Tugas Mandiri
DISUSUN OLEH :
Nama : Purnaning Sintya Krisna Utami
NIM : P2005046
A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah ganguan dari kontinuitas yang normal
dari suatu tulang (Black 2014). Fraktur atau patah tulang adalah kondisi
dimana kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan terputus secara
sempurna atau sebagian yang disebabkan oleh rudapaksa atau osteoporosis
(Smeltzer & Bare, 2013). Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang rawan
baik bersifat total maupun sebagian, penyebab utama dapat disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitarnya
(Helmi, 2012).
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Fraktur pada
anak-anak berbeda dengan orang dewasa, karena adanya perbedaan anatomi,
biomekanik serta fisiologi tulang (Fida & Maya, 2012).
Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak tubuh
yang disebut dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas merupakan
fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas
(tangan, lengan, siku, bahu, pergelangan tangan, dan bawah (pinggul, paha,
kaki bagian bawah, pergelangan kaki). Fraktur dapat meimbulkan
pembengkakan, hilangnya fungsi normal, deformitas, kemerahan, krepitasi,
dan rasa nyeri (Ghassani, 2016).
B. Klasifikasi Fraktur
Menurut Anggraeni, (2015) klasifikasi fraktur pada anak antara lain:
1. Fraktur Akibat Trauma Kelahiran
Fraktur akibat trauma kelahiran biasanya terjadi pada saat persalinan yang
sulit yaitu pada bayi besar, letak sungsang atau ekstraksi bayi dengan alat
forsep. Daerah yang biasanya mengalami fraktur adalah humerus, femur dan
klavikula. Fraktur dapat berdiri sendiri tanpa adanya kelainan neurologis
yaitu kelumpuhan plexus brachialis. Pengobatan pada bayi sembuh dalam 1-
3 minggu sehingga hanya diperlukan pemasangan bidai sementara untuk
mengurangi nyeri.
2. Fraktur Akibat Penyiksaan (Child Abuse)
Merupakan suatu kelainan dimana fraktur pada bayi dan anak-anak terjadi
akibat penyiksaan oleh orang tua penderita. Child abuse biasanya dilakukan
oleh orang tua sehubungan dengan masalah emosional dan penyiksaan
dilakukan secara berulang. Diagnosis Ditemukan kebiruan pada badan anak.
Pada pemeriksaan radiologis ditemukan fraktur multiple pada iga, anggota
gerak, tengkorak serta fraktur di daerah epifisis. Mungkin hanya ditemukan
reaksi periostel di beberapa tempat. Pengobatan diperlukan pencegahan dan
pemeriksaan psikiatri orang tua. Apabila ditemukan adanya fraktur, maka
pengobatan seperti biasanya pada fraktur anak-anak.
3. Fraktur Patologis
Penyebab :
a. Kelainan tulang lokal; kista tulang soliter, fibroma non-ossifying
b. Kelemahan tulang yang umum; kelainan neuromuskuler,
poliomielitis, distrofi muskuler, paralisis otak, spina bifida.
c. Kelainan tulang yang menyeluruh; misalnya pada osteogenesis
imperfecta.
4. Fraktur Stress
Pada anak-anak, fraktur stress terutama pada 1/3 bagian proksimal tibia, ½
bagian distal fibula, metatarsal, iga, panggul, femur dan humerus. Fraktur
jenis ini biasanya terjadi pada waktu liburan, dimana anak melakukan
aktivitas yang berlebihan. Fraktur stress harus dibedakan dengan kelainan
karena keganasan.
C. Etiologi
Faktor penyebab fraktur Menurut helmi (2012), hal-hal yang dapat
menyebabkan terjadinya fraktur adalah:
1. Fraktur traumatik, disebabkan karena adanya trauma ringan atau berat
yang mengenai tulang baik secara langsung maupun tidak.
2. Fraktur stress, disebabkan karena tulang sering mengalami penekanan.
3. Fraktur patologis, disebabkan kondisi sebelumnya, seperti kondisi
patologis penyakit yang akan menimbulkan fraktur.
