Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Darah


2.1.1 Pengertian Tekanan Darah

Tekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada


seluruh permukaan yang tertutup pada dinding bagian dalam jantung
dan pembuluh darah (Ethel, 2003).

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada


dinding arteri. Tekanan puncakterjadi saat ventrikel berkontraksi dan
disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah
yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya
digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik,
dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90.
Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer & Bare,
2001).

2.1.2 Asal Tekanan Darah

Aksi pemompaan jantung memberikan tekanan yang


mendorong darah melewati pembuluh-pembuluh. Darah mengalir
melalui system pembuluh tertutup karena ada perbedaan tekanan atau
gradien tekanan antara ventrikel kiri dan atrium kanan.

a. Tekanan ventrikular kiri berubah dari setinggi 120 mmHg saat


sistole sampai serendah 0 mmHg saat diastole.
b. Tekanan aorta berubah dari setinggi 120 mmHg saat sistole sampai
serendah 80 mmHg saat diastole. Tekanan diastolik tetap
dipertahankan dalam arteri karena efek lontar balik dari dinding
elastis aorta. Rata-rata tekanan aorta adalah 100 mmHg.
Perubahan tekanan sirkulasi sistemik. Darah mengalir dari
aorta (dengan tekanan 100 mmHg) menuju arteri (dengan perubahan
tekanan dari 100 ke 40 mmHg) ke arteriol (dengan tekanan 25 mmHg
di ujung arteri sampai 10 mmHg di ujung vena) masuk ke vena
(dengan perubahan tekanan dari 10 mmHg ke 5 mmHg) menuju vena
cava superior dan inferior (dengan tekanan 2 mmHg) dan sampai ke
atrium kanan (dengan tekanan 0 mmHg) (Ethel, 2003).

2.1.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah


2.1.3.1 Curah jantung

Tekanan darah berbanding lurus dengan curah


jantung (ditentukan berdasarkan isi sekuncup dan
frekuensi jantungnya).

2.1.3.2 Tekanan Perifer terhadap tekanan darah

Tekanan darah berbanding terbalik dengan


tahanan dalam pembuluh. Tahanan perifer memiliki
beberapa faktor penentu :

1. Viskositas darah.
Semakin banyak kandungan protein dan sel
darah dalam plasma, semakin besar tahanan terhadap
aliran darah. Peningkatan hematokrit menyebabkan
peningkatan viskositas : pada anemia, kandungan
hematokrit dan viskositas berkurang.
2. Panjang pembuluh
Semakin panjang pembuluh, semakin besar
tahanan terhadap aliran darah.
3. Radius pembuluh
Tahanan perifer berbanding terbalik dengan
radius pembuluh sampai pangkat keempatnya
 Jika radius pembuluh digandakan seperti yang
terjadi pada fase dilatasi, maka aliran darah akan
meningkat enambelas kali lipat. Tekanan darah akan
turun.
 Jika radius pembuluh dibagi dua, seperti yang terjadi
pada vasokontriksi, maka tahahan terhadap aliran
akan meningkatenambelas kalip lipat dan tekanan
darah akan naik.

4. Karena panjang pembuluh dan viskositas darah secara


normal konstan, maka perubahan dalam tekanan darah
didapat dari perubahan radius pembuluh darah (Ethel,
2003).

2.1.4 Pengaturan Tekanan Darah

Tekanan darah dikontrol oleh otak, sistem saraf otonom,


ginjal, beberapa kelenjar endokrin, arteri dan jantung. Otak adalah
pusat pengontrol tekanan darah di dalam tubuh. Serabut saraf adalah
bagian sistem saraf otonom yang membawa isyarat dari semua bagian
tubuh untuk menginformasikan kepada otak perihal tekanan darah,
volume darah dan kebutuhan khusus semua organ. Semua informasi
ini diproses oleh otak dan keputusan dikirim melalui saraf menuju
organ-organ tubuh termasuk pembuluh darah, isyaratnya ditandai
dengan mengempis atau mengembangnya pembuluh darah. Saraf-
saraf ini dapat berfungsi secara otomatis (Hayens, 2003).

Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur fluida


(campuran cairan dan gas) di dalam tubuh. Ginjal juga memproduksi
hormon yang disebut renin. Renin dari ginjal merangsang
pembentukan angiotensin yang menyebabkan pembuluh darah
kontriksi sehingga tekanan darah meningkat. Sedangkan hormon dari
beberapa organ juga dapat mempengaruhi pembuluh darah seperti
kelenjar adrenal pada ginjal yang mensekresikan beberapa hormon
seperti adrenalin dan aldosteron juga ovari yang mensekresikan
estrogen yang dapat meningkatkan tekanan darah. Kelenjar tiroid atau
hormon tiroksin, yang juga berperan penting dalam pengontrolan
tekanan darah (Hayens, 2003).

Pada akhirnya tekanan darah dikontrol oleh berbagai proses


fisiologis yang bekerja bersamaan. Serangkaian mekanisme inilah
yang memastikan darah mengalir di sirkulasi dan memungkinkan
jaringan mendapatkan nutrisi agar dapat berfungsi dengan baik. Jika
salah satu mekanisme mengalami gangguan, maka dapat terjadi
tekanan darah tingggi.

Menurut Ethel (2003), pengaturan tekanan darah dibagi


menjadi 2, yaitu:

1. Pengaturan saraf

Pusat vasomotorik pada medulla otak mengatur tekanan


darah. Pusat kardiokselerator dan kardioinhibitor mengatur curah
jantung.

a. Pusat vasomotorik
1. Tonus vasomotorik merupakan stimulasi tingkat rendah
yang terus menerus pada serabut otot polos dinding
pembuluh. Tonus ini mempertahankan tekanan darah
melalui vasokontriksi pembuluh.
2. Pertahanan tonus vasomotorik ini dilangsungkan melalui
impuls dari serabut saraf vasomotorik yang merupakan
serabut eferen saraf simpatis pada sistem saraf otonom.
3. Vasodilatasi biasanya terjadi karena pengurangan impuls
vasokonstriktor. Pengecualian hanya terjadi pada pembuluh
darah di jantung dan otak.
a. Pembuluh darah di jantung dan otak memilki reseptor-
reseptor beta adrenergik, merespon epinefrin yang
bersirkulasi dan yang dilepas oleh medulla adrenae.
b. Mekanisme ini memastikan suplai darah yang cukup
untuk organ-organ vital selama situasi menegangkan
yang menginduksi stimulasi saraf simpatis dan
vasokontriksi di suatu tempat pada tubuh.
Stimulasi parasimpatis menyebabkan vasodilatasi
pembuluh hanya di beberapa tempat; misalnya, pada
jaringan erektil genetalia dan kelenjar saliva tertentu.

b. Pusat akselerator dan inhibitor jantung serta baroreseptor aorta


dan karotis, yang mengatur tekanan darah melalui SSO.

2. Pengaturan kimia dan hormonal

Ada sejumlah zat kimia yang secara langsung atau tidak


langsung mempengaruhi tekanan darah. Zat tersebut meliputi:
a. Hormon medulla adrenal (norepineprin termasuk
vasokonstriktor) epinefrin dapat berperan sebagai suatu
vasokonstriktor atau vasodilator, bergantung pada jenis
reseptor otot polos pada pembuluh darah organ.
b. Hormon antidiuretik (vasopresin) dan oksitosin yang disekresi
dari kelenjar hipofisis posterior termasuk vasokontriktor.
c. Angiotensin dalah sejenis peptida darah yang dalam bentuk
aktifnya termasuk salah satu vasokontriktor kuat.
d. Berbagai angina dan peptide seperti histamin, glukagon,
kolesistokinin, sekretin, dan bradikinin yang diproduksi
sejumlah jaringan tubuh, juga termasuk zat kimia vasoaktif.
e. Prostaglandin adalah agens seperti hormone yang diproduksi
secara local dan mampu bertindak sebagai vasodilator atau
vasokonstriktor (Ethel, 2003).
2.1.5 Pengukuran Tekanan Darah Arteri Sistolik dan Diastolik

