Anda di halaman 1dari 18

PERAN KEPERAWATAN DAN

PELAYANAN KOLABORATIF

Disusun oleh :

Devi Indah Arum Sari

Dita Faradillah Apraystia

Hesti Elvina

Luciana Natasha Wulandari Rumangan

Wahyu Ningsih

Universitas Cenderawasih

Fakultas Kedokteran
Program Studi Ilmu Keperawatan

2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME , atas berkat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ Peran keperawatan
dan pelayanan kolaboratif “ tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan jiwa sebagai sarana mata atar bagi dosen pemberi materi,
sekiranya memberi masukan dan kritikan nya.

Semoga makalah ini dapat diterima dan digunakan sebagai referensi untuk
siapapun yang membacanya, kami menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh
dari kata sempura, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan.

Saran dan masukan sangat kami butuhkan untuk berkembangnya makalah ini
agar menjadi lebih baik.

Jayapura, 2020
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................... 1

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 2

BAB I............................................................................................................................................. 3

PENDAHULUAN.......................................................................................................................... 3

1.1  Latar Belakang................................................................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................ 4

1.4 Manfaat Penulisan............................................................................................................. 5

BAB II............................................................................................................................................ 6

KAJIAN PUSTAKA....................................................................................................................... 6

2.1 Pengertian Perawat Jiwa....................................................................................................... 6

2.2 Peran Perawat Jiwa............................................................................................................... 8

2.3  Pengertian Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin Keperawatan Jiwa.................................9

2.4 Elemen Penting Dalam Mencapai Kolaborasi Interdisiplin Efektif.....................................11

2.5  Manfaat Kolaborasi Interdisiplin Dalam Pelayanan Keperawatan Jiwa..............................12

2.6 Hambatan Dalam Melakukan Kolaborasi Interdisiplin dalam Keperawatan Jiwa................12

2.7 Piramida Pelayanan Kesehatan Jiwa...................................................................................13

2.8 Jenjang Pelayanan Kesehatan Jiwa.....................................................................................13

2.9 Komponen Jenjang Pelayanan Kesehatan Jiwa...................................................................13

BAB III........................................................................................................................................ 15

PENUTUP.................................................................................................................................... 15

3.1   Kesimpulan....................................................................................................................... 15

3.2   Saran................................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 16
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di
Negara- negara maju, meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai
gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun gangguan
tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam berperilaku yang
dapat menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif (Hawari,
2009).

Kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan jiwa menyeluruh, bukan


sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi pemenuhan kebutuhan perasaan
bahagia, sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis,
kesehatan jiwa diterjemahkan sebagai suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang.
Perkembangan tersebut berjalan selaras dengan keadaan orang lain (Febriani,
2008).

Himpitan hidup yang semakin berat di alami hampir oleh semua kalangan
masyarakat sehingga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan jiwa
(Intan,2010).

Pelayanan kesehatan jiwa yang komperehensif yaitu pelayanan yang


difokuskan pada pelayanan kesehatan jiwa primer,sekunder dan tersier. Dan
pelayanan kesehatan jiwa yang holistic yaitu pelayanan yang difokuskan pada
aspek bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual dengan perawatan mandiri individu
dan keluarga.
Pelayanan kesehatan berperan penting untuk menjalankan konsep kesehatan
jiwa masyarakat. Yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan
kemampuan klien dalam memelihara kesehatan jiwanya.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


220/MENKES/SK/III/1992 tentang pedoman umum tim Pembina, Pengarah,
Pelaksana kesehatan jiwa Masyarakat. Kesehatan Jiwa Masyarakat (Community
Mental Health) merupakan suatu orientasi kesehatan jiwa yang dilaksanakan di
masyarakat. Kesehatan jiwa masyarakat ini dititik beratkan pada upaya promotif
dan preventif tanpa melakukan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Selama ini ada kesalahan dalam menerapkan pelayanan kesehatan jiwa,


dimana pelayanan kesehatan jiwa hanya berbasis di Rumah Sakit, sehingga
orang yang datan hanya yang mengalami gangguan jiwa berat, seetelah sembuh
mereka pulang dan akan datang lagi jika terserang lagi. WHO menyarankan agar
penanganan kesehatan jiwa lebih dtekankan atau berbasis pada Masyarakat
(Community Based), sehingga masyarakat diharapkan mampu menangani kasus
gangguan jiwa yang ringan, dan hanya yang berat ang dilayani oleh Rumah
Sakit Jiwa (Moersalin, 2009).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian dari perawat jiwa?
1.2.2 Bagaimana Peran dari Perawat jiwa?
1.2.3 Apa dan Bagaimana dengan Kolaborasi Interdisiplin pada kesehatan dan
Keperawatan Jiwa?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Mendeskripsikan pengertian dari perawat Jiwa