E. Patofisiologi
Fraktur pada anak-anak biasanya sebagai akibat trauma dari
kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau penganiayaan anak.Jaringan lunak
pada anak biasanya masih fleksibel, sehingga fraktur terjadi lebih sering
daripada cedera jaringan (Nugroho, 2011). Fraktur ini juga bisa disebabkan
karena dorongan lagsung pada tulang, kondisi patologis yang mendasarinya
seperti rakitis yang mengarah pada fraktur spontan, kontraksi otot yang kuat
dan tiba-tiba, dan dorongan tidak langsung (Smeltzer & Bare, 2013).
Penyebab lainnya adalah neroblastoma metastatic, defisiensi lembaga,
osteomyelitis, cidera karena penggunaan berlebih, dan imobilisasi yang
mengakibatkan osteoporosis.
Fraktur ini terjadi ketika resistensi tulang untuk melawan tekanan
berpindah mengikuti gaya tekanan tersebut. Menurut Muttaqin (2013) Fraktur
yang paling banyak terlihat pada anak-anak antara:
1. Bend Fracture
Dikarakteristikkan dengan membengkoknya tulang pada titik yang patah
dan tidak dapat diluruskan tanpa dilakukan suatu intervensi.
2. Buckle Fracture
Terjadi akibat kegagalan kompresi pada tulang ditandai dengan tulang
yang menerobos dirinya sendiri
3. Greenstick Fracture
Merupakan fraktur inkomplet
Patah tulang ini biasanya menyebabkan sel tulang akan mengalami kerusakan
dan menyebabkan perdarahan pada area fraktur yang menyebabkan beberapa
jaringan lunak di daerah fraktur tersebut rusak. Ketika terjadi fraktur, maka
akan mengaktifkan respon inflamasi dan menyebabkan pelepasan agen
leukosit, sel darah putih, dan sel mast untuk memperbaiki kondisi fraktur
tersebut. Pelepasan agen inflamasi tersebut menyebabkan peningkatan aliran
darah ke area fraktur dan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah pada
daerah tersebut yang menyebabkan panas, kemerahan dan bengkak. Sebagai
respon inflamasi, fibrin akan membentuk jala untuk sel-sel bartu dan
menyebabkan ostevlas terstimulasi dan terbentuklah kalus yang nantinya kalus
tersebut akan membentuk tulang sejati.
F. PATHWAYS
G. Penatalaksanaan fraktur
Menurut Muttaqin (2013) konsep dasar penatalaksanaan fraktur yaitu:
a) Fraktur terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri
dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).
Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan: Pembersihan luka, eksisi
jaringan mati atau debridement, hecting situasi dan pemberian antibiotik.
b) Seluruh fraktur
Rekognisi (Pengenalan). Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya.
1. Reduksi (Reposisi) terbuka dengan fiksasi interna (Open Reduction
and Internal Fixation/ORIF). Merupakan upaya untuk memanipulasi
fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimum.
Dapat juga diartikan reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi anatomis.
2. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna (Open Reduction and
Enternal Fixation/ORIF), digunakan untuk mengobati patah tulang
terbuka yang melibatkan kerusakan jaringan lunak. Ekstremitas
dipertahankan sementara dengan gips, bidai atau alat lain. Alat
imobilisasi ini akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas
untuk penyembuhan tulang. Alat ini akan memberikan dukungan yang
stabil bagi fraktur comminuted (hancur dan remuk) sementara jaringan
lunak yang hancur dapat ditangani dengan aktif (Smeltzer & Bare,
2013).
3. Retensi (Immobilisasi). Upaya yang dilakukan untuk menahan
fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal.
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi, atau di
pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips,
atau fiksatoreksternal. Implant logam dapat digunakan untuk fiksasi
internal yang berperan sebagia bidai interna untuk mengimobilisasi
fraktur.
4. Graf tulang, yaitu penggantian jaringan tulang untuk menstabilkan
sendi, mengisi defek atau perangsangan dalam proses penyembuhan.
