BAB I....................................................................................................1
LAPORAN PENDAHULUAN............................................................3
1.1 DEFINISI...................................................................................3
1.2 ETIOLOGI.................................................................................3
1.3 PATOFISIOLOGI.....................................................................3
1.4 MANIFESTASI KLINIS...........................................................5
1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG..............................................5
1.6 PENATALAKSANAAN...........................................................5
1.7 KOMPLIKASI...........................................................................6
BAB II..................................................................................................7
KONSEP KEPERAWATAN...............................................................7
2.1 PENGKAJIAN............................................................................7
2.2 Diagnosa Keperawatan................................................................8
2.3 Rencana Keperawatan.................................................................9
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 DEFINISI
Seseorang dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi oksigen dan zat gizi ke
sel- sel tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi menyebabkan kematian sel yang
progressif, gangguan fungsi organ dan akhirnya kematian penderita (Boswick John. A,
1997, hal 44).
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, syok
neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh
darah secara mendadak diseluruh tubuh. sehingga terjadi hipotensi dan penimbunanan
darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). hasil dari perubahan resistensi
pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf.
1.2 ETIOLOGI
Syok neurogenik merupakan kondisi syok yang terjadi karena hilangnya kontrol saraf
simpatis terhadap tahanan vaskular sehingga sebagai akibatnya, muncul dilatasi arteriol
dan vena di seluruh tubuh (Duane, 2008).
Penyebabnya antara lain :
Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada
fraktur tulang.
Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
Syok neurogenik bisa juga akibat letupan rangsangan parasimpatis ke jantung
yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan
simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan
emosional
1.3 PATOFISIOLOGI
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam syok
distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi
pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance). Syok neurogenik mengacu pada
hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah
hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit.
Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat
kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah.
Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional.
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter
prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan
ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang
menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop, syok neurogenik
disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis descendens ke pembuluh darah yang
mendilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya hipotensi dan bradikardia. (Ristari,
2012)
Syok neurogenik disebabkan oleh hilangnya kontrol saraf simpatis terhadap tahanan vaskular,
sehingga sebagai hasilnya, terjadilah vasodilatasi arteriol dan venula secara besar-besaran di
seluruh tubuh (Cheatham dkk, 2003). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, beberapa
etiologi yang mendasari terjadinya syok neurogenik antara lain adalah penggunaan zat
anesthesia maupun cidera pada medula spinalis yang mekanismenya kurang.
Bagian terpenting sistem saraf otonom bagi pengaturan sirkulasi adalah sistem saraf simpatis.
Selain serabut saraf simpatis yang menyuplai pembuluh darah, serabut simpatis juga pergi
secara langsung menuju jantung. Perlu diingat kembali bahwa rangsangan simpatis jelas
meningkatkan aktivitas jantung, meningkatkan frekuensi jantung, dan menambah kekuatan
serta volume pompa jantung.
Dalam keadaan normal, daerah vasokonstriktor di pusat vasomotor terus menerus
mengantarkan sinyal ke serabut saraf vasokonstriktor seluruh tubuh, menyebabkan serabut ini
mengalami cetusan yang lambat dan kontinu dengan frekuensi sekitar satu setengah sampai
dua impuls per detik. Impuls ini, mempertahankan keadaan kontraksi parsial dalam pembuluh
darah yang disebut tonus vasomotor. Tonus inilah yang mempertahankan tekanan darah
dalam batas normal, sehingga fungsi sirkulasi tetap terjaga untuk kebutuhan jaringan.
Melemahnya tonus vasomotor, secara langsung menimbulkan manifestasi klinis dari syok
neurogenik. Sebagai contoh, trauma pada medula spinalis segmen toraks bagian atas akan
memutuskan perjalanan impuls vasokonstriktor dari pusat vasomotor ke sistem sirkulasi.
Akibatnya, tonus vasomotor di seluruh tubuh pun menghilang.
Efeknya (vasodilatasi), paling jelas terlihat pada vena-vena juga arteri kecil. Dalam vena
kecil yang berdilatasi, darah akan tertahan dan tidak kembali bermuara ke dalam vena besar.