1.3.2 Menjelaskan tentang peran dari perawat jiwa
1.3.3 Menjelaskan tentang pengertian dan bagaimana peran perawat dengan
kolaborasi interdisiplin pada kesehatan dan keperawatan Jiwa.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1        Bagi Mahasiswa

 Dapat memahami tentang pelayanan dan kolaborasi interdisiplin


dalam keperawatan jiwa.

1.4.2        Bagi Masyarakat

Masyarakat dapat menggunakan makalah ini sebagai bahan


bacaan maupun refrensi khususnya tentang pelayanan dan
kolaborasi interdisiplin dalam keperawatan jiwa.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perawat Jiwa


Konsep perawat jiwa meliputi definisi perawat kesehatan jiwa, peran perawat
jiwa, Fungsi perawat Jiwa.
2.1.1 Definisi kesehatan Jiwa
Keperawatan jiwa merupakan merupakan sebagian dari penerapan ilmu tentang
perilaku manusia, psikososial, bio-psik dan teori-teori kepribadian, dimana
penggunaan diri perawat itu sendiri secara terapeutik sebagai alat atau instrumen yang
digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan (Erlinafsiah, 2010)
2.1.2 Peran Perawat Jiwa
Peran perawat kesehatan jiwa mempunyai peran yang bervariasi dan spesifik
(Dalami, 2010). Aspek dari peran tersebut meliputi kemandirian dan kolaborasi
diantaranya adalah yang pertama yaitu sebagai pelaksana asuhan keperawatan, yaitu
perawat memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa kepada individu,
keluarga dan komunitas. Dalam menjalankan perannya, perawat menggunakan konsep
perilaku manusia, perkembangan kepribadian dan konsep kesehatan jiwa serta
gangguan jiwa dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga
dan komunitas. Perawat melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif
melalui pendekatan proses keperawatan jiwa, yaitu pengkajian, penetapan diagnosis
keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, dan melaksanakan tindakan
keperawatan serta evaluasi terhadap tindakan tersebut.

Peran perawat yang kedua yaitu sebagai pelaksana pendidikan keperawatan yaitu
perawat memberi pendidikan kesehatan jiwa kepada individu, keluarga dan komunitas
agar mampu melakukan perawatan pada diri sendiri, anggota keluarga dan anggota
masyarakat lain. Pada akhirnya diharapkan setiap anggota masyarakat bertanggung
jawab terhadap kesehatan jiwa. Peran yang ketiga yaitu sebagai pengelola
keperawatan adalah perawat harus menunjukkan sikap kepemimpinan dan
bertanggung jawab dalam mengelola asuhan keperawatan jiwa. Dalam melaksanakan
perannya ini perawat diminta menerapkan teori manajemen dan kepemimpinan,
menggunakan berbagai strategi perubahan yangdiperlukan, berperan serta dalam
aktifitas pengelolaan kasus dan mengorganisasi pelaksanaan berbagai terapi modalitas
keperawatan.

Peran perawat yang kekempat yaitu sebagai pelaksana penelitian yaitu perawat
mengidentifikasi masalah dalam bidang keperawatan jiwa dan menggunakan hasil
penelitian serta perkembangan ilmu dan teknologi untuk meningkatkan mutu
pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa.

2.1.3 Fungsi Perawat

Fungsi perawat jiwa adalah memberikan asuhan keperawatan secara langsung dan
asuhan keperawatan secara tidak langsung (Erlinafsiah, 2010). Fungsi tersebut dapat
dicapai melalui aktifitas perawat jiwa, yaitu: pertama, memberikan lingkungan
terapeutik yaitu lingkungan yang ditata sedemikian rupa sehingga dapat memberikan
perasaan aman, nyaman baik fisik, mental,dan sosial sehingga dapat membantu
penyembuhan pasien. Kedua, bekerja untuk mengatasi masalah klien “here and now”
yaitu dalam membantu mengatasi segera dan tidak ditunda sehingga tidak terjadi
penumpukkan masalah. Ketiga, sebagai model peran yaitu perawat dalam
memberikan bantuan kepada pasien menggunakan diri sendiri sebagai alat melalui
contoh perilaku yang ditampilkan oleh perawat.

