Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

PADA GIGITAN ULAR

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat III
Dosen Pengampu :

Disusun Oleh
Kelompok 1 :
1. Agung Aris Prasetyo ST182001 6. Arofi Sasanti ST182006

2. Alfi Winardyanto ST182002 7. Artha Tri Handayani ST182007

3. Angga Arinda Tri M.N ST182003 8. Ary Muslikah ST182008

4. Ans Evi Irawati ST182004 9. Christian Candra P ST182009

5. Aris Subiyantoro ST182005 10. Diajeng Ayu S.W ST182011

PROGRAM TRANSFER PRODI SARJANA KEPERAWATAN


S T I K E S K U S U M A H U S A D A SURAKARTA
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA GIGITAN ULAR”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.

Surakarta, Januari 2020


DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 4
A. Definisi ........ ...................................................................................... 4
B. Etiologi ........ ..................................................................................... 5
C. Patiologi ........ ..................................................................................... 6
D. Manifestasi Klinis ........ ...................................................................... 7
E. Penatalaksanaan ........ ......................................................................... 9
F. Web Of Couse Gigitan Ular ........ ...................................................... 9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................... 12
A. Pengkajian ..................................................................................... 12
B. Analisa Data .................................................................................. 14
C. Diagnosa ........ .............................................................................. 14
D. Intervensi ........ .............................................................................. 14
BAB IV PENTUTP ....................................................................................... 19
A. Kesimpulan .................................................................................... 19
B. Saran .............................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 20
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun
binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda
yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan
keparahan racun yang bersangkutan.
Insiden kira – kira 8000 orang terkena gigitan ular berbisa setiap tahun di
Amerika Serikat, dengan lebih 98% dari gigitan mengenai ekstremitas. Sejak
tahun 1960, rata- rata 14 korban setiap tahun meninggal di Amerika Serikat
karena gigitan ular, dengan 70% kebanyakan di lima daerah serikat termasuk
Texas, Georgia, Florida, Alabama, dan California Selatan.
Bisa dari ular berbisa mengandung hialuronidase, yang menyebabkan
bisa dapat menyebar dengan cepat melalui jaringan limfatik superfisisal.
Toksin lain yang terkandung dalam bisa ular, antara lain neurotoksin, toksin
hemoragik dan trombogenik, toksin hemolitik, sitotoksin, dan antikoagulan.
Ular berbisa dibandingkan ular tak berbisa pit viper dinamakan demikian
karena memiliki ciri lekukan yang sensitif terhadap panas terletak antara mata
dan lubang hidung pada tiap sisi kepala. Pit viper juga memiliki pupil
berbentuik elips, berlainan dengan pupil bulatyang memiliki ular jenis tak
bebahaya. Sebaliknya, ular karang memiliki pupil bulat dan sedikit lekukan
pada muka. Pit viper memiliki gigi taring panjang dan sederet gigi subkaudal.
Ular tak berbisa banyak memiliki gigi dibanding dengan taring dan
mempunyai dua deret gigi subkaudal. Untuk membedakan ular karang berbisa
dengan ular lain yang mirip warnanya, harus diingat bahwa ular karang
memiliki hidung berwarna hitam dan memiliki juga guratan cincin warna
merah yang berdampingan dengan warna kuning.
Prinsip Pertolongan Pertama pada korban gigitan ular adalah,
meringankan sakit, menenangkan pasien dan berusaha agar bisa ular tidak
terlalu cepat menyebar ke seluruh tubuh sebelum dibawa ke rumah
sakit. Pada beberapa tahun yang lalu penggunaan torniket dianjurkan. Seiring
berkembangannya ilmu pengetahuan kini dikembangkan metode penanganan
yang lebih baik yakni metode pembalut dengan penyangga. Idealnya
digunakan pembalut dari kain tebal, akan tetapi jika tidak ada dapat juga
digunakan sobekan pakaian atau baju yang disobek menyerupai pembalut.
Metode ini dikembangkan setelah dipahami bahwa bisa menyebar melalui
pembuluh limfa dari korban. Diharapkan dengan membalut bagian yang
tergigit maka produksi getah bening dapat berkurang sehingga menghambat
penyebaran bisa sebelum korban mendapat ditangani secara lebih baik di
rumah sakit

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah definisi gigitan ular ?
2. Bagaimana etiologi gigitan ular?
3. Bagaimana patofisiologi gigitan ular ?
4. Apa manifestasi klinis gigitan ular ?
5. Bagaimana penatalaksanaan gigitan ular ?
6. Bagaimana Web Of Cause gigitan ular?
7. Bagimana asuhan keperawatan gigitan ular ?

