Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA 1

“ASKEP GANGGUAN KONSEP DIRI”

KELOMPOK III :
AKOFE KOBAK
DAUD YUNUS LATUMENASSE
MAWAR MELANIA UMRA
OLSY ROSMEIRE PAAT
TRISNO LA'BI ALLO
VELOMINA RUNTUNG

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ASKEP gangguan konsep diri ini dengan baik
dan benar. Kami banyak mengalami kesulitan dalam penyusunan makalah ini, namun berkat pengarahan,
bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak terutama dari dosen pembimbing mata kuliah, kami dapat
menyelesaikan makalah ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang memberikan bantuannya, sehingga makalah
ini dapat terselesaikan dan kami ingin mengucapkan terima kasih kepada:
Ibu Surwaningsih, selaku pembimbing materi dalam penulisan makalah ini.
Kedua orang tua kami tercinta yang telah mencurahkan kasih sayang, bimbingan, do’a dan dukungan baik
secara moril maupun materi.
Seluruh teman-teman dan semua pihak program studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu keperawatan

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangan baik dari segi bahasa, materi, maupun dari segi lainnya. Kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata kuliah keperawatan kesehatan jiwa 1
demi terciptanya kesempurnaan dan untuk perbaikan makalah ini selanjutnya. Mudah-mudahan makalah
ini bermanfaat dan menambah wawasan yang lebih luas bagi para pembaca khususnya para mahasiswa
keperawatan Universitas Cenderawasih.

Jayapura, 28 april 2020

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..........................................................ii
Daftar Isi..........................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................3
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................3
1.4 Manfaat Penulisan..........................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi..........................................................5
2.2 Dimensi Konsep Diri..........................................................5
2.3 Perkembangan Konsep Diri..........................................................6
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri..........................................................9
2.5 Rentang Respon Konsep Diri..........................................................10
2.6 Penyebab Gangguan Konsep Diri..........................................................12
2.7 Pembagian Konsep Diri..........................................................14
2.8 Masalah Gangguan Konsep Diri...........................................................20
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................28
3.1 Asuhan Keperawatan Gangguan Konsep Diri..........................................................28
BAB IV PENUTUP..........................................................31
3.1 Kesimpulan..........................................................31
3.2 Saran..........................................................33
DAFTAR PUSTAKA……………………………………..34
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsep diri adalah konseptualisasi individu terhadap dirinya sendiri. Konsep diri secara langsung
mempengaruhi harga diri dan perasaan seseorang tentang dirinya sendiri. Konsep diri dibangun pada saat
seseorang dapat berpikir dan mengenali hal-hal yang dapat mempengaruhinya, dimulai pada saat remaja
hingga usia tua. Data menunjukkan bahwa cara berpikir secara negatif sangat mempengaruhi pada masa
usia lanjut karena intensitas emosional dan perubahan fisik berhubungan dengan penuaan. (Potter &
Perry, 2010).

Individu dengan konsep diri yang positif mampu lebih baik membentuk, mengembangkan dan
mempertahankan hubungan dengan diri sendiri (interpersonal), melawan penyakit psikologis dan fisik.
Individu yang memiliki konsep diri yang kuat mempunyai kemampuan sangat baik untuk menerima
sesuatu atau beradaptasi dengan perubahan yang terjadi selama hidupnya baik itu menyangkut dirinya
sendiri atau dengan orang lain. Namun apabila terjadi ketidakseimbangan diantara hal tersebut maka
akan terjadi gangguan konsep diri.

Gangguan konsep diri merupakan suatu kondisi dimana individu mengalami atau berisiko mengalami
kondisi perubahan perasaan pikiran atau pandangan dirinya sendiri yang negatif (Carpenito, 2001).
Gangguan konsep diri merupakan salah satu bentuk masalah kejiwaan yang sering terjadi. Gangguan
konsep diri meliputi gangguan pada: gambaran diri, ideal diri, penampilan peran, identitas diri dan harga
diri.

Menurut WHO melaporkan bahwa angka kejadian gangguan konsep diri mencapai 0,1- 0,5 setiap tahun
sedangkan di indonesia sendiri mencapai 1 % atau sekitar 2 juta jiwa (Noris dan Connel, 1985).
Gangguan konsep diri banyak ditemukan pada saat sudah masuk ketahap yang lebih lanjut seperti prilaku
kekerasan akibat menarik dirinya dan berbagai masalah lainnya. Gangguan konsep diri terbanyak yang
disebabkan karena tindakan criminal seperti pemerkosaan dan yang lainnya karena dukungan keluarga
yang kurang, kehilangan seseorang kecacatan anggota tubuh.

Menurut World Health Organitation (WHO) 2009, prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini cukup
tinggi, 25% dari penduduk dunia pernah menderita masalah kesehatan jiwa, 1% diantaranya adalah
gangguan jiwa berat, potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa memang tinggi, setiap saat 450
juta orang di seluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf maupun perilaku dan jumlahnya
terus meningkat Menurut sekretaris jendral departemen kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii Ahmad,
kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara termasuk indonesia.
Menurut data dari departemen kesehatan orang yang mengalami gangguan masalah kejiwaan yang
didalamnya termaksud orang-orang yang mengalami gangguan konsep diri yaitu sebesar 2,5 juta jiwa,
yang diambil dari data rsj se-indonesia (Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan, 2007).
Acuhkan namun perlu intervensi yang tepat dalam menunjang kesembuhannya. Individu yang
mempunyai konsep diri yang buruk mungkin mengekspresikan perasaan tidak berharga, tidak menyukai
dirinya sendiri atau bahkan membenci dirinya sendiri yang mungkin diarahkan pada orang lain. Dalam
hal ini diperlukan dukungan sosial keluarga yang adekuat agar klien memiliki kepercayaan diri yang utuh
kembali.

Dengan demikian perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dalam menghadapi klien dengan
gangguan konsep diri mampu memberikan fungsi suportif berupa dukungan informasional, dukungan
penilaian, dukungan fisik dan dukungan emosional termasuk psikis kepada klien dan dapat menyertakan
keluarga dalam rencana perawatan klien, membantu keluarga berprilaku terupetik yang dapat menolong
pemecahan masalah klien, dan memberikan pendidikan kesehatan yang berhubungan dengan masalah
kesehatan jiwa, sehingga masalah kesehatan jiwa khususnya gangguan konsep diri dapat teratasi dan
dicegah.

