Anda di halaman 1dari 61

PROPOSAL KARYA TULISAN ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN DENGAN PROSEDUR


TEPID WATER SPONGE PADA ANAK DENGAN MALARIA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WAESALA
KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT
TAHUN 2020

ANITA. F. HUTUBESSY

P07120320190206

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PPSDM KESEHATAN

POLTEKKES KEMENTERIAN KESEHATAN MALUKU

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN MASOHI

2020

i
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : Anita F. Hutubessy
NIM : P07120320190206
Program studi : Keperawatan Masohi
Instutusi : Politeknik Kesehatan Kemenkes Maluku

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang


saya tulis ini adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan bukan
merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya
akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan proposal ini
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.

Waesala, ........................... 2020


Pembuat Pertanyaan

ANITA F. HUTUBESSY
NIM. P07120320190206

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya tulis ilmiah oleh Anita F. Hutubessy, NIM P07120320190206

dengan judul “asuhan keperawatan dengan prosedur tepid water sponge

pada anak dengan malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Waesala

Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2020” telah diperiksa dan disetujui

untuk diujikan.

Waesala, ................................ 2020

Pembimbing

WA NULIANA, S.Kep.,Ns,.M.Kep
NIP. 198403112010122002

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, suci dan maha

bijaksana karena berkatnya sehingga penulisan KTI ini dapat berjalan

dengan baik, sesuai dengan harapan penulis. Sehingga penulis dapat

menyelesaikan KTI yang berjudul “asuhan keperawatan dengan prosedur

tepid water sponge pada anak dengan malaria di Wilayah Kerja

Puskesmas Waesala Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2020” dapat

terselesaikan.

Dalam pembuatan KTI ini penulis telah banyak mendapat bantuan

serta bimbingan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu,

pada kesempatan ini peneliti menyampaikan penghargaan, rasa hormat

dan ucapan terima kasih.

Dalam penyusunan KTI ini penulis menyadari bahwa masih banyak

terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan KTI ini, tetapi

penulis berharap usulan KTI ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Kairatu, Oktober 2020

Peneliti

iv
DAFTAR ISI

Daftar Isi Hal.


HALAMAN SAMPUL DEPAN.............................................................. i
HALAMAN SAMPUL DALAM ............................................................. i
HALAMAN BEBAS PLAGIASI ........................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................. iii
HALAMAN KATA PENGANTAR ....................................................... iv
HALAMAN DAFTAR ISI .................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN 1
A Latar Belakang ......................................................... 1
B Rumusan Masalah ................................................... 5
C Tujuan Penulisan ...................................................... 5
D Manfaat Penelitian .................................................... 5
1 Bagi anak dan keluarga ................................ 5
2 Bagi perkembangan ilmu dan teknologi
keperawatan ................................................. 5
3 Bagi penulis ................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 6
A Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan
Malaria ....................................................................... 6
1 Pengkajian .......................................................... 6
2 Diagnosa Keperawatan ....................................... 9
3 Implementasi …………………………………........ 10
4 Evaluasi .............................................................. 10
B Konsep Malaria ......................................................... 11
1 Definisi Malaria ................................................. 11
2 Etiologi .............................................................. 11
3 Jenis Malaria…………………………………....... 12
4 Patofisiologi ...................................................... 13
5. Gambaran Klinis………………………………..... 16
6. Pemeriksaan Penunjang……………………....... 19
C Konsep tepid sponge ……………………………........ 19
1 Defenisi………………………………………..... 19
2 Tujuan…………………………………………… 21
3 Prosedur Tindakan……………………………. 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 24
A Rancangan Studi Kasus ............................................ 24
B Subjek Studi Kasus ................................................... 24
C Fokus Studi ............................................................... 24
D Definisi Operasional .................................................. 25
E Tempat dan Waktu .................................................... 25
F Pengumpulan Data .................................................... 25

v
G Penyajian Data…………………………………………. 25
H Etika Studi Kasus ..................................................... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 29
A. Hasil Studi Kasus ...................................................... 29
B Pembahasan ............................................................. 32
C Keterbatasan ............................................................. 38
BAB V PENUTUP .......................................................................... 39
A Kesimpulan ................................................................ 39
B Saran ......................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN- LAMPIRAN

vi
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR HAL.

Gambar 2.1 Nyamuk Anopheles................................................ 10


Gambar 2.2 Patofisiologi malaria…………………………………. 13

vii
DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR HAL.

Lampiran 1 Lembar assessment awal....................................... 31


Lampiran 2 Lembar Observasi / Evaluasi………………………. 32
Lampiran 3 Prosedur tindakan tepid sponge pada anak 33

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah oleh suatu

protozoa spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui

air liur dengan perantaraan tusukan (gigitan) nyamuk anopheles

(Corwin, 2000). Penyakit ini menjadi salah satu masalah kesehatan

yang mengancam masyarakat di dunia (Dirjen PP & PL Kemenkes RI,

2017). WHO menyatakan bahwa bayi dan anak-anak dibawah usia <5

tahun merupakan kelompok yang berisiko tinggi menderita malaria dan

sebagai salah satu penyebab kematian anak. Menurut world malaria

report yang dikeluarkan oleh WHO bahwa pada tahun 2018 terdapat

228 juta kasus malaria dan diperkiraan jumlah kematian mencapai

405.000 diseluruh dunia dimana sekitar 67% (272.000) terjadi pada

anak (WHO, 2020).

Malaria juga berkontribusi menjadi salah satu penyebab masalah

kesehatan masyarakat dan menyebar diseluruh wilayah Indonesia.

Sebanyak 242 Kabupaten / Kota yang ada di Indonesia masih

merupakan wilayah endemis malaria (Kemenkes RI, 2018). Hasil

RIKESDAS 2018 menunjukkan bahwa terdapat 6 daerah yang masih

memiliki prevalensi tinggi malaria dibanding daerah lainnya

daintaranya; Papua, Papua Barat, Bengkulu, Maluku utara dan Maluku

1
(Badan Penelitian dan pengembangan kesehatan Kementerian

Kesehatan RI, 2018).

Maluku sendiri merupakan salah satu provinsi yang termasuk

dalam daerah endemis beresiko tinggi malaria (Dirjen PP & PL

Kemenkes RI, 2017). Kabupaten Seram Barat adalah salah satu

daerah Maluku yang menjadi daerah endemis malaria dan

dikategorikan tinggi dengan indikator API (Annual Paracite Incidence)

di atas angka nasional. Jumlah morbiditas malaria, per 1000 populasi,

telah berfluktuasi dalam tiga tahun terakhir yang ditunjukkan oleh API

pada tahun 2014 (22,8 ‰), 2015 (6,147 ‰) dan 2016 (9,03 ‰) dengan

441 kasus klinis, 248 kasus positif, 23 spesies telah ditemukan tetapi

belum dikonfirmasi sebagai vektor malaria (Watmanlusy et all, 2019).

Pemerintah memandang malaria masih sebagai ancaman

terhadap status kesehatan masyarakat terutama pada rakyat yang

hidup di daerah terpencil dan beresiko tinggi malaria. Hal ini tercermin

dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 41 tahun 2018

tentang pelaksanaan deteksi dini dan pemberian obat anti malaria oleh

kader malaria pada daerah dengan situasi khusus tercantum bahwa

selain menimbulkan kematian, malaria berpotensi menimbulkan

kejadian luar biasa atau wabah, sehingga perlu dilakukan kegiatan

penanggulangan untuk mencapai target eliminasi. Oleh karena itu,

malaria termasuk penyakit prioritas yang perlu ditanggulangi

(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

2
Pada penyakit malaria masalah yang timbul dan diperlukan

penanganan yaitu demam. Demam biasanya didahului oleh stadium

dingin (menggigil) diikuti demam tinggi kemudian berkeringat banyak.

