Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

Konsep Tekanan Darah


Tekanan darah berarti tenaga yang digunakan oleh darah terhadap setiap satuan daerah
dinding pembuluh tersebut. Bila orang mengatakan bahwa tekanan dalam suatu pembuluh adalah
50 mmHg, ini berarti bahwa tenaga yang digunakan tersebut akan cukup mendorong suatu kolom air
raksa ke atas setinggi 50 mmHg.
Tekanan dalam aorta dan arteria branchialis dan arteria besar lainnya pada manusia dewasa
muda meningkat sampai nilai puncak(tekanan sistolik) kirakira 120 mmHg waktu tiap siklus jantung
karena jantung memompa darah secara kontinyu ke dalam aorta. Dan turun sampai nilai minimum
(tekanan diastolik) kira-kira 70 mmHg.Tekanan arteri secara konvensional ditulis sebagai tekanan
sistolik di atas tekanan diastolik misalnya 120/70 mmHg.

Tekanan darah Sistolik dan Diastolik


Ada dua tekanan untuk mengukur tekanan darah yaitu tekanan sistol dan diastole. Setiap
sistol ventrikel isinya didesak keluar dari ventrikel masuk ke dalam batang nadi, dari ventrikel kiri ke
dalam aorta dan dari ventrikel kanan ke dalam arteri pulmonalis. Dengan demikian tekanan dalam
batang nadi mendadak meningkat mencapai ukuran yang tertinggi, yang dinamakan tekanan sistol.
Sistol segera diikuti oleh diastole dan pada saat diastole ini, katup seminular antara batang nadi dan
ventrikel segera menutup, karena tekanan di dalam ventrikel turun sampai kira-kira 0 mmHg.
Sementara berlangsung diastole ventrikel, dalam batang nadi mengalir terus ke cabang- cabangnya
sehingga isi dan tekanan darah dalam batang nadi semakin berkurang, sampai muncul lagi sistol
ventrikel, meningkatkan lagi tekanan darah dalam batang nadi. Tekanan darah terendah pada akhir
diastole tadi, dinamakan tekanan darah diastole.

Tekanan darah rata-rata


Menurut Guyton dan Hall (1997:223) antara tekanan sistol dan diastole ada yang dinamakan
tekanan darah rata-rata, yang angkanya lebih mendekati tekanan diastolik daripada tekanan sistolik.
Karena sistolik lebih pendek daripada diastole. Tekanan darah rata-rata sedikit kurang daripada nilai-
nilai tengah antara tekanan sistol dan diastole. Tekanan rata-rata menurun dengan cepat sampai
kirakira 5 mmHg pada akhir arteriol. Besarnya penurunan tekanan sepanjang arteriol sangat
berbeda-beda tergantung apakah mereka kontriksi/ dilatasi.Besar nilai pada orang dewasa kira-kira
90 mmHg yang sedikit lebih kecil dari rata-rata tekanan sistol 120 mmHg dan tekanan diastole 80
mmHg. Tekanan arteri rata-rata dirumuskan sebagai berikut :
TR = TD + 1/3 ( TS – TD ) mmHg
Tekanan rata-rata inilah yang sesungguhnya menjadi pendorong mengalir darah yang lebih lama
terpengaruh untuk tekanan diastolic daraipada tekanan sistolik. Peningkatan/ penurunan darah rata-
rata akan mempengaruhi homeostatis dalam tubuh. Jika sirkulasi darah menjadi tidak memadai lagi,
maka terjadilah gangguan pada system transpor oksigen, karbondioksida dan hasil –hasil
metabolisme lainnya.

Konsep Pengaturan Tekanan Darah


faktor – faktor utama yang memengaruhi tekanan darah adalah curah jantung, tekanan
pembuluh darah perifer, dan volume/aliran darah. Kontrol terhadap tekanan darah bergantung pada
sensor – sensor yang secara terus menerus mengukur tekanan darah dan mengirim informasinya ke
otak. Otak mengintegrasikan semua informasi yang masuk dan berespon dengan mengirim
rangsangan eferen ke jantung dan sistem pembuluh darah melalui saraf – saraf otonom. Berbagai
hormon dan mediator kimiawi lokal berperan dalam mengontrol tekanan darah.

Sensor
Tekanan darah secara terus menerus dipantau oleh sensor – sensor yang disebut baroreseptor
(mekanoreseptor). Refleks baroreseptor mungkin merupakan refleks yang paling utama dalam
menentukan kontrol regulasi denyut jantung dan tekanan darah.
Baroreseptor sensitif terhadap perubahan tekanan dan regangan arteri. Baroreseptor
menerima rangsangan berupa peregangan atau perubahan tekanan arteri yang berlokasi di arkus
aorta dan sinus karotikus. Reseptor ini juga dirangsang oleh peregangan dinding aorta atau arteri
karotis.
Pada saat tekanan darah arteri meningkat dan arteri meningkat dan arteri meregang, reseptor
– reseptor ini dengan cepat mengirim impulsnya ke pusat vasomotor. Pusat vasomotor dihambat,
mengakibatkan vasodilatasi pada arteriol dan vena sehingga tekanan darah menurun.
Dilatasi arteriol menurunkan tahanan perifer dan dilatasi vena menyebabkan darah
menumpuk pada vena sehingga mengurangi aliran balik vena dan menurunkan curah jantung.
Impulas aferen dari baroreseptor juga mencapai pusat jantung dimana akan merangsang aktivitas
pusat parasimpatis dan menghambat pusat simpatis (kardioaselerator) sehingga menyebabkan
penurunan denyut jantung dan penurunan daya kontraksi jantung.
Sebaliknya penurunan tekanan arteri rata – rata menyebabkan refleks vasokonstriksi dan
meningkatkan curah jantung, dengan demikian meningkatkan tekanan darah. Fungsi reaksi cepat
dari baroreseptor adalah melindungi siklus sirkulasi darah selama fase akut perubahan tekanan
darah.
Kontrol Tekanan Darah
Pusat kardiovaskuler di otak berada di formasio retikularis dan terletak di medula oblongata
bagian bawah dan pons. Impuls yang berkaitan dengan tekanan darah diintegrasikan di sini. Apabila
terjadi perubahan tekanan darah, maka pusat kardiovaskuler mengaktifkan sistem saraf otonom,
sehingga terjadi perubahan stimulasi simpatis dan parasimpatis ke jantung dan selanjutnya akan
terjadi perubahan stimulasi simpatis ke seluruh sistem pembuluh darah.