1.2 Rumusan Masalah


Apa definisi dari konsep diri?
Apa saja dimensi pada konsep diri?
Bagaimana perkembangan dari konsep diri?
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri?
Bagaimana rentang respon dari konsep diri?
Apa saja penyebab gangguan pada konsep diri?
Apa saja pembagian dari konsep diri?
Apa saja masalah keperawatan pada gangguan konsep diri?
Bagaimana asuhan keperawatan pada gangguan konsep diri

1.3 Tujuan Penulisan


Untuk mengetahui definisi dari konsep diri.
Untuk mengetahui dimensi pada konsep diri.
Untuk mengetahui perkembangan dari kosep diri.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri.
Untuk mengetahui rentang respon dari konsep diri.
Untuk mengetahui penyebab gangguan pada konsep diri.
Untuk mengetahui pembagian dari konsep diri.
Untuk mengetahui masalah keperawatan pada gangguan konsep diri.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada gangguan konsep diri.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan yang
lebih luas mengenai asuhan keperawatan konsep diri.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi
Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri (mis; “Saya kuat dalam matematika”). Konsep diri
adalah citra subjektif dari diri dan percampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah
sadar maupun sadar. Konsep diri memerikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen kita
terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain. (Potter & Perry, 2005)

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu tentang
dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. (Stuart and Sudeen, 1998).

Konsep diri adalah merefleksikan pengalaman interaksi sosial, sensasinya juga didasarkan bagaimana
orang lain memandangnya. Konsep diri sebagai cara memandang individu terhadap diri secara utuh baik
fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual. Penting diingat bahwa konsep diri ini bukan pandangan
orang lain pada kita melainkan pandangan kita sendiri atas diri kita yang diukur dengan standar penilaian
orang lain. (Muhith, 2015)

2.2 Dimensi Konsep Diri


Secara umum menurut pendapat para ahli ada 3 dimensi konsep diri, Calhom dan Acocella (1995)
misalnya menyebutkan ke 3 dimensi tersebut, yakni:
a. Dimensi pengetahuan
b. Dimensi pengharapan
c. Dimensi penilaian

Dimensi konsep diri:


a. Dimensi Pengetahuan
Dimensi pengetahuan (kognitif) mencakup segala sesuatu yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri
sebagai pribadi, seperti saya pintar, saya cantik, saya anak baika dan seterusnya.
b. Dimensi Pengharapan
Dimensi pengharapan yakni pengharapan bagi diri kita sendiri. Pengharapan ini merupakan self-ideal atau
diri yang dicita-citakan. Cita-cita diri meliputi dambaan, aspirasi, harapan, keinginan bagi diri kita, atau
menjadi manusia seperti apa yang kita inginkan.

c. Dimensi Penilaian
Dimensi ketiga yakni penilaian kita terhadap diri sendiri. Penilaian diri sendiri merupakan pandangan kita
tentang harga atau kewajaran kita sebagai pribadi.

2.3 Perkembangan Konsep Diri


Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan atau herediter. Konsep diri merupakan faktor bentukan dari
pengalaman individu selama proses perkembangan dirinya menjadi dewasa. Proses pembentukan tidak
terjadi dalam waktu singkat melainkan melalui proses interaksi secara berkesinambungan. Burns (1979)
menyatakan bahwa konsep diri berkembang terus sepanjang hidup manusia, namun pada tahap tertentu,
perkembangan konsep diri mulai berjalan dalam tempo yang lebih lambat. Secara bertahap individu akan
mengalami sensasi dari badannya dan lingkungannya, dan individu akan mulai dapat membedakan
keduanya. Lebih lanjut Cooley (dalam Partosuwido, 1992) menyatakan bahwa konsep diri terbentuk
berdasarkan proses belajar tentang nilai-nilai, sikap, peran, dan identitas dalam hubungan interaksi
simbolis antara dirinya dan berbagai kelompok primer, misalnya keluarga. Hubungan tatap muka dalam
kelompok primer tersebut mampu memberikan umpan balik kepada individu tentang bagaimana penilaian
orang lain terhadap dirinya. Dan dalam proses perkembangannya, konsep diri individu dipengaruhi dan
sekaligus terdistorsi oleh penilaian dari orang lain (Sarason, 1972). Dengan demikian bisa dikatakan
bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan individu menuju kedewasaan sangat dipengaruhi oleh
lingkungan asuhnya karena seseorang belajar dari lingkungannya

Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah:


1. Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah. Orang ini mempunyai rasa percaya diri
sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi, tidak lari dari
masalah, dan percaya bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.
2. Merasa setara dengan orang lain. Ia selalu merendah diri, tidak sombong, mencela atau
meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain.
3. Menerima pujian tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa rasa malu tanpa menghilangkan rasa
merendah diri, jadi meskipun ia menerima pujian ia tidak membanggakan dirinya apalagi
meremehkan orang lain.
4. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta perilaku yang
tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat. Ia peka terhadap perasaan orang lain sehingga akan
menghargai perasaan orang lain meskipun kadang tidak di setujui oleh masyarakat.
5. Mampu memperbaiki karena dia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian tidak
disenangi dan berusaha mengubahnya. Dia mampu untuk mengintrospeksi dirinya sendiri
sebelum menginstrospeksi orang lain dan mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar
diterima di lingkungannya.
Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. Kualitas ini lebih mengarah kekerendahan hati dan
kekedermawanan dari pada keangkuhan dan keegoisan. Orang yang mengenal dirinya dengan baik
merupakan orang yang mempunyai konsep diri yang positif.

Ciri-ciri konsep diri pada anak dan remaja yang memiliki konsep diri negatif adalah:
1. Peka terhadap kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya dan mudah marah atau
naik pitam, hal ini berarti dilihat dari faktor yang mempengaruhi dari individu tersebut belum
dapat mengendalikan emosinya, sehingga kritikan dianggap sebagi hal yang salah. Bagi orang
seperti ini koreksi sering dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Dalam
berkomunikasi orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog yang
terbuka, dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai logika yang keliru.

2. Responsif sekali terhadap pujian. Walaupun dia mungkin berpura-pura menghindari pujian, dia
tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian. Buat orang seperti ini,
segala macam embel-embel yang menjunjung harga dirinya menjadi pusat perhatian. Bersamaan
dengan kesenangannya terhadap pujian, merekapun hiperkritis terhadap orang lain.

3. Cenderung bersikap hiperkritis. Ia selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun dan
siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan
pada kelebihan orang lain.

4. Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan, karena itulah ia
bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan
keakraban persahabatan, berarti individu tersebut merasa rendah diri atau bahkan berperilaku
yang tidak disenangi, misalkan membenci, mencela atau bahkan yang melibatkan fisik yaitu
mengajak berkelahi (bermusuhan).

5. Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Hal ini terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan
orang lain dalam membuat prestasi. Dia akan menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang
merugikan dirinya.
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Menurut Stuart dan Sudeen (1991) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep
diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau
yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri), untuk lebih jelasnya mari kita baca lebih lanjut
tentang “Faktor yang mempengaruhi Konsep Diri” berikut ini:

1.      Teori perkembangan.


Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai
mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri
yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa,
pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan interpersonal,
kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan
merealisasi potensi yang nyata.

2.      Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat)


Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri
melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang
lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang
dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya
dan sosialisasi.

3.      Self Perception (persepsi diri sendiri)


Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap
pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman
yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu
dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat
dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan
konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.

2.5 Rentang Respon Konsep Diri


Dari rentang respon adaptif sampai respon maladaptif, terdapat lima rentang respons konsep diri yaitu
aktualisasi diri, konsep diri positif, harga diri rendah, kekacauan identitas, dan depersonalisasi. Seorang
ahli, Abraham Maslow mengartikan aktualisasi diri sebagai individu yang telah mencapai seluruh
kebutuhan hirarki dan mengembangkan potensinya secara keseluruhan.

Aktualisasi diri merupakan pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan melatarbelakangi
pengalaman nyata yang suskes dan diterima, ditandai dengan citra tubuh yang positif dan sesuai, ideal diri
yang realitas, konsep diri yang positif, harga diri tinggi, penampilan peran yang memuaskan, hubungan
interpersonal yang dalam dan rasa identitas yang jelas.

Konsep diri positif merupakan individu yang mempunyai pengalaman positif dalam beraktivitas diri,
tanda dan gejala yang diungkapkan dengan mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya dan
mengungkapkan keinginan yang tinggi. Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang positif
adalah: Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah. Seseorang ini mempunyai rasa percaya
diri sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi, tidak lari dari masalah,
dan percaya bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Merasa setara dengan orang lain. Ia selalu
merendah diri, tidak sombong, mencela atau meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain.
Menerima pujian tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa rasa malu tanpa menghilangkan rasa
merendah diri, jadi meskipun ia menerima pujian ia tidak membanggakan dirinya apalagi meremehkan
orang lain. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta perilaku
yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat. Ia peka terhadap perasaan orang lain sehingga akan
menghargai perasaan orang lain meskipun kadang tidak disetujui oleh masyarakat. Mampu memperbaiki
karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian tidak disenangi dan berusaha
mengubahnya. Ia mampu untuk mengintrospeksi dirinya sendiri sebelum menginstrospeksi orang lain,
dan mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima di lingkungannya.

Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa
seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri rendah adalah transisi antara respon
konsep diri yang adaptif dengan konsep diri yang maladaptif. Tanda dan gejala yang ditunjukkan sperti
perasaan malu terhadap diri sendiri, akibat tindakan penyakit, rasa bersalah terhadap diri sendiri, dan
merendahkan martabat. Tanda dan gejala yang lain dari harga diri rendah diantaranya rasa bersalah pada
diri sendiri, mengkritik diri sendiri atau orang lain, menarik diri dari realitas, pandangan diri yang
pesimis, perasaan tidak mampu, perasaan negative pada dirinya sendiri, percaya diri kurang, mudah
tersinggung dan marah berlebihan.

Kekacauan identitas adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek. Identitas mencakup rasa
internal tentang individualitas, keutuhan, dan konsistensi dari seseorang sepanjang waktu dan dalam
berbagai situasi. Pencapaian identitas diperlukan untuk hubungan yang intim karena identitas seseorang
diekspresikan dalam berhubungan dengan orang lain. Seksualitas juga merupakan salah satu identitas.
Rasa identitas ini secara kontinu timbul dan dipengaruhi oleh situasi sepanjang hidup. Kekacauan
identitas dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat dikenal dengan stressor identitas. Biasanya
pada masa remaja, identitas banyak mengalami perubahan, yang meyebabkan ketidakamanan dan
ansietas. Remaja mencoba untuk menyesuaikan diri dengan perubahan fisik, emosional, dan mental akibat
peningkatan kematangan. Stressor identitas diantaranya kehilangan pekerjaan, perkosaan, perceraian,
kelalaian, konflik dengan orang lain, dan masih banyak lagi. Identitas masa kanak-kanak dalam
kematangan aspek psikososial, merupakan ciri-ciri masa dewasa yang harmonis.

Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistik dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan
dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain. Tanda dan gejala
yang ditunjukkan yaitu dengan tidak adanya rasa percaya diri, ketergantungan, sukar membuat keputusan,
masalah daalam hubungan interpersonal, ragu dan proyeksi. Jika seseorang memiliki perilaku dengan
depersonalisasi, berarti orang tersebut telah mengalami gangguan dalam konsep dirinya. Orang dengan
gangguan depersonalisasi mengalami persepsi yang menyimpang pada identitas, tubuh, dan hidup mereka
yang membuat mereka tidan nyaman, gejala-gejala kemungkinan sementara atau lama atau berulang
untuk beberapa tahun. Orang dengan gangguan tersebut seringkali mempunyai kesulitan yang sangat
besar untuk menggambarkan gejala-gejala mereka dan bisa merasa takut atau yakin bahwa mereka akan
gila. Gangguan depersonalisasi seringkali hilang tanpa pengobatan. Pengobatan dijamin hanya jika
gangguan tersebut lama, berulang, atau menyebabkan gangguan. Psikoterapi psikodinamis, terapi
perilaku, dan hipnotis telah efektif untuk beberapa orang. Obat-obat penenang dan antidepresan
membantu seseorang dengan gangguan tersebut.
2.6 Penyebab gangguan konsep diri
Menurut “Stuart & sundeen, 1995”. Ada berbagai hal yang dapat menyebabkan gangguan konsep diri
antara lain :
a. Pola asuh orang tua
Pola asuh orang tua menjadi faktor yang signifikan dalam mempengaruhi konsep diri yang telah terbentuk
sejak lahir. Sikap positif yang ditunjukkan oleh orang tua, maka akan menumbuhkan konsep dan
pemikiran yang positf. Sedangkan sikap negative yang ditunjukkan oleh orang tua, akan menimbulkan
asumsi bahwa dirinya tidak cukup berhargauntuk dikasihi, untuk disayangi dan dihargai.