Fungsi perawat yang keempat yaitu memperhatikan aspek fisik dari masalah
kesehatan klien merupakan hal yang sangat penting. Dalam hal ini perawat perlu
memasukkan pengkajian biologis secra menyeluruh dalam evaluasi pasien jiwa untuk
mengidentifikasi adanya penyakit fisik sedini mungkin sehingga dapat diatasi dengan
cara yang tepat. Kelima, memberikan pendidikan kesehatan yangditujukan kepada
pasien, kleuarga dan komunitas yang mencakup pendidikan kesehatan jiwa, gangguan
jiwa, ciri-ciri sehat jiwa, penyebab gangguan jiwa, ciri- ciri gangguan jiwa, fungsi dan
tugas keluarga, dan upaya perawatan pasien ganggua jiwa. Keenam, sebagai perantara
sosial yaitu perawat dapat menjadi perantara dari pihak pasien, keluarga dan
masyarakat dalam memfasilitasi pemecahan masalah pasien.

Fungsi yang ketujuh adalah kolaborasi dengan tim lain adalah perawat membantu
pasien mengadakan kolaborasi dengan petugas kesehatan lain yaitu dokter jiwa,
perawat kesehatan masyarakat (perawat komunitas), pekerja sosial, psikolog, dll.
Kedelapan, memimpin dan membantu tenaga perawatan adalah pelaksanaan
pemberian asuhan keperawatan jiwa didasarkan pada manajemen keperawatan
kesehatan jiwa. Kesembilan, menggunakan sumber di masyarakat sehubungan dengan
kesehatan mental. Hal ini penting diketahui oleh perawat bahwa sumber-sumber yang
ada dimasyarakat perlu diidentifikasi untuk digunakan sebagai faktor pendukung
dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada dimasyarakat.

2.2 Peran Perawat Jiwa


Perawat jiwa memiliki peran dalam tingkat pelayanan kesehatan jiwa yaitu:

1. Peran dalam prevensi primer

2. Peran dalam prevensi sekunder

3. Peran dalam prevensi tersier

2.2.1 PERAN DALAM PREVENSI PRIMER

 Memberikan penyuluhan tentang prinsip-prinsip sehat jiwa


 Mengefektifkan perubahan dalam kondisi kehidupan, tingkat kemiskinan, &
pendidikan
 Memberikanpendidikankesehatan
 Melakukan rujukan yang sesuai dengan sebelum gangguan jiwa terjadi
 Membantu klien di RSU untuk menghindari masalah psikiatri dimasa
mendatang
 Bersama-sama keluarga memberi dukungan pada anggota keluarga &
meningkatkan fungsi kelompok
 Aktif dalam kegiatan masyarakat & politik yang berkaitan dengan kesehatan
jiwa

2.2.2 PERAN DALAM PREVENSI SEKUNDER

 Melakukan skrining & pelayanan evaluasi kesehatan jiwa


 Melaksanakan kunjungan rumah atau pelayanan
 Memberikan konsultasi
 Melaksanakan intervensi krisis
 Memberikan psikoterapi individu, keluarga, dan kelompok pada berbagai
tingkat usia
 Memberikan intervensi pada komunitas & organisasi yang telah teridentifikasi
masalah yang dialaminyananganan dirumah
 4. Memberikan pelayanan kedaruratan psikiatri di RSU
 5. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
 Melakukan supervisi klien yang mendapatkan pengobatan
 Memberikan pelayanan pencegahan bunuh diri

2.2.3 PERAN DALAMPREVENSI TERSIER

 Melaksanakan latihan vokasional & rehabilitasi


 Mengorganisasi “after care” untuk klien yang telah pulang dari fasilitas
kesehatan jiwa untuk memudahkan transisi dari rumah sakit ke komunitas
 Memberikan pilihan “partial hospitalization” (perawatan rawat siang) pada
klien

2.3  Pengertian Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin Keperawatan Jiwa


Pelayanan dan kolaborasi interdisiplin keperawatan jiwa merupakan pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh sekolompok tim kesehatan profesional (perawat,
dokter, tim kesehatan lainnya maupun pasien dan keluarga pasien sakit jiwa) yang
mempunyai hubungan yang jelas, dengan tujuan menentukan diagnosa, tindakan-
tindakan medis, dorongan moral dan kepedulian khususnya kepada pasien sakit jiwa.
Pelayanan akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam
memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada pasien sakit jiwa. Anggota tim
kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi,
manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi interdisiplin hendaknya
memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar
sesama anggota tim.