Selain demam gejala lain yang juga ditemukan seperti nyeri kepala,

mual, muntah, diare, pegal-pegal, dan nyeri otot serta keadaan yang

parah bisa disertai gangguan kesadaran, Kondisi ini jika tidak

tertanggulangi dapat menimbulkan dampak berat yang berakibat pada

kematian. (Dirjen PP & PL Kemenkes RI, 2017).

Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan

farmakologis, tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya.

Kompres adalah salah satu tindakan non farmakologis dan termasuk

dalam intervensi keperawatan untuk menurunkan suhu tubuh bila anak

mengalami demam. Hasil penelitian kualitatif Lewar (2016), pada

perawat di Puskesmas Melolo Kabupaten Sumba Timur menunjukkan

bahwa salah satu intervensi keperawatan dalam menurunkan suhu

tubuh yang tinggi yaitu melalui kompres.

Terdapat beberapa tehnik kompres yakni kompres dingin, hangat

dan tepid sponge. Namun dari ketiga jenis metode kompres ini tepid

sponge lebih efektif menurunkan suhu sebesar 1 0C pada anak demam

dibanding teknik lainnya (Suntari et al, 2019). Beberapa bukti juga

telah menunjukkan bahwa selain pemberian obat antipiretik,

pemberian kompres efektif dalam menurunkan suhu anak. Hasil ini

juga didukung oleh penelitian Hamid (2011) & Arfah (2017) bahwa

3
tindakan kompres dengan metode tepid sponge merupakan tindakan

yang efektif dalam menurunkan suhu tubuh atau demam.

Data kasus malaria di kabupaten SBB pada tahun 2018:1 kasus

dari total 15 kasus yang positif malaria,pada tahun 2019 terdapat 161

kasus dari total 398 kasus yang positif malaria, pada tahun 2020

terdapat 56 kasus dari total 147 kasus yang positif malaria.

Observasi peneliti di Puskesmas Waesala diperoleh data pada

tahun 2018 -2020 terdapat 19 kasus malaria yang di temukan pada

anak,jumlah kasus malaria secara umum pada tahun 2018-2020

sebanyak 91 kasus malaria.

Upaya yang dilakukan Puskesmas yaitu pengobatan, tindakan

promotif, juga tindakan mandiri perawat dalam penanganan demam

malaria pada anak seperti pemberian kompres, cairan intra vaskuler

atau pemberian cairan infus. Selain itu kebanyakan ibu melakukan

kompres mendapati keluarga dalam menangani demam pada anak

dengan malaria masih memberikan kompres dingin dan hangat, belum

menggunakan tepid water sponge.

Intervensi yang diajarkan bagi masyarakat atau ibu di tempat

tugas tentang cara tepid sponge

Berdasarkan berbagai data dan informasi di atas maka penulis

tertarik untuk mengaplikasikan pemberian kompres dengan metode

tepid water sponge pada anak dengan malaria.

4
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagimanakah

asuhan keperawatan dengan prosedur kompres dengan metode tepid

water sponge pada anak dengan malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas

Waesala?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan adalah untuk menggambarkan asuhan

keperawatan dengan prosedur kompres dengan metode tepid water

sponge pada anak dengan malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Waesala

D. Manfaat Studi Kasus

1. Bagi anak dan keluarga

Dapat meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan

deman perawatan demam dengan kompres hangat pada anak

yang menderita malaria.

2. Bagi Perkembangan Ilmu dan Teknologi keperawatan

Meningkatkan pengembangan keterampilan keperawatan

khususnya perawatan demam dengan cara kompres hangat pada

anak yang menderita malaria.

3. Bagi Penulis

Meningkatkan pengetahuan penulis dan mengaplikasikan intervensi

mandiri perawat yakni perawatan demam dengan cara kompres

hangat pada anak yang menderita malaria

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ASUHAN KEPERAWATAN MALARIA

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,

suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah

sakit, nomor register dan diagnosa medik.

b. Keluhan utama

Keluhan utama malaria adalah demam, menggigil, berkeringat

dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri

otot atau pegal-pegal (Kemenkes, 2017).

c. Riwayat penyakit sekarang

Peningkatan suhu tubuh karena infeksi parasite dalam tubuh.

d. Riwayat penyakit dahulu

Apakah sebelumnya pernah sakit malaria dan riwayat minum

obat malaria serta penyakit lainnya.

e. Riwayat penyakit keluarga

Apakah keluarga pernah menderita malaria.

f. Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria

6
Apakah anak atau anggota keluarga pernah berkunjung ke

daerah endemis malaria

g. Aktivitas/ Istirahat

Gejala: gangguan pola tidur, misalnya insomnia dini hari,

kelemahan. Perasaan “hiper” dan/ atau ansietas

h. Sirkulasi

Gejala: TD rendah/ bradikardi

i. Integritas Ego

Gejala: ketidakberdayaan/ putus asa

Tanda: ansietas, misalnya pucat, berkeringat, perhatian

menyempit, gemetar, suara gemetar.

j. Eliminasi

Gejala: nyeri abdomen dan distress

Tanda: nyeri tekan abdomen, distensi

k. Makanan/ cairan

Gejala: anoreksia, mual, muntah nyeri ulu hati, tidak toleran

terhadap makanan contoh makanan pedas, Penurunan berat

badan

Tanda: membran msukosa kering, penurunan produksi mukosa,

berat jenis urine meningkat.

l. Neurosensori

Gejala: rasa berdenyut, pusing/sakit kepala, kelemahan, status

mental: tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak

7
cenderung tidur, disorientasi/ bingung, sampai pingsan dan

koma.

m. Nyeri/ kenyamanan

Gejala: nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa

terbakar, perih; nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi.

Nyeri epigastrium kiri sampai tengah/ menyebar ke punggung

terjadi 1-2 makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster).

Nyeri epigastrium terlokalisir di kanan terjadi kurang lebih 4 jam

setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan

makanan atau antasida (ulkus duodenal). Faktor pencetus:

makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obat tertentu

(salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.

Tanda: wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat,

berkeringat, perhatian menyempit.

n. Keamanan

Gejala: alergi terhadap obat/ sensitif, mi., ASA

Tanda: peningkatan suhu

o. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada anak dengan

malaria yaitu;

1) Suhu tubuh aksiler ≥ 37,5 °C

2) Konjungtiva atau telapak tangan pucat

3) Sklera ikterik

8
4) Pembesaran Limpa (splenomegali)

5) Pembesaran hati (hepatomegali) (Dirjen PP & PL Kemenkes

RI, 2017).

2. Diagnosa keperawatan

1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi penyakit

1) Tujuan: termuregulasi

2) Intervensi: manajemen hipertermia

a) Monitori suhu tubuh

b) Lakukan penghangatan aktif eksternal (kompres hangat)

c) Lakukan penghangatan pasif (selimut)

d) Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik dan antibiotik

2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis

1) Tujuan: tingkat nyeri

2) Intervensi: manajemen nyeri

a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,kualitas,

intensitas nyeri

b) Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa

nyeri ( relaksasi distraksi)

c) Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa

nyeri

d) Kolaborasi pemberian obat analgetik, jika perlu.

3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna

makanan

9
1) Tujuan: Status nutrisi

2) Intervensi: Manajemen nutrisi

a) Identifikasi status nutrisi

b) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

c) Ajarkan posisi duduk,jika perlu.

3. Implementasi Keperawatan

Setelah melakukan intervensi keperawatan, tahap

selanjutnya adalah mencatat intervensi yang telah dilakukan dan

evaluasi respons klien. Hal ini dilakukan karena pencatatan akan

lebih akurat bila dilakukan saat intervensi masih segar dalam

ingatan. Tulislah apa yang diobservasi dan apa yang dilakukan

(Deswani, 2009).