1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Memahami dan memberikan asuhan keperwatan pada klien dengan gigtan
ular
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang definisi gigtan ular
b. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi gigtan ular
c. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang patofisiologi gigtan ular
d. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi Klinis gigtan ular
e. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan gigtan ular
f. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Web of Cause gigtan ular
g. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asuhan keperawatan gigtan ular
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular
berbisa. Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa.
Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang
berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada
manusia. Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu
organ, beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang
pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat
meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun
tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut
bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali
mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan
mengusir predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit
jaringan
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan
mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa
tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar
khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi
kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di
belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi
merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas
enzimatik.
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya
toksin bisa ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang
dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ; beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan
keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari
bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif
yang bertujuan melumpuhkan mangsanya;sering kali mengandung factor
letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator; racun
bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan.

2.2 Etiologi
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan
Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan
pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap
dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae
tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam.
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan
jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga
sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus
pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada
selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel
saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf
tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-
biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya
mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan
saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular
keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan
maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan
hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot
jantung.
e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskuler.
f. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan
pada tempat gigitan.
g. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bias

2.3 Patofisiologi
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik
tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai
system. Seperti, sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf
yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan
oedem pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk
bernapas.
Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah
yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan
dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang
dapat mengakibatkan gagal napas.

2.4 Derajat gigitan ular


a. Derajat 0
1) Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
2) Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
b. Derajat I
1) Bekas gigitan 2 taring
2) Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm
3) Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
c. Derajat II
1) Sama dengan derajat I
2) Petechie, echimosis
3) Nyeri hebat dalam 12 jam
d. Derajat III
1) Sama dengan derajat I dan II
2) Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
e. Derajat IV
1) Sangat cepat memburuk

2.5 Manifestasi klinis


Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua
gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis
(kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular
berbisa, yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan
5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (matirasa), paralysis
(kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).
Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :
a. Gigitan Elapidae
Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular
cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya:
1) Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang
berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
2) Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
3) 15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam
muncul paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga
sukar bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit
kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar
mulut dan kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
b. Gigitan Viperidae/Crotalidae
Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
1) Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa
bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
2) Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.
3) Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut
dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
c. Gigitan Hydropiidae
Misalnya, ular laut, cirinya:
1) Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
2) Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri
menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot,
mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini
penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.
d. Gigitan Crotalidae
Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
1) Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis,
nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian
polivalen crotalidae antivenin.
2) Anemia, hipotensi, trombositopeni.
Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa
kategori:
a. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra
menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat
membengkak hebat dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular
kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.
b. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia
dapat menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-
organ abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah
spontan dari mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol
dapat menyebabkan syok atau bahkan kematian.
c. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung
pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama
secara cepat menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian
sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah
visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan kesemutan.
d. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan
beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian
otot di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat
menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat
menyebabkan gagal ginjal.
e. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai
mata korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan
sementara pada mata.

2.6 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel
darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin,
waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar
gula darah, BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan
pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan
waktu retraksi bekuan.

2.7 Penatalaksanaan
a. Prinsip penanganan pada pasien gigitan ular:
1) Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
2) Menetralkan bisa.
3) Mengobati komplikasi.
b. Pertolongan pertama :
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi
segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya
lakukan prinsip RIGT, yaitu:
R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan
korban, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun
akan lebih cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik
karena kaget.
I: Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban
untuk tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan
medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation)
pada daerah sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure
immobilization (balut tekan).
G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang
muncul ada korban.
c. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):
Balut tekan pada kaki:
1) Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
2) Keringkan sekitar luka gigitan.
3) Gunakan pembalut elastis.
4) Jaga luka lebih rendah dari jantung.
5) Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki
naik ke atas.
6) Biarkan jari kaki jangan dibalut.
7) Jangan melepas celana atau baju korban.
8) Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai
menghambat aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang
tetap pink).
9) Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.
Balut tekan pada tangan:
1) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).
2) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.
3) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.
4) Pasang papan sebagai fiksasi.
5) Gunakan mitela untuk menggendong tangan.