Secara integral, pasien adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam
pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif.
Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien
sebagai pusat anggota tim. Karena dalam hal ini pasien sakit jiwa tidak dapat berpikir
dengan nalar dan pikiran yang rasional, maka keluarga pasienlah yang dapat dijadikan
pusat dari anggota tim. Disana anggota tim dapat berkolaborasi dalam menentukan
tindakan-tindakan yang telah ditentukan. Apabila pasien sakit jiwa tidak memiliki
keluarga terdekat, maka disinilah peran perawat dibutuhkan sebagai pusat anggota
tim. Karena perawatlah yang paling sering berkomunikasi dan kontak langsung
dengan pasien sakit jiwa. Perawat berada disamping pasien selam 24 jam sehingga
perawatlah yang mengetahui semua masalah pasien dan banyak kesempatan untuk
memberikan pelayanan yang baik dengan tim yang baik.

Perawat adalah anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim.
Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting
antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.

Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah


penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti
pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim
lainnya sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan.
2.4 Elemen Penting Dalam Mencapai Kolaborasi Interdisiplin Efektif
Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan
kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi
interdisiplin yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi,
kewenangan dan kordinasi seperti skema di bawah ini.

2.4.1 Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk
memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. 
2.4.2 Ketegasan penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka
dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-
benar didengar dan konsensus untuk dicapai. 
2.4.3 Tanggung jawab artinya mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil
konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya. 
2.4.4 Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi
informasi penting mengenai perawatan pasien sakit jiwa dan issu yang relevan
untuk membuat keputusan klinis. 
2.4.5 Pemberian pertolongan artinya masing-masing anggota dapat memberikan
tindakan pertolongan namun tetap mengacu pada aturan-aturan yang telah
disepakati.
2.4.6 Kewenangan mencakup kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya.
2.4.7 Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien
sakit jiwa, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi
dalam menyelesaikan permasalahan.
2.4.8 Tujuan umum artinya setiap argumen atau tindakan yang dilakukan memiliki
tujuan untuk kesehatan pasien sakit jiwa.

Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika :


 Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama
 Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya
 Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik
 Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang
tergabung dalam tim.

2.5  Manfaat Kolaborasi Interdisiplin Dalam Pelayanan Keperawatan


Jiwa
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi
profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien.
Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional
untuk masalah-masalah dalam tim dari pada menyalahkan seseorang atau atau
menghindari tangung jawab.
Beberapa tujuan kolaborasi interdisiplin dalam pelayanan keperawatan jiwa
antara lain :
2.5.1 Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional untuk pasien sakit jiwa
2.5.2 Produktivitas  maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
2.5.3 Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
2.5.4 Meningkatnya kohesifitas antar profesional
2.5.5 Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional
2.5.6 Menumbuhkan komunikasi, menghargai argumen dan memahami orang
lain.

2.6 Hambatan Dalam Melakukan Kolaborasi Interdisiplin dalam


Keperawatan Jiwa
Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah. Ada
banyak hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi :
2.6.1        Ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim
2.6.2        Struktur organisasi yang konvensional
2.6.3        Konflik peran dan tujuan
2.6.4        Kompetisi interpersonal
2.6.5        Status dan kekuasaan, dan individu itu sendir
2.7 Piramida Pelayanan Kesehatan Jiwa
Pelayanan kesehatan jiwa adalah pelayanan yang berkesinambungan yaitu
pelayanan yang :
2.7.1 Sepanjang hidup
2.7.2 Sepanjang rentang sehat – sakit
2.7.3 Pada setiap konteks keberadaan (dirumah, disekolah, di tempat kerja, di
rumah sakit atau dimana saja).

