Sensor
Tekanan darah secara terus menerus dipantau oleh sensor – sensor yang disebut baroreseptor
(mekanoreseptor). Refleks baroreseptor mungkin merupakan refleks yang paling utama dalam
menentukan kontrol regulasi denyut jantung dan tekanan darah.
Baroreseptor sensitif terhadap perubahan tekanan dan regangan arteri. Baroreseptor
menerima rangsangan berupa peregangan atau perubahan tekanan arteri yang berlokasi di arkus
aorta dan sinus karotikus. Reseptor ini juga dirangsang oleh peregangan dinding aorta atau arteri
karotis.
Pada saat tekanan darah arteri meningkat dan arteri meningkat dan arteri meregang, reseptor
– reseptor ini dengan cepat mengirim impulsnya ke pusat vasomotor. Pusat vasomotor dihambat,
mengakibatkan vasodilatasi pada arteriol dan vena sehingga tekanan darah menurun.
Dilatasi arteriol menurunkan tahanan perifer dan dilatasi vena menyebabkan darah
menumpuk pada vena sehingga mengurangi aliran balik vena dan menurunkan curah jantung.
Impulas aferen dari baroreseptor juga mencapai pusat jantung dimana akan merangsang aktivitas
pusat parasimpatis dan menghambat pusat simpatis (kardioaselerator) sehingga menyebabkan
penurunan denyut jantung dan penurunan daya kontraksi jantung.
Sebaliknya penurunan tekanan arteri rata – rata menyebabkan refleks vasokonstriksi dan
meningkatkan curah jantung, dengan demikian meningkatkan tekanan darah. Fungsi reaksi cepat
dari baroreseptor adalah melindungi siklus sirkulasi darah selama fase akut perubahan tekanan
darah.
Kontrol Tekanan Darah
Pusat kardiovaskuler di otak berada di formasio retikularis dan terletak di medula oblongata
bagian bawah dan pons. Impuls yang berkaitan dengan tekanan darah diintegrasikan di sini. Apabila
terjadi perubahan tekanan darah, maka pusat kardiovaskuler mengaktifkan sistem saraf otonom,
sehingga terjadi perubahan stimulasi simpatis dan parasimpatis ke jantung dan selanjutnya akan
terjadi perubahan stimulasi simpatis ke seluruh sistem pembuluh darah.
Refleks Kemoresptor
Apabila kandungan oksigen atau pH darah turun atau kadar karbondioksida dalam darah
meningkat, maka kemoreseptor yang ada di arkus aorta dan pembuluh – pembuluh darah besar di
leher mengirim impuls ke pusat vasomotor dan terjadilah vasokonstriksi. Selanjutnya peningkatan
tekanan darah membantu mempercepat darah kembali ke jantung dan ke paru.
Kontrol Kimia
Seperti yang sudah disebutkan bahwa kadar oksigen dan karbondioksida membantu
meregulasi tekanan darah melalui refleks kemoreseptor, tetapi sejumlah kimia darah yang terdapat
pada otot polos atau pusat vasomotor juga memengaruhi tekanan darah. Hormon yang penting yang
berperan pada kontrol kimia adalah :
1. Hormon yang dikeluarkan medula adrenal.
Selama masa stress, kelenjar adrenal melepaskan norepinefrin dan epinefrin ke dalam darah
dan kedua hormon ini meningkatkan respon “fight or flight”.
2. Faktor natriuretik atrium
Dinding atrium jantung mengeluarkan hormon peptida yang disebut dengan faktor
natriuretik atrial yang menyebabkan volume darah dan tekanan darah menurun. Hormon ini
adalah antagonis aldosteron dan menyebabkan ginjal mengeluarkan garam dan air yang
lebih banyak dari tubuh, dengan demikian menurunkan volume darah. Hormon ini juga
menyebabkan dilatasi menyeluruh dan menurunkan pembentukan cairan serebrospinal di
otak.