Kontrol Jangka Pendek Terhadap Tekanan Darah


Sistem saraf
Sistem saraf simpatis mengontrol tekanan darah melalui mekanisme peningkatan curah
jantung dan mempengaruhi tahanan pembuluh perifer. Tujuan utama pengontrolan ini adalah:
1. Memengaruhi distribusi darah sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan bagian
tubuh yang lebih spesifik akan darah. Misalnya saat melakukan olahraga maka distribusi
darah ke sistem pencernaan dialihkan ke bagian tubuh yang terlibat dalam aktivitas
tersebut seperti otot rangka dan kemudian panas tubuh dikeluarkan melalui dilatasi
pembuluh darah kulit.
2. Mempertahankan tekanan arteri rata – rata (mean arterial pressure - MAP) yang adekut
dengan memengaruhi diameter pembuluh darah. Sedikit perubahan pada diameter
pembuluh darah dapat menyebabkan perubahan yang bermakna pada tekanan darah.
Penurunan volume darah dapat menyebabkan konstriksi pembuluh darah di seluruh
tubuh kecuali pembuluh darah yang memperdarahi jantung dan otak. Tujuannya adalah
untuk mengalirkan darah ke oragan – organ vital sebanyak mungkin.

Peranan Pusat Vasomotor


Umumnya kontrol sistem persarafan terhadap tekanan darah melibatkan baroreseptor dan
serabutnya – serabut aferennya, pusat vasomotor, dan serabut vasomotor di medula oblongata dan
otot polos pembuluh darah. Kemoreseptor dan pusat kontrol tertinggi di otak juga memengaruhi
mekanisme kontrol saraf.
Pusat vasomotor yang memengaruhi diameter pembuluh darah adalah pusat vasomotor yang
merupakan kumpulan serabut saraf simpatis. Pusat vasomotor dan pusat kardiovaskular bersama –
sama meregulasi tekanan darah dengan memengaruhi curah jantung dan diameter pembuluh darah.
Pusat vasomotor mengirim impuls secara tetap melalui serabut eferen saraf simpatis (serabut
motorik) yang keluar dari medula spinalis denagn segmen T 1 sampai L2 dan masuk menuju otot polos
pembuluh darah dan yang terpenting adalah pembuluh darah arteriol, akibatnya pembuluh darah
arteriol hampir selalu dalam keadaan konstriksi sedang yang disebut dengan tonus vasomotor .
Derajat konstriksi setiap organ bervariasi. Umumnya pembuluh darah arteriol kulit dan sistem
pencernaan menerima impuls vasomotor lebih sering dan cenderung berkonstriksi lebih kuat
dibandingkan pembuluh arteriol pada otot rangka. Peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan
vasokonstriksi menyeluruh dan menungkatkan tekanan darah. Sebaliknya, penurunan aktivitas
simpatis memungkinkan relaksasi otot polos pembuluh darah dan menyebabkan penurunan tekanan
darah sampai pada nilai basal. Umumnya serabut vasomotor mengeluarkan epinefrin yang
merupakan vasokonstriktor kuat, akan pada otot rangka pada beberapa serabut vasomotor
mengeluarkan asetilkolin yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah.

Refleks Kemoresptor
Apabila kandungan oksigen atau pH darah turun atau kadar karbondioksida dalam darah
meningkat, maka kemoreseptor yang ada di arkus aorta dan pembuluh – pembuluh darah besar di
leher mengirim impuls ke pusat vasomotor dan terjadilah vasokonstriksi. Selanjutnya peningkatan
tekanan darah membantu mempercepat darah kembali ke jantung dan ke paru.

Kontrol Kimia
Seperti yang sudah disebutkan bahwa kadar oksigen dan karbondioksida membantu
meregulasi tekanan darah melalui refleks kemoreseptor, tetapi sejumlah kimia darah yang terdapat
pada otot polos atau pusat vasomotor juga memengaruhi tekanan darah. Hormon yang penting yang
berperan pada kontrol kimia adalah :
1. Hormon yang dikeluarkan medula adrenal.
Selama masa stress, kelenjar adrenal melepaskan norepinefrin dan epinefrin ke dalam darah
dan kedua hormon ini meningkatkan respon “fight or flight”.
2. Faktor natriuretik atrium
Dinding atrium jantung mengeluarkan hormon peptida yang disebut dengan faktor
natriuretik atrial yang menyebabkan volume darah dan tekanan darah menurun. Hormon ini
adalah antagonis aldosteron dan menyebabkan ginjal mengeluarkan garam dan air yang
lebih banyak dari tubuh, dengan demikian menurunkan volume darah. Hormon ini juga
menyebabkan dilatasi menyeluruh dan menurunkan pembentukan cairan serebrospinal di
otak.
3. ADH (hormon antideuritik)
Hormon ini diproduksi di hipotalamus dan merangsang ginjal untuk meretensi (menahan)
air.
4. Angiotensin II
Angiotensin II terbentuk akibat adany renin yang dikeluarkan oleh ginjal saat perfusi ginjal
tidak adekuat. Hormon ini menyebabkan vasokonstriksi yang hebat, dengan demikian terjadi
peningkatan tekanan darah yang cepat. Hormon ini juga merangsang pengeluaran
aldosteron yang akan meregulasi tekanan darah untuk jangka panjang dengan menahan
pengeluarkan air.
5. Endothelium-derived faktor
Endotelin bekerja pada otot polos pembuluh darah dan merupakan vasokonstriktor yang
kuat. Hormon ini dikeluarkan sebagai respon terhadap penurunan aliran darah dan
mempunyai efek yang lama dengan meningkatkan masuknya kalsium ke otot polos
pembuluh darah. Nitric Oxide (NO) disebut juga dengan Endothelium Derived Relaxing
Factor (EDRF) , merupakan vasokonstriktor yang dikeluarkan oleh sel endotel akibatnya
adanya peningkatan kecepatan aliran darah dan adanya molekul – molekul seperti
asetilkolin, brandikinin, dan nitroselin. Hormon ini bekerja melalui Cyclic GMP Second
Messenger. Hormon ini sangat cepat dihancurkan dan efek vasodilatasinya sangat singkat.
6. Alkohol
Konsumsi alkohol menyebabkan penurunan tekanan darah mellui penghambatan
pengeluaran ADH dan penekanan pada pusat vasomotor, dan dapat menyebabkan
vasodilatasi terutama pada kulit.

