Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURATAN DENGAN GANGGUAN


SISTEM KARDIOVASKULER : SNAKE BITE

Tugas Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Stase Gawat Darurat


Dosen Pengampu : Roheman, M. Kep

Disusun Oleh :

Amrina Rosyada

(190721040)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas tentang “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Klien Dengan
SNAKE BITE” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa
ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam
semesta.

Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas Stase
Gawat Darurat dengan judul “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Klien Dengan
SNAKE BITE”.

Kami menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia, apabila ada kesalahan dalam
penulisan makalah ini. Segala saran baik masukan maupun kritikan sangat kami harapkan.
Apabila saran, masukan dan kritikan tersebut sifatnya dapat membangun dan sekaligus dapat
melengkapi segala kekurangan yang ada pada tugas ini.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat dan menambah wawasan serta memperluas
pengetahuan bagi kita semua. AminYaRabbal’alamin.

Cirebon, Juli 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum....................................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus...................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Snake Bite.....................................................................................................4
2.2 Etiologi Snake Bite.....................................................................................................4
2.3 Patofisiologi Snake Bite.............................................................................................6
2.4 Derajat Gigitan Ular...................................................................................................6
2.5 Menifestasi Klinis.......................................................................................................7
2.6 Pemeriksaan Penunjang Snake Bite...........................................................................9
2.7 Penatalaksanaan Snake Bite.......................................................................................9
2.8 Komplikasi Snake Bite.............................................................................................10
BAB III LAPORAN KASUS
3.1 Pengkajian................................................................................................................11
3.2 Diagnos Keperawatan...............................................................................................13
3.3 Intervensi Keperawatan............................................................................................13
BAB V PENUTUP
4.1 Kesimpulan ..............................................................................................................31
4.2 Saran ........................................................................................................................32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat
menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian kecil racun
bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa mempunyai efek pada hampir setiap
organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat
meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan.
Insiden kira – kira 8000 orang terkena gigitan ular berbisa setiap tahun di
Amerika Serikat, dengan lebih 98% dari gigitan mengenai ekstremitas. Sejak tahun
1960,  rata- rata 14 korban setiap tahun meninggal di Amerika Serikat karena gigitan ular,
dengan 70% kebanyakan di lima daerah serikat termasuk Texas, Georgia, Florida,
Alabama, dan California Selatan.
Bisa dari ular berbisa mengandung hialuronidase, yang menyebabkan bisa dapat
menyebar dengan cepat melalui jaringan limfatik superfisisal. Toksin lain yang
terkandung dalam bisa ular, antara lain neurotoksin, toksin hemoragik dan trombogenik,
toksin hemolitik, sitotoksin, dan antikoagulan.
Ular berbisa dibandingkan ular tak berbisa pit viper dinamakan demikian karena
memiliki ciri lekukan yang sensitif terhadap panas terletak antara mata dan lubang hidung
pada tiap sisi kepala. Pit viper juga memiliki pupil berbentuik elips, berlainan dengan
pupil bulatyang memiliki ular jenis tak bebahaya. Sebaliknya, ular karang memiliki pupil
bulat dan sedikit lekukan pada muka. Pit viper memiliki gigi taring panjang dan sederet
gigi subkaudal. Ular tak berbisa banyak memiliki gigi dibanding dengan taring dan
mempunyai dua deret gigi subkaudal. Untuk membedakan ular karang berbisa dengan
ular lain yang mirip warnanya, harus diingat bahwa ular karang memiliki hidung

1
berwarna hitam dan memiliki juga guratan cincin warna merah yang berdampingan
dengan warna kuning.
Prinsip Pertolongan Pertama pada korban gigitan ular adalah, meringankan sakit,
menenangkan pasien dan berusaha agar bisa ular tidak terlalu cepat menyebar ke seluruh
tubuh sebelum dibawa ke rumah sakit. Pada beberapa tahun yang lalu penggunaan
torniket dianjurkan. Seiring berkembangannya ilmu pengetahuan kini dikembangkan
metode penanganan yang lebih baik yakni metode pembalut dengan penyangga. Idealnya
digunakan pembalut dari kain tebal, akan tetapi jika tidak ada dapat juga digunakan
sobekan pakaian atau baju yang disobek menyerupai pembalut. Metode ini
dikembangkan setelah dipahami bahwa bisa menyebar melalui pembuluh limfa dari
korban. Diharapkan dengan membalut bagian yang tergigit maka produksi getah bening
dapat berkurang sehingga menghambat penyebaran bisa sebelum korban mendapat
ditangani secara lebih baik di rumah sakit