2.8 Jenjang Pelayanan Kesehatan Jiwa


Menurut Ommeren tahun 2005 jenjang kesehatan antara lain :
2.8.1 Perawatan mandiri individu dan keluarga
2.8.2 Dukungan dari sektor formal dan informal diluar sektor kesehatan
2.8.3 Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar
2.8.4 Pelayanan kesehatan jiwa di RSU atau RSUD
2.8.5 Pelayanan kesehatan jiwa di RSJ

2.9 Komponen Jenjang Pelayanan Kesehatan Jiwa


2.9.1 Perawatan mandiri individu dan keluarga
Kebutuhan pelayanan jiwa terbesar adalah kebutuhan kesehatan jiwa yang
dipenuhi oleh masing-masing individu dan keluarga. Mayarakat baik individu
maupun keluarga diharapkan dapat secara mandiri memelihara kesehatan
jiwanya. Pada tingkat ini sangat mungkin untuk memperdayakan keluarga
dengan melibatkan mereka dalam memelihara kesehatan anggota keluarganya.

2.9.2 Dukungan masyarakat formal dan informal diluar sektor kesehatan


Apabila masalah kesehatan jiwa yang dialami individu tidak mampu diatasi
secara mandiri ditingkat individu dan keluarga maka upaya solusi tingkat
berikutnya adalah leader formal dan informal yang ada di masyarakat mereka
menjadi tempat rujukan. Tokoh masyarakat, kelompok formal dan informal
diluar tatanan pelayanan kesehatan merupakan target pelyanan kesehatan jiwa,
kelompok yang dimaksud adalah TOMA ( tokoh agama, tokoh wanita, kepala
desa/lurah, RT/RW )

2.9.3 Pelayanan kesehatan jiwa melalui pelayanan kesehatan dasar


Puskesmas memiliki kesehatan jiwa untuk rawat jalan dan kunjungan ke
masyarakat sesuai wilayah kerja masyarakat.Tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan jiwa adalah perawat yang telah dilatih
CMHN atau perawat plus CMHN dan dokter yang telah dilatih kesehatan jiwa
( dokter plus kesehatan jiwa ) yang bekerja secara team yang disebut team
kesehatan jiwa puskesmas.

2.9.4 Pelayanan kesehatan jiwa masyarakat kabupaten/kota


Tim kesehatan yang terdiri dari psikiater, psikolog klinik, perawat jiwa CMHN
dan psikolog (yang telah mendapat pelatihan jiwa)

2.9.5 Pelayanan kesehatan jiwa di RSU


Diharapkan tingkat kabupaten atau kota menyediakan pelayanan rawat jalan
dan rawat inap bagi pasien gangguan jiwa dengan jumlah tempat tidur terbatas
sesuai kemampuan

2.9.6 Pelayanan RSJ


RSJ merupakan pelayanan spesialis jiwa yang difokuskn pada pasien
gangguan jiwa yang tidak berhasil dirawat dikeluarga/puskesmas/RSU. Sistem
rujukan dari RSU dan rujukan kembali dari masyarakat yaitu puskesmasharus
jelas agar kesinambungan pelayanan dikeluarga dapat berjalan. Pasien yang
telah selesai dirawat di RSJ dirujuk kembali kepuskesmas.
Penanggungjawaban pelayanan kesehatan jiwa masyarakat (puskesmas)
bertanggungjawab terhadap lanjutan asuhan dikeluarga.
BAB III

PENUTUP

3.1   Kesimpulan
Untuk mencapai pelayanan perawatan pasien sakit jiwa yang efektif maka
keluarga, perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya harus berkolaborasi satu
dengan yang lainnya. Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan lebih
berkuasa diatas yang lainnya. Masing-masing profesi memiliki kompetensi
profesional yang berbeda sehingga ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan
untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kolaborasi yang efektif antara anggota
tim kesehatan memfasilitasi terselenggaranya pelayanan keperawatan jiwa yang
berkualitas. 

Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah dalam


keperawatan jiwa. Ada banyak hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi
ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim, struktur organisasi yg
konvensional, konflik peran dan tujuan, kompetisi interpersonal, status dan
kekuasaan, dan individu itu sendiri

3.2   Saran
Demikian isi makalah ini, kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna dan banyak kekurangan baik dari segi bentuk maupun materi
yang kami uraikan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca untuk perbaikan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Berger, J. Karen and Williams. 1999. Fundamental Of Nursing; Collaborating for


Optimal Health, Second Editions. Apleton and Lange. Prenticehall. USA
Dalami E, 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info Media
Erlinafsiah. 2010. Modal Perawat dalam Praktik Kepeawatan Jiwa.Jakarta: Trans
Info Media
Febriani, 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Universitas Sumatera Utara. Sumatera
Utara.
Hawari, 2009. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Universitas Sumatera Utara. Sumatera
Utara.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 220/MENKES/SK/III/1992

Anda mungkin juga menyukai