3. ADH (hormon antideuritik)
Hormon ini diproduksi di hipotalamus dan merangsang ginjal untuk meretensi (menahan)
air.
4. Angiotensin II
Angiotensin II terbentuk akibat adany renin yang dikeluarkan oleh ginjal saat perfusi ginjal
tidak adekuat. Hormon ini menyebabkan vasokonstriksi yang hebat, dengan demikian terjadi
peningkatan tekanan darah yang cepat. Hormon ini juga merangsang pengeluaran
aldosteron yang akan meregulasi tekanan darah untuk jangka panjang dengan menahan
pengeluarkan air.
5. Endothelium-derived faktor
Endotelin bekerja pada otot polos pembuluh darah dan merupakan vasokonstriktor yang
kuat. Hormon ini dikeluarkan sebagai respon terhadap penurunan aliran darah dan
mempunyai efek yang lama dengan meningkatkan masuknya kalsium ke otot polos
pembuluh darah. Nitric Oxide (NO) disebut juga dengan Endothelium Derived Relaxing
Factor (EDRF) , merupakan vasokonstriktor yang dikeluarkan oleh sel endotel akibatnya
adanya peningkatan kecepatan aliran darah dan adanya molekul – molekul seperti
asetilkolin, brandikinin, dan nitroselin. Hormon ini bekerja melalui Cyclic GMP Second
Messenger. Hormon ini sangat cepat dihancurkan dan efek vasodilatasinya sangat singkat.
6. Alkohol
Konsumsi alkohol menyebabkan penurunan tekanan darah mellui penghambatan
pengeluaran ADH dan penekanan pada pusat vasomotor, dan dapat menyebabkan
vasodilatasi terutama pada kulit.
Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arterial, sistol ≥ 140 mmHg dan diastol ≥ 90
mmHg (Brunner and Suddarth, 2001).
Epidemologi
Etiologi
1. Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer adalah tekanan darah tinggi yang tidak diketahui penyebabnya. 95%
kasus hipertensi adalah kasus hipertensi primer dan diduga ada hubungan erat dengan
kekacauan sistem pengendalian tekanan darah melalui syaraf, humoral dan hemodinamik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi primer antara lain;
a) Faktor genetik atau adanya bakat genetik
b) Faktor psikososial
Orang-orang tipe tertentu yang bersikap “tegang” (tipe A menurut Bortner,1969)
yang mudah mengadakan jawaban saraf simpatis yang berlebihan juga mudah
menderita hipetensi.
c) Diet
Khususnya orang yang suka makan garam berlebihan mempunyai kecenderungan
untuk menderita hipertensi. Kadang-kadang dikatakan bahwa orang yang
mempunyai “bakat” menderita hipertensi cenderung untuk makan garam
berlebihan.
d) Faktor biografi dan lingkungan
Berdasarkan data-data yang ada, penduduk di daerah pantai memiliki prevalensi
lebih tinggi daripada penduduk daerah pedalaman atau pegunungan.
e) Jenis kelamin
Pada umumnya tekanan darah sistole dan diastole pada pria lebih tinggi daripada
wanita (tekanan darah rata-rata) dan setelah umur 50 tahun, umumnya wanita
memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada pria.
f) Faktor usia
Pada individu tertentu, naiknya tekanan darah seiring dengan bertambahnya umur.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi Sekunder adalah tekanan darh tinggi yang penyebabnya dapat diidentifikasi.