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah definisi gigitan ular ?
2. Bagaimana etiologi gigitan ular?
3. Bagaimana patofisiologi gigitan ular ?
4. Apa manifestasi klinis gigitan ular ?
5. Bagaimana penatalaksanaan gigitan ular ?
6. Bagaimana Web Of Cause gigitan ular?
7. Bagimana asuhan keperawatan gigitan ular ?

1.3 TUJUAN

1. Tujuan Umum
Memahami dan memberikan asuhan keperwatan pada klien dengan gigtan ular
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang definisi gigtan ular
b. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi gigtan ular
c. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang patofisiologi gigtan ular

2
d. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi Klinis gigtan ular
e. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan gigtan ular
f. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Web of Cause gigtan ular
g. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asuhan keperawatan gigtan ular

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Snake Bite adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa. Racun
ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun binatang adalah
merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan
beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian kecil racun bersifat spesifik
terhadap suatu organ, beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-
kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan
keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana
binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan
melumpuhkan mangsanya, sering kali mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat
defensive dan bertujuan mengusir predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak
lebih sedikit jaringan
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa
dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah
yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan
bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian
bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi
tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas
enzimatik.

2.2 Etiologi
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae.
Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan pendarahan. Banyak
bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang

4
tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam
waktu 8 jam.

Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut
(hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya
perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar
luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-
tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran
dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan
melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa
ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan
sel-sel otot.
d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya
kardiovaskuler.
f. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
gigitan.
g. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bias

5
2.3 Patofisiologi
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik tersebut
menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai system. Seperti,
sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang
berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada saluran
pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas.
Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang dapat
mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan dapat mengakibatkan syok
hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal napas.

2.4 Derajat gigitan ular


a. Derajat 0
- Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
- Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
b. Derajat I
- Bekas gigitan 2 taring
- Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm
- Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
c. Derajat II
- Sama dengan derajat I
- Petechie, echimosis
- Nyeri hebat dalam 12 jam
d. Derajat III
- Sama dengan derajat I dan II
- Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
e. Derajat IV
- Sangat cepat memburuk

6
2.5 Manifestasi klinis
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan
ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena
darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa,
yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan
5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan
otot), pulselesness (denyutan).
Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :

a. Gigitan Elapidae
Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai,
coral snakes, mambas, kraits), cirinya:
1) Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku
pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
2) Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
3) 15 menit setelah digigit ular  muncul gejala sistemik. 10 jam muncul paralisis
urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah
menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah,
pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan kematian dapat terjadi dalam 24
jam.
b. Gigitan Viperidae/Crotalidae
Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
1) Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di
dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
2) Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.
3) Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam
waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
c. Gigitan Hydropiidae

7
Misalnya, ular laut, cirinya:
1) Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
2) Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri
menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria
yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal
rusak, henti jantung.
d. Gigitan Crotalidae
Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
1) Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di
daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae
antivenin.
2) Anemia, hipotensi, trombositopeni.

Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori:

a. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan rasa
sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan dapat
berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan
sekitar sisi gigitan luka.
b. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat
menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ abdomen.
Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau luka
yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan
kematian.
c. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada sistem
saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat menghentikan
otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat perawatan. Awalnya,
korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.
d. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa
elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa area
tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba
menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.

8
e. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata korban,
menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada mata.

2.6 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah


lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah, BUN dan
elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah
merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.