2.8 Komplikasi
1. Syok hipovolemik
2. Edema paru
3. Kematian
4. Gagal napas
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
KASUS
Tn.A 37 tahun masuk rumah sakit tgl 13 April 2015, sebelumnya
penderita pada pukul 12.30 WIB digigit ular di tungkai kiri, dibawa ke RSUD
Kebumen jam 13.00 WIB. Penderita mengeluh : sesak nafas, terasa panas,
nyeri, badan kaku semua dan kaki bengkak. Nyeri kepala (-), mual dan
muntah (-). Px TTV di IGD : S : 36,9 derajat C, TD : 130/80, N : 78/menit,
RR : 34 x/menit.
A. Identitas Pasien
Nama : Tn.A
Umur : 37 tahun
Alamat : Kebumen
Jenis Kelamin : L
Pekerjaan : Tani
Pendidikan : SMP
Keluhan Utama : Klien mengatakan sesak nafas.
Riwayat Kesehatan Sekarang : klien datang ke IGD pada tanggal 13 April
2015 jam 13.00 WIB, dengan di bawa oleh tetangganya, klien mengatakan
tungkai kirinya digigit ular, setelah itu klien merasakan sesak nafas, terasa
panas, nyeri, badan kaku semua dan kaki bengkak, tampak kebiruan. dan tiba-
tiba terjatuh. Di rumah kaki klien sudah diikat dengan menggunakan kain
diatas luka gigitan ular tersebut. Lalu klien langsung dibawa ke RS. Hasil
pemeriksaan TTV : TD : 90/60 mmHg, N : 78 x/menit, RR : 34 x/menit, S :
36,9 derajat C.GCS E3V3M5 di IGD terpasang infus NaCl 0,9 % 30
Tpm.Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien sebelumnya tidak menderita sakit
apapun.
Riwayat Kesehatan Keluarga : klien mengatakan dalam keluarga tidak ada
yang menderita penyaki t menular atau menurun seperti, DM, hepatitis, TBC,
Hipertensi, dll
B. Pengkajian Primary Survey
1. Airway : tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada sputum, tidak ada
darah.
2. Breathing : klien mengalami sesak nafas, penggunaan otot bantu
pernafasan, RR = 32 x/menit, pengembangan dada simetris, suara nafas
vesikuler.
3. Circulation : ada perdarahan di tungkai kiri karena gigitan ular, N =
52x/menit, akral dingin, CRT >3 detik, sianosis.
4. Disability : kesadaran somnolent (E3V3M5), pupil isokor (2mm).
5. Exposure : terdapat perdarahan pada luka gigitan ular, adanya edema pada
luka, memar.
C. Pengkajian secondary survey
1. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : meochepal, rambut bersih, tidak beruban.
b. Mata : ishokor (2 mm), reaksi cahaya +, konjungtiva tidak anemis.
c. Hidung : simetris, tidak ada polip, bersih.
d. Telinga : bentuk simetris kanan kiri, tidak terdapat serumen, bersih
e. Mulut : mukosa bibir lembab, simetris.
f. Leher : penggunaan otot bantu pernafasan (sternokleidomastoidius),
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
g. Dada :
a) Paru-paru : Inspeksi : pengembangan dada simetris, tidak ada jejas
Palpasi : vocal fremitus teraba kanan kiri.
Perkusi : sonor
Auskultasi : Vesikuler, bronchovesikuler, bronchial.
b) Jantung : Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
Palpasi : teraba ictus kordis di SIC V dan VI
Perkusi : Pekak
Auskultasi : terdengar bunyi S1 dan S2
c) Abdomen : Inspeksi : simetris, tidak ada luka
Auskultasi : peristaltic usus 6x/menit
Perkusi : Thympani
Palpasi : tidak ada pembesaran hepar, tidak ada massa.
d) Ekstremitas :
Ekstremitas atas : terpasang infus NaCl 0,9 % di tangan dextra, tidak
ada edema
Ekstremitas bawah : Akral dingin, bengkak pada luka gigitan,
kekakuan otot kaki dextra, nyeri pada luka.

D. DIAGNOSA
1) Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi
endotoksin.
2) Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.
3) Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme,
penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi.
4) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan
untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.
5) Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di
rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman
kematian atau kecacatan.