Kontrol Jangka Panjang Terhadap Tekanan darah


Regulasi dari ginjal
Walaupun baroreseptor bekerja untuk jangka pendek, akan tetapi baroreseptor dengan cepat
beradaptasi untuk meregulasi peningkatan atau penurunan tekanan darah yang berlangsung lama
atau keadaan yang kronik.
Ginjal mempertahankan homeostasis tekanan darah dengan meregulasi volume darah .
walaupun volume darah bervariasi sesuai usia dan jenis kelamin, ginjal akan mempertahankan
volume darah kira – kira 5 liter.
Seperti telah diketahui bahwa volume darah merupakan faktor penentu utama curah jantung
(melalui pengaruhnya terhadap tekanan vena, aliran balik, volume akhir diastolik, dan volume
sekuncup). Peningkatan volume darah diikuti dengan peningkatan tekanan darah dan pola hidup
yang meningkatkan tekanan darah seperti konsumsi garam yang berlebihan akan menyebabkan
penahanan (retensi) cairan yang selanjutnya meningkatkan tekanan arteri rata –rata. Dengan proses
yang sama, penurunan volume cairan akan menurunkan tekanan darah. Peningkatan volume darah
serta tekanan darah, juga merangsang ginjal untuk mengeluarkan cairan.
Ginjal bekerja baik langsung amupun tidak langsung dalam meregulasi tekanan arteri dan
dalam mengontrol tekanan darah untuk jangka panjang. Volume darah akan memengaruhi
mekanisme ginjal secara langsung. Saat volume darah atau tekanan darah meningkat, kecepatan
filtrasi cairan di ginjal dipercepat. Pada keadaan demikian, ginjal tidak mampu untuk memproses
hasil filtrasi (filtrat) lebih cepat dengan demikian akan lebih banyak cairan yang meninggalkan tubuh
melalui urine, akibatnya volume darah akan menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah.
Sebaliknya saat tekanan darah atau volume darah menurun, maka cairan akan ditahan dan kembali
ke sistem aliran darah.
Pada saat tekanan darah arteri menurun, sel khusus pada ginjal mengeluarkan enzim rennin
ke dalam darah. Rennin ini akan memicu serangkaian reaksi enzimatika yang akan memproduksi
angiotensin II (suatu vasokonstriktor kuat yang meningkatkan tekanan darah sistematis) untuk
meningkatkan kecepatan aliran darah ke ginjal sehingga perfusi ginjal meningkat. Angiotensin II juga
merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan aldosteron (suatu hormon yang mempercepat
absorpsi garam dan cairan) serta selanjutnya meningkatkan aliran darah. Mekanisme rennin –
angiotensin merupakan mekanisme ginjal secara tidak langsung.

Sistem Rennin-Angiotensin-aldosteron (RAA)


Perubahan tekanan darah menstimulasi baroreseptor di ginjal. Apabila tekanan darah tinggi,
maka pelepasan hormon renin berkurang. Dan sebaliknya, apabila tekanan darah turun, maka
pelepasan hormon renin meningkat. Pelepasan rennin juga dirangsang oleh saraf simpatis. Hormon
renin mengotrol pembentukan hormon lain yaitu angiotensin II.
Renin beredar dalam darah dan bekerja sebagai suatu enzim yang mengubah protein
angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensin I adalah suatu protein yang terdiri atas 10 asam
amino yang segera diuraikan oleh enzim pengubah-angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme)
menjadi angiotensin II. Enzim pengubah-angiotensin juga menguraikan (dan menyebabkan
inaktivasi) hormon vasodilator bradikinin. Penghambatan kerja enzim pengubah angiotensin akan
menghambat pembentukan angiotensin dan penguraian brandikinin.
Angiotensin II memegang peranan utama dalam sistem RAA karena meningkatkan tekanan
darah melalui beberapa mekanisme yaitu vasokonstriksi, retensi garam dan cairan, serta takikardia.
Mekanisme ini bekerja secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem saraf simpatis,
hormon antideuritik (ADH), dan aldosteron atau penghambat vagal.
Aldosteron dibawa ke ginjal melalui peredaran darah dan menyebabkan sel – sel tubulus distal
meningkatkan reabsorbsi natrium. Di bawah berbagai keadaan, reabsorbsi air mengikuti penyerapan
natrium sehingga terjadi peningkatan volume plasma. Peningkatan volume plasma meningkatkan
volume sekuncup dan curah jantung. Hal ini juga meningkatkan tekanan darah.
Ada beberapa mekanisme umpan balik yang berinteraksi untuk mengendalikan aktivitas
sistem RAA. Angiotensin II memegang peran penting pada mekanisme ini. Angiotensin II dapat
menyebabkan umpan balik negatif terhadap sekresi renin, baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui aktivasi peptida natriuretik atrial (PNA), peningkatan aktivasi vagal, maupun
peningkatan tekanan darah. Angiotensin II juga bekerja pada mekanisme umpan balik positif untuk
merangsang produksi angiotensinogen.
Rangsangan bagi pelepasan renin, penurunan tekanan darah, dan penurunan konsentrasi
natrium plasma dilawan oleh kerja angiotensin II dan aldosteron

Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arterial, sistol ≥ 140 mmHg dan diastol ≥ 90
mmHg (Brunner and Suddarth, 2001).

Epidemologi

Etiologi
1. Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer adalah tekanan darah tinggi yang tidak diketahui penyebabnya. 95%
kasus hipertensi adalah kasus hipertensi primer dan diduga ada hubungan erat dengan
kekacauan sistem pengendalian tekanan darah melalui syaraf, humoral dan hemodinamik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi primer antara lain;
a) Faktor genetik atau adanya bakat genetik
b) Faktor psikososial
Orang-orang tipe tertentu yang bersikap “tegang” (tipe A menurut Bortner,1969)
yang mudah mengadakan jawaban saraf simpatis yang berlebihan juga mudah
menderita hipetensi.
c) Diet
Khususnya orang yang suka makan garam berlebihan mempunyai kecenderungan
untuk menderita hipertensi. Kadang-kadang dikatakan bahwa orang yang
mempunyai “bakat” menderita hipertensi cenderung untuk makan garam
berlebihan.
d) Faktor biografi dan lingkungan
Berdasarkan data-data yang ada, penduduk di daerah pantai memiliki prevalensi
lebih tinggi daripada penduduk daerah pedalaman atau pegunungan.
e) Jenis kelamin
Pada umumnya tekanan darah sistole dan diastole pada pria lebih tinggi daripada
wanita (tekanan darah rata-rata) dan setelah umur 50 tahun, umumnya wanita
memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada pria.
f) Faktor usia
Pada individu tertentu, naiknya tekanan darah seiring dengan bertambahnya umur.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi Sekunder adalah tekanan darh tinggi yang penyebabnya dapat diidentifikasi.
Adapun penyebabnya terdiri dari kelainan organik, seperti penyakit ginjal, kelainan pada
korteks adrnal, kromositoma, serta adanya pemakaian obat-obatan sejenis dengan
kortikosteroid. Hipertensi sekunder yang berubah menjadi suatu hipertensi yang sukar
diobati disebut sebagai hipertensi maligna. Beberapa penyebab terjadinya hipertensi
sekunder:
a. Penyakit Ginjal
o Stenosis arteri renalis
o Pielonefritis
o Glomerulonefritis
o Tumor-tumor ginjal
o Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
o Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
o Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
b. Kelainan Hormonal
o Hiperaldosteronisme
o Sindroma Cushing
o Feokromositoma
c. Obat-obatan
o Pil KB
o Kortikosteroid
o Siklosporin
o Eritropoietin
o Kokain
o Penyalahgunaan alkohol
o Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
d. Penyebab Lainnya
o Koartasio aorta
o Preeklamsi pada kehamilan
o Porfiria intermiten akut
Epidemologi
Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII :
Klasifikasi Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi I 140 – 150 90 – 99
Hipertensi II >150 >100

Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras simpatis, yang berlanjut ke
bawah ke korda spinalis dan di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuro preganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang serabut pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh
darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norephineprin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi, korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran
darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembenyukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat , yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan
air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Terjadinya hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :

1. Curah jantung dan tahanan perifer


Mempertahankan tekanan darah yang normal bergantung kepada keseimbangan antara curah
jantung dan tahanan vaskular perifer. Sebagian terbesar pasien dengan hipertensi esensial
mempunyai curah jantung yang normal, namun tahanan perifernya meningkat. Tahanan perifer
ditentukan bukan oleh arteri yang besar atau kapiler, melainkan oleh arteriola kecil, yang
dindingnya mengandung sel otot polos. Kontraksi sel otot polos diduga berkaitan dengan
peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler.
Kontriksi otot polos berlangsung lama diduga menginduksi perubahan sruktural dengan
penebalan dinding pembuluh darah arteriola, mungkin dimediasi oleh angiotensin, dan dapat
mengakibatkan peningkatan tahanan perifer yang irreversible. Pada hipertensi yang sangat dini,
tahanan perifer tidak meningkat dan peningkatan tekanan darah disebabkan oleh meningkatnya
curah jantung, yang berkaitan dengan overaktivitas simpatis. Peningkatan tahanan peifer yang
terjadi kemungkinan merupakan kompensasi untuk mencegah agar peningkatan tekanan tidak
disebarluaskan ke jaringan pembuluh darah kapiler, yang akan dapat mengganggu homeostasis
sel secara substansial.

2. Sistem renin-angiotensin
Sistem renin-angiotensin mungkin merupakan sistem endokrin yang paling penting dalam
mengontrol tekanan darah. Renin disekresi dari aparat juxtaglomerular ginjal sebagai jawaban
terhadap kurang perfusi glomerular atau kurang asupan garam. Ia juga dilepas sebagai jawaban
terhadap stimulasi dan sistem saraf simpatis.
Renin bertanggung jawab mengkonversi substrat renin (angiotensinogen) menjadi angotensin
II di paru-paru oleh angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II merupakan vasokontriktor
yang kuat dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

3. Sistem saraf otonom


Stimulasi sistem saraf otonom dapat menyebabkan konstriksi arteriola dan dilatasi arteriola.
Jadi sistem saraf otonom mempunyai peranan yang penting dalam mempertahankan tekanan darah
yang normal. Ia juga mempunyai peranan penting dalam memediasi perubahan yang berlangsung
singkat pada tekanan darah sebagai jawaban terhadap stres dan kerja fisik.

4. Peptida atrium natriuretik (atrial natriuretic peptide/ANP)


ANP merupakan hormon yang diproduksi oleh atrium jantung sebagai jawaban terhadap
peningkatan volum darah. Efeknya ialah meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal, jadi sebagai
semacam diuretik alamiah. Gangguan pada sistem ini dapat mengakibatkan retensi cairan dan
hipertensi.

Faktor Resiko
Hampir setengah abad yang lalu, Irvin H. Page yang terkenal dengan teori mosaic of
hypertension menguraikan bahwa, hipertensi merupakan” penyakit pengaturan tekanan yang
diakibatakan oleh multifaktorial”.
Dengan kemajuan dalam penelitian mengenai hipertensi ternyata masih banyak lagi faktor
yang berperan dalam mekanisme pengaturan tekanan darah yang belum termasuk dalam teori
mosaic. Multifaktorial yang dihubungkan dengan patogenesis hipertensi primer yang terutama
terdiri dari 3 elemen penting yaitu :
1. Faktor genetik
2. Rangsangan lingkungan : terutama asupan garam, stress dan obesitas
3. Adaptasi struktural yang membuat pembuluh darah dan jantung membutuhkan tekanan yang
lebih tingi dari fungsi normalnya.
Ketiga elemen ini saling terkait dimana pengaruh lingkungan yang berlebihan dibutuhkan
untuk mencetuskan predisposisi genetik sedangkan perubahan struktural kadang-kadang dipercepat
oleh faktor genetik.
Pada fase awal, interaksi antara predisposisi genetik dan pengaruh lingkungan menyebabkan terjadi
peningkatan cardiac output (CO) melebihi resistensi perifer.
1. Faktor genetik
a. Peran faktor genetik dibuktikan dengan berbagai kenyataan yang dijumpai maupun dari
penelitian, misalnya:
- Kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot dari pada
heterozigot, apabila salah satu diantaranya menderita hipertensi.
- Kejadian hipertensi primer dijumpai lebih tinggi 3,8 kali pada usia sebelum 50 tahun, pada
seseorang yang mempunyai hubungan keluarga derajat pertama yang hipertensi sebelum usia 50
tahun.
- Percobaan pada tikus golongan Japanese spontaneosly hypertensive rat (SHR) Dahl salt sensitive
(DS) dan sal resistance (R) dan Milan hypertensive rat strain (MHS) menunjukkan bahwa dua
turunan tikus tersebut mempunyai faktor genetik yang secara genetik diturunkan sebagai faktor
penting timbulnya hipertensi, sedangkan turunan yang lain menunjukkan faktor kepekaan
terhadap garam yang juga diturunkan secara genetik sebagai faktor utama timbulnya hipertensi.

b. Faktor yang mungkin diturunkan secara genetik antara lain : defek transport Na pada membran
sel, defek ekskresi natrium dan peningkatan aktivitas saraf simpatis yang merupakan respon
terhadap stress.