Implementasi yang merupakan kategori dari proses

keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana

tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang

diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan

(Potter & Perry, 2005).

4. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan.

Namun, evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap dari proses

perawatan. Evaluasi mengacu pada penilaian, tahapan dan

perbaikan. Pada tahap ini, perawat menemukan penyebab

10
mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal

(Alfaro-Lefevre, 1994 dalam Deswani, 2009).

B. KONSEP MALARIA

1. Definisi Malaria

Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan plasmodium

yaitu mahluk hidup bersel satu yang masuk kedalam kelompok

protozoa. Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina

yang mengandung plasmodium di dalamnya (Pusat Data dan

Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Penyakit malaria awalnya dikenal sebagai penyakit akibat udara

buruk (mala: buruk; aria: Udara), sehingga penyakit ini sering terjadi

didaerah rawa, karena banyak penduduk daerah pantai yang

menderita gejala malaria yaitu demam tinggi, menggil dan berkeringat.

(Aris Sanjaka, 2013).

2. Etiologi

GAMBAR 2.1
NYAMUK ANOPHELES

Sumber : Diadopsi dari Google.com

11
Malaria disebabkan oleh apicomplexa dari genus plasmodium,

malaria telah diketahui sejak zaman purbakala. Hipokrates yang

belajar dimesir, menguraikan dengan jelas berbagai bentuk malaria.

Sekarang ada empat spesies plasmodium yang dikenali sebagai

agen etiologi malaria manusia yang lazim yaitu plasmodium

falciparum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium

ovale yang masing-masing menyebabkan malaria tertiana maligna

atau malaria falciparum, malaria tertiana benigna atau malaria vivax,

malaria quartana dan malaria ovale ; dua spesies yang terakhir paling

jarang. (Rudolph, 2006)

Seseorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis plasmodium,

dikenal sebagai infeksi campuran/majemuk (mixed infection). Pada

umumnya dijumpai dua jenis plasmodium yakni campuran antara

plasmodium falciparum dan plasmodium vivax atau plasmodium

malariae. Kadang-kadang di jumpai tiga jenis plasmodium sekaligus,

meskipun hal ini jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya

terdapat didaerah dengan angka penularan yang tinggi. Akhir-akhir ini

di beberapa daerah di laporkan kasus malariae yang telah resisten

terhadap klorokuin bahkan juga resisten terhadap pirimetamin-

sulfadoksin. (Soedarmo, 2002).

12
3. Jenis Malaria

Ada empat jenis parasit malaria, yaitu:

a. Plasmodium falciparum: menyebabkan malaria falciparum atau

malaria tertiana yang maligna (ganas) atau dikenal dengan nama

malaria tropika yang menyebabkan demam setiap hari.

b. Plasmodium vivax: menyebabkan malaria vivax atau disebut juga

malaria tertiana benigna (demam terjadi pada hari ke tiga).

c. Plasmodium malariae: menyebabkan malaria kuartana atau malaria

malariae (demam tiap hari ke empat).

d. Plasmodium ovale: jenis ini jarang sekali dijumpai, menyebabkan

malaria ovale, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat,

diIndonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan

infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa

pengobatan

Masa inkubasi malaria atau waktu antara gigitan nyamuk dan

munculnya gejala klinis sekitar 7-14 hari untuk Plasmodium falciparum,

8-14 hari untuk Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, dan 7-30

hari untuk Plasmodium malariae.

4. Patofisiologi

Manusia yang tergigit nyamuk infektif akan mengalami gejala

sesuai dengan jumlah sporozoit, kualitas plasmodium, dan daya tahan

tubuhnya. Sporozoit akan memulai stadium eksoeritrositer dengan

masuk ke sel hati. Dihati sporozoit matang menjadi skizon yang akan

13
pecah dan melepaskan merozoit jaringan. Merozoit akan memasuki

aliran darah dan menginfeksi eritrosit untuk memulai siklus eritrositer.

Merozoit dalam eritorsiter akan mengalami perubahan morfologi yaitu;

merozoit akan berubah menjadi bentuk cincin, dari bentuk cincin itu

akan berkembang menjadi trofozoit dan akhirnya menjadi merozoit.

Proses perubahan ini memerlukan waktu 2-3 hari. Diantara merozoit-

merozoit tersebut akan ada yang berkembang membentuk gametosit

untuk kembali memulai siklus seksual menjadi mikrogamet (jantan)

dan makrogamet (betina). Eritrosit yang terinfeksi biasanya pecah

yang bermanifestasi pada gejala klinis. Jika ada nyamuk yang

menggigit manusia yang terinfeksi ini, maka gametosit yang ada

pada darah manusia akan terhisap oleh nyamuk. Dengan demikian,

siklus seksual pada nyamuk dimulai, demikian seterusnya penularan

malaria. (Widyono, 2008).

GAMBAR 2.2
PATOFISIOLOGI MALARIA

Sumber : direktorat PPBB, ditjen PP & PL, kemenkes RI

14
Pertahanan tubuh invidiu terhadap malaria dapat berupa faktor

yang diturunkan maupun yang didapat. Pertahanan terhadap malaria

yang diturunkan terutama penting untuk melindungi anak kecil/bayi

disebabkan sifat khusus eritrosit yang relative resisten terhadap masuk

dan berkembangbiaknya parasit malaria. Masuknya parasit tergantung

pada interaksi antar oraganel spesifik pada merozoit dan struktur

khusus permukaan eritrosit. Sebagai contoh eritrosit yang

mengandung glikoprotein A penting untuk masuknya plasmodium

falciparum. Resistensi relative yang diturunkan pada individu dengan

Hbs terhadap malaria telah lama diketahui dan pada kenyataanya

terbatas pada daerah endemis malaria. Sama Seleksi yang sama juga

dijumpai pada hemoglobinopati tipe lain, kelainan genetic tertentu dari

eritrosit, thalasemia, defesiensi enzim G6PD dan defisiensi

pirufatkinase. Masing-masing kelainan ini menyebabkan resistensi

membrane eritrosit atau keadaan sitoplasma yang menghambat

pertumbuhan parasit. (Soedarmo, 2002)

Imunitas humoral dan selular terhadap malaria didapat sejalan

dengan infeksi ulangan. Namun imunitas ini tidak mutlak, dapat

mengurangi gambaran klinis infeksi, dapat menyebabkan asimtomatik

dalam periode panjang. Pada individu dengan malaria dapat dijumpai

hipergamaglobulinemia poliklonal, yang merupakan suatu antibody

spesifik yang dirpoduksi untuk melengkapi beberapa aktivitas opsonin

terhadap eritrosit yang terinfeksi, tetapi proteksi ini tidak lengkap dan

15
hanya bersifat sementara bilamana tanpa infeksi ulangan. Tendensi

malaria untuk menginduksi imunosupresi, dapat diterangkan sebagian

oleh tidak adekuatnya respon ini. Antigen yang heterogen terhadap

plasmodium mungkin juga merupakan salah satu factor.

Monosit/makrofag merupakan partisipan seluler yang terpenting dalam

fagositosit eritrosit yang terinfeksi. (Soedarmo, 2002).

5. Gambaran klinis

Keluhan utama yang sering kali muncul adalah demam lebih

dari dua hari, menggigil, dan berkeringat. Ketiga hal ini di sebut Trias

Malaria. (Widyono, 2008).

Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa

serangan demam dengan interval tertentu yang diselingi oleh suatu

periode dimana penderita bebas dari demam. Malaria menunjukkan

gejala-gejala yang khas, yaitu:

a. Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon

matang (sporulasi) pada malaria tertiana (PlasmodiumVivax dan

Plasmodium Ovale). Pematangan skizon tiap 48 jam maka

periodisitas demamnya setiap hari ke 3, sedangkan malaria

kuartania (Plasmodium Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan

periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan ditandai dengan

beberapa serangan demam periodik. Demam khas malaria terdiri

atas 3 stadium, yaitu menggigil (15 menit – 1 jam), puncak demam

(2 – 6 jam), dan tingkat berkeringat (2 – 4 jam). Demam mereda

16
secara bertahan karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit

dalam tubuh dan ada respon imun. Gejala umum (gejala klasik)

yaitu terjadinya “Trias Malaria” (malaria proxysm) berlangsung

selama 6-10 jam dan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu:

1) Stadium dingin

Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat

dingin. gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup

tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang

tersedia nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat

kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah

dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini

berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

2) Stadium Demam

Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa

kepanasan, muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas

seperti terbakar, sakit kepala dan muntah sering terjadi, nadi

menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat haus dan

suhu badan dapat meningkat sampai 41°C atau lebih. Stadium

ini berlangsung antara 2 sampai 6 jam. Demam disebabkan

oleh pecahnya skizon darah yang telah matang dan masuknya

merozoit darah ke dalam aliran darah. Pada Plasmodium vivax

dan Plasmodium ovale skizon-skizon dari setiap generasi

menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul

17
setiap tiga hari terhitung dari serangan demam sebelumnya.

Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada P.

malaria, fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P.

vivax/P. ovale, hanya interval demamnya tidak jelas. Serangan

demam diikuti oleh periode laten yang lamanya tergantung pada

proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan yang

kemudian timbul pada penderita.

3) Stadium Berkeringat

Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali

sampaisampai tempat tidurnya basah. Suhu badan meningkat

dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu normal.

Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari

tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini

berlangsung antara 2 sampai 4 jam.

b. Splenomegali (Pembesaran limpa) merupakan gejala khas malaria

kronik. Limpa mengalami kongeori menghitam dan menjadi keras

karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat yang

bertambah.

c. Anemia yang disertai malaise. Derajat anemia tergantung pada

spesies penyebab, yang paling seing adalah anemia karena

Plasmodium Falciparum. Anemia disebabkan oleh: penghancuran

eritrosit yang berlebihan mengakibatkan gangguan pembentukan

18
eritrosit karena depresi eritrosit dalam sum-sum tulang belakang;

secara normal eritrosit tidak dapat hidup lama.

d. Ikterus. Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera

mata akibat kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk

penguraian sel darah merah (Corwin, 2000 dalam Lewar, 2016).

6. Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakkan diagnosis malaria dapat dilakukan beberapa

pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan dengan mikroskop

Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di

Puskesmas/lapangan/ rumah sakit/laboratorium klinik untuk

menentukan:

1) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).

2) Spesies dan stadium plasmodium.

3) Kepadatan parasit.

b. Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit

malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi.

Sebelum menggunakan RDT perlu dibaca petunjuk penggunaan

dan tanggal kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan RDT tidak

digunakan untuk mengevaluasi pengobatan (Dirjen PP & PL

Kemenkes RI, 2017).

19
C. KONSEP KOMPRES DENGAN METODE TEPID SPONGE

1. Defenisi

Kompres adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan

suhu tubuh anak yang mengalami demam. Pemberian kompres

hangat pada daerah pembuluh darah besar merupakan upaya

memberikan rangsangan pada area preoptik hipotalamus agar

menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat yang dibawa oleh darah ini

menuju hipotalamus akan merangsang area preoptik mengakibatkan

pengeluaran sinyal oleh sistem efektor. Sinyal ini akan menyebabkan

terjadinya pengeluaran panas tubuh yang lebih banyak melalui dua

mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan berkeringat

(Potter & Perry, 2005).

Ada beberapa macam kompres yang bisa diberikan untuk

menurunkan suhu tubuh yaitu tepid sponge dan kompres air hangat

(Dewi, 2016). Tepid sponge merupakan alternatif teknik kompres

yang menggabungkan teknik blok dan seka (Efendi, 2012). Kompres

hangat merupakan tindakan menurunkan suhu tubuh dengan

menggunakan kain atau handuk yang telah dicelupkan pada air

hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu sehingga

dapat memberikan rasa nyaman (Wardiyah, 2016).

Mekanisme kerja dari tepid sponge sama dengan kompres

hangat pada umumnya, namun dengan teknik yang sedikit

dimodifikasi yaitu dengan menggabungkan teknik blok dan seka

20
(Efendi, 2012). Teknik tepid sponge berpengaruh terhadap

penurunan suhu tubuh karena kompres blok langsung dilakukan di

beberapa tempat yang memiliki pembuluh darah besar, sehingga

mengakibatkan peningkatan sirkulasi serta peningkatan tekanan

kapiler. Tekanan O2 dan CO2 dalam darah akan meningkat dan pH

dalam darah turun. Tepid sponge juga dilakukan dengan cara

menyeka seluruh tubuh klien dengan air hangat (Hamid, 2011).

Teknik kompres tepid sponge dapat mempercepat

vasodilatasi pembuluh darah perifer di seluruh tubuh sehingga

pengeluaran panas dari tubuh melalui kulit lebih cepat dibandingkan

teknik kompres air hangat yang hanya pada daerah tertentu. Teknik

kompres tepid sponge lebih cepat memberikan rangsangan atau

sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika

reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang,

sistem efektor mengeluarkan sinyal melalui berkeringat dan

vasodilatasi perifer. Perubahan pembuluh darah diatur oleh pusat

vasometer pada medulla oblongata dari tangkai otak di bawah

pengaruh hipotalamus bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi.

Dengan terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan atau

kehilangan energi panas melalui kulit meningkat (yang ditandai

dengan tubuh mengeluarkan keringat), kemudian suhu tubuh dapat

menurun atau normal (Potter, 2005).

21
2. Tujuan

Adapun tujuan dari pemberian kompres yaitu menurunkan suhu

tubuh, mengurangi rasa sakit atau nyeri, mengurangi perdarahan

dan membatasi peradangan.

Tujuan kompres dengan tepid sponge yaitu untuk membuat

pembuluh darah tepi mengalami vasodilatasi sehingga pori-pori

membuka dan mempermudah pengeluaran panas (Dewi, 2016).

3. Prosedur tindakan Teknik Tepid Sponge

Tahap-tahap pelaksanaan Tepid sponge

a. Tahap persiapan

1) Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga cara

tepid sponge.

2) Persiapan alat meliputi ember atau baskom untuk tempat air

hangat (35⁰C), lap mandi atau washlap 6 buah, selimut mandi

1 buah, handuk mandi 1 buah, perlak besar 1 buah,

termometer, selimut hipotermi/selimut tidur 1 buah.

b. Pelaksanaan

a) Beri kesempatan klien untuk buang air sebelum dilakukan tepid

sponge.

b) Ukur nadi dan pernapasan

c) Ukur suhu tubuh klien dan catat, catat jenis dan waktu

pemberian antipiretik pada klien.

