Anda di halaman 1dari 11

Daftar isi

BAB I....................................................................................................1
LAPORAN PENDAHULUAN............................................................3
1.1 DEFINISI...................................................................................3
1.2 ETIOLOGI.................................................................................3
1.3 PATOFISIOLOGI.....................................................................3
1.4 MANIFESTASI KLINIS...........................................................5
1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG..............................................5
1.6 PENATALAKSANAAN...........................................................5
1.7 KOMPLIKASI...........................................................................6
BAB II..................................................................................................7
KONSEP KEPERAWATAN...............................................................7
2.1 PENGKAJIAN............................................................................7
2.2 Diagnosa Keperawatan................................................................8
2.3 Rencana Keperawatan.................................................................9
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 DEFINISI
Seseorang dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi oksigen dan zat gizi ke
sel- sel tubuh. Kegagalan memperbaiki perfusi menyebabkan kematian sel yang
progressif, gangguan fungsi organ dan akhirnya kematian penderita (Boswick John. A,
1997, hal 44).
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, syok
neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh
darah secara mendadak diseluruh tubuh. sehingga terjadi hipotensi dan penimbunanan
darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). hasil dari perubahan resistensi
pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf.

1.2 ETIOLOGI
Syok neurogenik merupakan kondisi syok yang terjadi karena hilangnya kontrol saraf
simpatis terhadap tahanan vaskular sehingga sebagai akibatnya, muncul dilatasi arteriol
dan vena di seluruh tubuh (Duane, 2008).
Penyebabnya antara lain :
 Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
 Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada
fraktur tulang.
 Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
 Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
 Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
 Syok neurogenik bisa juga akibat letupan rangsangan parasimpatis ke jantung
yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan
simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan
emosional

1.3 PATOFISIOLOGI
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam syok
distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi
pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance). Syok neurogenik mengacu pada
hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah
hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit.
Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat
kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah.
Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional.
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter
prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan
ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang
menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop, syok neurogenik
disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis descendens ke pembuluh darah yang
mendilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya hipotensi dan bradikardia. (Ristari,
2012)
Syok neurogenik disebabkan oleh hilangnya kontrol saraf simpatis terhadap tahanan vaskular,
sehingga sebagai hasilnya, terjadilah vasodilatasi arteriol dan venula secara besar-besaran di
seluruh tubuh (Cheatham dkk, 2003). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, beberapa
etiologi yang mendasari terjadinya syok neurogenik antara lain adalah penggunaan zat
anesthesia maupun cidera pada medula spinalis yang mekanismenya kurang.
Bagian terpenting sistem saraf otonom bagi pengaturan sirkulasi adalah sistem saraf simpatis.
Selain serabut saraf simpatis yang menyuplai pembuluh darah, serabut simpatis juga pergi
secara langsung menuju jantung. Perlu diingat kembali bahwa rangsangan simpatis jelas
meningkatkan aktivitas jantung, meningkatkan frekuensi jantung, dan menambah kekuatan
serta volume pompa jantung.
Dalam keadaan normal, daerah vasokonstriktor di pusat vasomotor terus menerus
mengantarkan sinyal ke serabut saraf vasokonstriktor seluruh tubuh, menyebabkan serabut ini
mengalami cetusan yang lambat dan kontinu dengan frekuensi sekitar satu setengah sampai
dua impuls per detik. Impuls ini, mempertahankan keadaan kontraksi parsial dalam pembuluh
darah yang disebut tonus vasomotor. Tonus inilah yang mempertahankan tekanan darah
dalam batas normal, sehingga fungsi sirkulasi tetap terjaga untuk kebutuhan jaringan.
Melemahnya tonus vasomotor, secara langsung menimbulkan manifestasi klinis dari syok
neurogenik. Sebagai contoh, trauma pada medula spinalis segmen toraks bagian atas akan
memutuskan perjalanan impuls vasokonstriktor dari pusat vasomotor ke sistem sirkulasi.
Akibatnya, tonus vasomotor di seluruh tubuh pun menghilang.
Efeknya (vasodilatasi), paling jelas terlihat pada vena-vena juga arteri kecil. Dalam vena
kecil yang berdilatasi, darah akan tertahan dan tidak kembali bermuara ke dalam vena besar.
Karena faktor ini, aliran balik vena maupun curah jantung akan menurun, dan dengan
demikian tekanan darah secara otomatis jatuh hingga nilai yang sangat rendah. Di momen
yang bersamaan, dilatasi arteriol menyebabkan lemahnya tahanan vaskular sistemik yang
seharusnya membantu memudahkan kerja jantung sebagai pompa yang mengalirkan darah ke
seluruh tubuh. Pada saat ini, didapatkanlah tanda-tanda syok neurogenik yang jalur akhirnya
tidak jauh berbeda dengan syok tipe lain.(Guyton & Hall, 2008).