Adapun penyebabnya terdiri dari kelainan organik, seperti penyakit ginjal, kelainan pada
korteks adrnal, kromositoma, serta adanya pemakaian obat-obatan sejenis dengan
kortikosteroid. Hipertensi sekunder yang berubah menjadi suatu hipertensi yang sukar
diobati disebut sebagai hipertensi maligna. Beberapa penyebab terjadinya hipertensi
sekunder:
a. Penyakit Ginjal
o Stenosis arteri renalis
o Pielonefritis
o Glomerulonefritis
o Tumor-tumor ginjal
o Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
o Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
o Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
b. Kelainan Hormonal
o Hiperaldosteronisme
o Sindroma Cushing
o Feokromositoma
c. Obat-obatan
o Pil KB
o Kortikosteroid
o Siklosporin
o Eritropoietin
o Kokain
o Penyalahgunaan alkohol
o Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
d. Penyebab Lainnya
o Koartasio aorta
o Preeklamsi pada kehamilan
o Porfiria intermiten akut
Epidemologi
Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII :
Klasifikasi Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi I 140 – 150 90 – 99
Hipertensi II >150 >100
Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras simpatis, yang berlanjut ke
bawah ke korda spinalis dan di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuro preganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang serabut pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh
darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norephineprin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi, korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran
darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembenyukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat , yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan
air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Terjadinya hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :
2. Sistem renin-angiotensin
Sistem renin-angiotensin mungkin merupakan sistem endokrin yang paling penting dalam
mengontrol tekanan darah. Renin disekresi dari aparat juxtaglomerular ginjal sebagai jawaban
terhadap kurang perfusi glomerular atau kurang asupan garam. Ia juga dilepas sebagai jawaban
terhadap stimulasi dan sistem saraf simpatis.
Renin bertanggung jawab mengkonversi substrat renin (angiotensinogen) menjadi angotensin
II di paru-paru oleh angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II merupakan vasokontriktor
yang kuat dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
Faktor Resiko
Hampir setengah abad yang lalu, Irvin H. Page yang terkenal dengan teori mosaic of
hypertension menguraikan bahwa, hipertensi merupakan” penyakit pengaturan tekanan yang
diakibatakan oleh multifaktorial”.
Dengan kemajuan dalam penelitian mengenai hipertensi ternyata masih banyak lagi faktor
yang berperan dalam mekanisme pengaturan tekanan darah yang belum termasuk dalam teori
mosaic. Multifaktorial yang dihubungkan dengan patogenesis hipertensi primer yang terutama
terdiri dari 3 elemen penting yaitu :
1. Faktor genetik
2. Rangsangan lingkungan : terutama asupan garam, stress dan obesitas
3. Adaptasi struktural yang membuat pembuluh darah dan jantung membutuhkan tekanan yang
lebih tingi dari fungsi normalnya.
Ketiga elemen ini saling terkait dimana pengaruh lingkungan yang berlebihan dibutuhkan
untuk mencetuskan predisposisi genetik sedangkan perubahan struktural kadang-kadang dipercepat
oleh faktor genetik.
Pada fase awal, interaksi antara predisposisi genetik dan pengaruh lingkungan menyebabkan terjadi
peningkatan cardiac output (CO) melebihi resistensi perifer.
1. Faktor genetik
a. Peran faktor genetik dibuktikan dengan berbagai kenyataan yang dijumpai maupun dari
penelitian, misalnya:
- Kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot dari pada
heterozigot, apabila salah satu diantaranya menderita hipertensi.
- Kejadian hipertensi primer dijumpai lebih tinggi 3,8 kali pada usia sebelum 50 tahun, pada
seseorang yang mempunyai hubungan keluarga derajat pertama yang hipertensi sebelum usia 50
tahun.
- Percobaan pada tikus golongan Japanese spontaneosly hypertensive rat (SHR) Dahl salt sensitive
(DS) dan sal resistance (R) dan Milan hypertensive rat strain (MHS) menunjukkan bahwa dua
turunan tikus tersebut mempunyai faktor genetik yang secara genetik diturunkan sebagai faktor
penting timbulnya hipertensi, sedangkan turunan yang lain menunjukkan faktor kepekaan
terhadap garam yang juga diturunkan secara genetik sebagai faktor utama timbulnya hipertensi.
b. Faktor yang mungkin diturunkan secara genetik antara lain : defek transport Na pada membran
sel, defek ekskresi natrium dan peningkatan aktivitas saraf simpatis yang merupakan respon
terhadap stress.