2. Faktor lingkungan
a. Keseimbangan garam
Garam merupakan hal yang amat penting dalam patofisiologi hipertensi primer. Hipertensi
hampir tidak pernah ditemukan pada golongan suku bangsa dengan asupan garam yang minimal.
Apabila asupan garam kurang dari 3 gram perhari, prevalensi hipertensi beberapa persen saja,
sedangkan apabila asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi menjadi 15-
20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume
plasma, curah jantung GFR (glomerula filtrat rate) meningkat. Keadaan ini akan diikuti oleh
peningkatan kelebihan ekskresi garam (pressure natriuresis) sehingga kembali kepada keadaan
hemodinamik yang normal. Pada penderita hipertensi, mekanisme ini terganggu dimana pressure
natriuresis mengalami “reset” dan dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk mengeksresikan
natrium, disamping adanya faktor lain yang berpengaruh.

b. Obesitas
Banyak penyelidikan menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif diantara obesitas
(terutama upper body obesity) dan hipertensi. Bagaimana mekanisme obesitas menyebabkan
hipertensi masih belum jelas. Akhir-akhir ini ada pendapat yang menyatakan hubungan yang erat
diantara obesitas, diabetes melitus tipe 2, hiperlipidemia dengan hipertensi melalui
hiperinsulinemia.

c. Stress
Hubungan antara stress dan hipertensi primer diduga oleh aktivitas saraf simpatis (melalui
cathecholamin maupun renin yang disebabkan oleh pengaruh cathecolamin) yang dapat
meningkatkan tekanan darah yang intermittent. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat
berakibat tekanan darah menetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada
binatang percobaan dibuktikan, pemaparan terhadap stress membuat binatang tersebut
hipertensi.
d. Lain-lain
Faktor-faktor lain yang diduga berperan dalam hipertensi primer rasio asupan garam, kalium,
inaktivitas fisik, umur, jenis kelamin dan ras.

3. Adaptasi perubahan struktur pembuluh darah


Perubahan adaptasi struktur kardiovaskular, timbul akibat tekanan darah yang meningkat
secara kronis dan juga tergantung dari pengaruh trophic growth (angiotensin II dan growth
hormon).

Manifestasi Klinis.
Manifestasi yang sering terlihat pada penderita hipertensi adalah : sakit kepala, pusing,
lemas, rasa berat di tengkuk, telinga berdenging, sesak nafas, mudah marah, mata berkunang –
kunang, kelelahan, kesa.daran menurun, gelisah, mual, muntah, epistaksis, kelemahan otot atau
perubahan mental

Komplikasi
Komplikasi yang sering timbul antara lain:
Stroke, dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh darah non otak yang terpajan akibat tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronik apabila arteri –arteri yang memperdarai otak mengalami hipertropi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah – daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri – arteri
otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma.
Jantung dapat terjadi infark miokardium apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran
darah melalui pembuluh darah tersebut.
Otak, ensepalopati dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna. Tekanan yang sangat
tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam
ruang intersinum di seluruh susunan saraf pusat. Neuron – neuron di sekitarnya kolaps dan terjadi
koma serta kematian.
Ginjal, dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler
– kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar melalui
urine sehingga tekanan osmotik, koloid plasma berkurang, menyebabkan oedema yang sering
dijumpai pada hipertensi kronik.
Wanita dengan PIH dapat mengalami kejang. Bayi yang lahir dapat mungkin memiliki berat
badan lahir rendah akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat, dapat mengalami hipoksia dan
asidosis apabila ibu mengalami kejang selama atau sebelum proses persalinan.

Pemeriksaan Diagnostik
1. Hitung darah lengkap (Complete Blood Cells Count) meliputi pemeriksaan hemoglobin,
hematokrit untuk menilai viskositas dan indikator faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia.
2. Kimia darah.
a. BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan penurunan perfusi atau faal renal.
b. Serum glukosa : hiperglisemia (diabetes mellitus adalah presipitator hipertensi) akibat dari
peningkatan kadar katekolamin.
c. kadar kolesterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan predisposisi
pembentukan plaque ateromatus.
d. kadar serum aldosteron : menilai adanya aldostironisme primer.
e. studi tiroid (T3 dan T4 ) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi terhadap
vasokonstriksi dan hipertensi.
f. asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko hipertensi
3. Elektrolit.
a. serum potasium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya aldosteronisme atau
efek samping terapi deuritik).
b. serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi.
4. Urine.
a. analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengindikasikan disfungsi renal
atau diabetes.
b. urine VMA (Cathecolamine metabolic) : peningkatan kadar mengindikasikan adanya
pheochromacytoma.
c. steroid urine : peningkatan kadar mengindikasikan hiperadrenalisme, pheochromacytoma,
atau disfungsi pituitary, sindrom cushing: kadar renin juga meningkat.
5. Radiologi.
a. Intra venous Pyelografi (IVP): mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti Renal
Pharenchymal Disease, urolothiasis, benign prostate hyperplasia (BPH).
b. Rontgen thoraks : menilai adanya kalsifikasi obstruktif katub jantung, deposit kalsium pada
aorta, dan pembesaran jantung.
6. EKG: menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi atau disritmia.

Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan medis pada klien dengan hipertensi adalah mencegah terjadinya
morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah di
bawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi,
biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi.

Modifikasi Gaya Hidup


Beberapa penelitian menunjukkan pendekatan nonfarmakologis yang dapat mengurangi
hipertensi adalah sebagai berikut:
1. Teknik mengurangi stress.
2. Penurunan berat badan.
3. Pembatasan alkohol, natrium, dan tembakau.
4. Olahraga/latihan (meningkatkan lipoprotein berdensitas tinggi).
5. Relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi antihipertensi.

Klien dengan hipertensi ringan yang berada dalam resiko tinggi (pria, merokok) atau bila
tekanan darah diastoliknya menetap di atas 85 atau 95 mmHg dan sistoliknya di atas 130 sampai 139
mmHg, perlu dimulai terapi obat – obatan.

Terapi farmakologis
Obat – obatan antihipertensi dapat dipakai sebagai obat tunggal atau dicampur dengan obat
lain, obat – obatan ini diklasifikasikan menjadi 5 kategori yaitu :
1. Diuretik
2. Menekan simpatetik (simpatolitik)
3. Vasodilator arteriol yang bekerja langsung
4. Antagonis angiotensin (ACE inhibitor)
5. Penghambat saluran kalsium (blocker calsium antaginis)

Deuretik
Hidroklorotiazid adalah deuretik yang paling sering diresepkan untuk mengobati hipertensi
ringan. Hidroklorotiazid dapat diberikan sendiri pada klien dengan hipertensi ringan atau klien yang
baru. Banyak obat antihipertensi dapat menyebabkan retensi cairan, karena itu, sering kali deuretik
diberi bersama antihipertensi.

Simpatolitik
Penghambat (adrenergik bekerja di sentral simpatolitik), penghambat adrenergik alfa, dan
penghambat neuron adrenergik diklasifikasikan sebagai penekan simpatetik, atau simpatolitik
penghambat adrenergik beta,juga dianggap sebagai simpatolitik dan menghambat reseptor beta.

Penghambat adrenegik alfa


Golongan obat ini memblok reseptor adrenergik alfa 1, menyebabkan vasodilatasi dan
penurunan tekanan darah. Penghambat beta juga menurunkan lipoprotein berdensitas sangat
rendah (very-low density lipoprotein- VLDL) dan lipoprotein berdensitas rendah (low-density
lipoprotein-LDL) yang bertanggung jawab dalam penimbunan lemak di arteri (arteriosklerosis).

Penghambat neuron adrenergik (simpatolitik yang bekerja perifer)


Penghambat neuron adrenergik merupakan obat antihipertensi yang kuat yang menghambat
norephineprin dari ujung saraf simpatis, sehingga pelepasan norephineprin menjadi berkurang dan
ini menyebabkan baik curah jantung maupun tahanan vaskuler perifer menurun. Reserpin dan
guanetidin (dua obat yang paling kuat) dipakai untuk mengendalikan hipertensi berat.
Hipotensi ortostatik merupakan efek samping yang sering terjadi, klien harus dinasehatikan
untuk bangkit perlahan – lahan dari posisi berbaring atau dari posisi duduk. Obat – obatan dalam
kelompok ini dapat menyebabkan retensi natrium dan air.

Vasodilator Arteriol yang Bekerja langsung


Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang bekerja dengan merelaksasikan
otot – otot polos pembuluh darah, terutama arteri, sehingga menyebabkan vasodilatasi.
Denagn terjadinya vasodilatasi, tekanan darah akan turun dan natrium serta air tertahan,
sehingga terjadi edema perifer. Deuritik dapat diberikan bersama – sama dengan vasodilator yang
bekerja langsung untuk mengurangi edema. Refleks takikardia disebabkan oleh vasodilatasi dan
menurunnya tekanan darah.

Antagonis Angiotensin (ACE Inhibitor)


Obat dalam golongan ini menghambat enzim pengubah angiotensin (ACE), yang nantinya akan
menghambat pembentukan angiotensin II (vasokonstriktor) dan menghambat pelepasan aldosteron.
Aldosteron meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium. Jika aldosteron dihambat, natrium
diekskresikan bersama – sama dengan air. Kaptopril, enalapril, dan lisinopril adalah ketiga antagonis
angiotensin. Obat – obatan ini dipakai pada klien dengan kadar renin serum yang tinggi.
BAB 2
Bang Toyib, 52 tahun, seorang juragan ayam yang sejak setahun lalu usaha beliau menjadi sangat
laris sehingga beliau menjadi sangat sibuk, sering kelelahan, dan stress. Klien dibawa istrinya ke RS
terdekat tanggal 1 Mei 2011, datang setelah 30 menit lalu mengeluh nyeri kepala yang sangat
berputar. Klien juga mengatakan sesak, dada berdebar, wajah tegang, pandangan kabur, sulit
menelan. Sebelumnya rutin jogging 2 hari sekali, sekarang tidak pernah berolahraga. Kebiasaan
merokok dan minum kopi sejak lama pun semakin meningkat. Senang sekali makan gulai kambing
atau makanan yang gurih, setiap makan 2x porsi makan, 4-5 kali sehari, TB 170 cm BB 90 kg. Sudah 6
bulan ini beliau sering marah-marah, darah tinggi, sulit tidur. Mempunyai riwayat hipertensi di
keluarga, kakek dan paman meninggal akibat serangan jantung. Dari hasil pengkajian perawat
didapatkan GCS 456, RR 27x/menit, TD 200/110 mmHg, nadi 120x/menit. Bunyi jantung S2
mengeras, kulit pucat, dingin, pengisian kapiler 3 detik. Perawat memberikan nifedifin sesuai
petunjuk dokter dan mengobservasi setiap jam. Memeriksa lab darah lengkap, kimia darah,
elektrolit, urine. Suara napas bersih, tidak ada distensi vena jugularis, ekstremitas tidak ada edema.

Pengkajian Fokus
Pada anamnesis biasanya didapatkan adanya riwayat peningkatan tekanan tekanan darah,
adanay riwayat keluarga dengan penyakit yang sama dan riwayat meminum obat antihipertensi.
Apabila klien sedang dalam pengobatan antihipertensi, pengukuran tekanan darah wajib
dilakukan untuk menentukan apakah obat tersebut efektif dan untuk mengetahui adanya perubahan
tekanan darah yang memerlukan penggantian pengobatan. Pengkajian pada klien yang
menggunakan obat – obat antihipertensi adalah sebagai berikut :
1. Dapatkan tanda vital, laporkan jika terdapat tekanan darah abnormal. Bandingkan tanda
vital dengan nilai dasarnya.
2. Periksa elektrolit serum. Laporkan hasil – hasil yang abnormal.
3. Periksa bunyi paru apakah terdapat ronkhi. Banyak dari obat – obatan antihipertensi seperti
metildopa, klonidin, guanetidin, guanadrel, prazosin, terazosin, hidralazin, dan minoksidil
menambah retensi natrium dan air.
4. Periksa output urine. Catat dan laporkan jumlahnya. Output urine yang berlebihan dapat
mengakibatkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit dan gejala – gejala seperti syok.
5. Periksa anggota gerak apakah terjadi edema. Banyak dari simpatolitik dapat menyebabkan
edema perifer.
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun –
tahun. Gejala, bila ada, biasanya menunjukkan adanya kerusakan pembuluh darah, dengan
manifestasi yang khas sesuai dengan sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah yang
bersangkutan.
Penyakit arteri koroner dengan angina adalah yang paling sering menyertai hipertensi.
Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon peningkatan beban kerja ventrikel saat dipaksa
berkontraksi melawan tekanan sistemis yang meningkat. Apabila jantung tidak mampu lagi menahan
peningkatan beban kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal
dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azotemia
(peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kretinin).

FORMAT PENGKAJIAN
PENGKAJIAN

IDENTITAS PASIEN

1. Nama : Pak toyib


2. Umur : 52 tahun
3. Jenis Kelamin : laki - laki
4. Agama :-
5. Suku / Bangsa :-
6. Status Pernikahan : Menikah
7. Pendidikan :-
8. Pekerjaan : wirausahawan
9. Alamat :
10. Nomor Registrasi :-
11. Tanggal MRS : 1 Mei 2011
12. Tanggal Pengkajian : 1 Mei 2011
13. Diagnosa Medis : Hipertensi

PENANGGUNG JAWAB

1. Nama :-
2. Umur :-
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Hubungan dengan pasien : Istri
5. Pekerjaan :-
6. Alamat :-

KELUHAN UTAMA

Pasien mengeluh nyeri kepala yang sangat seperti berputar. Pasien juga mengatakan sesak, dada
berdebar, wajah tegang, pandangan kabur, sulit menelan.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


a. Provocative / palliative

Apa yang menyebabkan gejala ? Apa yang memunculkannya ?

- Karena sangat sibuk, kelelahan dan stress, sering marah - marah

Apa yang menguranginya ?

- Minum obat dari dokter yaitu nifedipin

b. Quality / Quantity

Bagaimana rasanya, tampilan atau suaranya

- Ketika selesai melakukan kegiatan yang sangat sibuk atau ketika marah – marah dan stress
maka akan timbul gejala seperti pusing, dada berdebar dll

Bagaimana anda merasakan sekarang ? lebih parah atau lebih ringan dari yang dirasakan
sebelumnya ?