22
d) Buka seluruh pakaian klien dan alas klien dengan dengan

perlak.

e) Tutup tubuh klien dengan handuk mandi, kemudian basahkan

wash lap atau lap mandi letakkan lap mandi di dahi, aksila dan

pangkal paha. Lap ekstermitas selama 5 menit, punggung dan

bokong selama 10 – 15 menit. Lakukan melap tubuh klien

selama 20 menit.

f) Pertahankan suhu air (35⁰C).

g) Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali

dengan air hangat lalu ulangi tindakan seperti diatas.

h) Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau

segera setelah suhu tubuh klien mendekati normal. Selimuti

klien dengan selimut mandi dan keringkan. Pakailah klien baju

yang tipis dan mudah menyerap keringat.

i) Catat suhu tubuh klien sebelum dan sesudah tindakan

(Rosdahl, C.B & Kowalski, M.T. 2008 dalam Setiawati, 2009)

23
24
BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Rancangan Studi Kasus

Desain penulisan karya tulis ilmiah ini adalah deskriptif dengan

metode studi kasus yakni memberikan gambaran asuhan

keperawatan dengan penerapan prosedur tepid sponge pada anak

dengan malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Waesala

B. Subjek Studi Kasus

Mengunakan 1 klien yang diamati secara mendalam dengan kriteria

inklusi dan ekslusi:

1. Kriteria Inklusi

a. pasien anak usia prasekolah dan menetap diwilayah kerja

puskesmas waesala

b. Hasil pemeriksaan Rapid Diagnostic Test (RDT) menunjukkan

positif malaria

c. Bersedia sebagai responden penelitian

2. Kriteria eksklusi

a. Pasien anak dengan komplikasi

b. Pasien anak yang tidak sadarkan diri

c. Menolak saat dilakukan tindakan

25
C. Fokus Studi Kasus

Penerapan prosedur tepid sponge pada anak dengan malaria

D. Defenisi Operasional

1. Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan plasmodium yaitu

mahluk hidup bersel satu yang masuk kedalam kelompok protozoa.

Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang

mengandung plasmodium di dalamnya

2. Pemberian tepid sponge adalah salah satu metode fisik untuk

menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam akibat

infeksi malaria yang dilakukan dengan mengkompres tubuh anak

menggunakan air hangat pada bagian dahi dengan menggabungkan

teknik blok dan seka, dada dan aksila.

E. Tempat dan Waktu

1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Waesala.

2. Waktu

Waktu pelaksanaan penelitian pada tanggal 6 – 10 Agustus 2020

F. Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dan instrument pengumpulan data yang

digunakan dalam studi kasus adalah:

1. Biofisiologi berupa : Pengukuran TTV meliputi suhu, nadi, respirasi

2. Observasi menggunakan model instrument antara lain;

26
a. Catatan observasi adalah suatu proses pendekatan kepada

subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang

diberlakukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2008: 111).

b. Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk

mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan

atau informasi secara lisan dari seseorang sasaran penelitian,

atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut

(face to face) (Notoatmodjo, 2010: 139).

G. Penyajian data

Penyajian data dengan desain studi kasus deskriptif di sajikan

secara terstruktural/narasi dan dapat di sertai dengan cuplikan

ungkapan verbal dan subjek studi kasus yang merupakan data

pendukungnya

H. Etika studi kasus

Pertimbangan etik dalam penelitian ini di laksanakan dengan

memenuhi prinsip The Five Right of Human Subject in Research

(Mocnee, 2004).

Lima hak tersebut meliputi hak untuk self-determination, hak

terhadap privacy dan dignity, hak terhadap anonimity dan

confidentiality, hak untuk mendapatkan penanganan yang adil dan

hak terhadap perlindungan dari kehendaknyamanan atau kerugian

27
1. Hak untuk self-determination. Dalam penelitian ini, peneliti

memberikan kebebasan kepada orang tua atau wali klien untuk

berpatisipasi atau tidak ikut dalam penelitian ini.

2. Hak untuk privacy dan dignity, berarti dalam penelitian ini orang

tua atau wali klien berhak untuk tidak menjawab pertanyaan

wawancara yang mungkin menimbulkan rasa malu untuk

diketahui atau tidak ingin diketahui oleh orang lain.jika orang tua

atau wali klien merasa tidak nyaman untuk berpartisipasi lebih

lanjut, maka orang tua atau wali klien diperkenankan untuk

mengundurkan diri dari proses penelitian kapanpun ia inginkan.

3. Hak anonymity dan confidentiality. Pada penelitian ini, peneliti

menjaga dengan tidak menjaga dengan tidak mencantumkan

nama responden secara lengkap, namun hanya berupa inisial.

Hasil data yang peneliti peroleh berupa lembar persetujuan

mengikuti penelitian, biodata, kaset rekaman dan transkip

wawancara dalam tempat khusus yang hanya bisa diakses oleh

peneliti.

4. Hak terhadap penangan yang adil. Pada penelitian ini orang tua

atau wali yang terlibat diperlakukan sama tanpa diskriminasi dan

menghormati seluruh persetujuan yang telah disepakati

bersama.

5. Hak untuk mendapatkan perlindungan dari ketidaknyamanan

dan kerugian.Selama prosedur pelaksana tindakan terjadi rasa

28
ketidaknyaman pada anak, peneliti berupaya untuk

menenangkan dengan cara memberikan waktu pada anak untuk

istirahat sampai anak itu tenang dan melanjutkan kembali

prosedur tindakan ketika anak sudah mulai tenang.

Semua prinsip-prinsip dalam penelitian ini dipenuhi dengan

pemberian informed consent oleh peneliti, dan ditanda tangani

orang tua atau wali klien sebagai bukti bahwa orang tua atau wali

klien berpartisipasi dalam proses penelitian dan telah mendapatkan

penjelasan terkait penelitian ini.

29
30
31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam BAB IV ini akan diuraikan hasil studi kasus dan

pembahasan tentang tindakan tipid sponge untuk membantu

menangani demam pada anak dengan malaria di wilayah kerja

Puskesmas Waesala.

A. Hasil Studi Kasus

Studi kasus ini dilaksanakan di Ruang Periksa dan Tindakan di

Puskesmas Waesala yang dilanjutkan di rumah subjek penelitian

yangmasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Waesala selama 5 (lima)

hari, mulai tanggal 6 – 10 Agustus 2020. Hasil penelitian studi kasus ini

diperoleh melalui wawancara dan observasi yang diisi oleh peneliti.

Sebelumnya akan dijelaskan terlebih dahulu gambaran umum situasi

lingkungan dilaksanakannya studi.

Puskesmas Waesala merupakan unsur pelaksana pemerintah

daerah di bidang Pelayanan Kesehatan, di pimpin oleh seorang

Pimpinan Puskesmas yang berada di bawah dan bertanggung jawab

kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat.

Puskesmas Waesala berlokasi di Jalan Pemuda No. 17, Negeri

Waesala, Kecamatan Huamual Belakang Kabupaten Seram Bagian

Barat, Provinsi Maluku, Indonesia. Puskesmas Waesala memiliki

beberapa ruangan salah satunya adalah Ruang Periksa dan Tindakan

31
32

yang penempatannya disatukan sehubungan keterbatasan ruangan.

Ruang Periksa dan Tindakan ini merupakan ruangan dimana peneliti

melakukan studi kasus. Di ruang Periksa terdapat dua meja, yaitu meja

periksa dan meja tindakan. Penelitian dilanjutkan di rumah subjek

penelitian, rumah Tn. RK yang terletak di RT. 003 Negeri Waesala.

Subjek studi kasus dalam penelitian ini terdiri dari 1 responden

yang diberikan tindakan tepid sponge. Pengumpulan data dengan cara

wawancara dan observasi dapat dilihat dibawah ini

1. Karakteristik Subjek Studi Kasus

Subjek studi kasus : Hasil pengumpulan data tanggal 6 Agustus

2020 pada anak Y.L, usia 10 tahun, jenis kelamin laki – laki, alamat

RT. 003 Waesala, pelajar kelas 4 SD, No. Register kunjungan :

0068/WSL, BB 28 kg, TB 128 cm.