2. Faktor lingkungan
a. Keseimbangan garam
Garam merupakan hal yang amat penting dalam patofisiologi hipertensi primer. Hipertensi
hampir tidak pernah ditemukan pada golongan suku bangsa dengan asupan garam yang minimal.
Apabila asupan garam kurang dari 3 gram perhari, prevalensi hipertensi beberapa persen saja,
sedangkan apabila asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi menjadi 15-
20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume
plasma, curah jantung GFR (glomerula filtrat rate) meningkat. Keadaan ini akan diikuti oleh
peningkatan kelebihan ekskresi garam (pressure natriuresis) sehingga kembali kepada keadaan
hemodinamik yang normal. Pada penderita hipertensi, mekanisme ini terganggu dimana pressure
natriuresis mengalami “reset” dan dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk mengeksresikan
natrium, disamping adanya faktor lain yang berpengaruh.
b. Obesitas
Banyak penyelidikan menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif diantara obesitas
(terutama upper body obesity) dan hipertensi. Bagaimana mekanisme obesitas menyebabkan
hipertensi masih belum jelas. Akhir-akhir ini ada pendapat yang menyatakan hubungan yang erat
diantara obesitas, diabetes melitus tipe 2, hiperlipidemia dengan hipertensi melalui
hiperinsulinemia.
c. Stress
Hubungan antara stress dan hipertensi primer diduga oleh aktivitas saraf simpatis (melalui
cathecholamin maupun renin yang disebabkan oleh pengaruh cathecolamin) yang dapat
meningkatkan tekanan darah yang intermittent. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat
berakibat tekanan darah menetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada
binatang percobaan dibuktikan, pemaparan terhadap stress membuat binatang tersebut
hipertensi.
d. Lain-lain
Faktor-faktor lain yang diduga berperan dalam hipertensi primer rasio asupan garam, kalium,
inaktivitas fisik, umur, jenis kelamin dan ras.
Manifestasi Klinis.
Manifestasi yang sering terlihat pada penderita hipertensi adalah : sakit kepala, pusing,
lemas, rasa berat di tengkuk, telinga berdenging, sesak nafas, mudah marah, mata berkunang –
kunang, kelelahan, kesa.daran menurun, gelisah, mual, muntah, epistaksis, kelemahan otot atau
perubahan mental
Komplikasi
Komplikasi yang sering timbul antara lain:
Stroke, dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh darah non otak yang terpajan akibat tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronik apabila arteri –arteri yang memperdarai otak mengalami hipertropi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah – daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri – arteri
otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma.
Jantung dapat terjadi infark miokardium apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran
darah melalui pembuluh darah tersebut.
Otak, ensepalopati dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna. Tekanan yang sangat
tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam
ruang intersinum di seluruh susunan saraf pusat. Neuron – neuron di sekitarnya kolaps dan terjadi
koma serta kematian.
Ginjal, dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler
– kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar melalui
urine sehingga tekanan osmotik, koloid plasma berkurang, menyebabkan oedema yang sering
dijumpai pada hipertensi kronik.
Wanita dengan PIH dapat mengalami kejang. Bayi yang lahir dapat mungkin memiliki berat
badan lahir rendah akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat, dapat mengalami hipoksia dan
asidosis apabila ibu mengalami kejang selama atau sebelum proses persalinan.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Hitung darah lengkap (Complete Blood Cells Count) meliputi pemeriksaan hemoglobin,
hematokrit untuk menilai viskositas dan indikator faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia.
2. Kimia darah.
a. BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan penurunan perfusi atau faal renal.
b. Serum glukosa : hiperglisemia (diabetes mellitus adalah presipitator hipertensi) akibat dari
peningkatan kadar katekolamin.
c. kadar kolesterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan predisposisi
pembentukan plaque ateromatus.
d. kadar serum aldosteron : menilai adanya aldostironisme primer.
e. studi tiroid (T3 dan T4 ) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi terhadap
vasokonstriksi dan hipertensi.
f. asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko hipertensi
3. Elektrolit.
a. serum potasium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya aldosteronisme atau
efek samping terapi deuritik).
b. serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi.