b. Kegagalan
Kegagalan yang terus-menerus dialami seringkali akan menimbulkan pertanyaan kepada diri sendiri dan
berakhir dengan kesimpulan bahwa semua penyebab terletak pada kelemahan diri sendiri. Kegagalan
sering membuat seseorang merasa dirinya tidak berguna.

c. Depresi
Orang yang sedang mengalami depresi akan mempunyai pemikiran yang cenderung lebih negative dalam
memandang dan merespon segala sesuatu termasuk dalam menilai diri sendiri.

d. Kritik internal
Terkadang, mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan untuk menyadarkan seseorang akan perbuatan
yang telah dilakukan. Kritik diri sendiri sering berfungsi sebagai regulator atau rambu-rambu dalam
bertindak atau berprilaku. Agar keberadaan kita dapat diterima oleh masyarakat dan dapat beradaptasi diri
dengan baik.

e. Merubah diri
Terkadang diri kita sendiri yang menyebabkan persoalan akan bertambah rumit dengan berfikir yang
tidak-tidak (negative) terhadap suatu keadaan atau terhadap diri kita sendiri. Namun dengan sifatnya yang
dinamis, konsep diri dapat mengalami perubahan kearah yang lebih positif.
2.7 Pembagian Konsep Diri
Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian Konsep diri tersebut di kemukakan oleh Stuart
and Sundeen (2006), yang terdiri dari :

1. Citra Tubuh ( Body Image )


Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini
mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini
dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu
(Stuart and Sundeen , 2006). Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus
dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari
lingkungan ( Keliat , 2005 ).

Gambaran diri ( Body Image ) berhubungan dengan kepribadian. Cara individu memandang dirinya
mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Citra tubuh adalah sikap, presepsi keyakinan,
dan pengetahuan individu terhadap tubuhnya baik sadar maupun tak sadar. Pandangan yang realistis
terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari
rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 2005). Individu yang stabil, realistis dan konsisten
terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan
memacu sukses dalam kehidupan. Banyak faktor dapat yang mempengaruhi gambaran diri seseorang,
seperti, munculnya Stresor yang dapat menggangu integrasi gambaran diri.
Stresor-stresor tersebut dapat berupa:
Operasi.
Seperti: mastektomi, amputsi, luka operasi yang semuanya mengubah gambaran diri. Demikian pula
tindakan koreksi seperti operasi plastik, protesa dan lain-lain.
Kegagalan fungsi tubuh.
Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi yaitu tadak mengkui atau asing dengan
bagian tubuh, sering berkaitan dengan fungsi saraf.
Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuh.
Seperti sering terjadi pada klien gangguan jiwa, klien mempersiapkan penampilan dan pergerakan tubuh
sangat berbeda dengan kenyataan.
Tergantung pada mesin.
Seperti: klien intensif care yang memandang imobilisasi sebagai tantangan, akibatnya sukar mendapatkan
informasi umpan balik engan penggunaan lntensif care dipandang sebagai gangguan.
Perubahan tubuh.
Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan merasakan perubahan pada dirinya
seiring dengan bertambahnya usia. Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan
positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan tubuh yang tidak ideal.
Umpan balik interpersonal yang negatif.
Umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga dapat membuat
seseorang menarik diri.
Standard sosial budaya
Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-setiap pada setiap orang dan keterbatasannya
serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu, seperti
adanya perasaan minder.

2. Ideal Diri.
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan standart, aspirasi,
tujuan atau penilaian personal tertentu (Stuart and Sundeen, 2006). Standart dapat berhubungan dengan
tipe orang yang akan di inginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai- nilai yang ingin di capai. Ideal
diri akan mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita– cita dan
harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga budaya) dan kepada siapa ingin dilakukan. Ideal diri
mulai berkembang pada masa kanak–kanak yang di pengaruhi orang yang penting pada dirinya yang
memberikan keuntungan dan harapan pada masa remaja ideal diri akan di bentuk melalui proses
identifikasi pada orang tua, guru dan teman (Keliat, 2005).

Menurut Ana Keliat (2005) ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu :
a. Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya.
b. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri.
c. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk
mengklaim diri dari kegagalan, perasan cemas dan rendah diri.
d. Kebutuhan yang realistis.
e. Keinginan untuk menghindari kegagalan.
f. Perasaan cemas dan rendah diri.
Agar individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri.
Ideal diri ini hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar
tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai (Keliat, 2005). \
3. Peran
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya
di masyarakat (Keliat, 2005). Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan,
sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu. Posisi dibutuhkan
oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi
kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran
karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta posisi yang tidak mungkin
dilaksanakan (Keliat, 2005). Stress peran terdiri dari konflik peran yang tidak jelas dan peran yang tidak
sesuai atau peran yang terlalu banyak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus di lakukan menurut
Stuart and sundeen, 2006 adalah :
Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran.
Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan.
Kesesuain dan keseimbangan antara peran yang di emban.
Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
e. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuain perilaku peran.

Menurut Stuart and Sunden Penyesuaian individu terhadap perannya di pengaruhi oleh beberapan faktor,
yaitu:
Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang spesifik tentang peran yang
diharapkan.
Konsistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan peranannya.
Kejelasan budaya dan harapannya terhadap prilaku perannya.
Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidak selarasan.

Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi perubahan-perubahan peran, baik yang sifatnya
menetap atau sementara yang sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya disebut dengan transisi
peran. Transisi peran tersebut dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian, seperti:
a. Transisi Perkembangan.
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap perkembangan harus dilalui
individu dengan menjelaskan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stresor
bagi konsep diri.
b. Transisi Situasi.
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurang orang yang berarti melalui
kelahiran atau kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua. Perubahan status
menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran yaitu konflik peran, peran
tidak jelas atau peran berlebihan.

c. Transisi Sehat Sakit.


Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat diri dan berakibat
perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua kompoen konsep diri yaitu
gambaran diri, identitas diri peran dan harga diri. Masalah konsep diri dapat di cetuskan oleh faktor
psikologis, sosiologi atau fisiologi, namun yang penting adalah persepsi klien terhadap ancaman.

4. Identitas
Identitas adalah kesadarn akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan
sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart and Sudeen, 1991).
Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan yang memandang dirinya berbeda
dengan orang lain. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek diri sendiri), kemampuan dan
penyesuaian diri. Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya. Identitas diri terus
berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan perkembangan konsep diri.