2. Riwayat penyakit sekarang

Anak YL sejak 2 hari yang lalu mengalami demam, disertai

lemas, mual dan muntah ketika makan. Keadaan umum baik,

kesadaran compos mentis, hasil pemeriksaan pernapasan 28

x/menit, nadi 88x/menit, suhu 38,40 C

3. Tindakan tipid sponge

a. Sebelum tindakan

Sebelum dilakukan tindakan tepid sponge pada tanggal 6

Agustus 2020 hasil pemeriksaan menunjukkan anak Y.L

demam, suhu 38,40 C, disertai lemas, mual dan muntah ketika

32
33

makan. Dan sebelum melakukan tindakan tersebut meminta

keluarga untuk mengisi informed consent sebagai salah satu

persyaratan jika keluarga menyetujui tindakan tersebut.

b. Setelah dilakukan tindakan

1) Subjek studi kasus

Hari pertama : Sebelumnya anak Y.L dan orang tua

diberi penjelasan tentang metode tepid sponge atau

kompres hangat dan dilatih peneliti untuk melakukan

tindakan tersebut sampai benar pada tanggal 6 Agustus

2020 jam 10.00 WIT selama 15 menit di Puskesmas.

Setelah tindakan tersebut dilakukan demam anak turun,

suhu 37,9o C. Peneliti mengatakan metode tepid sponge

akan dilanjutkan oleh anak Y.L di rumah dan dibantu oleh

orang tua

Hari kedua : Hasil observasi terhadap tindakan tepid

sponge yang dilakukan dirumah subjek penelitian anak Y.L

pada tanggal 7 Agustus 2020 jam 16.30 WIT selama 10

menit, didapatkan keluarga anak Y.L melakukan tindakan

tepid sponge setiap kali anaknya demam dan mereka selalu

memotivasi anak agar supaya cepat sembuh. Hasil

observasi didapatkan data bahwa keluarga anak Y.L

melakukan tindakan tepid sponge dengan benar, demam

turun dengan suhu 370 C. Respon anak selama tindakan

33
34

kooperatif, dan setelah diberikan tindakan tersebut demam

mulai turun.

Hari ketiga : Hasil observasi terhadap tindakan yang

dilakukan di rumah subjek penelitian keluarga anak Y.L

tanggal 8 Agustus 2020 jam 15.00 WIT selama 15 menit

semakin mahir untuk melakukan tindakan tersebut.

Sehingga demam terus berkurang hingga suhu 36,4 o C.

Hari keempat : Hasil observasi terhadap tindakan

yang dilakukan di rumah subjek penelitian keluarga anak

Y.L tanggal 9 Agustus 2020 jam 16.00 WIT selama 15 menit

semakin mahir untuk melakukan tindakan tersebut.

Sehingga demam terus berkurang hingga suhu 36,1 o

C.Keluarga mengatakan tidak melakukan tindakan tepid

sponge karena demam sudah turun.

Hari kelima : Hasil observasi terhadap anak Y.L

tanggal 10 Agustus 2020 jam 15.00 WIT ditemukan anak

sudah tidak demam. Peneliti mengatakan bahwa ini adalah

hari terakhir kunjungan rumah untuk perawatan anak Y.L.

keluarga dan anak Y.L menyampaikan terima kasih karena

peneliti telah menolong mereka.

B. Pembahasan

Pada pengkajian yang penulis lakukan pada tanggal 6 Agustus

2020 didapat data sebagai berikut ibu klien mengatakan demam sudah

34
35

5 hari, kesadaran composmentis, akral teraba hangat, hasil

pemeriksaan pernapasan 28 x/menit, nadi 88x/menit, suhu 38,4 0 C.

Diagnosa hipertermi dijadikan prioritas pertama karena

kebutuhan keseimbangan suhu rtubuh adalah kebutuhan fisiologi

dasar yang harus dipenuhi dan merupakan masalah yang urgent harus

ditangani terlebih dahulu. Selain itu Hipertermia jika tidak ditangani

dapat menyebabkan dehidrasi yang akan mengganggu keseimbangan

elektrolit dan dapat menyebabkan kejang. Kejang berulang dapat

menyebabkan kerusakan sel otak yang dapat mengakibatkan

gangguan tingkah laku anak, serta dehidrasi yang berat dapat

menyebabkan syok dan bisa berakibat fatal hingga berujung kematian

(Wardiyah, Setiawati, & Setiawan, 2016).

Pemberian tindakan non farmakologi yang diterapkan pada

An.A dengan menerapkan inovasi melakukan kompres water tepid

sponge, bertujuan membantu menurunkan panas. Menurut penelitian

(Wardiyah, Setiawati, & Romayanti, 2016) bahwa kompres hangat

water tepid sponge dapat menurunkan suhu tubuh melalui proses

evaporasi. Evaporasi sendiri merupakan hilangnya panas dengan

proses keluarnya keringat terjadi karena dibagian kulit tersebut

menguap. Kompres water tepid sponge dilakukan kompres blok didahi,

lipatan paha, axilla, dan diusapkan keseluruh tubuh dengan

mengunakan handuk/waslap. Ini bertujuan agar mempercepat

penguapan, karena terdapat pembuluh darah besar. Dan kompres

35
36

menggunakan air hangat dapat menurunkan suhu tubuh klien. Hal ini

didukung oleh penelitian (Wardiyah, Setiawati, & Romayanti, 2016)

yang menjelaskan bahwa mekanisme tubuh terhadap kompres hangat

dalam upaya menurunkan suhu tubuh yaitu dalam pemberian kompres

hangat pada daerah tubuh akan member sinyal ke hipotalamus melalui

sum-sum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas

hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal ke

hipotalamus memulai berkeringat dan vasodilatasi. Perubahan ukuran

pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata

dari tangkai otak, dibawah pengaruh hopotalamik bagian anterior

sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan

pembuangan atau kehilangan energy atau panas melalui kulit

meningkat (berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu

tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali. Hal ini sependapat

dengan teori bahwa tubuh memiliki pusat pengaturan suhu

(thermoregulator) di Hipotalamus. Jika suhu tubuh meningkat, maka

pusat pengaturan suhu berusaha menurunkannya begitu juga

sebaliknya (Suriadi, 2010). Selain melakukan tindakan kompres water

tepid sponge, penulis juga melakukan pemantauan tanda-tanda vital

yang bertujuan untuk memantau perkembangan klien. Tanda-tanda

vital merupakan cara yang cepat dan efisien untuk memantau kondisi

klien atau mengidentifikasi masalah dan mengevaluasi respon klien

terhadap intervensi (Potter, 2007). Kemudian menganjurkan ibu klien

36
37

memberikan banyak minum pada An.A. Pada tindakan keperawatan

menganjurkan ibu klien memberikan minum banyak pada An.A

bertujuan membantu menurunkan panas dengan alasan karena air

minum merupakan usur pending tubuh yang penting dalam

linngkungan panas dan air sendiri diperlukan untuk mencegah

terjadinya dehidrasi akibat berkeringat (Asmadi, 2008).

Menurut Hasil penelitian (Wardiyah, Setiawati, & Romayanti,

2016) suhu sebelum diberikan kompres water tepid sponge dan

sesudah diketahui bahwa rerata (mean) suhu tubuh sebelum diberi

tindakan water tepid sponge adalah 38,8°C dengan standar deviasi

0,6026 dan nilai urunan sebesar 1,40 C.

Sedangkan menurut hasil penelitian dari (Isnaeni, 2008)

menyatakan kelompok perlakuan kompres water tepid sponge

dievaluasi dan suhu yang dihasilkan pada akhir mengalami penurunan

suhu berkisar antara 0.3 - 0.6 0 C. Kelompok perlakuan kompres tepid

sponge mendapatkan hasil signifikasi sebesar 0,183 berarti < 0,948.

Dengan demikian ada perbedaan penurunan suhu tubuh yang

signifikan antara suhu akhir pada kelompok kompres water tepid

sponge. Efektifitas pemberian kompres water tepid sponge dalam

penelitian ini terbukti dapat menurunkan suhu tubuh pasien.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa efektifitas

pemberian kompres water tepid sponge lebih efektif dalam

menurunkan suhu anak dengan demam disebabkan adanya tehnik

37
38

blok dan seka pada kompres water tepid sponge akan mempercepat

vasodilatasi pembuluh darah perifer diseluruh tubuh sehingga

evaporasi panas dari kulit ke lingkungan sekitarsekitar akan lebih

cepat, dibandingkan hasil yang diberikan oleh kompres hangat yang

hanya mengandalkan reaksi dari stimulasi hipotalamus.