Dalam keadaan normal, daerah vasokonstriktor di pusat vasomotor terus menerus


mengantarkan sinyal ke serabut saraf vasokonstriktor seluruh tubuh, menyebabkan serabut ini
mengalami cetusan yang lambat dan kontinu dengan frekuensi sekitar satu setengah sampai
dua impuls per detik. Impuls ini, mempertahankan keadaan kontraksi parsial dalam pembuluh
darah yang disebut tonus vasomotor. Tonus inilah yang mempertahankan tekanan darah
dalam batas normal, sehingga fungsi sirkulasi tetap terjaga untuk kebutuhan jaringan.
Melemahnya tonus vasomotor, secara langsung menimbulkan manifestasi klinis dari syok
neurogenik. Sebagai contoh, trauma pada medula spinalis segmen toraks bagian atas akan
memutuskan perjalanan impuls vasokonstriktor dari pusat vasomotor ke sistem sirkulasi.
Akibatnya, tonus vasomotor di seluruh tubuh pun menghilang.
Efeknya (vasodilatasi), paling jelas terlihat pada vena-vena juga arteri kecil. Dalam vena
kecil yang berdilatasi, darah akan tertahan dan tidak kembali bermuara ke dalam vena besar.
Karena faktor ini, aliran balik vena maupun curah jantung akan menurun, dan dengan
demikian tekanan darah secara otomatis jatuh hingga nilai yang sangat rendah. Di momen
yang bersamaan, dilatasi arteriol menyebabkan lemahnya tahanan vaskular sistemik yang
seharusnya membantu memudahkan kerja jantung sebagai pompa yang mengalirkan darah ke
seluruh tubuh. Pada saat ini, didapatkanlah tanda-tanda syok neurogenik yang jalur akhirnya
tidak jauh berbeda dengan syok tipe lain.(Guyton & Hall, 2008).
1.4 MANIFESTASI KLINIS
Pada syok neurogenik juga ditemukan hipotensi, hanya saja akibat dari berbagai disfungsi
saraf otonom (khususnya saraf simpatis) nadi bahkan dapat lebih lambat (bradikardi). Kadang
gejala ini disertai dengan adanya defisit neurologis dalam bentuk quadriplegia atau
paraplegia. Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi
bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena,
maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.

1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium sangat membantu diagnosis.
 Rontgen cervik, thorax, dan lumbosakral spinal merupakan sangat penting untuk
menentukan adanya patah tulang atau tidak.
 CT scan dan MRI akan berguna untuk menentukan bagian medulla spinalis yang
menyebabkan kompresi medulla spinalis. (Duane, 2008)
 Elektrolit serum menunjukkan kekurangan cairan dan elektrolit
 Sinar X spinal menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur , dislokasi), untuk
kesejajaran traksi atau operasi
 Pemeriksaan fungsi paru: mengukur volume inspirasi maksimal dan ekpirasi
maksimal terutama pada kasus trauma servikal bagian bawah
 GDA : menunjukan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilas

1.6 PENATALAKSANAAN
Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan
masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan
endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Ventilator mekanik juga dapat
menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot
-otot respirasi.
Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
a) Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus
secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan
darah akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi. Bila
tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat – obat vasoaktif
 Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek
serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
 Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal
dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Sebaiknya diberikan per
infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi
perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian
obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi
pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi
otot-otot uterus.
 Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik
 Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output.
Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.