4. Urine.
a. analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengindikasikan disfungsi renal
atau diabetes.
b. urine VMA (Cathecolamine metabolic) : peningkatan kadar mengindikasikan adanya
pheochromacytoma.
c. steroid urine : peningkatan kadar mengindikasikan hiperadrenalisme, pheochromacytoma,
atau disfungsi pituitary, sindrom cushing: kadar renin juga meningkat.
5. Radiologi.
a. Intra venous Pyelografi (IVP): mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti Renal
Pharenchymal Disease, urolothiasis, benign prostate hyperplasia (BPH).
b. Rontgen thoraks : menilai adanya kalsifikasi obstruktif katub jantung, deposit kalsium pada
aorta, dan pembesaran jantung.
6. EKG: menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi atau disritmia.
Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan medis pada klien dengan hipertensi adalah mencegah terjadinya
morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah di
bawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi,
biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi.
Klien dengan hipertensi ringan yang berada dalam resiko tinggi (pria, merokok) atau bila
tekanan darah diastoliknya menetap di atas 85 atau 95 mmHg dan sistoliknya di atas 130 sampai 139
mmHg, perlu dimulai terapi obat – obatan.
Terapi farmakologis
Obat – obatan antihipertensi dapat dipakai sebagai obat tunggal atau dicampur dengan obat
lain, obat – obatan ini diklasifikasikan menjadi 5 kategori yaitu :
1. Diuretik
2. Menekan simpatetik (simpatolitik)
3. Vasodilator arteriol yang bekerja langsung
4. Antagonis angiotensin (ACE inhibitor)
5. Penghambat saluran kalsium (blocker calsium antaginis)
Deuretik
Hidroklorotiazid adalah deuretik yang paling sering diresepkan untuk mengobati hipertensi
ringan. Hidroklorotiazid dapat diberikan sendiri pada klien dengan hipertensi ringan atau klien yang
baru. Banyak obat antihipertensi dapat menyebabkan retensi cairan, karena itu, sering kali deuretik
diberi bersama antihipertensi.
Simpatolitik
Penghambat (adrenergik bekerja di sentral simpatolitik), penghambat adrenergik alfa, dan
penghambat neuron adrenergik diklasifikasikan sebagai penekan simpatetik, atau simpatolitik
penghambat adrenergik beta,juga dianggap sebagai simpatolitik dan menghambat reseptor beta.
Pengkajian Fokus
Pada anamnesis biasanya didapatkan adanya riwayat peningkatan tekanan tekanan darah,
adanay riwayat keluarga dengan penyakit yang sama dan riwayat meminum obat antihipertensi.
Apabila klien sedang dalam pengobatan antihipertensi, pengukuran tekanan darah wajib
dilakukan untuk menentukan apakah obat tersebut efektif dan untuk mengetahui adanya perubahan
tekanan darah yang memerlukan penggantian pengobatan. Pengkajian pada klien yang
menggunakan obat – obat antihipertensi adalah sebagai berikut :
1. Dapatkan tanda vital, laporkan jika terdapat tekanan darah abnormal. Bandingkan tanda
vital dengan nilai dasarnya.
2. Periksa elektrolit serum. Laporkan hasil – hasil yang abnormal.
3. Periksa bunyi paru apakah terdapat ronkhi. Banyak dari obat – obatan antihipertensi seperti
metildopa, klonidin, guanetidin, guanadrel, prazosin, terazosin, hidralazin, dan minoksidil
menambah retensi natrium dan air.
4. Periksa output urine. Catat dan laporkan jumlahnya. Output urine yang berlebihan dapat
mengakibatkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit dan gejala – gejala seperti syok.
5. Periksa anggota gerak apakah terjadi edema. Banyak dari simpatolitik dapat menyebabkan
edema perifer.