Hasil penelitian membuktikan tindakan tepid sponge dapat

membantu menurunkan demam pada anak yang menderita malaria.

Sebelum dilakukan tindakan tepid sponge subjek penelitian mengalami

demam yang tinggi saat malaria. Setelah dilakukan tindakan tepid

sponge pada responden dapat menurunkan demam dengan

mudah.Sejalan dengan itu penelitian yang dilakukan oleh Efendi,

(2012) Tepid sponge merupakan mekanisme kerja dari tepid sponge

sama dengan kompres hangat pada umumnya, namun dengan teknik

yang sedikit dimodifikasi yaitu dengan menggabungkan teknik blok dan

seka

Kompres hangat merupakan tindakan menurunkan suhu tubuh

dengan menggunakan kain atau handuk yang telah dicelupkan pada

air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu sehingga

dapat memberikan rasa nyaman (Wardiyah, 2016).

Teknik tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu

tubuh karena kompres blok langsung dilakukan di beberapa tempat

yang memiliki pembuluh darah besar, sehingga mengakibatkan

peningkatan sirkulasi serta peningkatan tekanan kapiler. Tekanan O2

38
39

dan CO2 dalam darah akan meningkat dan pH dalam darah turun.

Tepid sponge juga dilakukan dengan cara menyeka seluruh tubuh

klien dengan air hangat (Hamid, 2011).

Teknik kompres tepid sponge dapat mempercepat vasodilatasi

pembuluh darah perifer di seluruh tubuh sehingga pengeluaran panas

dari tubuh melalui kulit lebih cepat dibandingkan teknik kompres air

hangat yang hanya pada daerah tertentu. Teknik kompres tepid

sponge lebih cepat memberikan rangsangan atau sinyal ke

hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang

peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang, sistem efektor

mengeluarkan sinyal melalui berkeringat dan vasodilatasi perifer.

Perubahan pembuluh darah diatur oleh pusat vasometer pada medulla

oblongata dari tangkai otak di bawah pengaruh hipotalamus bagian

anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Dengan terjadinya vasodilatasi

ini menyebabkan pembuangan atau kehilangan energi panas melalui

kulit meningkat (yang ditandai dengan tubuh mengeluarkan keringat),

kemudian suhu tubuh dapat menurun atau normal (Potter, 2005).

Peneliti berpendapat bahwa tindakan tepid sponge merupakan

salah satu tindakan mandiri perawat yang dapat diterapkan pada anak

yang sedang demam. Tindakan ini memudahkan keluarga untuk

menurunkan demam pada anggota keluarganya jika dilakukan dengan

benar.

39
40

C. Keterbatasan

Penyelesaian studi kasus ini tidak terlepas dari adanya

keterbatasan yang menjadi hambatan dalam penelitian studi kasus ini,

yakni :

1. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah jarak yang ditempuh

peneliti untuk sampai ke rumah responden.

2. Waktu penelitian yang cukup singkat dan dikarenakan sedang

adanya pandemi Covid-19.

40
41

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi kasus dan pembahasan yang telah

diuraikan pada BAB sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa

tindakan tepid sponge dapat membantu menurunkan demam pada

anak dengan Malaria

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dikemukan diatas, maka saran

yang dapat peneliti sampaikan antara lain :

1. Bagi anak yang menderita Malaria dan orang tua

Melakukan tindakan tepid sponge yang telah diajarkan oleh

petugas kesehatan sehingga demam menurun, sedangkan orang

tua dapat membantu dan memotivasi anak untuk melakukan

tindakan tepid sponge sebagai alternatif tindakan yang mudah.

2. Bagi puskesmas

Membuat SOP tentang tindakan tepid sponge yang

disosialisasikan bagi semua staf dan menjadi acuan dalam

menagani penurunan suhu pada anak dengan Malaria atau

gangguan termoregulasi lainnya.

41
42

3. Peneliti Selanjutnya

Hasil studi kasus ini dapat menjadi bahan pertimbangan

untuk penelitian berikut dengan desain dan variabel berbeda, dan

sampel yang lebih besar.

42
43

DAFTAR PUSTAKA

Arafah, (2017). Pengaruh Tepid Sponge Terhadap Perubahan Suhu


Tubuh Anak Usia Pra Sekolah Dan Sekolah Yang Mengalami
Demam Di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota
Pontianak. Skripsis. Universitas Tanjungpura; Pontianak.
Aris Sanjaka, 2013. Malaria Pendekatan Model Kausalitas. Nuha Medika;
Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI (2018). Hasil Utama Riskesdas. Badan Penelitian dan
Pengembangan kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Jakarta
Crowin E., 2000. Buku Patofisiologi. EGC; Jakarta
Dewi, A. K. (2016). Perbedaan Penurunan Suhu Tubuh antara Pemberian
Kompres Hangat dengan Tepid Sponge Bath pada Anak Demam.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 1(1):63-71.
Dirjen PP & PL Kemenkes RI, 2017. Buku Saku Tatalaksana Kasus
Malaria. Kementerian Kesehatan RI; Jakarta
Efendi, D. (2012). Perbedaan Efektifitas Kompres Hangat Teknik Blok
Aksila Dengan Kompres Hangat Tepid Sponge Terhadap
Penurunan Suhu Pada Anak Dengan Demam Di Ruang Anak
RSUD. Dr. Soebandi Jember dan Dr. H. Koesnadi Bondowoso.
The Indonesian Journal Of Health Science, 3(1):50-59.
Hamid, M.A., (2010). Keefektifan kompres tepid sponge yang dilakukan
ibu dalam menurunkan demam pada anak di Puskesmas
Mumbulasari Kabupaten Jember; Randomized Control Trial.
Tesis. Universitas Sebelas Maret; Surakarta.
Mahdiyah, D., & RAHMAN, R. T. A. (2015). Perbedaan Efektifitas
Kompres Hangat Basah Dan Plester Kompres Terhadap
Penuruan Suhu Tubuh Anak Demam Typhoid. Dinamika
Kesehatan Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan, 6(1), 35-47.
Lewar, E.I., (2016). Asuhan Keperawatan Malaria dengan Pendekatan
Proses Keperawatan Di Puskesmas Melolo Kabupaten Sumba
Timur. Jurnal poltekkes Kemenkes Kupang.
Potter & Perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. EGC,
jakarta Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI,
2016. Malaria. Pusdatin; Jakarta.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. DPP PPNI; Jakarta

43
44

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. DPP PPNI; Jakarta
Rudolph, Abraham M. 2006. Buku Ajar Pediatric RUDOLPH volume 1
Edisi 20. EGC; Jakarta
Rosdahl, C.B & Kowalski, M.T. 2008. Textbook of basic nursing.
Philadelphia: Wolters Kluwer health
Setiawati (2009). Pengaruh tepid sponge terhadap penurunan suhu tubuh
dan kenyamanan pada anak usia prasekolah dan sekolah yang
mengalami demam di Ruang Perawatan Anak Rumah Sakit
Muhammadiyah Bandung. Tesis. Magister Keperawatan:
Universitas Indonesia
Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.
Balai Penerbit FKUI; Jakarta.
Suntari et al. 2019. Pengaturan Suhu Tubuh dengan Metode Tepid Water
Sponge dan Kompres Hangat pada Balita Demam. Jurnal
Kesehatan. Volume 10, Nomor 1, April 2019. ISSN 2086-7751
(Print), ISSN 2548-5695 (Online) http://ejurnal.poltekkes-
tjk.ac.id/index.php/JK
Watmanlusy E, Raharjo M., dan Nurjazuli N, (2019) "Analisis Karakteristik
Lingkungan Spasial dan Dinamika Kepadatan Anopheles sp.
Pengaruhnya terhadap Kejadian Malaria di Kecamatan Seram
Barat Kabupaten Seram Bagian Barat Maluku," Jurnal Kesehatan
Lingkungan Indonesia. Volume 18, nomor 1, hlm. 12-
18. https://doi.org/10.14710/jkli.18.1.12-18
WHO, 2020. Malaria. Diunduh pada tanggal 14 januari 2020 dari
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/malaria diakses
pada tanggal 17 juni 2020
Widoyono, 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, penularan, pencegahan,
dan pemberantasannya. EGC; Jakarta

44
45

LANGKAH – LANGKAH PENGUMPULAN DATA

1. Langkah pertama yaitu memilih responden sesuai dengan kriteria

inklusi dan kriteria eksklusi.