1.7 KOMPLIKASI

Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan
Sindrome disstres pernafasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena
hipoksia
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

2.1 PENGKAJIAN
A. Primery survey
 Airway
Jalan nafas adalah sumbatan jalan atas (larynx, pharinx) akibat cedera inhalasi yang ditandai
kesulitan bernafas atau suara nafas yang berbunyi stridor. Tindakan dengan membersihkan
jalan napas, memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tertinggi dan
antibiotik.
 Breathing
Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat terhambat karena nyeri atau eschar
melingkar di dada. Tindakan yang dilakuakan kaji dan monitor kemampuan bernafas,
memberikan oksigen, melakukan tindakan kedaruratan jalan napas agresif.
 Circulation
Status volume pembuluh darah. Keluarnya cairan dari pembuluh darah terjadi karena
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (jarak antara sel endotel dinding pembuluh
darah).
 Disability
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU/GCS
 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
 P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
 U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun
stimulus verbal
 Ekspose, Examine dan Evaluate
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam terjadinya
gagal napas, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dada dan ekstremitas pada pasien
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka dan
mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis

B. Secondary survey

 Identitas Pasien
Meliputi jenis kelamin, umur, demografi, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
dll
 Keluhan utama
 Provoking: merupakan peristiwa apa yang bisa mencetuskan nyeri yang
dirasakan oleh klien
 Quality: seperti apa nyeri yang sedang dirasakan oleh klien saat ini
 Region: tempat dimana rasa nyeri itu terjadi
 Severity: skala nyeri yang dirasakan oleh klien
 Time: berapa lama nyeri yang dirasakan oleh klien biasanya berlangsung
 Pemeriksaan fisik
Didasarkan pada survei umum (Apendiks F) dapat menunjukkan manifestasi
klasifikasi syok: hipotensi takikardia, pucat, kulit lembab dingin, sianosis perifer,
haluaran urine rendah, gelisah, perubahan sesorium (delirium, kacau mental, agitasi,
letargi, obtudansi, koma). Selain itu, perhatikan manifestasi khusus terhadap Syok
neurogenik: hipotensi dengan penampilan merah hangat, reaksi refleks simpatis khas dari
syok tidak terjadi, seperti takikardia dan takipnea (Engram, 1998)

C. Pemeriksaan penunjang
Penilaian masalah terhadap kasus syok neurologis:
Perubahan kesadaran
Perubahan mental
Status pernapasan, diperlukan alat bantu respirasi atau tidak
Perubahan tekanan intracranial
Kematian jaringan otak
2.2 Diagnosa Keperawatan
 Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan:
Infeksi, disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas,
asma, trauma
Obstruksi jalan nafas: spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya
jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di
jalan nafas
Resiko Aspirasi berhubungan dengan ketidakbersihan jalan napas, penurunan tingkat
kesadaran, kaku rahang
 Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b/d penurunan konsentrasi Hb, Hipervolemia,
Hipoventilasi, gangguan transport O2, gangguan aliran arteri dan vena
 Penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung, stroke volume, pre load dan
afterload, kontraktilitas jantung.
 Hipertermia berhubungan dengan penyakit/ trauma, peningkatan metabolisme,
aktivitas yang berlebih, dehidrasi
 Kecemasan berhubungan dengan Faktor keturunan, Krisis situasional, Stress,
perubahan status kesehatan, ancaman kematian, perubahan konsep diri, kurang
pengetahuan dan hospitalisasi