Karena faktor ini, aliran balik vena maupun curah jantung akan menurun, dan dengan
demikian tekanan darah secara otomatis jatuh hingga nilai yang sangat rendah. Di momen
yang bersamaan, dilatasi arteriol menyebabkan lemahnya tahanan vaskular sistemik yang
seharusnya membantu memudahkan kerja jantung sebagai pompa yang mengalirkan darah ke
seluruh tubuh. Pada saat ini, didapatkanlah tanda-tanda syok neurogenik yang jalur akhirnya
tidak jauh berbeda dengan syok tipe lain.(Guyton & Hall, 2008).
1.6 PENATALAKSANAAN
Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan
masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan
endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Ventilator mekanik juga dapat
menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot
-otot respirasi.
Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
a) Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus
secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan
darah akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi. Bila
tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat – obat vasoaktif
Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek
serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal
dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Sebaiknya diberikan per
infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi
perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian
obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi
pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi
otot-otot uterus.
Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik
Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output.
Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.
1.7 KOMPLIKASI
Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan
Sindrome disstres pernafasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena
hipoksia
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
2.1 PENGKAJIAN
A. Primery survey
Airway
Jalan nafas adalah sumbatan jalan atas (larynx, pharinx) akibat cedera inhalasi yang ditandai
kesulitan bernafas atau suara nafas yang berbunyi stridor. Tindakan dengan membersihkan
jalan napas, memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tertinggi dan
antibiotik.
Breathing
Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat terhambat karena nyeri atau eschar
melingkar di dada. Tindakan yang dilakuakan kaji dan monitor kemampuan bernafas,
memberikan oksigen, melakukan tindakan kedaruratan jalan napas agresif.
Circulation
Status volume pembuluh darah. Keluarnya cairan dari pembuluh darah terjadi karena
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (jarak antara sel endotel dinding pembuluh
darah).
Disability
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU/GCS
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun
stimulus verbal
Ekspose, Examine dan Evaluate
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam terjadinya
gagal napas, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dada dan ekstremitas pada pasien
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka dan
mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis
B. Secondary survey
Identitas Pasien
Meliputi jenis kelamin, umur, demografi, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
dll
Keluhan utama
Provoking: merupakan peristiwa apa yang bisa mencetuskan nyeri yang
dirasakan oleh klien
Quality: seperti apa nyeri yang sedang dirasakan oleh klien saat ini
Region: tempat dimana rasa nyeri itu terjadi
Severity: skala nyeri yang dirasakan oleh klien
Time: berapa lama nyeri yang dirasakan oleh klien biasanya berlangsung
Pemeriksaan fisik
Didasarkan pada survei umum (Apendiks F) dapat menunjukkan manifestasi
klasifikasi syok: hipotensi takikardia, pucat, kulit lembab dingin, sianosis perifer,
haluaran urine rendah, gelisah, perubahan sesorium (delirium, kacau mental, agitasi,
letargi, obtudansi, koma). Selain itu, perhatikan manifestasi khusus terhadap Syok
neurogenik: hipotensi dengan penampilan merah hangat, reaksi refleks simpatis khas dari
syok tidak terjadi, seperti takikardia dan takipnea (Engram, 1998)
C. Pemeriksaan penunjang
Penilaian masalah terhadap kasus syok neurologis:
Perubahan kesadaran
Perubahan mental
Status pernapasan, diperlukan alat bantu respirasi atau tidak
Perubahan tekanan intracranial
Kematian jaringan otak
2.2 Diagnosa Keperawatan
Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan:
Infeksi, disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas,
asma, trauma
Obstruksi jalan nafas: spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya
jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di
jalan nafas
Resiko Aspirasi berhubungan dengan ketidakbersihan jalan napas, penurunan tingkat
kesadaran, kaku rahang
Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b/d penurunan konsentrasi Hb, Hipervolemia,
Hipoventilasi, gangguan transport O2, gangguan aliran arteri dan vena
Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre load dan
afterload, kontraktilitas jantung.
Hipertermia berhubungan dengan penyakit/ trauma, peningkatan metabolisme,
aktivitas yang berlebih, dehidrasi
Kecemasan berhubungan dengan Faktor keturunan, Krisis situasional, Stress,
perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang
pengetahuan dan hospitalisasi