2. Yang kedua memberi penjelasan untuk mengikuti penelitian kepada

subjek penelitian dengan persetujuan surat penelitian (PSP).

3. Yang ketiga meminta subjek penelitian menandatangani informed

consent (persetujuan menjadi partisipan).

4. Yang keempat membagikan kuesioner pada subjek penelitian untuk

diisi.

5. Setelah itu, mengobservasi pengetahuan awal subjek penelitian.

6. Selanjutnya melakukan Tindakan Keperawatan Tepid Sponge Pada

Anak.

7. Setelah penyuluhan selesai dilakukan, bagikan kembali kuesioner

pada subjek penelitian untuk kemudian diisi.

8. Setelah itu, mengobservasi pengetahuan akhir subjek penelitian.

9. Penelitian dilakukan selama 5 hari.

45
46

PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN


Persetujuan Surat Penelitian (PSP)

1. Saya adalah Peneliti berasal dari Program Studi Keperawatan Masohi


dengan ini meminta anda untuk berpartisipasi dengan suka rela dalam
penelitian yang berjudul asuhan keperawatan dengan prosedur tepid
sponge pada anak dengan malaria di Wilayah Kerja Puskesmas
Waesala, Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku Tahun
2020.
2. Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan asuhan keperawatan
dengan prosedur tepid sponge pada anak untuk menurunkan demam
pada pasien Malaria paru di Wilayah Kerja Puskesmas Waesala.
3. Prosedur pengambilan bahan data dengan cara wawancara dan
observasi yang akan berlangsung lebih kurang 20-45 menit. Cara ini
mungkin menyebabkan ketidaknyamanan tetapi anda tidak perlu
khawatir karena penelitian ini untuk kepentingan pengembangan
asuhan/pelayanan keperawatan.
4. Keuntungan yang anda peroleh dalam keikutsertaan anda pada
penelitian ini adalah anda turut terlibat aktif mengikuti perkembangan
asuhan/tindakan yang diberikan.
5. Nama dan jati diri anda beserta seluruh informasi yang saudara
sampaikan akan tetap dirahasiakan.
6. Jika saudara membutuhkan informasi sehubungan dengan penelitian
ini, silahkan menghubungi peneliti pada nomor Hp : 085243542829

Peneliti

Anita F. Hutubessy
P07120320190206

46
47

INFORMED CONSENT

(Persetujuan Menjadi Partisipan)

Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa saya


telah mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai
penelitian yang akan dilakukan oleh Anita F. Hutubessy
P07120320190206 dengan judul “Asuhan Keperawatan Dengan
Prosedur Tepid Sponge Pada Anak Dengan Malaria di Wilayah Kerja
Puskesmas Waesala, Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku
Tahun 2020.”.

Waesala,.............................. 2020
Yang Memberikan
Persetujuan

....................................................
Saksi

........................................

Waesala, ........................... 2020


Peneliti

Anita F. Hutubessy
NIM. P07120320190206

47
48

LAMPIRAN 1

LEMBAR ASSESMENT AWAL

A. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama : ………………………………

2. Umur : ………………………………

3. Jenis Kelamin :

B. KELUHAN UTAMA : ………………………………

C. KONDISI KESEHATAN ANAK SAAT INI: ………………………………

D. RIWAYAT KESEHATAN ANAK

1. Lamanya sakit :

……………………………………………..

2. Pengobatan yang diterima :

……………………………………………

3. Waktu pemberian obat : ……………………………………………….

E. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

2. Apakah anak pernah menderita malaria sebelumnya : YA / TIDAK

3. Apakah anak pernah mendapatkan obat malaria : YA / TIDAK

F. RIWAYAT BERPERGIAN KE DAERAH ENDEMIS: YA / TIDAK

Jika YA : sebutkan daerahnya …………………………….

48
49

LAMPIRAN 2

LEMBAR OBSERVASI & EVALUASI

A. KEADAAN UMUM
1. Sebelum dilakukan tindakan: …………………………
2. Setelah dilakukan tindakan: ………………………….
B. TANDA-TANDA VITAL (sebelum dan setelah tindakan)

TANDA-TANDA VITAL SEBELUM SETELAH


TINDAKAN TINDAKAN
Suhu (0C)

Nadi (x/mnt)

Respirasi (x/mnt)

Tekanan Darah (mmHg)

C. DATA FOKUS
2. Pemeriksaan Kulit
a. Inspeksi : Warna kulit wajah
1) Sebelum tindakan :……………………..
2) Setelah tindakan : ……………………..
b. Palpasi : Kulit dan Akral,
1) Sebelum tindakan :……………………..
2) Setelah tindakan : ……………………..
3. Pemeriksaan Mulut (keadaan mukosa bibir):
1) Sebelum tindakan :……………………..
2) Setelah tindakan : ……………………..

49
50

LAMPIRAN 3

PROSEDUR TINDAKAN TEPID SPONGE PADA ANAK


(Rosdahl, C.B & Kowalski, M.T. 2008 dalam Setiawati, 2009)

A. Tahap persiapan
1. Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga cara tepid sponge
2. Persiapan alat:
a. Ember atau Waskom tempat air
b. Air hangat (30 oC – 35 oC)
c. Lap mandi atau washlap 6 buah
d. Handuk mandi 1 buah
e. Selimut mandi 1 buah
f. Perlak besar 1 buah
g. Thermometer
h. Arloji
i. Selimut tidur 1 buah
B. Tahap Pelaksanaan
1. Beri kesempatan anak untuk menggunakan urinal atau pispot sebelum tepid
sponge
2. Ukur nadi dan pernapasan
3. Ukur dan catat suhu tubuh anak sebelum dilakukan tepid sponge
4. Catat jenis dan waktu pemberian antipiretik
5. Buka seluruh pakaian pasien, alasi tubuh pasien dengan perlak
6. Tutup tubuh klien dengan handuk mandi, kemudian basahkan wash lap atau lap
mandi letakkan lap mandi di dahi, aksila dan pangkal paha. Lap ekstermitas
selama 5 menit, punggung dan bokong selama 10 – 15 menit. Lakukan melap
tubuh klien selama 20 menit.
7. Pertahankan suhu air (35⁰C).
8. Apabila wash lap mulai mengering maka rendam kembali dengan air hangat lalu
ulangi tindakan seperti diatas.
9. Hentikan prosedur tindakan jika anak kedinginan atau menggigil atau segera
setelah suhu tubuh anak mendekati normal (37,5 oC)
10. Keringkan tubuh anak dengan handuk mandi
11. Pakaikan anak, baju yang tipis dan mudah menyerap keringat
12. Selimuti anak dengan selimut tidur
13. Ukur dan catat suhu tubuh anak setelah tindakan
14. Dokumentasikan hasil pengukuran sebelum dan setelah dilakukan tindakan

50
51

DOKUMENTASI

51
52

52
53

53

Anda mungkin juga menyukai