2.3 Rencana Keperawatan

N Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


o
1. Bersihan Jalan Nafas tidak NOC: NIC:
efektif berhubungan dengan: Respiratory status : Ventilation Pastikan kebutuhan
Infeksi, disfungsi Respiratory status : Airway patency oral atau
neuromuskular, hiperplasia Aspiration Control Setelah dilakukan tracheal suctioning.
dinding bronkus, alergi jalan tindakan keperawatan selama...x 24 Berikan O2
nafas, asma, trauma jam pasien menunjukkan keefektifan Anjurkan pasien untuk
Obstruksi jalan nafas jalan nafas dibuktikan dengan kriteria istirahat dan napas dalam
: spasme jalan nafas, sekresi hasil : Posisikan pasien untuk
tertahan, banyaknya mukus, Mendemonstrasikan batuk efektif dan memaksimalkan ventilasi
adanya jalan nafas buatan, suara nafas yang bersih, tidak ada Lakukan fisioterapi dada
sekresi bronkus, adanya sianosis dan dyspneu (mampu jika perlu
eksudat di alveolus, adanya mengeluarkan sputum, bernafas Keluarkan sekret
benda asing di jalan nafas. dengan mudah, tidak ada pursed lips) dengan
DS: Menunjukkan jalan nafas yang paten batuk atau suction
Dispneu (klien tidak merasa tercekik, irama Auskultasi suara nafas,
DO: nafas, frekuensi pernafasan dalam catat
Penurunan suara nafas rentang normal, tidak ada suara nafas adanya suara tambahan
Orthopneu abnormal) Berikan antibiotic
Cyanosis Mampu i. Atur intake
Kelainan suara nafas (rales, mengidentifikasikan dan untuk cairan
wheezing) mencegah faktor yang mengoptimalkan
Kesulitan berbicara penyebab. keseimbangan.
Batuk, tidak efektif atau d. Saturasi O2 dalam batas normal Monitor respirasi
tidak ada e. Foto thorak dalam batas normal dan status O2
Produksi sputum Pertahankan hidrasi
Gelisah yang adekuat
i. Perubahan untuk
frekuensi dan irama nafas mengencerkan secret
Jelaskan pada
pasien dan
keluarga tentang
penggunaan peralatan :
O2,
Suction, Inhalasi
2. Risiko Aspirasi Respiratory Status : Ventilation NIC:
DO: Aspiration control Monitor tingkat kesadaran,
Peningkatan tekanan dalam Swallowing Status Setelah dilakukan reflek batuk dan
lambung tindakan keperawatan selamax24 jam kemampuan menelan
elevasi tubuh bagian atas pasien tidak mengalami aspirasi Monitor status paru
penurunan tingkat kesadaran dengan kriteria: Lakukan suction jika
peningkatan residu lambung Klien dapat bernafas dengan mudah, diperlukan
menurunnya fungsi sfingter tidak irama, frekuensi pernafasan Cek nasogastrik sebelum
esofagus normal makan
gangguan menelan Pasien mampu menelan, mengunyah Hindari makan
NGT tanpa terjadi kalau residu masih
Penekanan reflek aspirasi, dan mampumelakukan oral banyak
batuk dan gangguan reflek hygiene Potong makanan kecil kecil
i. Penurunan motilitas c. Jalan nafas paten, mudah bernafas, Haluskan obat
gastrointestinal tidak merasa tercekik dan tidak ada sebelum pemberian
suara nafas abnormal Naikkan kepala 30-45
derajat setelah makan