Untuk mengukur tekanan darah maka perlu dilakukan


pengukuran tekanan darah secara rutin. Pengukuran tekanan darah
dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pada metode
langsung, kateter arteri dimasukkan ke dalam arteri. Walaupun
hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat
berbahaya dan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain. Sedangkan
pengukur secara tidak langsung melalui metode auskultasi dengan
menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. (Smeltzer & Bare,
2001)

Adapun cara pengukuran tekanan darah dimulai dengan


membalutkan manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas
dan dikembangkan dengan pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan
sampai denyut radial atau brakial menghilang. Hilangnya denyutan
menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah dilampaui dan arteri
brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai
30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial. Kemudian manset
dikempiskan perlahan, dan dilakukan pembacaan secara auskultasi
maupun palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan
sistolik. Sedangkan dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan
sistolik dan diastolik dengan lebih akurat (Smeltzer & Bare, 2001).

Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang


berbentuk corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat
di bawah lipatan siku (rongga antekubital), yang merupakan titik
dimana arteri brakialis muncul diantara kedua kaput otot biseps.
Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg per detik,
sementara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang
menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai
Bunyi Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan
akan terus terdengar dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset
turun di bawah tekanan diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan
menghilang (Smeltzer & Bare, 2001)

2.2 Hipertensi
2.2.1 Pengertian

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah


persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan
diastoliknya diatas 90 mmHg (Smith Tom, 1995). Menurut WHO,
penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih
besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama
atau lebih besar 95 mmHg (Kodim Nasrin, 2003). Hipertensi
dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104
mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan
114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg
atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolic
karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik (Smith Tom,
1995).

2.2.2 Klasifikasi

Menurut The Seventh Report of The Joint National


Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi
derajat 1 dan derajat 2.
Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal <120 <80
Prahipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat 2 ≤ 160 ≥ 100
Keterangan :

 TDS = Tekanan Darah Sistolik


 TDD = Tekanan Darah Diastol

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

2.2.3 Penyebab

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan


menjadi 2 golongan besar yaitu : (Lany Gunawan, 2001).

a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi


yang tidak diketahui penyebabnya
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan
oleh penyakit lain.
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita
hipertensi, sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi
sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa factor
yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah
sebagai berikut :

a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah
umur (jika umur bertambah maka TD meningkat), jenis kelamin
(laki-laki lebih tinggi dari perempuan) dan ras (ras kulit hitam
lebih banyak dari kulit putih).

c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi
adalah konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ),
kegemukan atau makan berlebihan, stress dan pengaruh lain
misalnya merokok, minum alcohol, minum obat-obatan
( ephedrine, prednison, epineprin )

2.2.4 Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi


pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari
pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke
bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis


merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar
adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan


fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curang
jantung dan peningkatan tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002).

2.2.5 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:


(Edward K Chung, 1995)

a. Tidak ada gejala


Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan
pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

b. Gejala yang lazim


Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis.

2.3 Garam
2.3.1 Pengertian Garam

Garam merupakan senyawa kimia sodium atau natrium


klorida (NaCl). Garam adalah senyawa ionik yang terdiri dari ion
positif (kation) dan ion negatif (anion), sehingga membentuk
senyawa netral (tanpa bermuatan). Garam terbentuk dari
hasil reaksi asam dan basa.

2.3.2 Pengaturan Kadar Garam Dalam Tubuh

Hampir seluruh natrium tubuh berada dalam darah dan dalam


cairan di sekeliling sel. Natrium tubuh berasal dari makanan dan
minuman dan dibuang melalui air kemih dan keringat. Ginjal yang
normal dapat mengatur natrium yang dibuang dalam air kemih,
sehingga jumlah total natrium dalam tubuh sedikit bervariasi dari hari
ke hari. Suatu gangguan keseimbangan antara asupan dan pengeluaran
natrium akan mempengaruhi jumlah total natrium di dalam tubuh.
Perubahan jumlah total natrium sangat berkaitan erat dengan
perubahan jumlah cairan dalam tubuh.