Tipe graf yang digunakan tergantung pada lokasi yang terkena, kondisi
tulang, dan jumlah tulang yang hilang akibat cidera. Graft tulang dapat
berasal dari tulang pasien sendiri (autograft) atau tulang dari tissue
bank (allograft) (Smeltzer & Bare, 2013)
5. Rehabilitasi adalah upaya menghindari atropi dan kontraktur dengan
fisioterapi. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai
kebutuhan. Status neurovaskuler (missal: Pengkajian peredaran darah,
nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah orthopedi
diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan
ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan
(misalnya: menyakinkan, perubahan posisi, stageri peredaan nyeri,
termasuk analgetik). Latihan isometric dan setting otot diusahakan
untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.
Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian
bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.
2. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur
3. Intervensi
Faktor Yang
Berhubungan :
Agen cedera fisik
Gangguan Setelah dilakukan NOC:
Mobilitas Fisik tindakan 3 x 24 jam Mobility Level
Definisi : diharapkan hambatan Self care : ADLs
Keterbatasan dalam mobilistas fisik teratasi Transfer
kebebasan untuk dengan kriteria hasil : performance
pergerakan fisik tertentu Klien meningkat
pada bagian tubuh atau dalam aktivitas NIC :
satu atau lebih fisik Terapi Latihan :
ekstremitas secara Mengerti tujuan Ambulasi Tanda vital akan
mandiri dan terarah dari peningkatan Monitoring vital berubah baik sebelum
Batasan karakteristik : mobilitas sign atau sesudah aktivitas
Postur tubuh yang Memverbalisasika sebelum/sesudah perlu dilakukan
tidak stabil selama n perasaan dalam latihan dan lihat pemantaun untuk
melakukan meningkatkan respon pasien saat mencegah terjadinya
kegiatan rutin kekuatan dan latihan resiko tingkat lanjut.
harian kemampuan Kaji kemampuan Menigkatkan aktifitas
Keterbatasan berpindah pasien dalam sesuai yang diperlukan
kemampuan Memperagakan mobilisasi klien.
untuk penggunaan alat Ajarkan pasien Program khusus dapat
melakukan Bantu untuk atau tenaga dikembangkan untuk
keterampilan mobilisasi (walker) kesehatan lain memenuhi kebutuhan
motorik kasar tentang teknik yang akan aktifitas
Keterbatasan ambulasi dan latihan
kemampuan Ajarkan pasien Perubahan posisi
untuk bagaimana mencegah terjadinya
melakukan merubah posisi kekakuan otot dan
keterampilan dan berikan sendi
motorik halus bantuan jika Kemandirian dapat
Keterbatasan diperlukan mengurangi
ROM Latih pasien ketergantungan
Usaha yang dalam pemenuhan Pendampingan dapat
kuat untuk kebutuhan ADLs membantu kebutuhan
perubahan secara mandiri klien sewaktu – waktu
gerak sesuai diperluakan.
kemampuan Peralatan mendukung
Faktor yang Dampingi dan program terapi
berhubungan : Bantu pasien saat Latihan gerak sendi
Kurang mobilisasi dan yang memungkinkan
pengetahuan bantu penuhi terjadinya kontraksi
tentang nilai kebutuhan ADLs dan pergerakan otot,
aktivitas fisik. pasien. dimana klien
Kontraktur Berikan alat Bantu menggerakan masing-
Nyeri jika klien masing persendiannya
Intoleransi memerlukan. sesuai gerakan normal
aktivitas Mengajari pasien baik
ROM aktif dan secara aktif ataupun p
pasif. asif.
Berkolaborasi Program khusus dapat
dengan ahli terapi dikembangkan untuk
fisik mengenal memenuhi kebutuhan
rencana ambulasi yang berarti
sesuai kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Sudarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Edisi. 2. Jakarta : EGC
Fida, & Maya. (2012). Pengantar I;mu Kesehatan Anak. Jogjakarta: D-Medika.