Hal yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin (Keliat, 2005). Identitas jenis kelamin berkembang
sejak lahir secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita banyak dipengaruhi oleh
pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis kelamin tersebut.
- Perasaan dan prilaku yang kuat akan indentitas diri individu dapat ditandai dengan:
- Memandang dirinya secara unik.
- Merasakan dirinya berbeda dengan orang lain.
- Merasakan otonomi : menghargai diri, percaya diri, mampu diri, menerima diri dan dapat
mengontrol diri.
- Mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep diri

Karakteristik identitas diri dapat dimunculkan dari prilaku dan perasaan seseorang, seperti:
a. Individu mengenal dirinya sebagai makhluk yang terpisah dan berbeda dengan orang lain.
b. Individu mengakui atau menyadari jenis seksualnya.
Individu mengakui dan menghargai berbagai aspek tentang dirinya, peran, nilai dan prilaku secara
harmonis.
c. Individu mengaku dan menghargai diri sendiri sesuai dengan penghargaan lingkungan sosialnya.
d. Individu sadar akan hubungan masa lalu, saat ini dan masa yang akan dating.
e. Individu mempunyai tujuan yang dapat dicapai dan di realisasikan (Meler dikutip Stuart and Sudeen,
1991)

5. Harga diri ideal diri (Stuart and Sundeen, 2006). Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan
harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu sering gagal, maka cenderung harga diri
rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerima
penghargaan dari orang lain (Keliat, 2005). Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja
dan usia lanjut.

Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah. Harga diri
tinggi terkait dengam ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain.
Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadi depresi
dan skizofrenia. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri
termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional (trauma)
atau kronis (negatif self evaluasi yang telah berlangsung lama) dan dapat di ekspresikan secara langsung
atau tidak langsung (nyata atau tidak nyata).
2.8 Masalah Keperawatan Gangguan Konsep Diri
Gangguan konsep diri adalah suatu kondisi dimana individu mengalami kondisi pembahasan perasaan,
pikiran atau pandangan dirinya sendiri yang negatif. Gangguan konsep diri dapat juga disebabkan adanya
stresor. (Muhith, 2015) & (Potter & Perry, 2005)
Masalah keperawatan gangguan konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian yaitu
a. Gangguan Citra Tubuh
Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran
bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna, dan objek yang sering kontak dengan tubuh. Gangguan
tersebut diakibatkan kegagalan dalam penerimaan diri akibat adanya persepsi yang negatif terhadap
tubuhnya secara fisik. (Muhith, 2015)

Perubahan penampilan (ukuran dan bentuk), seperti amputasi atau perubahan penampilan wajah
merupakan stresor yang sangat jelas mempengarui citra tubuh. Mastektomi, kolostomi, dan ileostomy
dapat mengubah penampilan dan fungsi tubuh, meski perubahan tersebut tidak tampak ketika individu
yang bersangkutan mengenakan pakaian. Meskipun tidak terlihat oleh orang lain, perubahan tubuh ini
mempunyai efek signifikan pada individu. (Potter & Perry, 2005)

Klien dengan gangguan citra tubuh mempresepsikan saat ini dia mengalami sesuatu kekurangan dalam
menjaga integritas tubuhnya dimana dia merasa ada yang kurang dalam hal integritas tubuhnya sehingga
ketika berhubungan dengan lingkungan sosial merasa ada yang kurang dalam struktur tubuhnya. Persepsi
yang negatif akan struktur tubuhnya ini menjadikan dia malu berhubungan dengan orang lain. (Muhith,
2015)
b. Tanda dan gejala gangguan citra tubuh:
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.
Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh.
Persepsi negatif pada tubuh.
Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang.
Mengungkapkan keputusasaan.
Mengungkapkan ketakutan. (Muhith, 2015)

c. Gangguan Ideal Diri


Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai, tidak realistis, ideal diri yang
samar, dan tidak jelas serta cenderung menuntut. Pada klien yang dirawat di rumah sakit umunya ideal
dirinya dapat terganggu atau ideal diri klien terhadap hasil pengobatan yang terlalu tinggi dan sukar di
capai. (Muhith, 2015)

d. Tanda dan gejala gangguan ideal diri:


1. Mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya, misal saya tidak bisa ikut ujian karena sakit, saya
tidak bisa lagi jadi peragawati karena bekas luka operasi di wajah saya, kaki saya yang dioperasi
membuat saya tidak bisa lagi main bola.

2. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi, misal saya pasti bisa sembuh pada hal prognosa
penyakitnya buruk; setelah sehat saya akan sekolah lagi padahal penyakitnya mengakibatkan
tidak mungkin lagi sekolah. (Muhith, 2015)

e. Gangguan Peran
Gangguan penampilan peran adalah berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan oleh penyakit,
proses menua, putus seklah, putus hubungan kerja. Peran membentuk pola perilaku yang diterima secara
sosial yang berkaitan dengan fungsi seorang individu dalam berbagai kelompok sosial. (Potter & Perry,
2005) & (Muhith, 2015)

Sepanjang hidup seseorang menjalani berbagai perubahan peran. Perubahan normal yang berkaitan
dengan pertumbuhan dan maturasi mengakibatkan transisi perkembangan.
f. Transisi tersebut antara lain:
Transisi situasi, terjadi ketika orangtua, pasangan hidup, atau teman dekat meninggal atau orang pindah
rumah, menikah, bercerai, atau ganti pekerjaan.

Transisi sehat-sakit adalah gerakan dari keadaan yang sehat atau sejahtera kea rah sakit atau sebaliknya.

Perubahan fungsi peran atau bahkan berhentinya fungsi peran yang biasa dilakukan tersebut
menyebabkan seseorang harus menyesuaikan dengan suasana baru sesuai dengan peran pengganti yang
didapatkan atau seseorang harus mampu menyesuaikan dengan kondisi yang dialami setelah kehilangan
fungsi peran yang biasa dilakukan.

Masing-masing dari transisi ini dapat mengancam konsep diri yang mengakbatkan konflik peran,
ambiguitas peran, atau ketegangan peran. (Potter & Perry, 2005) & (Muhith, 2015)
Konflik Peran
Konflik peran adalah tidak adanya kesesuaian harapan peran. Jika seseorang diharuskan untuk secara
bersamaan menerima dua peran atau lebih yang tidak konsisten, berlawanan, atau sangat eksklusif, maka
dapat terjadi konflik peran. Terdapat tiga jenis dasar konflik peran yaitu interpersonal, antar-peran, dan
peran personal. Konflik interpersonal terjadi ketika satu orang atau lebih mempunyai harapan yang
berlawanan atau tidak cocok secara individu dalam peran tertentu. Konflik antar-peran terjadi ketika
tekanan atau harapan yang berkaitan dengan satu peran melawan tekanan atau harapan yang saling
berkaitan. Konflik personal terjadi ketika tuntutan peran melanggar nilai personal individu. (Potter &
Perry, 2005)
Ambiguitas Peran
Ambiguitas peran mencakup harapan peran yang tidak jelas. Ketika terdapat ketidakjelasan harapan,
maka orang menjadi tidak pasti apa yang harus dilakukan, bagaimana harus melakukannya, atau
keduanya. Ambiguitas peran sering terjadi pada masa remaja. Remaja mendapat tekanan dari orang tua,
teman sebaya, dan media untuk menerima peran seperti orang dewasa, namun tetap dalam peran sebagai
anak yang tergantung. (Potter & Perry, 2005)

Ketegangan Peran
Ketegangan peran merupakan gabungan dari konflik peran dan ambiguitas. Ketegangan peran dapat
diekspresikan sebagai perasaan frustasi ketika seseorang merasakan tidak adekuat atau tidak sesuai
dengan peran. Kelebihan beban peran terjadi ketika individu tidak dapat memutuskan tekanan mana yang
harus dipatuhi karena jumlah tuntutan yang banyak dan konflik prioritas. Jika individu tidak mampu
beradaptasi dengan stresor tersebut, kesehatan mereka juga akan beresiko terganggu. (Potter & Perry,
2005)

Tanda dan gejala gangguan peran:


a. Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran.
b. Ketidakpuasan peran.
c. Kegagalan menjalankan peran yang baru.
d. Ketegangan menjalani peran yang baru.
e. Kurang tanggung jawab.
f. .Apatis / bosan / jenuh dan putus asa. (Muhith, 2015)

Gangguan Identitas
Gangguan identitas adalah kekaburan atau ketidakpastian memandang diri sendiri, penuh dengan keragu-
raguan, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan. (Muhith, 2015)

Identitas dipengaruhi oleh stresor sepanjang hidup. Masa remaja adalah waktu banyak terjadi prubahan,
yang menyebabkan ketidakamanan dan ansietas. Remaja mencoba menyesuaikan diri dengan perubahan
fisik, emosional, dan mental akibat peningkatan kematangan. Seseorang yang lebih dewasa biasanya
mempunyai identitas yang lebih stabil dan karenanya konsep diri berkembang lebih kuat. (Potter & Perry,
2005)

Bingung identitas terjadi karena seseorang tidak mempertahankan identitas personal yang jelas, konsisten,
terus sadar. Kebingungan identitas dapat terjadi kapan saja dalam kehidupan jika seseorang tidak mampu
beradaptasi dengan stresor identitas. Dalam stress yang ekstrem seorang individu dapat mengalami
depresonalisasi, yaitu suatu keadaan dimana realitas eksternal dan internal atau perbedaan antara diri dan
orag lai tidak dapat ditetapkan. (Potter & Perry, 2005)

Persepsi-persepsi dalam gangguan identitas antara lain (Muhith, 2015):


a. Persepsi psikologis
- Bagaimana watak saya sebenarnya?
- Apa yang membuat saya bahagia atau sedih?
- Apa yang dapat sangat mencemaskan saya?

b. Persepsi sosial
- Bagaimana orang lain memandang saya?
- Apakah mereka menghargai saya bahagia atau sedih?
- Apakah mereka membenci atau menyukai saya?

c. Persepsi fisik
- Bagaimana pandangan saya terhadap penampilan saya?
- Apakah saya orang yang cantik atau jelek?
- Apakah tubuh saya kuat atau lemah?

d. Gangguan Harga Diri


Harga diri adalah rasa dihormati, diterima, kompeten dan bernilai. Gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan. Gangguan harga diri identik dengan harga diri yang rendah. Orang dengan harga diri
rendah sering merasa tidak dicintai dan sering mengalami depresi dan ansietas. (Potter & Perry, 2005) &
(Muhith, 2015)

Banyak stresor yang mempengaruhi harga diri seseorang (bayi, usia bermain, prasekolah, dan remaja)
seperti ketidakmampuan memenuhi harapan orangtua, kritik yang tajam, hukuman yang tidak konsisten,
persaingan antar saudara sekandung, dan kekalahan berulang dapat menurunkan nilai diri. Stresor yang
mempengaruhi harga diri orang dewasa mencakup ketidakberhasilan dalam pekerjaan dan kegagalan
dalam berhubungan. (Potter & Perry, 2005)

Menurut beberapa ahli dikemukakan faktor-Fator yang mempengaruhi gangguan harga diri, seperti:
1. Perkembangan individu.
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan anak
merasa tidak dicintai dan mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai
orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian
dari orang tua dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak
dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orang
tua yang terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa tidak berguna.
2. Ideal diri tidak realistis.
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan berbuat
kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapat dicapai, seperti cita-cita yang terlalu tinggi dan tidak
realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu menghukum diri sendiri dan
akhirnya percaya diri akan hilang.
3. Gangguan fisik dan mental
a. Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.
b. Sistim keluarga yang tidak berfungsi
c. Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga diri anak
dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak
harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan masalah tidak
adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di
lingkungannya.
d. Pengalaman traumatik yang berulang
Misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan seksual. Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan
fisik, emosi, peperangan, bencana alam, kecelakan atau perampokan. Individu merasa tidak mampu
mengontrol lingkungan. Respon atau strategi untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma,
mengubah arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya koping yang biasa berkembang
adalah depresi dan denial pada trauma.

Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi secara:
a.Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba.
Contoh: harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu
karena sesuatu yang terjadi (korban pemerkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).

Kronik, yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama.