3. Perfusi jaringan cerebral NOC : NIC:


tidak efektif b/d Circulation status Monitor TTV
penurunan konsentrasi Hb, Neurologic status Monitor AGD, ukuran
Hipervolemia, Tissue Prefusion : cerebral pupil, ketajaman,
Hipoventilasi, gangguan Setelah dilakukan asuhan kesimetrisan dan reaksi
transport O2, gangguan selama………ketidakefektifan Monitor adanya diplopia,
aliran arteri dan vena perfusi jaringan cerebral teratasi pandangan kabur, nyeri
dengan kriteria hasil: kepala
Tekanan systole dan diastole dalam Monitor level
DO :
rentang yang diharapkan kebingungan dan
Gangguan status mental
Tidak ada ortostatikhipertensi orientasi
Perubahan perilaku
Komunikasi jelas Monitor tonus otot
Perubahan respon motorik
Menunjukkan konsentrasi dan pergerakan
Perubahan reaksi pupil
orientasi Monitor respon nerologis
Kesulitan menelan
Pupil seimbang dan reaktif Catat
Kelemahan atau paralisis
Bebas dari aktivitas kejang perubahan pasien dalam
ekstrermitas
Tidak mengalami nyeri kepala merespon stimulus
Abnormalitas bicara
Monitor status cairan
Tinggikan kepala 0-45o
tergantung pada konsisi
pasien dan order medis
4. Penurunan curah jantung NOC : NIC :
b/d gangguan irama jantung, Cardiac Pump effectiveness Evaluasi adanya nyeri dada
stroke volume, pre load dan Circulation Status Catat adanya disritmia
afterload, kontraktilitas Vital Sign Status jantung
Catat adanya tanda dan
jantung. Tissue perfusion: perifer
gejala penurunan cardiac
Setelah dilakukan asuhan putput
DO/DS: selama………penurunan kardiak Monitor status pernafasan
Aritmia, takikardia, output klien teratasi dengan kriteria yang menandakan gagal
bradikardia hasil: jantung
Palpitasi, oedem Tanda Vital dalam rentang normal Monitor balance cairan
Kelelahan (Tekanan darah, Nadi, respirasi) Monitor respon pasien
Peningkatan/penurunan JVP Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada terhadap efek pengobatan
Distensi vena jugularis kelelahan antiaritmia
Kulit dingin dan lembab Tidak ada edema paru, perifer, dan Atur periode
Penurunan denyut nadi tidak ada asites latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
perifer Tidak ada penurunan kesadaran Monitor toleransi aktivitas
Oliguria, kaplari refill lambat AGD dalam batas normal pasien
Nafas pendek/ sesak Tidak ada distensi vena leher Monitor adanya dyspneu,
nafas Warna kulit normal fatigue, tekipneu dan ortopneu
Perubahan warna kulit Anjurkan untuk
Batuk, bunyi jantung S3/S4 menurunkan stress
Monitor TD, nadi, suhu, dan
Kecemasan
RR
Monitor jumlah, bunyi dan
irama jantung
5. Hipertermia NOC: NIC :
Berhubungan dengan : Thermoregulasi Monitor suhu
penyakit/ trauma sesering mungkin
peningkatan metabolisme Monitor warna dan suhu
aktivitas yang berlebih Setelah dilakukan tindakan kulit
dehidrasi keperawatan selama Monitor tekanan
pasien darah, nadi dan
DO/DS: menunjukkan : RR
kenaikan suhu tubuh diatas Suhu tubuh dalam batas normal Monitor penurunan
rentang normal dengan kreiteria hasil: tingkat
serangan atau Suhu 36 – 37C Kesadaran
konvulsi (kejang)istirahat Monitor WBC,
untuk menghindari adi dan RR dalam rentang normal Hb, dan Hct
kelelahan Monitor intake dan
Monitor toleransi aktivitas Tidak ada perubahan warna kulit output
pasien dan tidak ada pusing, merasa Berikan anti
Monitor adanya dyspneu, nyaman piretik:
fatigue, tekipneu dan Kelola Antibiotik
ortopneu Berikan cairan intravena
Anjurkan untuk Kompres pasien pada
menurunkan stress lipat paha dan aksila
Monitor TD, nadi, suhu, Tingkatkan sirkulasi
dan RR udara
Monitor jumlah,bunyi Tingkatkan intake
dan irama jantung cairan dan nutrisi
kulit kemerahan Monitor hidrasi seperti
pertambahan RR turgor kulit,
takikardi kelembaban membran
Kulit teraba panas/ hangat mukosa
6. Kecemasan berhubungan NOC : NIC :
dengan Kontrol kecemasan Gunakan pendekatan
Faktor keturunan, Krisis Koping yang menenangkan
situasional, Stress, Setelah dilakukan asuhan selama Nyatakan dengan jelas
perubahan status klien harapan terhadap pelaku
kesehatan, ancaman kecemasan teratasi dgn kriteria pasien
kematian, hasil: Jelaskan semua prosedur
perubahan konsep diri, dan apa yang dirasakan
kurang pengetahuan dan Klien mampu mengidentifikasi selama prosedur
hospitalisasi dan mengungkapkan gejala cemas Temani pasien
Mengidentifikasi, mengungkapkan untuk memberikan
dan menunjukkan keamanan
DO/DS:
tehnik untuk mengontol dan mengurangi
Insomnia
cemas takut
Kontak mata kurang
Vital sign dalam batas normal Berikan
Kurang istirahat
Postur tubuh, ekspresi wajah, informasi faktual
Berfokus pada diri sendiri
bahasa tubuh dan tingkat mengenai diagnosis,
Iritabilitas
aktivitas menunjukkan tindakan prognosis
Takut
berkurangnya kecemasan Libatkan keluarga
Nyeri perut
untuk
Penurunan TD dan denyut
mendampingi klien
nadi
Instruksikan pada
Diare, mual, kelelahan
pasien untuk
Gangguan tidur
menggunakan tehnik
Gemetar
relaksasi
Anoreksia, mulut kering
Dengarkan dengan
Peningkatan TD, denyut
penuh perhatian
nadi, RR
i. Identifikasi
Kesulitan bernafas
tingkat kecemasan
Bingung
Bloking dalam Bantu pasien mengenal
pembicaraan situasi yang
Sulit berkonsentrasi menimbulkan kecemasan
Dorong pasien
untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi

Anda mungkin juga menyukai