2.7 Penatalaksanaan

a. Prinsip penanganan pada pasien gigitan ular:


1) Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
2) Menetralkan bisa.
3) Mengobati komplikasi.
b. Pertolongan pertama :
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari
pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip RIGT,
yaitu:
R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban,
kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat
menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.
I:  Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak
berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang, lakukan
tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar gigitan (tangan atau
kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan).
G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T:  Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul  ada
korban.
c. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):
Balut tekan pada kaki:

9
1) Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
2) Keringkan sekitar luka gigitan.
3) Gunakan pembalut elastis.
4) Jaga luka lebih rendah dari jantung.
5) Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik ke atas.
6) Biarkan jari kaki jangan dibalut.
7) Jangan melepas celana atau baju korban.
8) Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai menghambat
aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap pink).
9) Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.
Balut tekan pada tangan:
1) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).
2) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.
3) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.
4) Pasang papan sebagai fiksasi.
5) Gunakan mitela untuk menggendong tangan.

2.8 Komplikasi

a. Syok hipovolemik
b. Edema paru
c. Kematian
d. Gagal napas

10
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

KASUS

Tn.A 37 tahun masuk rumah sakit tgl 13 April 2015, sebelumnya penderita pada
pukul 12.30 WIB digigit ular di tungkai kiri, dibawa ke RSUD Kebumen jam 13.00 WIB.
Penderita mengeluh : sesak nafas, terasa panas, nyeri, badan kaku semua dan kaki
bengkak. Nyeri kepala (-), mual dan muntah (-). Px TTV di IGD : S : 36,9 derajat C, TD :
130/80, N : 78/menit, RR : 34  x/menit.

A. Identitas Pasien

Nama : Tn.A

Umur: 37 tahun

Alamat: Kebumen

Jenis Kelamin  : L

Pekerjaan         : Tani

Pendidikan      : SMP

Keluhan Utama : Klien mengatakan sesak nafas.

Riwayat Kesehatan Sekarang : klien datang ke IGD pada tanggal 13 April 2015 jam
13.00 WIB, dengan di bawa oleh tetangganya, klien mengatakan tungkai kirinya digigit
ular, setelah itu klien merasakan sesak nafas,  terasa panas, nyeri, badan kaku semua dan

11
kaki bengkak, tampak kebiruan. dan tiba-tiba terjatuh. Di rumah kaki klien sudah diikat
dengan menggunakan kain diatas luka gigitan ular tersebut. Lalu klien langsung dibawa
ke RS. Hasil pemeriksaan TTV : TD : 90/60 mmHg, N : 78 x/menit, RR : 34 x/menit, S :
36,9 derajat C.GCS E3V3M5 di IGD terpasang infus NaCl 0,9 % 30 Tpm.Riwayat
Kesehatan Dahulu : Klien sebelumnya tidak menderita sakit apapun.

Riwayat Kesehatan Keluarga : klien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang
menderita penyaki t menular atau menurun seperti, DM, hepatitis, TBC, Hipertensi, dll

B. Pengkajian Primary Survey


    

1. Airway : tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada sputum, tidak ada darah.
2. Breathing : klien mengalami sesak nafas, penggunaan otot bantu pernafasan, RR =
32 x/menit, pengembangan dada simetris, suara nafas vesikuler.
3. Circulation : ada perdarahan di tungkai kiri karena gigitan ular, N = 52x/menit,
akral dingin, CRT >3 detik, sianosis.
4. Disability : kesadaran somnolent (E3V3M5), pupil isokor (2mm).
5. Exposure : terdapat perdarahan pada luka gigitan ular, adanya edema pada luka,
memar.
C. Pengkajian secondary survey
1. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : meochepal, rambut bersih,  tidak beruban.
b. Mata : ishokor  (2 mm), reaksi cahaya +, konjungtiva tidak anemis.
c. Hidung : simetris, tidak ada polip, bersih.
d.  Telinga : bentuk simetris kanan kiri, tidak terdapat serumen, bersih
e. Mulut : mukosa bibir lembab, simetris.
f. Leher : penggunaan otot bantu pernafasan (sternokleidomastoidius), tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid.
g. Dada :
a) Paru-paru : Inspeksi : pengembangan dada simetris, tidak ada jejas
Palpasi : vocal fremitus teraba kanan kiri.
Perkusi : sonor
Auskultasi : Vesikuler, bronchovesikuler, bronchial.
b) Jantung : Inspeksi :  ictus kordis tidak tampak