Kehilangan natrium tubuh tidak menyebabkan konsentrasi


natrium darah menurun tetapi menyebabkan volume darah menurun.
Jika volume darah menurun, tekanan daran akan turun, denyut jantung
akan meningkat, pusing dan kadang-kadang terjadi syok. Sebaliknya,
volume darah dapat meningkat jika terlalu banyak natrium di dalam
tubuh.
Cairan yang berlebihan akan terkumpul dalam ruang di
sekeliling sel dan menyebabkan edema. Salah satu tanda dari adanya
edema ini adalah pembengkakan kaki, poergelangan kaki dan tungkai
bawah. Tubuh secara teratur memantau konsentrasi natrium darah dan
volume darah. Jka kadar natrium terlalu tinggi, otak akan
menimbulkan rasa haus dan mendorong kita untuk minum. Sensor
dalam pembuluh darah dan ginjal akan mengetahui jika volume darah
menurun dan memacu reaksi rantai yang berusaha untuk
meningkatkan volume cairan dalam darah. Kelenjar adrenal
mengeluarkan hormon aldosteron sehingga ginjal menahan natrium.
Kelenjar hipofisa mengeluarkan hormon antidiuretik sehingga ginjal
menahan air. Penahanan natrium dan air menyebabkan berkurangnya
pengeluaran air kemih, yang pada akhirnya akan meningkatkan
volume darah dan tekanan darah kembali ke normal.

Jika sensor dalam pembuluh darah dan ginjal mengetahui


adanya peningkatan tekanan darah dan sensor di jantung menemukan
adanya peningkatan volume darah, maka ginjal dirangsang untuk
mengeluarkan lebih banyak natrium dan air kemih, sehingga
mengurangi volume darah.

2.3.3 Manfaat Garam

Dalam jumlah sedikit, sodium (zat utama dalam garam)


dibutuhkan tubuh.

1. Menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh.


2. Membantu sel saraf meneruskan impuls elektrik.
3. Menjaga fungsi otot, terutama untuk kontraksi dan relaksasi.

Menurut ahli gizi, tubuh memerlukan 1000mg garam setiap


hari. Konsumsi garam sebaiknya tidak melebihi 2400mg per hari.
Namun, kebanyakan orang mengonsumsi sekitar 3000mg setiap
harinya.

Hayens (2003) menyarankan mengkonsumsi garam


sebaiknya tidak lebih dari 2000 sampai 2500 miligram. Karena
tekanan darah dapat meningkat bila asupan garam meningkat.

2.3.4 Pengaruh Buruk Garam

Jika tubuh mengandung garam dalam konsentrasi tinggi, akan


terkumpul di dalam darah. Ginjal akan mengeluarkan kelebihan
tersebut melalui urin. Apabila fungsi ginjal tidak optimal, kelebihan
natrium tidak bisa dibuang dan menumpuk di dalam darah. Volume
cairan tubuh akan meningkat dan membuat jantung dan pembuluh
darah bekerja lebih keras untuk memompa darah dan mengalirkannya
ke seluruh tubuh. Tekanan darah pun akhirnya meningkat.

Jika hal ini berlangsung terus-menerus, dapat merusak dan


melemahkan sistem peredaran darah sehingga lebih mudah terkena
penyakit jantung dan pembuluh darah. Konsumsi garam berlebih juga
dapat menimbulkan gangguan kesehatan serius, seperti diabetes dan
anemia sickle cell.

Garam berlebih juga berbahaya bagi anak-anak. Organ tubuh


pada anak-anak belum berkembang maksimal. Oleh karena itu,
kandungan garam berlebih membuat organ tidak bisa memprosesnya
dengan sempurna sehingga akan menumpuk dalam tubuh. Hal ini
dapat menimbulkan kerusakan pada jantung, hati, dan otak.

Anda mungkin juga menyukai