Contoh: sebelum sakit atau sebelum dirawat seseorang telah memiliki cara berpikir yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. (Muhith, 2015) karena
rambut jadi botak setelah dapat terapi sinar pada penderita kanker.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya ini tidak akan terjadi jika saya segera ke rumah sakit,
menyalahkan atau mengejek diri sendiri.
c. Merendahkan martabat. Misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang bodoh dan tidak tahu
apa-apa.
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang lain dan lebih
suka sendiri.
e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya memilih alternatif tindakan.
f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah dan disertai harapan yang suram mungkin klien ingin
mengakhiri keidupan. (Muhith, 2015)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan Pada Konsep Diri


3.1 Pengkajian konsep diri
1. Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi perilaku yang objektif dan teramati serta bersifatsubjektif
dan dunia dalam pasien sendiri. Perilaku berhubungan dengan harga diri yang rendah, keracuan identitas,
dan deporsonalisasi.
Faktor yang mempengaruhi peran adalah streotipik peran seks, tuntutan peran kerja, dan harapan peran
kultural.
Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari
kelompok sebaya, dan perubahan dalam struktur sosial.

a. Stresor pencetus
Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian mengancam kehidupan.
- Ketegangan peran hubugnan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu
mengalaminya sebagai frustasi. Ada tiga jenis transisi peran :
- Transisi peran perkembangan
- Transisi peran situasi
- Transisi peran sehat /sakit

b. Sumber-sumber koping
- Setiap orang mempunyai kelebihan personal sebagai sumber koping, meliputi :
- Aktifitas olahraga dan aktifitas lain diluar rumah
- Hobby dan kerajinan tangan
- Seni yang ekspresif
- Kesehatan dan perawan diri
- Pekerjaan atau posisi
c. Bakat tertentu
- Kecerdasan
- Imajinasi dan kreativitas
- Hubungan interpersonal

d. Mekanisme koping
- Pertahanan koping dalam jangka pendek
- Pertahanan koping jangka panjang
- Mekanisme pertahanan ego

Untuk mengetahui persepsi seseorang tentang dirinya, maka orang tersebut wajib bisa menjawab
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a. Persepsi psikologi:
- Bagaimana watak saya sebenarnya?
- Apa yang membuat saya bahagia atau sedih?
- Apakah yang sangat mencemaskan saya?

b. Persepsi sosial:
- Bagaimana orang lain memandang saya?
- Apakah mereka menghargai saya bahagia atau sedih?
- Apakah mereka membenci atau menyukai saya?

c. Persepsi fisik:
- Bagaimana pandangan saya tentang penampilan saya?
- Apakah saya orang yang cantik atau jelek?
- Apakah tubuh saya kuat atau lemah?

Pendekatan dan pertanyaan dalam pengkajian sesuai dengan faktor yang dikaji:
Identitas: dapatkah anda menjelaskan siapa diri anda pada orang lain: karakteristik dan kekuatan?
a. Body image:
- Dapatkah anda menjelaskan keadaan tubuh anda kepada saya?
- Apa yang paling anda sukai dari tubuh anda?
- Apakah ada bagian dari tubuh anda yang ingin anda ubah
b. Self esteem:
- Dapatkah anda katakan apa yang membuat anda puas?
- Ingin jadi siapakah anda?
- Siapa dan apa yang menjadi harapan anda?
- Apakah harapan itu realistis?
- Signifikan apa respon anda, saat anda tidak merasa dicintai dan tidak dihargai?
- Siapakah yang paling penting bagi anda?

Kompetensi: apa perasaan anda mengenai kemampuan dalam mengerjakan sesuatu untuk kepentingan
hidup anda?
Virtue: pada tingkatan mana anda merasa nyaman terhadap jalan hidup bila dihubungkan dengan standar
moral yang dianut?
Power: pada tingkatan mana anda perlu harus mengontrol apa yang terjadi dalam hidup anda? Apa yang
anda rasakan?

Role performance:
Apa yang anda rasakan mengenai kemampuan anda untuk melakukan segala sesuatu sesuai peran anda?
Apakah peran saat ini membuat anda puas?
Gangguan konsep diri.
Mekanisme koping jangka pendek (krisis identitas).
Kesempatan lari sementara dari krisis.
Kesempatan mengganti identitas.
Kekuatan atau dukungan sementara terhadap konsep diri (identitas yang kabur).
Arti dari kehidupan.

Diagnosa Keperawatan
Dari pengkajian seluruh konsep diri, dapat disimpulkan masalah keperawatan yaitu:
Gangguan harga diri : harga diri rendah situasional atau kronik
Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh
Keputusasaan berhubungan dengan harga diri rendah
Gangguan harga diri ; harga diri rendah berhubungan dengan ideal diri tidak realistis
Perubahan penampilan peran berhubungan dengan harga diri rendah.
Intervensi keperawatan
Fokus tindakan adalah pada tingkat penilaian kognitif pada kehidupan yang terdiri dari persepsi,
keyakinan, dan kepribadian. Kesadaran klien akan emosi dan perasaan nya juga hal yang penting. Setelah
mengevaluasi penilaian kognitif dan kesadaran perasaan, lainnya dari masalah dan kemudian merubah
perilaku.
Prinsip asuhan yang diberikan adalah pemecahan masalah yang terlihat dari kemajuan klien
meningkatkan tingkat berikutnya, meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya, meluruh
ancaman dari sikap perawat terhadap klien, dan membantu klien memperluas dan menerima semua aspek
kepribadiannya.
1. Tindakan penerimaan yang tidak kaku dengarkan klien
2. Dorong klien mendiskusikan pikiran dan perasaannya
3. Beri respon yang tidak menghakimi
4. Tunjukkan bahwa kalian adalah individu yang berharga yang bertanggung jawab terhadap dirinya dan
dapat membantu dirinya sendiri.

Diagnosa Perencanaan
Keperawata Kriteria Tindakkan Rasional
n Tujuan
evaluasi keperawatan

Gangguan Tujuan umum :

konsep diri: Klien dapat


harga diri berinteraksi dengan
lingkungannya
rendah

1.1. Klien 1.1.1.Beri Dengan


Tujuan :
dapat kesempatan klien mengungkapkan
       Klien dapat membina mengungkapka mengungkapkan perasaannya beban
n perasaanya perasaannya : klien akan berkurang
hubungan saling
secara verbal
percaya dengan kepada        Bimbing klien
perawat perawat mengungkapkan
setelah 2 kali perasaannya
pertemuan :
       Gunakan
       Saat sedih
pertanyaan
atau gembira
       Membalas terbuka
sapaan
       Dengarkan
perawat
ungkapan klien
       Menyebutkan dengan aktif
tujuan
Respon menghakimi
interaksi
1.1.2.Beri respon dapat merusak
yang tidak hubungan saling
       Dapat
menghakimi : percaya dan
mengungkapka menurunkan harga diri
n perasaannya        Tidak klien
menyalahkan
pendapat klien

       Menerima

pendapat klien

Lingkungan yang
1.1.3.Ciptakan tenang mampu
lingkungan yang membantu klien
tenang dengan dalam memfokuskan
cara mengurangi pikiran
stimulus eksternal
yang berlebihan
dalam interaksi