E. INTERVENSI
Diagnosa I :
Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Menunjukkan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan dalam rentang
normal, bebas dispnea/sianosis.
Intervensi:
1. Pertahankan jalan napas klien.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru-paru.
2. Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan
sirkulasi endotoksin.
3. Auskultasi bunyi napas.
Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius
merupakan indikator dari kongesti pulmonal/edema interstisial,
atelektasis.
4. Sering ubah posisi.
Rasional: Bersihan pulmonal yang baik sangat diperlukan untuk
mengurangi ketidakseimbangan ventelasi/perfusi.
5. Berikan O2 melalui cara yang tepat, misal masker wajah.
Rasional: O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban
menurunkan pengeringan saluran pernapasan dan menurunkan viskositas
sputum.
Diagnosa II :
Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, menunjukkan ekspresi
wajah/postur tubuh tubuh rileks, berpartisipasi dalam aktivitas dan
tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi:
1. Kaji tanda-tanda vital.
Rasional: Mengetahui keadaan umum klien, untuk menentukan intervensi
selanjutnya.
2. Kaji karakteristik nyeri.
Rasional: Dapat menentukan pengobatan nyeri yang pas dan mengetahui
penyebab nyeri.
3. Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
Rasional: Membuat klien merasa nyaman dan tenang.
4. Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri.
Rasional: Menurunkan spasme otot.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
Rasional: Memblok lintasan nyeri sehingga berkurang dan untuk
membantu penyembuhan luka.
Diagnosa III :
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme,
penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus,
perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal (36-37,5oC), bebas dari
kedinginan.
Intervensi:
1. Pantau suhu klien.
Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut.
2. Pantau asupan dan haluaran serta berikan minuman yang disukai untuk
mempertahankan keseimbangan antara asupan dan haluaran.
Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan klien dan membantu menurunkan
suhu tubuh.
3. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur sesuai
indikasi.
Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal.
4. Berikan mandi kompres hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat
membuat kulit kering.
5. Berikan selimut pendingin.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.
6. Berikan Antiperitik sesuai program.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.
Diagnosa IV :
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan
untuk mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu bebas eksudat purulen dan
tidak demam.
Intervensi:
1. Kaji tanda-tanda infeksi.
Rasional: Sebagai diteksi dini terjadinya infeksi.
2. Lakukan tindakan keperawatan secara aseptik dan anti septik.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang dan mencegah terpajan pada
organisme infeksius.
3. Ingatkan klien untuk tidak memegang luka dan membasahi daerah luka.
Rasional: Mencegah kontaminasi luka.
4. Ajarkan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
5. Periksa luka setiap hari, perhatikan/catat perubahan penampilan, bau
luka.
Rasional: Mengidentifikasi adanya penyembuhan (granulasi jaringan)
dan memberikan deteksi dini infeksi luka.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik.
Rasional: Untuk menghindari pemajanan kuman.
Diagnosa V :
Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di
rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman
kematian atau kecacatan.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara yang
sehat, mengatakan ansietas/ketakutan menurun sampai tingkat dapat
ditangani, menunjukkan keterampilan pemecahan masalah
dengan penggunaan sumber yang efektif.
Intervensi:
1. Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur
perawatan.
Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan
ansietas, memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerja sama.
2. Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila
prosedur bebas dari nyeri.
Rasional: Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa
dukungan tersedia dan bahwa pembrian asuhan tertarik pada orang
tersebut tidak hanya merawat luka.
3. Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek.
Rasional: Pada awal, pasien dapat menggunakan penyangkalan dan
represi untuk menurunkan dan menyaring informasi keseluruhan.
Beberapa pasien menunjukkan tenang dan status mental waspada,
menunjukkan disosiasi kenyataan, yang juga merupakan mekanisme
perlindungan.
4. Dorong pasien untuk bicara tentang luka setiap hari.
Rasional: Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus menerus
untuk membuat beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan.
5. Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk
bertanya dan berikan jawaban terbuka/jujur.
Rasional: Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang
dapat membantu pasien/orang terdekat menerima realitas dan mulai
menerima apa yang terjadi.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Prinsip Pertolongan Pertama pada korban gigitan ular adalah,
meringankan sakit, menenangkan pasien dan berusaha agar bisa ular tidak
terlalu cepat menyebar ke seluruh tubuh sebelum dibawa ke rumah
sakit. Pada beberapa tahun yang lalu penggunaan torniket dianjurkan. Seiring
berkembangannya ilmu pengetahuan kini dikembangkan metode penanganan
yang lebih baik yakni metode pembalut dengan penyangga. Idealnya
digunakan pembalut dari kain tebal, akan tetapi jika tidak ada dapat juga
digunakan sobekan pakaian atau baju yang disobek menyerupai pembalut.
Metode ini dikembangkan setelah dipahami bahwa bisa menyebar melalui
pembuluh limfa dari korban. Diharapkan dengan membalut bagian yang
tergigit maka produksi getah bening dapat berkurang sehingga menghambat
penyebaran bisa sebelum korban mendapat ditangani secara lebih baik di
rumah sakit
4.2 Saran
Segera bawa ke rumah sakit atau puskesmas terdekat. Informasikan
kepada dokter mengenai penyakit yang diderita pasien seperti asma dan alergi
pada obat – obatan tertentu, atau pemberian antivenom sebelumnya. Ini
penting agar dokter dapat memperkirakan kemungkinan adanya reaksi dari
pemberian antivenom selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai