Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tekanan Darah

2.1.1 Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan salah satu parameter hemodinamik yang

sederhana dan mudah dilakukan pengukurannya. Tekanan darah

menggambarkan situasi hemodinamik seseorang saat itu.

Hemodinamik adalah suatu keadaan dimana tekanan dan aliran darah

dapat mempertahankan perfusi atau pertukaran zat di jaringan

(Muttaqin, 2012).

Tekanan darah diukur dalam satuan milimeter merkury (mmHg)

dan direkam dalam dua angka, yaitu tekanan sistolik (ketika jantung

berdetak) terhadap tekanan diastolik (ketika jantung relaksasi).

Tekanan darah sistolik merupakan jumlah tekanan terhadap dinding

arteri setiap waktu jantung berkontraksi atau menekan darah keluar

dari jantung. Tekanan diastolik merupakan jumlah tekanan dalam arteri

sewaktu jantung beristirahat. Aksi pompa jantung memberikan tekanan

yang mendorong darah melewati pembuluh – pembuluh. Setiap jantung

berdenyut, darah dipompa keluar dari jantung kedalam pembuluh

darah, yang membawa darah ke seluruh tubuh. Jumlah tekanan dalam

7
8

sistem penting untuk mempertahankan pembuluh darah tetap terbuka

(LeMone dan Burke, 2008).

2.1.2 Regulasi Tekanan Darah

Muttaqin (2012) mengatakan faktor utama yang mempengaruhi

tekanan darah adalah curah jantung, tekanan pembuluh darah perifer

dan volume atau aliran darah. Faktor-faktor yang meregulasi

(mengatur) tekanan darah bekerja untuk periode jangka pendek dan

jangka panjang. Regulasi tekanan darah dibagi menjadi:

1. Regulasi Jangka Pendek terhadap Tekanan Darah

Regulasi jangka pendek ini diatur oleh:

a. Sistem Persarafan

Sistem persarafan mengontrol tekanan darah dengan

mempengaruhi tahanan pembuluh perifer. Tujuan utamanya

adalah:

1) Mempengaruhi distribusi darah sebagai respon terhadap

peningkatan kebutuhan bagian tubuh yang lebih spesifik.

2) Mempertahankan tekanan arteri rata-rata (MAP) yang

adekuat dengan mempengaruhi diameter pembuluh darah

menyebabkan perubahan yang bermakna pada tekanan

darah. Penurunan volume darah menyebabkan konstriksi

pembuluh darah seluruh tubuh kecuali pembuluh darah

yang memperdarahi jantung dan otak, tujuannya adalah


9

untuk mengalirkan darah keorgan-organ vital sebanyak

mungkin.

b. Peranan Pusat Vasomotor

Pusat vasomotor yang mempengaruhi diameter pembuluh

darah adalah pusat vasomotor yang merupakan kumpulan

serabut saraf simpatis. Peningkatan aktivitas simpatis

menyebabkan vasokontriksi menyeluruh dan meningkatkan

tekanan darah. Sebaliknya penurunan aktivitas simpatis

memungkinkan relaksasi otot polos pembuluh darah dan

menyebabkan penurunan tekanan darah sampai pada nilai basal.

Pusat vasomotor dan kardiovaskular akan bersama-sama

meregulasi tekanan darah dengan mempengaruhi curah

jantung dan diameter pembuluh darah. Impuls secara tetap

melalui serabut eferen saraf simpatis (serabut motorik) yang

keluar dari medulla spinalis pada segmen T1 sampai L2,

kemudian masuk menuju otot polos pembuluh darah terutama

pembuluh darah arteriol sehingga selalu dalam keadaan

konstriksi sedang yang disebut dengan tonus vasomotor.

Derajat konstriksi bervariasi untuk setiap organ. Umumnya

serabut vasomotor mengeluarkan epinefrin yang merupakan

vasokonstriktor kuat. Akan tetapi pada otot rangka beberapa

serabut vasomotor mengeluarkan asetilkolin yang

menyebabkan dilatasi pembuluh darah (Price, 2005).


10

c. Refleks Baroreseptor

Refleks baroresptor merupakan reflek paling utama dalam

menentukan kontrol regulasi dan denyut jantung dan tekanan

darah (Heather et, al, 2013). Mekanisme reflek baroreseptor

dalam meregulasi perubahan tekanan darah adalah dengan cara

melakukan fungsi reaksi cepat dari baroreceptor yaitu dengan

melindungi siklus selama fase akut dari perubahan tekanan

darah. Pada saat tekanan darah arteri meningkat dan meregang,

reseptor – reseptor ini dengan cepat mengirim impulsnya ke

pusat vasomotor dan menghambatnya yang mengakibatkan

terjadi vasodilatasi pada ateriol dan vena sehingga tekanan

darah menurun (Muttaqin, 2012).

d. Refleks Kemoreseptor

Apabila kandungan oksigen atau pH darah turun atau

kadar karbondioksida dalam darah meningkat, maka

kemoreseptor yang akan diarkus aorta dan pembuluh –

pembuluh besar dileher mengirim impuls ke pusat vasomotor

dan terjadilah vasokontriksi yang membantu mempercepat

darah kembali ke jantung dan ke paru (Muttaqin, 2012).

Dengan meningkatnya tekanan darah akan mengakibatkan

peningkatan pada potensial aksi ke pusat pengontrolan

kardiovascular (Cardiovascular Control Center: CCC). CCC

direspon oleh menurunnya imput simpatis dan meningkatnya


11

parasimpatis ke dalam jantung. Keadaan ini menyebabkan

menurunnya cardiac output, CCC ini juga menurunkan input

simpatis kedalam pembuluh darah dan terjadilah vasodilatasi

yang menyebabkan tahanan perifer yang rendah, sehingga

menyebabkan penurunan tekanan darah. Mekanisme

kompensasi ini akan memberikan respon kepada baroreseptor

untuk mengembalikan tekanan darah dalam keadaan normal

dan sebaliknya (Joohan, 2000).

e. Pengaruh Pusat Otak Tertinggi

Reflek yang meregulasi tekanan darah diintegrasikan pada

batang otak (medula) dengan memodifikasi tekanan darah

arteri melalui penyaluran kepusat medularis (Heather, et, al,

2013).

f. Kontrol Kimia

Kadar oksigen dan karbondioksida membantu meregulasi

tekanan darah melalui refleks kemoreseptor, sejumlah kimia

darah juga mempengaruhi tekanan darah dengan bekerja

langsung pada otot polos atau pusat vasomotor (Muttaqin,

2012). Hormon yang paling penting dalam tekanan darah adalah

sebagai berikut:

1. Hormon yang dikeluarkan medula adrenal selama masa

stress adalah non epinefrin dan epinefrin yang dilepaskan

oleh kelenjar adrenal ke dalam darah. Kedua hormon ini


12

mengakibatkan respons “fight or flight” sehingga

mempengaruhi diameter pembuluh darah dan rangsangan

simpatis (Joohan, 2009)

2. Faktor natriuretik atrium. Dinding natrium jantung

mengeluarkan hormon peptide yang disebut dengan faktor

natriuretik atrial yang menyebabkan volume darah dan

tekanan darah menurun. Hormon ini adalah antagonis

aldosteron dan menyebabkan ginjal mengeluarkan garam

dan air yang lebih banyak dari tubuh dengan demikian

volume darah akan menurun. Hormon ini juga menyebabkan

dan menurunkan pembentukan cairan serebropinalis di otak

(Muttaqin, 2012).

3. ADH (hormon antidiuretik). Hormon ini diproduksi di

hipotalamus dan merangsang ginjal untuk menahan air

mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air yang berpengaruh

dalam peningkatan volume dan menurunkan osmolaritas

cairan ekstra selulue (CES). Akibatnya dapat berpengaruh

terhadap hemeostasis tekanan darah (Joohan, 2000).

4. Agiotensin II terbentuk akibat adanya renin yang dikeluarkan

oleh ginjal saat perfusi ginjal tidak adekuat. Hormon ini

menyebabkan vasokonstriksi yang hebat. Sehingga demikian

terjadi peningkatan tekanan darah yang cepat. Hormon ini

juga merangsang pengeluaran aldosteron yang akan


13

meregulasi tekanan darah untuk jangka yang panjang melalui

penahanan air (Lavastin, 2005).

5. Nitric Okside (NO) disebut juga dengan endothelium derived

relaxing faktor (EDRF), merupakan vasokonstriktor yang

dikeluarkan oleh sel endotel akibat adanya peningkatan

kecepatan aliran darah dan adanya mulekul-mulekul seperti

asetilkolin, bradikinin dan nitrigliserin. Hormon ini bekerja

melalui cyclic GMP second messenger, hormon ini sangat

cepat dihancurkan dan efek vasodilatasinya sangat singkat

(Lovastin, 2005).

g. Alkohol

Konsumsi alkohol menyebabkan penurunan tekanan darah

melalui penghambat pengeluaran ADH dan penekanan pada

pusat vasomotor, sehingga menyebabkan vasodilatasi terutama

pada kulit (Lovastin, 2005).

Yang akan memproduksi angiotensin II, sebuah

vasokonstriktor kuat yang akan mengakibatkan tekanan darah

sistemik, meningkatkan kecepatan aliran darah ke ginjal

sehingga perfusi ginjal meningkat. Angiotensin II juga

merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan aldosteron,

suatu hormon yang mempercepat absorbsi garam dan air yang

berdampak pada peningkatan tekanan darah (Muttaqin, 2012).


14

2.1.3 Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan

darah diantaranya adalah usia, ras, jenis kelamin, stress, medikasi,

variasi diural, olah raga dan hormonal (sudoyo, et, al, 2000).

1. Usia

Tekanan darah bervariasi sepanjang kehidupan. Menurut

WHO (2007) adanya hubungan yang positif antara umur dengan

tekanan darah disebagian populasi, tekanan darah sistolik cenderung

meningkat pada usia anak-anak, remaja dan dewasa untuk mencapai

nilai rata-rata 140 mmHg. Tekanan darah diastolik juga cenderung

meningkat dengan bertambahnya usia. Ramalah (2007) menyatakan

tekanan darah secara bertahap dengan bertambahnya umur akan

terus meningkat setelah usia 60 tahun. Namun demikian, penting

untuk melihat klasifikasi tekanan darah normal agar memudahkan

dalam mengevaluasi kondisi pasien.

Tabel 2.1 Tekanan Darah Normal Rata-Rata


Usia Tekanan Darah (mmHg)
10-13 tahun 110/65
14-17 tahun 120/75
Dewasa Tengah 120/80
Lansia 140/90
(Sumber:Potter & Perry, 2005)

2. Ras

Kajian populasi menunjukkan bahwa tekanan darah pada

masyarakat berkulit hitam lebih tinggi dibandingkan dengan

golongan suku lainnya. Suku atau ras mungkin berpengaruh


15

pada hubungan antara umur dan tekanan darah. Orang Afrika-

Amerika lebih tinggi dibanding orang Eropa-Amerika.

Kematian yang dihubungkan dengan hipertensi juga lebih

banyak pada orang Afrika-Amerika. Kecenderungan populasi

ini terhadap hipertensi diyakini hubungan antara genetik dan

lingkungan (Koizer et al, 2009).

3. Jenis Kelamin

Bahwa perubahan hormonal yang sering terjadi pada wanita

menyebabkan wanita lebih cenderung memiliki tekanan darah

tinggi. Hal ini juga menyebabkan resiko wanita untuk terkena

penyakit jantung menjadi lebih tinggi (Miller, 2010)

4. Stress

Ansietas, takut, nyeri dan stress emosi mengakibatkan

stimulus simpatis secara berkepanjangan yang berdampak pada

vasokonstriksi, peningkatan curah jantung, tahanan vaskular

perifer dan peningkatan produksi renin. Peningkatan renin

mengaktivasi mekanisme angiotensin dan meningkatakan

sekresi aldosteron yang berdampak pada peningkatan tekanan

darah (Lewis, et al, 2005).

5. Medikasi

Banyak pengobatan yang secara langsung maupun tidak

langsung mempengaruhi tekanan darah. Beberapa obat

antihipertensi seperti diuretik, penyakit beta adrenergik,


16

penyekat saluran kalsium, vasodilator dan ACE inhibitor

langsung berpengaruh pada tekanan darah (Muttaqin, 2012).

6. Kemoreseptor

Kemoreseptor yang terletak di arteri karotis dan aorta, yang

berkaitan erat tetapi berbeda dengan baroreseptor, peka terhadap

kadar oksigen rendah atau asam tinggi dalam darah. Fungsi

utama kemoreseptor ini adalah untuk secara rileks

meningkatkan aktivitas pernafasan sehingga lebih banyak

oksigen masuk atau lebih banyak karbondioksida pembentuk

asam yang keluar. Reseptor tersebut juga secara rileks

meningkatkan tekanan darah dengan mengirimkan impuls

eksitatori ke pusat kardiovaskuler (Lewis, et al, 2005).

7. Olah raga

Perubahan mencolok sistem kardiovaskular pada saat

berolahraga, termasuk peningkatan aliran darah otot rangka,

peningkatan bermakna curah jantung, penurunan resistensi

perifer total dan peningkatan sedang tekanan arteri rata-rata

(Muttaqin, 2012).

8. Zat vasoaktif

Zat-zat vasoaktif yang dikeluarkan dari sel endotel mungkin

berperan dalam mengatur tekanan darah. Inhibisi eksperimental

enzim yang mengkatalis NO (Nitric Oxide) menyebabkan

peningkatan cepat tekanan darah. Hal ini mengisyaratkan bahwa


17

zat kimia ini dalam keadaan normal mungkin menimbulkan

vasodilatasi (Muttaqin, 2012).

2.1.4 Pengukuran Tekanan Darah Non Invasif

Tekanan darah arteri dapat diukur baik secara langsung maupun

tidak langsung. Metode langsung menggunakan insersi kateter arteri

dan metode tidak langsung paling umum menggunakan

sphigmanometer dan stetoskop (Potter & Perry, 2005). Manset yang

dapat dikembangkan dipasang melingkar pada lengan bagian atas

(lebarnya minimal 40% dari lingkar lengan) dibawah kontrol

manometer, dipompa kira-kira 30 mmHg diatas nilai saat pulsasi

radialis yang teraba menghilang. Stetoskop diletakkan diatas arteri

brakialis pada lipat siku, dibawah sisi manset, dan tekan manset

kemudian diturunkan perlahan-lahan (2-4 mmHg/detik). Terjadinya

bunyi pertama yang sinkron dengan nadi bunyi ketukan yang jelas, (fase

1) korotkof adalah tekanan darah sistolik. Normalnya bunyi ini awalnya

lemah (fase 2) sebelum menjadi keras (fase 3) kemudian menjadi redup

pada (fase 4) dan seluruhnya menghilang pada (fase 5). Fase 5 ini

digunakan sebagai tekanan darah diastolik (Potter & Perry, 2005).


18

Tekanan darah dapat diklasifikasikan menurut JNC VII yaitu

sebagai berikut :

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah


Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi
Derajat I 140-159 90-99
Derajat II ≥160 ≥100

2.2 Konsep Stroke

2.2.1 Definisi Stroke

Stroke adalah gangguan fungsi otak yang terjadi dengan cepat (tiba-

tiba) dan berlangsung lebih dari 24 jam karena gangguan suplai darah

ke otak. Dalam jaringan otak, kekurangan aliran darah menyebabkan

serangkaian reaksi bio-kimia yang dapat merusakkan atau mematikan

sel-sel otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya

fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Otak adalah pusat sistem

saraf dalam tubuh manusia. Otak tidak hanya mengendalikan gerakan,

namun juga mengendalikan pikiran, ingatan, emosi, suasana hati,

bahkan sampai dorongan seksual. Selama masih hidup, otak terus-

menerus menerima rangsangan, mengolah, dan menyimpan informasi

dalam bentuk memori.

Gangguan aliran darah ke otak merupakan masalah yang paling

serius, dan bahkan bisa berakibat fatal. Aliran darah ke otak pada

dasarnya memasok nutrisi dan oksigen ke sel-sel saraf otak. Jika aliran

darah dan pasokan oksigen ke otak berjalan dengan lancar, maka fungsi
19

otak pun akan berfungsi dengan normal. Otak membutuhkan darah

segar sekitar 1/5 dari kebutuhan seluruh bagian organ tubuh lainnya.

Tanpa nutrisi dan oksigen, sel-sel otak akan mati.

Gangguan aliran darah ke otak akan menyebabkan berkurangnya

pasokan oksigen ke otak. Oksigen yang terputus selama 8-10 detik akan

menyebabkan gangguan fungsi otak. Sedangkan terputusnya aliran

oksigen ke otak dalam 6-10 menit dapat merusak sel-sel otak, dan

kemungkinan tidak dapat pulih kembali.

2.2.2 Etiologi Stroke

1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju ke otak.

2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh

darah di otak.

3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.

2.2.3 Patofisiologi Stroke

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut

fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak.

Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah

otak atau pecahnya pembuluh darah otak. Otak yang seharusnya

mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Stroke

bukan merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan dari

beberapa penyakit diantaranya hipertensi, penyakit jantung, diabetes

mellitus dan peningkatan lemak dalam darah atau dislipidemia.

Penyebab utama stroke adalah thrombosis serebral, aterosklerosis dan


20

perlambatan sirkulasi serebral merupakan penyebab utama terjadinya

thrombus. Stroke hemoragik dapat terja di di epidural, subdural dan

intraserebral (Smeltzer & Bare, 2002).

Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan

pecahnya pembuluh darah sehingga dapat terjadi perdarahan dalam

parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembes

kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang

intrakranial. Ekstravasi darah terjadi di daerah otak dan subaraknoid,

sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan.

Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat

mengakibatkan penekanan pada arteri disekitar perdarahan. Bekuan

darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil karena

terjadi penekanan maka daerah otak disekitar bekuan darah dapat

membengkak dan mengalami nekrosis karena kerja enzim-enzim maka

bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga

(Smeltzer & Bare, 2002).

Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan.

Pembuluh darah yang mengalami gangguan biasanya arteri yang

berhubungan langsung dengan otak. Timbulnya penyakit ini mendadak

dan evolusinya dapat secara cepat dan konstan, berlangsung beberapa

menit bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering muncul

antara lain: pasien mengeluh sakit kepala berat, leher bagian

belakang kaku, muntah penurunan kesadaran dan kejang. Sembilan


21

puluh persen menunjukan adanya darah dalam cairan serebrospinal,

dari semua pasien ini 70-75 % akan meninggal dalam waktu 1-30 hari,

biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke sistem

ventrikel, herniasi lobus temporal dan penekanan mesensefalon atau

mungkin disebabkan karena perembesan darah ke pusat-pusat yang

vital. Penimbunan darah yang cukup banyak di bagian hemisfer serebri

masih dapat ditolerir tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang

nyata sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak

5 ml saja sudah dapat mengakibatkan kematian (Smeltzer & Bare,

2002).

2.2.4 Klasifikasi Stroke

Stroke pada dasarnya terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai

berikut :

1. Stroke Iskemik

Stroke jenis ini terjadi jika aliran darah ke otak terhenti

karena aterosklerosis (penumpukan kolestrol pada dinding

pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu

pembuluh darah ke otak sehingga pasokan darah ke otak

terganggu. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%

mengalami stroke jenis ini.

Perjalanan klinis pasien dengan stroke infark akan sebanding

dengan tingkat penurunan aliran darah ke jaringan otak.


22

Perjalanan klinis ini akan dapat mengklasifikasikan iskemik

serebral menjadi 4, yaitu :

1) Transient Ischemic Attack (T.I.A)

T.I.A menggambarkan terjadinya suatu defisit neurologik

secara tiba-tiba dan defisit tersebut berlangsung hanya

sementara (tidak lebih dari 24 jam). Diagnosa T.I.A

berimplikasi bahwa lesi vaskuler yang terjadi bersifat reversible

dan disebabkan oleh embolisasi. Sumber utama emboli ialah

“plaque atheromatosa” diarteria karotis interna atau arteria

vertebrobasilaris (Sidharta, 2004).

2) Reversible Ischemic Neurological Deficit (R.I.N.D)

Seperti halnya dengan T.I.A, gejala neurologi dari R.I.N.D

juga akan menghilang tetapi waktu berlangsungnya lebih lama,

yaitu lebih dari 24 jam bahkan sampai 21 hari. Biasanya R.I.N.D

membaik dalam waktu 24-48 jam. Sedangkan P.R.I.N.D

(Prolonged Reversible Ischemic Neurological Deficit) akan

membaik dalam beberapa hari, maksimal 3-4 hari (Sidharta,

2004).

3) Stroke In Evolusion (S.I.E)

Diagnosa S.I.E menggambarkan perkembangan defisit

neurologik yang berlangsung secara bertahap-tahap dan

berangsu-rangsur dalam waktu beberapa jam sampai 1 hari.

S.I.E berimplikasi bahwa lesi-lesi intravaskuler yang sedang


23

menyumbat arteri serebral berupa “plaque atheromatosa” yang

sedang ditimbun oleh fibrine dan trombosit. Penimbunan

tersebut disebabkan oleh hiperviskositas darah atau karena

perlambatan arus aliran darah (Shidarta, 2004).

4) Completed Stroke Iskemik (C.S.I)

Kasus C.S.I adalah kasus hemiplegia yang disajikan kepada

pemeriksa pada tahap dimana tubuh penderita sudah terjadi

kelumpuhan sesisi yang sudah tidak memperlihatkan progresi

lagi. Dalam hal ini kesadaran tidak terganggu. Lesi vaskuler

bersifat iskemik serebri regional (Shidarta, 2004).

2. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami

kebocoran atau pecahnya pembuluh darah di dalam otak,

sehingga darah menggenangi atau menutupi ruang-ruang

jaringan sel otak. Adanya darah yang mengenangi atau menutupi

ruang-ruang jaringan sel otak akan menyebabkan kerusakan

jaringan sel otak dan menyebabkan kerusakan fungsi kontrol

otak. Genangan darah bisa terjadi pada otak sekitar pembuluh

darah yang pecah (intracerebral hemorage) atau dapat juga

genangan darah masuk kedalam ruang sekitar otak

(subarachnoid hemorage) bila ini terjadi stroke bisa sangat luas

dan fatal bahkan sampai pada kematian. Stroke hemoragik pada

umumnya terjadi pada lanjut usia, karena penyumbatan terjadi


24

pada dinding pembuluh darah yang sudah rapuh (aneurisma).

Pembuluh darah yang sudah rapuh ini, disebabkan karena faktor

usia (degeneratif), akan tetapi bisa juga disebabkan karena

faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering terjadi adalah

kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat

tertimbun plak atau arteriosklerosis akan lebih parah lagi

apabila disertai dengan gejala tekanan darah tinggi. Beberapa

jenis stroke hemoragik menurut (Feigin, 2007), yaitu:

1. Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah

kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan

segera. Stroke ini biasanya diikuti dengan fraktur tengkorak

dengan robekan arteri tengah atau arteri meningens

lainnya. Pasien harus diatasi beberapa jam setelah

mengalami cedera untuk dapat mempertahankan hidup.

2. Hemoragi subdural (termasuk subdural akut) yaitu

hematoma subdural yang robek adalah bagian vena sehingga

pembentukan hematomanya lebih lama dan menyebabkan

tekanan pada otak.

3. Hemoragi subaraknoid (hemoragi yang terjadi di ruang

subaraknoid) dapat terjadi sebagai akibat dari trauma atau

hipertensi tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran

aneurisma.
25

4. Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau perdarahan di

substansi dalam otak yang paling umum terjadi pada pasien

dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral karena

perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya

menyebabkan ruptur pembuluh darah.

2.2.5 Manifestasi Klinis

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada

lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang

perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder

atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik

sepenuhnya. Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Bare (2002),

antara lain :

1. Defisit Lapang Pandangan

a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan

penglihatan.

b. Kesulitan menilai jarak.

c. Diplopia.

2. Defisit Motorik

a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang

sama).

b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).

c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan

kaki.
26

d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang

sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang

bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.

e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan).

3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh

4. Defisit Verbal

a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat

dipahami).

b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang

dibicarakan).

c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif).

5. Defisit Kognitif

a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang.

b. Penurunan lapang perhatian.

c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.

d. Perubahan penilaian

2.2.6 Faktor Risiko Stroke

Keadaan yang menyebabkan atau memperparah stroke disebut

sebagai faktor risiko. Faktor risiko dari stroke antara lain :

1. Hipertensi (darah tinggi)

2. Penyakit jantung

3. Diabetes mellitus

4. Hiperlipidemia (peningkatan kadar lipid dalam darah)


27

5. Gangguan pembuluh darah koroner

6. Mempunyai riwayat pernah terkena serangan stroke (stroke

ringan)

7. Kadar lemak tinggi dalam darah

8. Kegemukan atau obesitas

9. Merokok

10. Kurang olahraga

11. Kadar asam urat tinggi

12. Kadar fibrinogen tinggi

Selain faktor risiko stroke diatas masih terdapat faktor risiko yang

tidak dapat dikendalikan, antara lain:

1. Usia

Beberapa penelitian membuktikan bahwa 2/3 serangan

stroke terjadi pada usia 65 tahun. Meskipun demikian, bukan

berarti usia muda atau produktif akan terbebas dari serangan

stroke.

2. Jenis kelamin

Penelitian menunjukkan bahwa pria lebih banyak terkena

stroke dari pada wanita, yaitu mencapai kisaran 1,25 kali lebih

tinggi. Namun, justru lebih banyak wanita yang meninggal dunia

karena stroke. Hal ini disebabkan pria umumnya terkena

serangan stroke pada usia muda, sedangkan wanita justru

sebaliknya yaitu pada saat usianya sudah tua.


28

3. Garis keturunan

Dalam hal ini, hipertensi, diabetes mellitus dan cacat pada

pembuluh darah menjadi faktor genetik yang berperan. Cadasil

yaitu suatu cacat pada pembuluh darah yang dimungkinkan

merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh. Selain itu

gaya hidup dan pola makan dalam keluarga yang sudah menjadi

kebiasaan yang sulit diubah juga meningkatkan risiko stroke.

2.2.7 Komplikasi Stroke

Komplikasi stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:

1. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah

adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang

dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan

mempertahankan hemoglobin serta hemotokrit pada tingkat dapat

diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.

2. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan

integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena)

harus menjamin penurunan vesikositas darah dan memperbaiki aliran

darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk

mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya

area cedera.

3. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi

atrium atau dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan

aliran darah keotak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral.


29

2.2.8 Stroke Berulang

2.2.8.1 Definisi Stroke Berulang

Stroke berulang adalah gangguan neurologis yang terjadi akibat

kurangnya suplai darah ke area otak setelah sebelumnya pernah

mengalami stroke. Kejadian baru dari gejala yang muncul dapat

dihitung sebagai kejadian baru atau stroke berulang, kriteria stroke

secara umum dapat didefinisikan seperti hal diatas dan harus

memenuhi:

a. Kejadian sebelumnya pada arteri yang sama dan terjadi pada 29 hari atau

lebih dari serangan sebelumnya.

b. Kejadian baru pada arteri yang berbeda dari sebelumnya dan terjadi

pada 28 hari atau beberapa hari dari serangan sebelumnya. (WHO,

2016).

2.2.8.2 Penatalaksanaan Stroke Berulang

Penatalaksanaan stroke berulang dibagi kedalam terapi

farmakologis, terapi non-farmakologis dan terapi pembedahan.

1. Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis yang dapat diberikan adalah terapi

antiplatelet, terapi antiplatelet secara signifikan mengurangi risiko

gangguan vascular berikutnya, seperti stroke dan infark miokard

(National Stroke Foundation, 2007). Agen terapi antiplatelet yang

umum digunakan antara lain, aspirin, dipiridamol, dan clopidogrel

(Hankey, 2007).
30

2. Terapi Non-farmakologis

Salah satu bentuk terapi non-farmakologis untuk mencegah

kejadian stroke dan stroke berulang adalah dengan perubahan

perilaku (behaviour change). Perubahan perilaku untuk mencegah

kejadian stroke meliputi :

1. Mengontrol Tekanan Darah

Tekanan darah tinggi dikenal sebagai faktor risiko stroke

yang paling penting, dengan dua kali lipat risiko stroke untuk

setiap kenaikan tekanan darah sistolik 10-12 mmHg atau

kenaikan tekanan darah diastolik 7-8 mmHg (Lawes et al, 2004

dalam Williams et al, 2010). Pada kebanyakan orang, hipertensi

dapat dikontrol melalui diet, obat-obatan, dan olahraga atau

kombinasi dari ketiganya. (National Stroke Association, 2013).

Berbagai obat antihipertensi memiliki kerja yang berbeda,

yaitu diuretik mengurangi volume darah dengan meningkatkan

ekskresi natrium. Pengobatan lain yang umum adalah beta

adrenergik blocker, yang mempengaruhi penurunan cardiac

output dan penurunan aktivitas plasma renin. Dalam studi

PROGRESS, pengobatan dengan kombinasi perindopril dan

indapamide untuk menurunkan tekanan darah tekanan darah

dengan 12 mmHg (sistolik) dan 5 mmHg (diastolik) dan

pengurangan risiko relatif stroke 43% (PROGRESS

Collaborative Group, 2001 dalam Williams et al, 2010).


31

Pemeriksaan terhadap perawatan stroke telah menunjukkan

bahwa kontrol tekanan darah yang buruk adalah faktor yang

paling penting dalam kematian akibat stroke, ditambah lagi

tekanan darah merupakan faktor risiko yang dapat dihindari dan

diobati (Rashid et al, 2003; Rudd et al, 2004 dalam Williams

et al, 2010).

2. Mengontrol Kolesterol Darah

Kolesterol dan lipid yang tinggi dalam darah berhubungan

dengan risiko tinggi dari stroke dan serangan jantung.

Pengurangan agresif dari low-density lipoprotein kolesterol

cenderung menghasilkan manfaat yang lebih besar. Pengurangan

risiko relatif terhadap kejadian vaskular untuk pasien dengan

riwayat stroke tanpa penyakit arteri koroner yang dirawat dengan

agen statin adalah sekitar 20%-30% (Lindsay et al, 2012;

Humphrey et al dalam Williams et al, 2010).

Selain pengontrolan kadar kolesterol darah dapat dilakukan

dengan makan makanan rendah lemak terutama makanan rendah

lemak jenuh, termasuk sayuran, buah-buahan, daging tanpa

lemak seperti ayam dan ikan, produk susu rendah lemak dan

kuning telur. Makanan yang kaya serat, termasuk biji-bijian atau

kacang kering (National Stroke Association, 2013).


32

3. Mengontrol Gula Darah

Diabetes merupakan faktor risiko utama untuk penyakit

jantung dan diakui sebagai faktor risiko independen untuk

iskemik stroke. Kebanyakan orang dewasa dengan diabetes tipe 1

atau 2 memiliki risiko tinggi untuk penyakit vaskular (Lindsay et

al, 2012). Dalam review stroke dan diabetes, Idris et al

menyatakan bahwa kombinasi antara diabetes dan stroke

merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh

dunia. Bukti dari uji klinis yang dilakukan pada pasien dengan

diabetes mendukung kebutuhan untuk intervensi dini dan

agresif untuk pasien dengan gangguan kardiovaskular untuk

mencegah timbulnya, kekambuhan dan perkembangan stroke

akut (Idris et al, 2006 dalam Lindsay et al, 2012 ).

4. Diet

Banyak faktor makanan yang berhubungan dengan risiko

stroke. Risiko stroke diturunkan dengan mengurangi jumlah

asupan lemak (Hooper et al, 2011 dalam Lawrence et al, 2011).

Diet yang rendah garam dan kaya dengan sayuran, buah-buahan

dan rendah lemak dapat membantu menurunkan tekanan darah.

Studi terbaru juga menunjukkan bahwa peningkatan asupan

potasium, (misalnya, buah-buahan segar dan sayuran), dapat

membantu menurunkan tekanan darah (National Stroke

Association, 2013). Sebuah studi di Universitas Harvard baru-


33

baru ini menyimpulkan bahwa makan lima porsi harian buah-

buahan dan sayuran dapat menurunkan risiko stroke sebesar 30%.

Buah jeruk dan sayuran seperti brokoli atau kembang kol sangat

bermanfaat. Konsentrasi yang lebih tinggi dari asam folat, serat,

dan potasium mungkin menjadi kunci untuk mengurangi penyakit

jantung dan stroke (National Stroke Association, 2013).

3. Terapi Pembedahan

Pasien yang dipertimbangkan untuk menjalankan pembedahan

adalah mereka yang memiliki risiko rendah morbiditas dan

mortalitas post operasi dan salah satu dari : (1) penyakit arteri karotis

asimtomatik dengan 50% atau lebih stenosis atau (2) penyakit arteri

karotis dengan 70% atau lebih stenosis. Pada pasien tersebut, insiden

stroke dengan penatalaksaan bedah secara signifikan berkurang

dibandingkan dengan penatalaksaan medis (Bowman dalam Black

& Hawks, 2009). Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan pada

pasien post stroke antara lain karotis endarterektomi,

Extracranial/Intracranial Arterial Bypass, Angioplasti dan Sten

Intraluminal.

Anda mungkin juga menyukai