- Lebih parah

c. Regio / Radiasi

Di bagian mana gejala dirasakan ?

- Pusing di kepala, mata berkunang – berkunang dan sesak di dada

Apakah menyebar ?

d. Saverity / Keperahan ( scala )

Bagaimana intensitasnya ( scala ) ?

- 5

Bagaimana pengaruhnya terhadap aktivitas ?

- Mengganggu aktifitas

e. Time ( waktu )

Kapan hal itu mulai timbul dan bagaimana terjadinya ? Berapa lama terjadinya ?

- 30 menit yang lalu

Frekuensi ?

- Waktu-waktu tertentu seperti ketika setelah kegiatan berat, kelelahan, stress, atau ketika
setelah marah - marah

Durasi ?
-

RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

Penyakit yang pernah dialami dan pengobatan / tindakan yang dilakukan

…………………………… tidak ada……………………………

Pernah dirawat / dioperasi. Lamanya dirawat

……………………………tidak pernah……………………………

Penggunaan obat

……………………………tidak ada……………………………

Alergi

RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

Orang tua

Saudara kandung

Penyakit keturunan yang ada

- Hipertensi

Anggota keluarga yang meninggal

- Kakek dan paman

Penyebab meninggal

- Serangan jantung

Persepsi pasien tentang penyakitnya

Konsep diri :

Body image : Biasa saja

Ideal diri : Gemuk

Harga diri : biasa saja


Peran diri : menyibukkan diri dg pekerjaan

Personal identity : Kurang pengetahuan

Keadaan emosi

Perhatian terhadap orang lain / lawan bicara

- Normal  biasa

- Nyeri  cuek

Hubungan dengan keluarga

- Baik

Hubungan dengan saudara

- Baik

Kegemaran / hobby

- Merokok dan minum kopi, serta makan gulai kambing dan makan makanan yang gurih -
gurih

Mekanisme pertahanan diri

- Nyeri diberi nifedipin

POLA KEBIASAAN SEHARI – HARI

a. Pola Nutrisi
1. Sebelum sakit
 Frekuensi makan : 4 - 5 X sehari
 Jumlah makanan : setiap makan 2x porsi makan
 Jenis makanan :suka yang gurih – gurih dan makan gulai kambing
 Alergi / intoleransi makanan :
 Nafsu makan :
(v ) Baik ( ) Meningkat ( ) Menurun ( ) Stomatitis
( ) Penurunan sensasi makan ( ) Mual-muntah
 Berat badan : Tinggi badan :
2. Saat sakit
 Frekuensi makan :
 Jumlah makanan :
 Jenis makanan :
 Alergi / intoleransi makanan :
 Nafsu makan :
(v ) Baik ( ) Meningkat () Menurun ( ) Stomatitis
( ) Penurunan sensasi makan ( ) Mual-muntah
 Berat badan : 90 Kg Tinggi badan : 170 cm
 Kesulitan mengunyah : tidak ada masalah
 Kesulitan menelan : tidak ada masalah
 Tidak dapat makan sendiri : Tidak
 Gigi palsu :
 Upaya mengatasi masalah :
b. Pola Eliminasi
1. Sebelum sakit
BAB
 Frekuensi : Waktu :
 Konsistensi : Normal Warna :
 BAB terakhir :
 Penggunaan pencahar :

BAK

 Frekuensi : Waktu :
 Bau :

2. Saat sakit
 Frekuensi : Waktu :
 Konsistensi : Normal Warna :
 BAB terakhir :
 Penggunaan pencahar :
 Riwayat pendarahan :
 ( ) Diare ( ) Konstipasi ( ) Inkonstinensia

BAK

 Frekuensi : Waktu :
 Bau : Jumlah :
 Nyeri / rasa terbakar :
 Riwayat penyakit ginjal / kandung kemih :
 Penggunakan deuritika :
 Penggunaan alat bantu ( kateter ) : tidak
 ( ) Inkontinensia ( ) Hematuri ( ) Retensi ( ) Anuria ( ) Oliguri
( ) Nokturia ( ) Lain- lain
 Upaya mengatasi masalah :

c. Pola aktivitas, latihan dan bermain


1. Sebelum sakit
 Kegiatan dalam pekerjaan : wirausahawan
 Olahraga : Jenis : jogging Frekuensi : sebelumnya rutin namun
sekarang tidak pernah olahraga
 Kegiatan di waktu luang : merokok
2. Saat sakit
 Kemampuan perawatan diri :

Score : 0 = Mandiri 1 = Dibantu sebagaian 2 = Perlu bantuan orang lain

3 = Perlu bntuan orang lain & alat 4 = Tergantung / tidak mampu

AKTIVITAS 0 1 2 3 4
Mandi 0
Berpakaian 0
Eliminasi 0
Makan dan minum 0
Mobilisasi 0
Ambulasi 0

 Alat bantu : ( ) Kruk ( ) Kursi roda ( ) Tongkat ( ) lain-lain

d. Pola istirahat dan tidur


1. Sebelum sakit
 Waktu tidur ( jam ) :
 Waktu bangun :
 Masalah tidur :
 Hal-hal yang mempermudah tidur : rasa lelah
 Hal-hal yang mempermudah bangun : nyeri

2. Saat sakit
 Waktu tidur ( jam ) :
 Waktu bangun :
 Masalah tidur : sering terbangun karena nyeri dan merasa
tidak nyaman
 Hal-hal yang mempermudah tidur :
 Hal-hal yang mempermudah bangun : suara berisik dan rasa nyeri
 Masalah tidur : ( v) Sering terbangun ( ) Insomnia

e. Pola kebersihan diri / personal hygine


1. Sebelum sakit
 Mandi : …………………………………. X / hari
 Keramas : …………………………………. X / minggu
 Ganti pakaian : …………………………………. X / hari
 Sikat gigi : …………………………………. X / hari
 Memotong kuku : …………………………………. X / minggu
2. Sesudah sakit
 Mandi : …………………………………. X / hari
 Keramas : …………………………………. X / minggu
 Ganti pakaian : …………………………………. X / hari
 Sikat gigi : …………………………………. X / hari
 Memotong kuku : ………………………………….X / minggu

PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis, sadar penuh
b. Tanda-tanda Vital
Tensi : 200 / 110 mmHg Nadi : 120 X / menit
RR : 27 X / menit Suhu : ⁰C
1. Kepala dan rambut
 Kepala
Bentuk : Bulat
Ubun-ubun : sudah tidak tampak
Kulit kepala : bersih
 Rambut
Penyebaran dan keadaan rambut : normal
Bau : tidak bau
Warna : hitam
2. Mata
 Kelengkapan dan kesimetrisan : lengkap dan simetris
 Konjungtiva dan sclera : Konjungtiva anemis, dan Sclera = tidak ikterus
 Pupil : normal
 Penggunaan alat bantu : kacamata
3. Hidung
 Tulang hidung dan posisis septum nasi : normal
 Lubang hidung : normal
 Cuping hidung : normal
 Penggunaan alat bantu pernapasan : normal
4. Telinga
 Bentuk telinga : normal
 Lubang telinga : normal
 Ketajaman pendengaran : normal
 Penggunaan alat bantu pendengaran : normal
5. Mulut, Gigi, Lidah, Tonsil, Pharing
 Keadaan bibir : kering
 Keadaan gigi dan gusi : normal
 Keadaan lidah : normal
 Keadaan pharing : normal
 Keadaan tonsil : normal
6. Leher dan Tenggorokan
 Posisi Trachea : lurus
 Thyroid : normal
 Kelenjar limfe : normal
 Vena jugularis : normal
 Denyut nadi karotis : normal
7. Dada atau thorak
 Pemeriksaan paru-paru
Inspeksi
Bentuk thorak : simetris
Pernapasan : Irama : ( ) Teratur ( ) Tidak teratur
Jenis : ( ) Dispnea ( ) Kussmaul ( ) Ceyne stokes
( ) Lain-lain
Tada-tanda kesulitan napas : nafas terengah-engah
Retraksi otot bantu pernapasan :

Palpasi
Vokal fremitus : normal
Nyeri tekan : ada, dada sebelah kanan

Perkusi
( ) Sonor ( ) Hipersonor ( )Redup / pekak

Auskultasi
Suara napas : (v ) Vesikuler ( ) Stridor ( ) Wheezing
( ) Ronchi ( ) lain-lain

 Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Ictus cordis :
Palpasi
Pulsasi : ( v) Kuat ( ) Lemah
Ictus cordis :
Perkusi
Batas Jantung :
Auskultasi
Bunyi Jantung : normal
Mur-mur :-
Gallop :-

 Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
Bentuk abdomen : normal
Benjolan / massa : tidak ada
Bayangan pembuluh darah : tidak ada
Keadaan umbilicus : normal
Auskultasi
Peristaltik : normal
Palpasi
Nyeri tekan :-
Benjolan / massa :-
Tanda ascistes :-
Hepar : normal
Lien :-
Titik Mc burney :-
Perkusi
Suara Abdomen : normal
Pemerikasaan ascites : normal
8. Pemeriksaan ekstrimitas / musculoskeletal
 Pergerakan sendi : ( v) Bebas ( ) Terbatas
 Kekuatan otot : baik
 Kelainan ekstrimitas : tidak ada
 Traksi / spalk / gips : tidak ada
 Odema : tidak ada Lokasi : -
9. Pemeriksaan genetilia dan anus
 Genetelia
Rambut Pubis : normal
Lubang uretra : normal
Kelainan pada genetelia eksterna dan daerah inguinal : tidak ada
 Anus dan perineum
Lubang anus : normal
Kelainan pada anus : normal
Perineum : normal
10. Pemeriksaan integument
 Kulit : ( ) Ikterus ( ) Hiperpigmentasi ( ) Kemerahan

(v ) Sianosis
 Akral : ( ) Hangat (v ) Dingin
( ) Panas
 Turgor : ( ) Baik (v ) Kurang
( ) Jelek Capillary refillnya lebih dari
2 detik
 Kebersihan : baik
 Kelembapan : baik
 Kelainan pada kulit : tidak ada
 Clubbing finger :-
11. Pemeriksaan Neurologi
 Tingkat kesadaran
GCS : 3,4,5………………………………….
Meningeal sign : ………………………………….
 Status mental : ………………………………….
Kondisis emosi / perasaan : stabil
Orientasi :-
Proses berfikir ( ingatan, keputusan, perhitungan ) : ingatan normal, keputusan
dipengaruhi suami
Motivasi : tetap semangat
 Nervus cranialis
Nervus Olfaktorius ( NI ) : ………………………………….
Nervus Optikus ( N II ) : ………………………………….
Nervus Okulomotoris ( N III ), Trochlearis ( N IV ), Abdusen ( N VI) :
………………………………….
Nervus Tregiminus ( N V ) : ………………………………….
Nervus Vasialis (N VII ) : ………………………………….
Nervus Vestibulocochleais ( N VII ) : ………………………………….
Nervus Glossopharingeus ( N IX ), Vegas ( N X ) : ………………………………….
Nervus Asesorisus (N XI ) : ………………………………….
Nervus Hipoglosus ( N XII ) : ………………………………….
 Fungsi motorik
Cara berjalanan : ………………………………….
Romberg test : ………………………………….
Tes jari hidung : ………………………………….
 Fungsi sensorik
Identifikasi sentuhan ringan : ………………………………….
Test tajam – tumpul : ………………………………….
Test panas dingin : ………………………………….
 Reflek
Reflek Bisep : ………………………………….
Reflek Trisep : ………………………………….
Reflek Platela : ………………………………….
Reflek tendon archiles : ………………………………….
Reflek Babibski : ………………………………….
Reflek Brudzinski : ………………………………….
Reflek Kernig : ………………………………….

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Hitung darah lengkap (Complete Blood Cells Count) meliputi pemeriksaan hemoglobin,
hematokrit untuk menilai viskositas dan indikator faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia.
2. Kimia darah.
a. BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan penurunan perfusi atau faal renal.
b. Serum glukosa : hiperglisemia (diabetes mellitus adalah presipitator hipertensi) akibat dari
peningkatan kadar katekolamin.
c. kadar kolesterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan predisposisi
pembentukan plaque ateromatus.
d. kadar serum aldosteron : menilai adanya aldostironisme primer.
e. studi tiroid (T3 dan T4 ) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi terhadap
vasokonstriksi dan hipertensi.
f. asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko hipertensi
3. Elektrolit.
a. serum potasium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya aldosteronisme atau
efek samping terapi deuritik).
b. serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi.
4. Urine.
a. analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengindikasikan disfungsi renal
atau diabetes.
b. urine VMA (Cathecolamine metabolic) : peningkatan kadar mengindikasikan adanya
pheochromacytoma.
c. steroid urine : peningkatan kadar mengindikasikan hiperadrenalisme, pheochromacytoma,
atau disfungsi pituitary, sindrom cushing: kadar renin juga meningkat.

b. Radiologi
a. Intra venous Pyelografi (IVP): mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti Renal
Pharenchymal Disease, urolothiasis, benign prostate hyperplasia (BPH).
3. b. Rontgen thoraks : menilai adanya kalsifikasi obstruktif katub jantung, deposit kalsium
pada aorta, dan pembesaran jantung.

a. ECG
6. EKG: menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi atau disritmia.

Lain-lain

……………………tidak ada…………….

Anda mungkin juga menyukai