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun –
tahun. Gejala, bila ada, biasanya menunjukkan adanya kerusakan pembuluh darah, dengan
manifestasi yang khas sesuai dengan sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah yang
bersangkutan.
Penyakit arteri koroner dengan angina adalah yang paling sering menyertai hipertensi.
Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon peningkatan beban kerja ventrikel saat dipaksa
berkontraksi melawan tekanan sistemis yang meningkat. Apabila jantung tidak mampu lagi menahan
peningkatan beban kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal
dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azotemia
(peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kretinin).
FORMAT PENGKAJIAN
PENGKAJIAN
IDENTITAS PASIEN
PENANGGUNG JAWAB
1. Nama :-
2. Umur :-
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Hubungan dengan pasien : Istri
5. Pekerjaan :-
6. Alamat :-
KELUHAN UTAMA
Pasien mengeluh nyeri kepala yang sangat seperti berputar. Pasien juga mengatakan sesak, dada
berdebar, wajah tegang, pandangan kabur, sulit menelan.
b. Quality / Quantity
- Ketika selesai melakukan kegiatan yang sangat sibuk atau ketika marah – marah dan stress
maka akan timbul gejala seperti pusing, dada berdebar dll
Bagaimana anda merasakan sekarang ? lebih parah atau lebih ringan dari yang dirasakan
sebelumnya ?
- Lebih parah
c. Regio / Radiasi
Apakah menyebar ?
- 5
- Mengganggu aktifitas
e. Time ( waktu )
Kapan hal itu mulai timbul dan bagaimana terjadinya ? Berapa lama terjadinya ?
Frekuensi ?
- Waktu-waktu tertentu seperti ketika setelah kegiatan berat, kelelahan, stress, atau ketika
setelah marah - marah
Durasi ?
-
……………………………tidak pernah……………………………
Penggunaan obat
……………………………tidak ada……………………………
Alergi
Orang tua
Saudara kandung
- Hipertensi
Penyebab meninggal
- Serangan jantung
Konsep diri :
Keadaan emosi
- Normal biasa
- Nyeri cuek
- Baik
- Baik
Kegemaran / hobby
- Merokok dan minum kopi, serta makan gulai kambing dan makan makanan yang gurih -
gurih
a. Pola Nutrisi
1. Sebelum sakit
Frekuensi makan : 4 - 5 X sehari
Jumlah makanan : setiap makan 2x porsi makan
Jenis makanan :suka yang gurih – gurih dan makan gulai kambing
Alergi / intoleransi makanan :
Nafsu makan :
(v ) Baik ( ) Meningkat ( ) Menurun ( ) Stomatitis
( ) Penurunan sensasi makan ( ) Mual-muntah
Berat badan : Tinggi badan :
2. Saat sakit
Frekuensi makan :
Jumlah makanan :
Jenis makanan :
Alergi / intoleransi makanan :
Nafsu makan :
(v ) Baik ( ) Meningkat () Menurun ( ) Stomatitis
( ) Penurunan sensasi makan ( ) Mual-muntah
Berat badan : 90 Kg Tinggi badan : 170 cm
Kesulitan mengunyah : tidak ada masalah
Kesulitan menelan : tidak ada masalah
Tidak dapat makan sendiri : Tidak
Gigi palsu :
Upaya mengatasi masalah :
b. Pola Eliminasi
1. Sebelum sakit
BAB
Frekuensi : Waktu :
Konsistensi : Normal Warna :
BAB terakhir :
Penggunaan pencahar :
BAK
Frekuensi : Waktu :
Bau :
2. Saat sakit
Frekuensi : Waktu :
Konsistensi : Normal Warna :
BAB terakhir :
Penggunaan pencahar :
Riwayat pendarahan :
( ) Diare ( ) Konstipasi ( ) Inkonstinensia
BAK
Frekuensi : Waktu :
Bau : Jumlah :
Nyeri / rasa terbakar :
Riwayat penyakit ginjal / kandung kemih :
Penggunakan deuritika :
Penggunaan alat bantu ( kateter ) : tidak
( ) Inkontinensia ( ) Hematuri ( ) Retensi ( ) Anuria ( ) Oliguri
( ) Nokturia ( ) Lain- lain
Upaya mengatasi masalah :