2. Klien dapat
mengidentifikasi Memotivasi klien
memandang dirinya
kemampuan dan
2.1. Klien secara positif
aspek positif yang dapat 2.1.1.Diskusikan
dimiliki menyebutkan kemampuan dan
kemampuan aspek positif yang Penilaian negatif
dan aspek dimiliki klien semakin menambah
positif yang rasa tidak percaya diri
masih dimiliki klien
setelah 3 kali 2.1.2.Hindarkan
pertemuan memberi
penilaian negatif Kemampuan dalam
       Kemampuan
berhubungan akan
hubungan meningkatkan harga
interpersonal
       Kemampuan
diri klien

dalam 2.1.3.Diskusikan
melaksanakan kemampuan klien
3. Klien dapat Kemampuan dalam
dalam
ADL melaksamakan
menilai kemampuan berhubungan
kegiatan
yang dapat digunakan interpersonal
meningkatkan harga
diri klien

2.1.4.Diskusikan
kemampuan yang
Memotivasi klien
masih dimilki klien
mengidentifikasi
dalam
kegiatan di rumah
melaksanakan
4. Klien dapat 3.1.Klien dapat sakit
kegiatan sehari-
memberikan
membuat rencana hari
penilaian
kegiatan realistis terhadap Memotivasi klien
sesuai kemauan dan kemampuan mengidentifikasi
kemampuan klien yang dapat kegiatan di rumah
dilakukannya 3.1.1.Diskusikan
kegiatan yang bisa
klien lakukan di
rumah sakit
Membantu klien
mengembangkan
kemampuan yang ada
pada dirinya
3.1.2.Diskusikan
kemampuan klien
melaksanakan
4.1. Klien kegiatan di rumah
dapat
membuat
jadwal
kegiatan sesuai
dengan
kemampuan 4.1.1.Bimbing
5. Klien dapat dalam waktu klien untuk dapat
melaksanakan rencana tiga minggu menentukan Memberikan klien
yang telah dibuat keinginannya gambaran tentang
dalam beraktivitas kemampuannya
       Merawat diri
Memberikan role
       Membersihkan
model bagi klien
ruangan sehingga mudah bagi
klien untuk melakukan
6. Klien        Membersihkan
kegiatan
mendapat dukungan lingkungan
keluarga dalam
       Olahraga
meningkatkan harga
dirinya Kesempatan untuk
4.1.2.Meningkatka berhasil dapat
n kegiatan sesuai memotivasi klien
dengan toleransi untuk
klien melakukan/menetapk
an keterampilan yang
sudah dimilikinya
4.1.3.Memberi
contoh cara
5.1. Klien
pelaksanaan cara Untuk memotivasi dan
dapat
pelaksanaan mempertahankan
menyebutkan
kegiatan aspek positif
kegiatan yang
telah dilakukan
dalam waktu
satu minggu
5.1.1.Beri Keluarga mempunyai
kesempatan klien arti penting bagi klien
untuk mencoba
kegiatan yang
telah
direncanakan  :
Mendukung klien
Beri waktu untuk dalam melakukan
berinteraksi aktivitas
Beri waktu untuk
beraktivitas
6.1. Klien
mendapat
dukungan 5.1.2.Kuatkan
keluarga dalam keterampilan dan
meningkatkan aspek positif yang
harga dirinya dicapai, beri
reinforcement
6.1.1.Anjurkan
keluarga untuk
dapat memotivasi
klien untuk
melakukan
aktivitas

6.1.2.Anjurkan
agar keluarga
dapat
menyediakan
fasilitas yang
terkait dengan
kegiatan

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Konsep diri adalah merefleksikan pengalaman interaksi sosial, sensasinya juga didasarkan bagaimana
orang lain memandangnya. Konsep diri sebagai cara memandang individu terhadap diri secara utuh baik
fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual. Penting di ingat bahwa konsep diri ini bukan pandangan
orang lain pada kita melainkan pandangan kita sendiri atas diri kita yang diukur dengan standar penilaian
orang lain. (Muhith, 2015).
Secara umum menurut pendapat para ahli ada 3 dimensi konsep diri, Calhom dan Acocella (1995)
misalnya menyebutkan ke 3 dimensi tersebut yakni dimensi pengetahuan, dimensi pengharapan dan
dimensi penilaian.

Menurut Stuart dan Sudeen (1991) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep
diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau
yang terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri.

Dari rentang respon adatif sampai respon maladatif, terdapat lima rentang respons konsep diri yaitu
aktualisasi diri, konsep diri positif, harga diri rendah, kekacauan identitas, dan depersonalisasi.

Menurut “Stuart & sundeen, 1995”. Ada berbagai hal yang dapat menyebabkan gangguan konsep diri
yaitu pola asuh orang tua, kegagalan, depresi, kritik internal dan merubah diri

Gangguan konsep diri adalah suatu kondisi dimana individu mengalami kondisi pembahasan perasaan,
pikiran atau pandangan dirinya sendiri yang
negatif. Gangguan konsep diri dapat juga disebabkan adanya stresor. (Muhith, 2015) & (Potter & Perry,
2005)
Masalah keperawatan gangguan konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian yaitu gangguan citra tubuh,
gangguan ideal diri, gangguan peran, gangguan identitas dan gangguan harga diri

Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat menelah dan
memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan
pembaca. Disamping itu kami juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehinga kami bisa
berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Calhoun, JF & Acocella, J.R. 1995. Psychology of Adjusment and Human Relationship. New. York : Mc
Graw Hill, Inc.
Carpenito. 2001. Book Of Nursing Diagnosised.8. Jakarta : EGC
Keliat, Budi.A., Panjaitan, R.U., & Daulima, N.H.C. 2005. Proses keperawatan kesehatan jiwa,Edisi 2.
Jakarta : EGC

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi. Jakarta: ANDI

Norris, J. Kunes Connel M. 1985. Self Esteem Disturbance.Ncbi 745-61


Partosuwido, S.R. 1992. Penyesuaian Diri Mahasiswa Dalam Kaitannya Dengan Konsep Diri, Pusat
Kendali dan Status Perguruan Tinggi. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4. Jakarta:
EGC

Potter & Perry. 2010. Fundamental Keperawatan buku 3 ed.7. Jakarta: Salemba

Stuard, And Sundeen. 1991. Principles And Practice Of Psychiatric Nursing Ed 4. St Louis: The CV
Mosby Year Book.

Stuart G. W & S.J. Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mshy Year
Book
Stuart & Sundeen. (2006). Keperwatan psikiatrik: Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai