakan beberapa
obat topikal yang digunakan untuk megobati scabies diantaranya:1

Permetrin
Permetrin adalah insektisida yang termasuk golongan pirethroid sintetik
yang efektif dalam mengobati penyakit scabies. Parmetrin yang digunakan untuk
mengobati scabies merupakan krim dengan konsentrasi 5%. Permetrin ini telah
disetujui sebagai obat untuk mengobati scabies sejak tahun 1989 di Amerika
Serikat dan 1991 di Belanda. Permetrin krim 5% digunakan sekali pemakaian
dengan cara mengoleskan permetrin pada seluruh bagian tubuh terutama bagian
11

tubuh yang sering menjadi lesi scabies seperti bagian bokong serta lipatan-lipatan
tubuh lainnya. Pemakaian obat ini dianjurkan dilakukan pada malam hari selama
8-12 jam dan kemudian dibilas bersih keesokan harinya dengan sabun. Parmetrin
bekerja dengan cara mengganggu polarisasi dari dinding sel syaraf parasit dengan
ikatan natrium. Hal ini dapat memeperlambat polarisasi dinding sel parasit yang
menyebabkan paralise parasit. Pengaplikasian parmetrin 5% juga efektif untuk
mengurangi ektoparasit serta mengurangi simptom.1
Sulfur
Sulfur adalah salah satu alternatif untuk mengatasi scabies. Dibandingkan
dengan obat-obatan yang lain, sulfur memiliki harga yang lebih terjangkau bagi
kalangan masyarakat. Sulfur konsentrasi 5-10 % telah lama digunakan sebagai
skabisida.1,6
Emulsi Benzil-Benzoas
Emulsi benzil-benzoat (20-25%) diketahui juga efektif diguanakan untuk
semua stadium pada scabies dengan penggunaan selama tiga hari. Kekurangan
dari obat ini adalah sering meyebabkan iritasi dan masih sulit ditemukan sehingga
jarang digunakan untuk pengobatan scabies1
Gama Benzena Heksa Klorida
Gama benzene heksa klorida (Gameksan) dengan kadar 1% adalah salah
satu obat yang efektif untuk pengobatan scabies karena efektif membunuh dalam
semua stadium dan juga tidak menyebabkan iritasi pada penggunanya. Namun
penggunannya dikontraindikasikan pada pasien anak dan ibu hamil akibat bersifat
toksik pada susunan saraf pusat.1
Krotamiton
Krotamiton 10% juga merupakan salah salah satu obat pilihan pada penyakit
scabies, Obat ini memiliki dua efek yaitu antiskabies dan juga antigatal. Namun
penggunaan krotamiton dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan iritasi
pada pasien.1
Terapi Non-medikamentosa
Untuk terapi non-medikamentosa yang diberikan pada pasien scabies ialah
mengenai edukasi terutama dalam pecegahan penularan dan reinfeksi. Pencegahan
lebih bersifat preventif atau pencegahan dari peyakit scabies. Pencegahan awal
12

dilakuakan dengan menjaga kebersihan diri, lingkungan, serta membiasakan diri


untuk tidak menggunakan barang pribadi secara bersama-sama dengan orang lain.
Pencegahan penularan terjadi apabila seseorang telah terjangkit scabies. Bentuk
pencegahan yang dilakukan ialah dengan mengobati penderita secara langsung
dan melakukan isolasi sementara pada penderita agar tungau tidak menginfeksi
orang-orang yang berada disekitarnya. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap
orang-orang yang sering berada disekitar penderita maupun yang pernah kontak
langsusng dengan penderita. Pencegahan reinfeksi scabies pada orang yang sama
dilakukan dengan mencuci bersih semua barang pribadi penderita seperti pakaian,
handuk, sprei, dan juga sarung dengan menggunakan detergen dan dijemur di
bawah terik matahari agar seluruh tungau mati.1
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. CK
Tanggal Lahir : 19 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar

3.2. Anamnesis

A. Keluhan Utama
Gatal pada sela jari-jari tangan

B. Keluhan Tambahan
Muncul ruam di sela jari-jari tangan

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan gatal di sela jari-jari tangan sejak 4 hari ini.
Gatal terutama di malam hari. Pasien juga muncul ruam kemerahan dan sedikit
bernanah di sela jari tangan. Ruam tersebut berbentuk lurus seperti terowongan.
Keluhan ini juga dikeluhkan adik pasien sekitar 7 hari yang lalu, namun sudah
sembuh.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengeluhkan keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat
penyakit lainnya disangkal oleh pasien.

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan sama dengan pasien,
yakni adik pasien namun sudah sembuh sekitar 7 hari yang lalu. Keluarga tidak
memiliki riwayat penyakit menular atau keturunan lainnya.

F. Riwayat Penggunaan Obat


Pasien belum pernah mengkonsumsi obat apapun untuk keluhan yang saat
ini diderita oleh pasien.

13
14

3.3. Pemeriksaan Fisik

A. Vital Sign
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 89 kali/menit
Frekuensi Nafas : 21 kali/menit
Suhu Tubuh : 36.50 C
SpO2 : 98% tanpa O2
B. Pemeriksaan Fisik
Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Baik
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Oedema : (-)
Dermatologis : Ar Palma et Dorsal manus D et S terdapat pustule dengan
dasar eritem ukuran lentikuler, multiplediskret, bentuk bulat, distribusinya
bilateral. Terdapat erosis ditutupi krusta bewarna kuning kecoklatan ukuran
lenticular, berbatas tegas, soliter, diskret,berbentuk irregular dan distribusi
unilateral. Terdapat kanalikuli berbentuk garis lurus putih dengan ujungnya
papul, soliter disktret, berbentuk lonjong, distribusi unilateral.
Kepala
Bentuk : Normocepali
Rambut : Hitam, sukar dicabut
Mata : Reflek cahaya (+/+), sklera ikterik (-/-), konjungtiva
palpebra inferior pucat (-/-), RCL (+/+), RCTL (+/+)
Telinga : Sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), perdarahan (-/-), NCH (-/-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), dianosis (-), kering (-)
Gigi Geligi : Karies (-)
Lidah : Papil atrofi (-), Beslag (-), Tremor (-), Kotor (-)
15

Mukosa : Kering (-)


Tenggorokan : T1/T1
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Bentuk : Kesan simetris
KGB : Kesan simetris, Pembesaran (-)
Malar Rush : Tidak ditemukan
Discoid Rush : Tidak ditemukan
Axilla : Pembesaran KGB (-)
Thorax
Thorax Anterior
Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan : Abdominal Thoracal
Retraksi : (-)
Auskultasi :
Suara Pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara Tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Thoraks Posterior
Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe pernafasan : Abdominal Thoracal
Retraksi : (-)

Perkusi
16

Paru kanan Paru kiri


Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor

Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)

Jantung
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
Palpasi : Soepel (+), nyeri (-) epigastrium, masa region pubic
Perkusi : Tympani (-), asites (-)
Auskultasi : Peristaltik usus kesan normal
Ekstremitas : CRT > 2 Detik
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - - +
Ikterik - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus otot N N N N
Sensibilitas N N N N
3.4. Diagnosis Kerja

- Skabies dengan Infeksi Sekunder


17

3.5. Tatalaksana

‐ Salep 24 dioleskan seluruh tubuh selama 3-4 hari, pakai dimalam hari
‐ Citirizine 1x10 mg
‐ Gentamisin Zalf
‐ Jaga kebersihan diri, jangan gunakan handuk atau pakaian secara bersama-
sama dengan orang lain dan jangan menggaruk bagian yang gatal.

3.6. Prognosis

Quo et Vitam : Bonam


Quo et Functional : Bonam
Quo et Sanactionam : Bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan

Pada pasien ini, ditegakkan diagnosis skabies karena pada saat anamnesis,
pemeriksaan fisik ditemukan 2 dari 4 tanda cardinal yakni:
- Pruritus nokturna yakni gatal terutama malam hari
- Menyerang manusia secara berkelompok
- Adanya terowongan (kunikulus) di tempat predileksi
Pasien ini diberikan salep 24 yang sebenarnya ialah sulfur presipitatum 2-
5%, sering kali dicampur dengan asam salisilat 2%. Obat ini banyak digunakan di
puskesmas, karena harganya yang murah dan cukup efektif mengobati skabies.
Cara penggunaan salep 2-4 yaitu dengan dioleskan seluruh tubuh sesudah mandi
dan dipakai 3-4 hari berturut-turut. Pada pasien juga diberikan salep gentamisin
karena adanya infeksi sekunder akibat garukan pasien, dimana selain ruam khas
scabies juga tampak adanya pus.

18
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Skabies adalah penyakit menular yang disebabkan Sarcoptes scabiei varian


hominis, yaitu parasit yang mampu menggali terowongan di kulit dan kemudian
menyebabkan rasa gatal. Penularan skabies dapat terjadi dengan kontak langsung,
tetapi dapat juga secara tidak langsung. Di beberapa daerah skabies disebut juga
penyakit kudis,the itch, sky-bees, gudik, budukan, gatal agago

DAFTAR PUSTAKA

19
1. Juanda. A, 2001, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi kelima, cetakan
kedua, balai penerbit FKUI, Jakarta.
2. Chosidow, 2006, Scabies. New England J Med; 345: p. 1718-1723
3. Ronald Benny, 2008, Karakteristik Penderita Skabies di RSUP H. Adam
Malik Medan 2008, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4. Wahjoedi, 2008, Faktor Risiko Kejadian Penyakit Skabies Pada Pondok
Pesantren Di Kabupaten Kulon Progo (Studi Ekologi), tesis, Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta.
5. Widiastuti, 2008, Hubungan Antara Higiene Perorangan dan Kepadatan
Hunian Dengan Kejadian Skabies Di Pondok Pesantren Al-mukhtar
Kecamatan Adipala Kabupaten Cilacap, skripsi,Universitas Ahmad Dahlan,
Yogyakarta.
6. Handoko PR, 2010, Skabies: In Prof.Dr.dr.Adi Djuanda, editor: Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 6, Jakarta. FK UI.

LAMPIRAN

20
21

Anda mungkin juga menyukai