12
Palpasi : teraba ictus kordis di SIC V dan VI
Perkusi : Pekak
Auskultasi : terdengar bunyi S1 dan S2
c) Abdomen : Inspeksi : simetris, tidak ada luka
Auskultasi : peristaltic usus 6x/menit
Perkusi : Thympani
Palpasi : tidak ada pembesaran hepar, tidak ada massa.
d) Ekstremitas :
Ekstremitas atas : terpasang infus NaCl 0,9 % di tangan dextra, tidak ada
edema
Ekstremitas bawah : Akral dingin, bengkak pada luka gigitan, kekakuan otot
kaki dextra, nyeri pada luka.
D. DIAGNOSA
a. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.
b. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk
mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.
E. INTERVENSI
Diagnosa I :
Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Menunjukkan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal,
bebas dispnea/sianosis.

Intervensi:

1. Pertahankan jalan napas klien.


Rasional: Meningkatkan ekspansi paru-paru.

2. Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan.


Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan sirkulasi
endotoksin.

13
3. Auskultasi bunyi napas.
Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan
indikator dari kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.
4. Sering ubah posisi.
Rasional: Bersihan pulmonal yang baik sangat diperlukan untuk mengurangi
ketidakseimbangan ventelasi/perfusi.
5. Berikan O2 melalui cara yang tepat, misal masker wajah.
Rasional: O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan
pengeringan saluran pernapasan dan menurunkan viskositas sputum.

Diagnosa II :
Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, menunjukkan ekspresi wajah/postur
tubuh tubuh rileks, berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi:

1. Kaji tanda-tanda vital.


Rasional: Mengetahui keadaan umum klien, untuk menentukan intervensi
selanjutnya.
2. Kaji karakteristik nyeri.
Rasional: Dapat menentukan pengobatan nyeri yang pas dan mengetahui
penyebab nyeri.
3. Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
Rasional: Membuat klien merasa nyaman dan tenang.
4. Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri.
Rasional: Menurunkan spasme otot.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
Rasional: Memblok lintasan nyeri sehingga berkurang dan untuk membantu
penyembuhan luka.

14
Diagnosa III :
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk
mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu bebas eksudat purulen dan tidak demam.
Intervensi:
1. Kaji tanda-tanda infeksi.
Rasional: Sebagai diteksi dini terjadinya infeksi.
2. Lakukan tindakan keperawatan secara aseptik dan anti septik.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang dan mencegah terpajan pada organisme
infeksius.
3. Ingatkan klien untuk tidak memegang luka dan membasahi daerah luka.
Rasional: Mencegah kontaminasi luka.
4. Ajarkan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
5. Periksa luka setiap hari, perhatikan/catat perubahan penampilan, bau luka.
Rasional: Mengidentifikasi adanya penyembuhan (granulasi jaringan) dan
memberikan deteksi dini infeksi luka.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik.
Rasional: Untuk menghindari pemajanan kuman.

15
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Prinsip Pertolongan Pertama pada korban gigitan ular adalah, meringankan sakit,
menenangkan pasien dan berusaha agar bisa ular tidak terlalu cepat menyebar ke seluruh
tubuh sebelum dibawa ke rumah sakit. Pada beberapa tahun yang lalu penggunaan
torniket dianjurkan. Seiring berkembangannya ilmu pengetahuan kini dikembangkan
metode penanganan yang lebih baik yakni metode pembalut dengan penyangga. Idealnya
digunakan pembalut dari kain tebal, akan tetapi jika tidak ada dapat juga digunakan
sobekan pakaian atau baju yang disobek menyerupai pembalut. Metode ini
dikembangkan setelah dipahami bahwa bisa menyebar melalui pembuluh limfa dari
korban. Diharapkan dengan membalut bagian yang tergigit maka produksi getah bening
dapat berkurang sehingga menghambat penyebaran bisa sebelum korban mendapat
ditangani secara lebih baik di rumah sakit
4.2 Saran
Segera bawa ke rumah sakit atau puskesmas terdekat. Informasikan kepada dokter
mengenai penyakit yang diderita pasien seperti asma dan alergi pada obat – obatan
tertentu, atau pemberian antivenom sebelumnya. Ini penting agar dokter dapat
memperkirakan kemungkinan adanya reaksi dari pemberian antivenom selanjutnya.

16

Anda mungkin juga menyukai