AKTIVITAS 0 1 2 3 4
Mandi 0
Berpakaian 0
Eliminasi 0
Makan dan minum 0
Mobilisasi 0
Ambulasi 0
2. Saat sakit
Waktu tidur ( jam ) :
Waktu bangun :
Masalah tidur : sering terbangun karena nyeri dan merasa
tidak nyaman
Hal-hal yang mempermudah tidur :
Hal-hal yang mempermudah bangun : suara berisik dan rasa nyeri
Masalah tidur : ( v) Sering terbangun ( ) Insomnia
PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis, sadar penuh
b. Tanda-tanda Vital
Tensi : 200 / 110 mmHg Nadi : 120 X / menit
RR : 27 X / menit Suhu : ⁰C
1. Kepala dan rambut
Kepala
Bentuk : Bulat
Ubun-ubun : sudah tidak tampak
Kulit kepala : bersih
Rambut
Penyebaran dan keadaan rambut : normal
Bau : tidak bau
Warna : hitam
2. Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan : lengkap dan simetris
Konjungtiva dan sclera : Konjungtiva anemis, dan Sclera = tidak ikterus
Pupil : normal
Penggunaan alat bantu : kacamata
3. Hidung
Tulang hidung dan posisis septum nasi : normal
Lubang hidung : normal
Cuping hidung : normal
Penggunaan alat bantu pernapasan : normal
4. Telinga
Bentuk telinga : normal
Lubang telinga : normal
Ketajaman pendengaran : normal
Penggunaan alat bantu pendengaran : normal
5. Mulut, Gigi, Lidah, Tonsil, Pharing
Keadaan bibir : kering
Keadaan gigi dan gusi : normal
Keadaan lidah : normal
Keadaan pharing : normal
Keadaan tonsil : normal
6. Leher dan Tenggorokan
Posisi Trachea : lurus
Thyroid : normal
Kelenjar limfe : normal
Vena jugularis : normal
Denyut nadi karotis : normal
7. Dada atau thorak
Pemeriksaan paru-paru
Inspeksi
Bentuk thorak : simetris
Pernapasan : Irama : ( ) Teratur ( ) Tidak teratur
Jenis : ( ) Dispnea ( ) Kussmaul ( ) Ceyne stokes
( ) Lain-lain
Tada-tanda kesulitan napas : nafas terengah-engah
Retraksi otot bantu pernapasan :
Palpasi
Vokal fremitus : normal
Nyeri tekan : ada, dada sebelah kanan
Perkusi
( ) Sonor ( ) Hipersonor ( )Redup / pekak
Auskultasi
Suara napas : (v ) Vesikuler ( ) Stridor ( ) Wheezing
( ) Ronchi ( ) lain-lain
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Ictus cordis :
Palpasi
Pulsasi : ( v) Kuat ( ) Lemah
Ictus cordis :
Perkusi
Batas Jantung :
Auskultasi
Bunyi Jantung : normal
Mur-mur :-
Gallop :-
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
Bentuk abdomen : normal
Benjolan / massa : tidak ada
Bayangan pembuluh darah : tidak ada
Keadaan umbilicus : normal
Auskultasi
Peristaltik : normal
Palpasi
Nyeri tekan :-
Benjolan / massa :-
Tanda ascistes :-
Hepar : normal
Lien :-
Titik Mc burney :-
Perkusi
Suara Abdomen : normal
Pemerikasaan ascites : normal
8. Pemeriksaan ekstrimitas / musculoskeletal
Pergerakan sendi : ( v) Bebas ( ) Terbatas
Kekuatan otot : baik
Kelainan ekstrimitas : tidak ada
Traksi / spalk / gips : tidak ada
Odema : tidak ada Lokasi : -
9. Pemeriksaan genetilia dan anus
Genetelia
Rambut Pubis : normal
Lubang uretra : normal
Kelainan pada genetelia eksterna dan daerah inguinal : tidak ada
Anus dan perineum
Lubang anus : normal
Kelainan pada anus : normal
Perineum : normal
10. Pemeriksaan integument
Kulit : ( ) Ikterus ( ) Hiperpigmentasi ( ) Kemerahan
(v ) Sianosis
Akral : ( ) Hangat (v ) Dingin
( ) Panas
Turgor : ( ) Baik (v ) Kurang
( ) Jelek Capillary refillnya lebih dari
2 detik
Kebersihan : baik
Kelembapan : baik
Kelainan pada kulit : tidak ada
Clubbing finger :-
11. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran
GCS : 3,4,5………………………………….
Meningeal sign : ………………………………….
Status mental : ………………………………….
Kondisis emosi / perasaan : stabil
Orientasi :-
Proses berfikir ( ingatan, keputusan, perhitungan ) : ingatan normal, keputusan
dipengaruhi suami
Motivasi : tetap semangat
Nervus cranialis
Nervus Olfaktorius ( NI ) : ………………………………….
Nervus Optikus ( N II ) : ………………………………….
Nervus Okulomotoris ( N III ), Trochlearis ( N IV ), Abdusen ( N VI) :
………………………………….
Nervus Tregiminus ( N V ) : ………………………………….
Nervus Vasialis (N VII ) : ………………………………….
Nervus Vestibulocochleais ( N VII ) : ………………………………….
Nervus Glossopharingeus ( N IX ), Vegas ( N X ) : ………………………………….
Nervus Asesorisus (N XI ) : ………………………………….
Nervus Hipoglosus ( N XII ) : ………………………………….
Fungsi motorik
Cara berjalanan : ………………………………….
Romberg test : ………………………………….
Tes jari hidung : ………………………………….
Fungsi sensorik
Identifikasi sentuhan ringan : ………………………………….
Test tajam – tumpul : ………………………………….
Test panas dingin : ………………………………….
Reflek
Reflek Bisep : ………………………………….
Reflek Trisep : ………………………………….
Reflek Platela : ………………………………….
Reflek tendon archiles : ………………………………….
Reflek Babibski : ………………………………….
Reflek Brudzinski : ………………………………….
Reflek Kernig : ………………………………….
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Hitung darah lengkap (Complete Blood Cells Count) meliputi pemeriksaan hemoglobin,
hematokrit untuk menilai viskositas dan indikator faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia.
2. Kimia darah.
a. BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan penurunan perfusi atau faal renal.
b. Serum glukosa : hiperglisemia (diabetes mellitus adalah presipitator hipertensi) akibat dari
peningkatan kadar katekolamin.
c. kadar kolesterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan predisposisi
pembentukan plaque ateromatus.
d. kadar serum aldosteron : menilai adanya aldostironisme primer.
e. studi tiroid (T3 dan T4 ) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi terhadap
vasokonstriksi dan hipertensi.
f. asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko hipertensi
3. Elektrolit.
a. serum potasium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya aldosteronisme atau
efek samping terapi deuritik).
b. serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi.
4. Urine.
a. analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengindikasikan disfungsi renal
atau diabetes.
b. urine VMA (Cathecolamine metabolic) : peningkatan kadar mengindikasikan adanya
pheochromacytoma.
c. steroid urine : peningkatan kadar mengindikasikan hiperadrenalisme, pheochromacytoma,
atau disfungsi pituitary, sindrom cushing: kadar renin juga meningkat.
b. Radiologi
a. Intra venous Pyelografi (IVP): mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti Renal
Pharenchymal Disease, urolothiasis, benign prostate hyperplasia (BPH).
3. b. Rontgen thoraks : menilai adanya kalsifikasi obstruktif katub jantung, deposit kalsium
pada aorta, dan pembesaran jantung.
a. ECG
6. EKG: menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi atau disritmia.
Lain-lain
……………………tidak ada…………….